BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Wanita di Amerika Serikat mengalami menopause pada rata-rata usia 51
tahun, dengan kisaran 40 sampai 55 tahun. Meskipun secara fisiologis menopause
adalah peristiwa normal pada penuaan.1 Usia 40-55 tahun merupakan usia wanita
mengalami masa perimenopause. Masa perimenopause merupakan masa
perubahan antara premenopause dan menopause2, yang merupakan masa
peralihan antara masa reproduksi dan masa senium.3 Pada masa ini terjadi
perubahan-perubahan kadar hormon reproduksi yang dapat menyebabkan
berbagai perubahan psikis dan rasa tidak nyaman.2
Menopause merupakan transisi perkembangan normal yang dijalani pada
semua wanita usia lanjut. Selama menopause, wanita mungkin mengalami
berbagai perubahan biologis dan perubahan psikologis. Dan mereka lebih rentan
terhadap distres psikologik, terutama ansietas dan depresi.4 Keadaan ini
sebenarnya bukan suatu keadaan patologis, melainkan suatu proses yang menjadi
bagian dalam perjalanan hidup wanita. Walaupun demikian, beberapa wanita
dapat merasa terganggu bahkan hingga depresi dalam menghadapi berbagai
perubahan tersebut, sehingga membutuhkan suatu penanganan khusus dalam
Sebagian besar wanita tidak mengalami depresi selama masa transisi
menopause, karena itu penuaan reproduksi tidak seragam terkait dengan baik
gejala depresi atau sindrom depresi. Meskipun demikian, beberapa penelitian
melaporkan hubungan antara transisi menopause dan peningkatan risiko untuk
depresi.5
Gambaran klinis akibat penurunan kadar estrogen sangat kompleks,
dipengaruhi oleh aspek organobiologik, psikologik dan sosiokultural. Dari sisi
organobiologik, manifestasi gejala terjadi pada organ-organ tubuh yang
membutuhkan hormon-hormon tersebut. Secara psikologik dapat dijumpai keluhan
berupa perubahan mood, depresi dan ansietas, problem tidur, mudah lelah,
penurunan gairah seksual, perubahan perilaku dan penurunan fungsi kognitif.
Sementara dari aspek sosiokultural dapat dilihat peran lingkungan yang dapat
menimbulkan stres yaitu tibanya masa pensiun, berkurangnya peran sebagai
orangtua, kehilangan pasangan hidup, penurunan aktifitas fisik dan sosial akibat
dari dampak penyakit degeneratif.6
Usia separuh baya adalah waktu klimakterium wanita, periode dalam
kehidupan yang ditandai dengan penurunan fungsi biologis dan fisiologis. Bagi
wanita, masa menopause dianggap klimakterium, dan kadang dimulai dari usia
40-an sampai awal 50-40-an. Umumnya para w40-anita masa klimakterium telah
lebih sering pengalaman bertahap sebagai sekresi estrogen menurun dengan
perubahan arus, waktu dan akhirnya penghentian menstruasi.7
Dalam hidup wanita, faktor estrogen berperan dalam pengaturan siklus
menstruasi. Penurunan kadar hormon ini pada masa perimenopause
menyebabkan wanita mengalami sindrom defisiensi estrogen, yaitu keadaan yang
meliputi gangguan vasomotor, perubahan metabolik, osteoporosis, penyakit
jantung koroner, maupun gangguan psikologis. Gejala psikologis yang sering
timbul antara lain depresi, ansietas, sakit kepala, insomnia, mudah lelah,
gangguan gairah seksual dan penurunan fungsi kognitif terutama fungsi
memori.2,3,8
Dari enampuluh empat wanita yang diikutkan dalam penelitian dengan SCL
(Symptom Check List)-90 didapati gejala somatik adalah yang paling sering.
Wanita didiagnosis dengan depresi memiliki usia yang lebih muda dibandingkan
dengan perempuan yang tidak depresi dan temuan ini sesuai dengan studi
epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi gangguan depresi memuncak antara
45 dan 55 tahun. Temuan lain bahwa wanita menikah memiliki tingkat yang lebih
tinggi mengalami gangguan jiwa.9
Ballinger menemukan prevalensi psikopatologi tertinggi pada wanita usia
45-49 tahun. Bungay dan kawan-kawan dan Jaszmann dan kawan-kawan
menempatkan keluhan psikologis ringan pada periode segera sebelum
perimenopause dilaporkan lebih tinggi tingkat ansietas, depresi dan psikotik
dibandingkan wanita yang menopause atau premenopause.10
Untuk kepentingan statistik dan epidemiologik, definisi menopause
disesuaikan menjadi tidak adanya menstruasi selama 1 tahun. Bagaimanapun
juga, definisi ini adalah hasil akhir dari berlangsungnya proses penurunan fungsi
ovarium, biasanya dimulai pada usia 35 sampai 40 tahun, dimana defisiensi
hormon menyebabkan kerusakan sistemik yang progresif. Akibat dari kegagalan
ovarium ini adalah terjadinya defisiensi permanen hormon multipel. Hal ini sangat
penting untuk dipahami dan ditatalaksana, bila dilihat dari sisi endokrinologi.11
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status menopause berhubungan
dengan depresi dan memiliki prevalensi depresi yang lebih tinggi.12 Perkiraan
prevalensi gejala mood depresi berkisar antara 23% sampai 28%.13 Temuan
berikutnya dari studi epidemiologi menunjukkan peningkatan onset baru gangguan
depresi di masa perimenopause, dimana data menunjukkan peningkatan risiko
episode depresi mayor yang terjadi dalam hubungan dengan perubahan hormonal
pada masa perimenopause.14
Mengenai gejala psikopatologi, dalam studi wanita memiliki tingkat utama
gejala psikopatologi. Pada penduduk Spanyol ditemukan wanita lebih tinggi dalam
dimensi somatisasi, depresi, ansietas dan fobia.15
Menurut hasil symptom chek list-90 (SCL-90), skor tinggi untuk somatisasi
sensivisitas interpersonal yaitu 52,5%,untuk depresi yaitu 50,3%, untuk ansietas
yaitu 50%, untuk hostility yaitu 53,3%, untuk fobia yaitu 45,3%, untuk ide paranoid
yaitu 60%, untuk psikotisisme yaitu 47,2% dan untuk tingkat gejala umum yaitu
50,3% dari para perawat. Status sosial ekonomi, unit pekerjaan, jumlah pasien
dirawat oleh perawat, posisi kerja, jam kerja mingguan, jumlah shift perbulan,
lingkungan fisik, masalah dengan pasien, dokter dan atasan, dan masalah dalam
penggunaan peralatan ditemukan memiliki efek pada tingkat gejala kejiwaan
antara perawat.16
Dengan mulai meningkatnya usia harapan hidup, maka perhatian terhadap
hal ini makin besar. Jika usia harapan hidup mencapai 70 tahun, sedang
perimenopause yang berlanjut menjadi menopause sekitar usia 50 tahun, maka
berarti hampir sepertiga usia perempuan dijalani pada masa perimenopause dan
pascamenopause.6
Perubahan fungsi kognitif dan memori muncul karena faktor hormon yang
berperan langsung terhadap target organ susunan saraf pusat sehingga terjadi
kesulitan konsentrasi dan penurunan fungsi memori jangka pendek. Selain itu
faktor terjadinya proses degeneratif juga berperan. Faktor psikologik yang
berdampak sulit tidur, gelisah dan depresi memperburuk konsentrasi dan daya
ingat.6
Perawat kesehatan merupakan sumber daya manusia yang terlibat
dengan berbagai masalah, seperti beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif,
kerja gilir, risiko penularan, tanggung jawab tugas dan sebagainya. Semua
masalah ini dapat merupakan stresor kerja yang akan berdampak pada kesehatan
jiwa perawat, diantaranya gangguan mental.17 Perawat yang memiliki fungsi
penting dalam kesehatan berada dibawah tekanan berat dan mengalami stres
karena faktor-faktor seperti kerja berlebihan, kebutuhan untuk memberikan
dukungan emosional, kurangnya layanan kesehatan, otonomi rendah, pendapatan
rendah, peran tidak terbatas, promosi terbatas, gambaran profesional, dan
kurangnya harga diri.16
Perawat rawat inap lebih stres dibandingkan perawat rawat jalan. Prevalensi
gangguan mental emosional pada perawat kesehatan adalah 17,7%. Perawat
rawat inap lebih banyak mengalami gangguan mental emosional dibandingkan
dengan perawat rawat jalan.17
Pada penelitian terhadap perawat usia perimenopause di dapatkan simtom
psikopatologi sebesar 18,6% dan jenis simtom yang paling tinggi frekuensinya
adalah fobia.2
Perawat adalah bagian dari kelompok profesi kesehatan yang sebagian
besar adalah wanita. Tugas pokok mereka adalah memberikan pelayanan
keperawatan dengan sebaik-baiknya agar tercapai kesehatan pasien yang optimal.
Gangguan kesehatan pada perawat dapat menghambat tercapainya tujuan
menghadapi tugas yang menuntut profesionalitas dan tanggung jawab. Beberapa
faktor pekerjaan perawat dapat merupakan sumber stres yang kuat. Hal ini dapat
menimbulkan stres psikis yang lebih lanjut lagi akan menyebabkan simtom
psikopatologi. Saat memasuki usia perimenopause, para perawat wanita juga akan
menghadapi gejala-gejala perimenopause yang juga dapat memperberat gejala
psikopatologi.2 Kesejahteraan selama perimenopause dipengaruhi oleh
kesejahteraan masa lalu, perubahan dalam status perkawinan, kepuasan kerja,
kerepotan sehari-hari, dan kehidupan yang penuh stres.13
Perawat harus didukung secara psikologis dan perhatian harus diberikan
untuk melindungi kesehatan mental perawat. Meningkatkan psikologis, kondisi fisik
dan sosial di Rumah Sakit efektif dapat mengurangi gejala kejiwaan antara
perawat.16
Sehubungan dengan Motto keperawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik (RSUP HAM) Medan yaitu 3 S : Sambut dengan senyum, Sapa
dengan ramah, Sentuh dengan kasih sayang, maka sangatlah diperlukan suatu
kondisi yang prima dari tenaga keperawatan dalam melaksanakan tugasnya
melayani pasien. Hal inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian
apakah terdapat psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di Rumah
1.2 Rumusan Masalah.
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
Apakah terdapat psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di
RSUP HAM Medan?
Apakah terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan dengan usia?
Apakah terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan dengan pendidikan?
Apakah terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan dengan status pernikahan?
Apakah terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan dengan pendapatan?
Apakah terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan dengan unit kerja?
1.3 Hipotesis.
Terdapat psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di RSUP
Terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di
RSUP HAM Medan dengan usia.
Terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di
RSUP HAM Medan dengan pendidikan.
Terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di
RSUP HAM Medan dengan status pernikahan.
Terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di
RSUP HAM Medan dengan pendapatan.
Terdapat hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia perimenopause di
RSUP HAM Medan dengan unit kerja.
1.4 Tujuan Penelitian.
1.4.1 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui apakah terdapat psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan.
1.4.2 Tujuan Khusus:
Untuk mengetahui hubungan psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan dengan usia, pendidikan, status
pernikahan, pendapatan dan unit kerja.
Dengan mengetahui psikopatologi pada perawat wanita usia
perimenopause di RSUP HAM Medan, agar dapat memberi masukan bagi
tenaga keperawatan untuk mengantisipasi dan melakukan penanganan
atau pengobatan pada perawat wanita usia perimenopause agar tidak
semakin memberat sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Hasil ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan para perawat di
tempat kerja. Hasil penelitian ini juga dapat dipakai sebagai data dasar
untuk penelitian-penelitian mengenai psikopatologi pada perawat wanita
usia perimenopause dan apakah terdapat hubungan psikopatologi pada
perawat wanita usia perimenopause di RSUP HAM Medan dengan
karakteristik demografik (usia, pendidikan, status pernikahan, pendapatan