• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KIMIA PEMISAHAN PADA PROSES UJUNG BELAKANG DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR DAN PENGEMBANGAN SDM SEBAGAI PENDUKUNG PROGRAM NUKLIR DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN KIMIA PEMISAHAN PADA PROSES UJUNG BELAKANG DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR DAN PENGEMBANGAN SDM SEBAGAI PENDUKUNG PROGRAM NUKLIR DI INDONESIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KIMIA PEMISAHAN PADA PROSES UJUNG BELAKANG

DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR DAN PENGEMBANGAN SDM

SEBAGAI PENDUKUNG PROGRAM NUKLIR DI INDONESIA

Gunandjar

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Banten, 15310

Abstrak

PERAN KIMIA PEMISAHAN PADA PROSES UJUNG BELAKANG DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR DAN PENGEMBANGAN SDM SEBAGAI PENDUKUNG PROGRAM NUKLIR DI INDONESIA. Pengkajian peran kimia pemisahan dilakukan berdasarkan hasil-hasil litbang dan pengembangan terkini kimia pemisahan pada ujung belakang daur bahan bakar nuklir (UB-DBBN). Pengembangan kimia pemisahan akan meningkatkan kualitas hasil proses pada UB-DBBN yang meliputi proses pengolahan limbah radioaktif dan olah-ulang bahan bakar bekas, didukung pengembangan kimia pemisahan yang efektif dan efisien menggunakan laser, adsorbent senyawa makrosiklis, dan adsorben serat karbon aktif untuk meningkatkan faktor pemisahan unsur-unsur hasil fisi, U, Pu, dan TRU, dilanjutkan proses imobilisasi limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) dengan proses vitrifikasi dan teknologi terkini dengan metode synroc dan SHTM, pengembangan proses partisi dan transmutasi, serta penggunaan kembali bahan bakar bekas pada teknologi DUPIC, akan meningkatkan faktor keselamatan dalam pengelolaan limbah radioaktif. Litbang kimia pemisahan pada seluruh proses ujung belakang DBBN berujung pada tujuan akhir untuk melindungi lingkungan dan masyarakat dari dampak radiologi limbah radioaktif untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Strategi pengembangan SDM melalui kegiatan litbang dan peningkatan profesionalisme SDM pada kegiatan ujung belakang DBBN harus dilakukan untuk mendukung program nuklir di Indonesia. Pengembangan SDM untuk penguasaan kimia pemisahan khususnya dalam pengolahan limbah radioaktif menjadi sangat penting untuk meyakinkan masyarakat tentang keandalan unjuk kerja keselamatan pengelolaan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari beroperasinya PLTN yang akan datang. Kata Kunci : Kimia pemisahan, ujung belakang daur bahan bakar nuklir, sumber daya manusia.

Abstract

THE ROLE OF CHEMICAL SEPARATION ON THE BACK-END OF NUCLEAR FUEL CYCLE PROCESS AND HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT AS SUPPORTING OF NUCLEAR PROGRAM IN INDONESIA. Assessment of the chemical separation role was carried-out by using of research and development result and recent progress of chemical separation on the back-end nuclear fuel cycle (BE-NFC). Chemical separation development will increase quality of process result of the BE-NFE comprising the process of radioactive waste treatment and reprocessing of spent nuclear fuel, supported by effectively and efficient of chemical separation development using laser, adsorbent of macrocyclic compound, and fibrous activated carbon (FAC) for increasing separation factor of the fission products, U, Pu, and TRU, and then immobilization process of high level radioactive liquid waste (HLLW) by vitrification and using recent technology by synroc and SHTM method, development of partition and transmutation process, and reuse of spent nuclear fuel on DUPIC technology, which will increase safety factor in radioactive waste management. The R&D of chemical separation on the all process of BE-NFC will ending to final objective for protect of the public and environment from radiological impact of radioactive waste for present and future generation. Strategy of human resources development by R&D activities and development the professionalism of human resources in the field of the BE-NFC have to be carried-out to supporting nuclear program in Indonesia. Development of human resources development for mastering of chemical separation especially in radioactive waste management is very important to trust the public concerning the

(2)

ability of safety performance in the radioactive waste management generated from NPP operation in the future.

Keywords : Chemical separation, back-end of nuclear fuel cycle, human resources development.

PENDAHULUAN

Daur bahan bakar nuklir (DBBN) adalah semua aktivitas untuk memperoleh bahan bakar dan meradiasinya di dalam reaktor nuklir, serta pengelolaan bahan bakar bekas termasuk olah-ulang dan pengeloaan limbah radioaktif yang ditimbulkan selama iradiasi di dalam reaktor. Aktivitas-aktivitas di dalam daur bahan bakar nuklir dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu [1] :

a. Daur depan atau Ujung Depan DBBN

(Front-end of Nuclear Fuel Cycle), yaitu aktivitas-aktivitas yang terjadi sebelum bahan bakar diiradiasi dalam reaktor. Aktivitas tersebut termasuk : eksplorasi, penambangan, dan pengolahan bahan galian nuklir (uranium), pemurnian, konversi menjadi UF6, pengkayaan

isotop fisil 235U (kecuali untuk bahan bakar U-alam), dan fabrikasi elemen dan bundel (rakitan) bahan bakar.

b. Daur tengah (in core fuel cycle), yaitu

aktivitas-aktivitas termasuk desain siklus bahan bakar dan iradiasi bahan bakar di dalam reaktor, evaluasi reaktivitas dan kontrol, pemrograman bundel bahan bakar dalam reaktor, analisis distribusi daya dan evaluasi kapabilitas teras.

c. Daur belakang atau Ujung Belakang DBBN

(UB-DBBN) atau Back-end of Nuclear Fuel Cycle, yaitu aktivitas-aktivitas yang melibatkan pengelolaan bahan bakar bekas termasuk pemindahan, pengiriman dan penyimpanan bahan bakar bekas, olah-ulang bahan bakar bekas untuk mengambil kembali uranium (U) dan plutonium (Pu), memisahkan unsur-unsur hasil fisi dan unsur-unsur trans-uranium (TRU) serta pengolahan dan penyimpanan, serta disposal limbah radioaktif yang ditimbulkan.

Dari segi ekonomi, DBBN adalah komponen yang sangat penting, karena kontribusinya dapat mencapai 60% biaya operasi reaktor riset dan lebih dari 20% dari biaya produksi listrik PLTN [1,2].

Dalam pemanfaatan dan pengembangan iptek nuklir akan menimbulkan limbah radioaktif, yaitu zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi. Menurut kandungan zat radioaktif dan tingkat radiasinya, limbah radioaktif digo-longkan menjadi tiga yaitu limbah radioaktif

aktivitas rendah (LAR), limbah radioaktif aktivitas sedang (LAS), dan limbah radioaktif aktivitas tinggi (LAT). Pengelolaan limbah radioaktif ialah penanganan, penampungan, dan pengolahan limbah radioaktif, termasuk imobilisasi (pengungkungan) unsur radioaktif dalam limbah melalui proses solidifikasi (pemadatan) dengan bahan matriks dan penyimpanan blok hasil pengungkungan, sehingga limbah radioaktif tidak membahayakan manusia dan lingkungan. Tujuan akhir pengelolaan limbah radioaktif adalah melindungi lingkungan hidup dan masyarakat dari potensi dampak radiologi limbah radioaktif, baik untuk keselamatan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang [3].

Pada Ujung Belakang DBBN, peran kimia pemisahan meliputi proses pengolahan limbah cair aktivitas rendah dan sedang (LCAR dan LCAS), proses pemurnian air pendingin pada penyimpanan bahan bakar bekas sistem basah, dan proses olah-ulang bahan bakar bekas, serta pengolahan limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) dan limbah trans-uranium (TRU) yang ditimbulkan dari proses olah-ulang. Pengolahan limbah radioaktif dilakukan untuk mereduksi volume dan imobilisasi (pengungkungan) melalui proses solidifikasi (pemadatan), sehingga mempermudah pengangkutan, dan penyimpanan. Keberhasilan proses minimisasi dan reduksi volume limbah akan diperlihatkan pada pengurangan biaya penyimpanan akhir. Selain itu untuk minimisasi jumlah dan jenis radionuklida limbah aktivitas tinggi juga berkaitan dengan faktor untuk mengurangi resiko penyebaran penggunaan senjata nuklir (proliferation risk) dan untuk mendapatkan dukungan politik dan publik untuk penyimpanan akhir limbah [4]. Program pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif adalah merupakan program yang tidak terpisahkan dengan program pemanfaatan tenaga nuklir yang harus terus dilaksanakan melalui penelitian dan pengembangan, serta pengkajian yang mendalam sehingga diperoleh teknologi pengelolaan limbah radioaktif yang optimal. Program tersebut termasuk pengembangan sumber daya manusia (SDM). Dalam makalah ini akan dikaji peran kimia pemisahan pada Ujung Belakang DBBN dan pengembangan SDM dalam kegiatan tersebut. Tujuan pengkajian ini adalah untuk memberikan masukan strategi pengembangan SDM dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kimia pemisahan khususnya pada kegiatan Ujung

(3)

Belakang DBBN guna mendukung program nuklir di Indonesia.

PERAN DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KIMIA PEMISAHAN PADA UJUNG BELAKANG DBBN

Berbagai metode kimia pemisahan yang berperan pada proses pengolahan limbah radioaktif antara lain adalah metode evaporasi, kimia pengendapan, membran, oksidasi biokimia, penukar ion, elektrokimia, digesti, dan oksidasi basah. Peran dan pengembangan teknologi kimia pemisahan dengan berbagai metode tersebut dibahas pada uraian berikut.

Pengolahan limbah cair dengan metode evaporasi

Pengolahan LCAR dengan metode evaporasi memberikan faktor dekontaminasi yang tinggi (103 -104) dan reduksi volume 50 kali. Evaporator digunakan untuk reduksi volume limbah cair yang ditimbulkan dari kebanyakan PLTN, juga dari fasilitas nuklir non–PLTN. Teknik evaporasi juga digunakan untuk mengolah limbah cair yang berasal dari sistem air pendingin primer yang mengandung

10

B penyerap netron dalam bentuk asam borat dan

6

Li sebagai pengatur pH dalam bentuk Li(OH). Evaporasi limbah cair tersebut dihasilkan konsentrat asam borat dan destilat yang dapat digunakan kembali.

Di Indonesia, unit evaporator adalah fasilitas utama yang dimiliki PTLR-BATAN untuk pengolahan LCAR yang ditimbulkan dari operasi Reaktor Serba Guna-G.A. Siwabessy dan dari instalasi nuklir lainnya di Serpong. Dalam proses evaporasi diperlukan media pemanas yaitu menggunakan uap. Masalah yang timbul dalam proses ini adalah timbulnya kerak pada dinding pipa alat penukar panas. Hal ini akan mengurangi koefisien perpindahan panas, sehingga kebutuhan uap meningkat. Oleh karena itu pada operasi rutin, untuk membersihkan kerak pada sirkuit evaporasi digunakan larutan asam nitrat 10%. Masalah lain adalah terjadinya buih yang menyebabkan terbawanya unsur-unsur radioaktif yang mudah menguap ke distilat. Untuk mengatasi masalah tersebut juga telah dikembangkan penggunaan poliakril-amida sebagai dispersan pencegah timbulnya kerak pada sistem evaporasi, dan penggunaan anti buih minyak silikon untuk evaporasi LCAR yang mengandung deterjen [5]. Untuk menghindari timbulnya kerak yang terjadi selama evaporasi, dapat digunakan inhibitor kimia ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) yang akan membentuk senyawa kompleks terlarut dengan kalsium dan magnesium pembentuk kerak [6,7].

Pengolahan limbah cair dengan metode kimia

Pengolahan limbah radioaktif cair secara kimia (pengendapan) dilakukan melalui proses koagulasi, flokulasi, presipitasi, dan kopresipitasi. Jenis limbah pada pengolahan ini adalah limbah kimia cair radioaktif yang berasal antara lain dari proses bahan bakar nuklir dan produksi radioisotop. Metode kimia ini memberikan faktor dekontaminasi 10-100 [8].

Di Indonesia, limbah kimia radioaktif cair (LKRC) ditimbulkan dari poroses bahan bakar nuklir, produksi radioisotop, pengolahan limbah dan dekontaminasi, serta dari berbagai kegiatan penelitian [9]. Limbah cair tersebut umumnya bersifat korosif, sehingga perlu dilakukan pengolahan limbah secara kimia. Di PTLR telah dilakukan perancangan dan pembangunan Unit Pengolah Limbah Radioaktif Cair Secara Kimia yang didasarkan pada karakteristik limbah yang paling korosif yaitu limbah fluor kadar 1,943 % [10]. Kadar ion fluorida diturunkan serendah mungkin melalui serangkaian proses pengendapan fluorida sebagai kalsium fluorida, koagulasi, dan penyerapan sisa fluorida dengan tawas feri [Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.24H2O] atau tawas

aluminium [Al2(SO4)3(NH4)2 SO4.24H2O], dan

flokulasi partikel koloidal dengan polimer Waste Water Softener (WWS 116).

Proses kimia pengolahan limbah radioaktif cair telurium (Te) dan krom (Cr) dari produksi radioisotop juga telah diteliti. Limbah tersebut ditimbulkan dari produksi 131I yang dilakukan PPTN Bandung. Limbah tersebut bersifat asam mengandung Te dalam bentuk H2TeO3 dan H2TeO4

serta Cr dalam bentuk Cr2(SO4)3, H2CrO4 , dan

H2Cr2O7, juga mengandung asam sulfat, asam

oksalat dan asam sulfit. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan metode pengendapan, melalui netralisasi, proses koagulasi – flokulasi dengan koagulan Ca(OH)2 untuk mengendapkan sulfat,

sulfit, oksalat, dan Cr3+, kemudian proses koagulasi-flokulasi dengan koagulan BaCl2 untuk

mengendapkan Cr6+ dan Te. Hasil percobaan menunjukan bahwa hampir 100% Cr dan Te telah dapat diendapkan [11]. Sludge dari proses tersebut tersusun dari endapan: Ca(SO4), BaCr2O7, BaTeO3 ,

dan BaTeO4. Pemadatan sludge dilakukan dengan

bahan matriks abu terbang dan kapur.

Pengolahan limbah cair dengan metode membran

Proses pemisahan komponen dalam larutan dengan metode membran diklasifikasikan sebagai mikrofiltrasi bila ukuran komponen 0,1 - 10 µm (partikel kecil, koloid besar, sel mikroba),

(4)

ultrafiltrasi bila ukuran komponen 0,1 µm - 5 nm (emulsi, koloid, makromolekul, protein), osmosis balik bila ukuran komponen lebih kecil dari 10Å (garam terlarut, zat organik kecil), elektrodialisis bila ukuran lebih kecil 5 nm (garam terlarut) dan dialisis bila ukuran partikel lebih kecil dari 5 nm. Membran dibuat dari material polimer seperti selulosa asetat, poliamida, polisulfonat, polikarbamat, polidimetilsiloksan, dan lain-lain. Proses mikrofiltrasi dan osmosis balik diperlukan gaya pendorong berupa beda tekanan, proses elektrodialisis memerlukan beda tegangan listrik

[12]

, dan proses dialisis memerlukan beda konsentrasi. Limbah cair aktivitas 0,1–1 µCi/l dengan TDS (Total Dissolved Solid) 500-1.000 mg/l dapat diolah dengan proses membran selulosa asetat dalam modul plate and frame. Limbah aktivitas 5 µCi/l yang mengandung Sr dapat diolah dengan proses mikrofiltrasi. Limbah cair aktivitas 50 nCi/l yang mengandung U dan Th dapat diolah dengan proses ultrafiltrasi. Limbah asam aktivitas rendah yang mengandung Cs diolah dengan elektrodialisis. Limbah cair aktivitas rendah (LCAR) dari sistem pencucian pakaian kerja dan shower daerah aktif dapat diolah dengan teknik osmosis balik [13]. Proses-proses tersebut memberikan faktor dekontaminasi 20-300 [14]. Di Indonesia, proses

kimia pemisahan dengan metode membran telah mulai dikembangkan di PTLR sebagai alternatif proses pengolahan LCAR yang saat ini menggunakan cara evaporasi.

Pengolahan Limbah dengan proses oksidasi biokimia

Kimia pemisahan dengan metode oksidasi biokimia telah dikembangkan di negara maju seperti di Inggris dan Perancis untuk pengolahan limbah radioaktif cair aktivitas rendah (LCAR). Di Indonesia, penelitian proses kimia pemisahan dengan metode oksidasi biokimia telah pula dilakukan untuk pengolahan LCAR yang mengandung detergen menggunakan campuran spesies bakteri aerob bacillus sp, pseudomonas sp, arthrobacter sp, dan aeromonas sp. Bakteri yang diberi nutrisi yang cukup dan diaerasi akan tumbuh, berkembang biak, memakan dan menguraikan detergen, sehingga terjadi dekontaminasi larutan dengan faktor dekontaminasi 350, dan larutan hasil proses ini telah memenuhi syarat untuk dibuang [15].

Pengolahan limbah cair dengan metode penukar ion

Pengolahan limbah radioaktif cair dengan penukar ion menghasilkan faktor dekontaminasi 10-100, biasa dipakai pada pemurnian atau demineralisasi

kontinyu air pendingin PLTN maupun reaktor riset termasuk reaktor riset di Indonesia. Resin penukar ion juga digunakan pada pengolahan LCAR dan destilat hasil evaporasi limbah cair pada PLTN tipe reaktor PWR maupun BWR sebelum destilat tersebut dilepas ke lingkungan [14].

Di Indonesia, pengembangan proses pemisahan kimia dengan metode penukar ion telah dilakukan untuk memisahkan ion-ion dari radionuklida yang terkandung dalam limbah radioaktif cair. Penelitian tersebut antara lain [16] : pemisahan uranium (UO22+) dari ion-ion lain seperti

Fe3+, Al3+, Ni2+, dan Cr2+ menggunakan resin amonium kwartener dalam media asam sulfat 0,2 M, dan menggunakan resin penukar ion Amberlite IRA-400 dan Dowex 1x4. Untuk pemisahan 90Sr dan 137Cs digunakan zirkonium fosfat yang termodifikasi (Li-ZrP, Na-ZrP, K-ZrP, NH4-ZrP,

Ba-ZrP, dan H-ZrP) sebagai penukar ion anorganik. Rumus kimia ZrP adalah Zr(H2PO4)(PO4) 2H2O,

bentuk NaZrP lebih efektif digunakan untuk pemisahan 90Sr dan 137Cs dibanding HZrP.

Litbang pemanfaatan mineral alam zeolit telah cukup maju, karena mineral zeolit mempunyai struktur ”framework” tiga dimensi yang menunjukan sifat-sifat yang unggul sebagai penukar ion, adsorben, ”molecular-sieving”, dan katalis. Sifat-sifat tersebut memungkinkan zeolit dapat digunakan dalam pengolahan limbah radioaktif [17].

Pengolahan limbah cair dengan metode elektrokimia

Metode oksidasi elektrokimia telah dikembangkan di berbagai negara, misalnya Amerika Serikat, Perancis, dan Jepang. Para peneliti mereka telah melakukan penelitian metode elektrokimia untuk pengolahan berbagai mineral di dalam solven organik, penelitian dekontaminasi limbah padat yang mengandung PuO2 dan UO2 dan pelarutan

oksida PuO2/ UO2 dengan metode elektrokimia.

Selain itu telah dilakukan penelitian penguraian simulasi berbagai bahan organik yang berbahaya, misalnya 2-Chloroethyl Ethyl Sulphide, RDX, dan 2-Methylformamide, dan juga penelitian untuk menguraikan limbah organik tannix dan TBP/dodecane. Di Indonesia, penelitian pengolahan limbah solven organik radioaktif (TBP-kerosen) bekas yang mengandung U dengan metode elektrokimia melalui oksidasi Ag(II) telah dimulai

[18]

. Metode ini diharapkan akan menjadi salah satu metode alternatif untuk pengolahan limbah solven TBP-kerosen bekas yang mengandung U dari proses olah-ulang, pemurnian U, dan pemungutan kembali U dari gagalan fabrikasi elemen bakar nuklir. Pada proses elektrokimia, senyawa organik terurai menjadi CO2 dan air, sehingga diperoleh

(5)

limbah dalam bentuk fasa air yang mengandung unsur-unsur radioaktif dengan jumlah yang relatif kecil yang kemudian dapat diimobilisasi.

Pengolahan Limbah radioaktif semi cair dengan metode digesti dan oksidasi basah

Limbah resin penukar ion bekas dari operasi reaktor merupakan limbah radioaktif semi cair diolah melalui proses pemadatan langsung dengan matriks semen, plastik polimer, atau aspal. Pemadatan dengan plastik polimer reduksi volumenya 4 kali dibanding pemadatan dengan semen [14]. Di Hanford Engineering Laboratory, Amerika Serikat, Limbah

resin diuraikan menjadi CO2 dan air melalui

pemasakan (digestion) dengan asam sulfat dan asam nitrat pada suhu 190-255 oC sehingga tinggal tersisa 4% volume dari limbah awal [4]. Di Jepang dikembangkan dekomposisi resin penukar ion bekas melalui proses oksidasi basah (Wet-Oxidation) pada suhu 350-400 oC dan tekanan 40 bar menggunakan oksigen atau udara, reduksi volume dapat mencapai 8 kali [8]. Sisa volume dipadatkan dengan matrik semen, polimer, atau aspal. Di Indonesia, limbah resin bekas dipadatkan langsung dengan matriks semen.

Tabel 1. Peran Kimia Pemisahan pada proses pengolahan Limbah Radioaktif No Metode dan FD Jenis Limbah dan keterangan proses

1 Metode Evaporasi, (FD = 103-104 )

a. LCAR dan LCAS dari PLTN dan fasilitas nuklir non–PLTN, dari sistem air pendingin primer yang mengandung 10B dan 6Li .

b. Di Indonesia, LCAR yang ditimbulkan dari operasi RSG-GAS dan dari instalasi nuklir lainnya di Serpong.

2 Metode Kimia (Pengendapan) (FD = 10-100)

a. Limbah kimia radioaktif cair yang bersifat korosif dari proses bahan bakar nuklir, produksi radio-isotop, pengolahan limbah, proses dekontaminasi, dan kegiatan penelitian.

b. Melalui koagulasi, flokulasi, presipitasi, dan kopresipitasi. 3 Metode membran

(FD = 20-300)

a. LCAR 0,1–1 µCi/L dengan Total Dissolved Solid 500-1.000 mg/L dengan proses membran selulosa asetat.

b. LCAR ≥ 5 µCi/L yang mengandung Sr dengan proses mikrofiltrasi. c. LCAR ≥ 50 nCi/L mengandung U dan Th dengan proses

ultrafiltrasi.

d. LCAR mengandung Cs dengan elektrodialisis.

e. LCAR dari sistem pencucian pakaian kerja dan shower daerah aktif dengan teknik osmosis balik.

4 Penukar ion (FD = 10-100)

a. LCAR dan destilat hasil evaporasi limbah cair sebelum destilat tersebut dilepas ke lingkungan.

b. Digunakan berbagai tipe resin penukar ion, zeolit, komposit zeolit-PVA, zeolit termodifikasi ASP .

5 Elektrokimia a. Limbah solven TBP-kerosen dari olah-ulang dan pemurnian bahan nuklir.

b. Senyawa organik terurai menjadi CO2 dan air, diperoleh limbah fasa

air yang mengandung unsur-unsur radioaktif. 6 Oksidasi biokimia

(FD = 350)

a. LCAR yang mengandung senyawa organik.

b. Proses oksidasi oleh bakteri aerob yang berkembang biak, memakan, dan menguraikan zat organik, terjadi dekontaminasi larutan dan sludge aktif.

7 Ekstraksi pelarut (FD = 10-100)

a. LCAR, LCAS, dan LCAT yang mengandung U.

b. Ekstraksi dengan 30% TBP-kerosen untuk memisahkan U dari unsur-unsur hasil belah. Hampir semua hasil belah dapat dipisahkan > 99 % kecuali 95Zr, 141Ce, 144Ce, 103Ru, 106Ru, dan 131I.

8 Metode degesti dan oksidasi basah (FD = 8-25)

a. Limbah semi cair aktivitas rendah (limbah resin penukar ion ). b. Dekomposisi resin bekas melalui proses oksidasi basah pada suhu

350-400 oC dan tekanan 40 bar.

c. Dekomposisi limbah resin melalui digesti dengan asam sulfat dan asam nitrat pada suhu 190-255 oC sehingga tinggal tersisa 4% volume dari limbah awal .

(6)

Secara ringkas peran kimia pemisahan pada kegiatan Ujung Belakang DBBN khususnya pada proses pengolahan limbah radioaktif ditunjukkan pada Tabel 1.

TANTANGAN KIMIA PEMISAHAN PADA UJUNG BELAKANG DBBN

Proses olah-ulang (reprocessing) bahan bakar nuklir bekas

Pada pengelolaan bahan bakar bekas terdapat tiga opsi kebijakan, yaitu opsi daur bahan bakar tertutup (Closed cycle) yang melibatkan proses olah-ulang (reprocessing) bahan bakar bekas dan mendaur-ulang U dan Pu pada reaktor pembiak cepat atau reaktor termal, opsi daur terbuka (open cycle) atau satu pelaluan (once-through cycle) yang berakhir dengan penyimpanan akhir secara permanen bahan bakar bekas, dan opsi pendekatan wait and see yaitu menunggu waktu pengambilan keputusan olah-ulang atau penyimpanan akhir permanen yaitu penyimpanan sementara dikerjakan sebelum ada keputusan. Di Jepang, Perancis, Inggris, Amerika, India, dan Pakistan, telah mengambil kebijakan daur tertutup dengan tujuan mendaur-ulang Pu dan U hasil olah-ulang untuk bahan bakar jenis reaktor pembiak cepat (fast breader reactor, FBR) atau untuk reaktor termal jenis air ringan (Light Water Reactor,LWR) dalam bentuk bahan bakar MOX (Mixed Oxide), yaitu campuran UO2 dan PuO2.

Daur-ulang ke dalam reaktor jenis LWR telah dilaksanakan di Belgia, Perancis, Jerman, Jepang, Swis, dan Rusia [19].

Pada olah-ulang, kelongsong (cladding) bahan bakar bekas dipotong dan bahan bakar bekasnya dikeluarkan dari kelongsong. Bahan bakar bekas dilarutkan dalam HNO3 6-8 M. Selanjutnya

dilakukan ekstraksi siklus-I untuk memisahkan unsur-unsur aktinida dari unsur hasil fisi. Pada proses ini ditimbulkan limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) yang mengandung unsur- unsur hasil fisi yang terkontaminasi aktinida. Pada ekstraksi siklus-II, Udan Pu dipisahkan dari larutan aktinida. Pada proses ini ditimbulkan limbah cair trans-uranium (TRU) yang terkontaminasi unsur hasil fisi [20]. LCAT kemudian dilakukan imobilisasi melalui proses solidifikasi (pemadatan) menjadi kemasan limbah yang siap disimpan dalam fasilitas penyimpanan lestari tanah dalam(Deep Geological Disposal Facility).

Strategi DBBN di Indonesia saat ini adalah strategi daur terbuka yang berarti tidak ada program untuk proses olah-ulang bahan bakar bekas. Oleh karena itu dalam bidang proses olah-ulang bahan bakar bekas, kegiatan yang dilakukan hanyalah dalam tingkat studi proses untuk mengikuti

perkembangan teknologi terkini. LCAT di Indonesia ditimbulkan dari kegiatan produksi radioisotop 99Mo (dibuat dengan meradiasi uranium 93% 235U dalam reaktor) di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) dan dari kegiatan uji pasca-iradiasi bahan bakar nuklir di Instalasi Radiometalurgi (IRM).

LCAT yang ditimbulkan dari produksi

99

Mo mengandung unsur-unsur hasil fisi dan sisa

235

U. Sisa 235U dan hasil fisi dipisahkan secara ekstraksi menggunakan pelarut diethylhexyl phosporic acid (DEHPA) [21]. Setelah dipisahkan diperoleh fasa organik yang mengandung 235U dan fasa air (sebagai LCAT-II) mengandung unsur-unsur hasil fisi. Setelah penyimpanan selama 2 tahun, maka LCAT-II dapat dikatagorikan sebagai LCAR. Sedang LCAT dari IRM mengandung radionuklida utama unsur-unsur hasil fisi dan trans-uranium (TRU). Pemisahan unsur-unsur hasil fisi dengan TRU dilakukan dengan ekstraksi pelarut menggunakan pelarut TBP-dodekan. Setelah dipisahkan, fasa air (LCAT-II) mengandung unsur-unsur hasil fisi yang terkontaminasi TRU dan U, sedang fasa organik merupakan limbah cair mengandung TRU dan U yang terkontaminasi unsur-unsur hasil fisi.

Ada beberapa radionuklida hasil fisi yang sulit dipisahkan dari U dan Pu yaitu 141Ce, 144Ce,

95

Zr, 95Nb, 131I, 103Ru dan 106Ru. Untuk mendukung pengolahan LCAT, telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk mempelajari ekstraksi pemisahan Ce dan U dalam media asam sulfat dengan ekstraktan oxin dalam khloroform [22].

Proses kimia pemisahan LCAT dengan laser

Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) adalah suatu sumber cahaya yang diperkuat, yang diperoleh dari emisi radiasi terangsang, mempunyai keterpaduan (koherensi) waktu dan ruang yang sangat tinggi, sehingga mempunyai pita frekuensi yang sangat sempit dan mempunyai rapat daya (intensitas) sangat tinggi pada suhu kamar. Penggunaan teknologi laser memberikan peningkatan yang sangat besar dalam bidang kimia, terutama karena mempunyai selektivitas dan sensitivitas yang sangat tinggi. Penggunaan laser dalam bidang kimia pemisahan merupakan teknologi terkini, khususnya dalam bidang kimia untuk pemisahan isotop dan pemisahan kimia pada umumnya [23].

Penggunaan laser pada kimia pemisahan dapat terjadi melalui eksitasi tingkat atom dan juga pada tingkat molekul. Bila campuran dari bermacam-macam partikel dalam bentuk atom atau molekul yang berbeda sedikit atau tidak berbeda sifat-sifat kimianya, maka pemisahan

(7)

partilkel-partikel tersebut akan sangat sulit dipisahkan dengan metode kimia biasa, tetapi karena tingkat-tingkat kuantum dari partikel-partikel tersebut cukup berbeda, maka suatu partikel dapat dieksitasikan secara selektif dengan laser pada panjang gelombang karakteristik suatu partikel, sedang partikel lain tidak tereksitasi. Partikel yang tereksitasi berubah sifat kimia dan fisikanya, sehingga dapat digunakan untuk pemisahan senyawa dengan beberapa metode berdasarkan perbedaan eksitasi karakteristik partikel dengan partikel yang lain yang tidak tereksitasi [24].

Penggunaan kimia pemisahan dengan laser di bidang nuklir telah dilaporkan, antara lain telah berhasil dilakukan pemisahan isotop 235U dan 238U dan pemisahan D2O dari air alam yang

masing-masing dengan menggunakan laser CO2 yang

memancarkan laser infra-merah. Metode pemisahan isotop 235U dan 238U dengan laser tersebut menjadi dasar teknologi terkini dalam proses pengkayaan maju, yaitu proses AVLIS dan MLIS [25]. Pada proses ekstraksi untuk pemisahan U dari hasil belah menggunakan pelarut 30% TBP/kerosen, ada beberapa unsur hasil belah yang sulit dipisahkan dari U yaitu 95Zr, 141Ce, 144Ce, 103Ru, 106Ru, dan 131I. Sejumlah unsur hasil belah tersebut hanya 95Zr,

103

Ru, dan 106Ru yang benar-benar sulit dipisahkan dari U [26]. Di bidang proses kimia pemisahan U dari unsur-unsur hasil belah dalam LCAT, telah dilakukan penelitian dasar penggunaan laser nitrogen (N2) pulsa untuk pemisahan U dan Zr.

Zirkonium adalah salah satu unsur hasil fisi yang sulit dipisahkan dari uranium. Pada ekstraksi menggunakan 30%TPB-kerosen disertai proses radiasi dengan laser N2 pulsa pada panjang

gelombang 337,1 nm dan daya puncak 41,32 W/pulsa, Kd uranium dapat ditingkatkan sebesar 120,7 %, dan FD zirkonium dapat ditingkatkan sebesar 133,8 % [27,28].

Adsorpsi dengan serat karbon aktif dilanjutkan dengan pembakaran

Radionuklida Pu dan U merupakan unsur radioaktif utama yang terkandung dalam limbah radioaktif alfa umur panjang yang ditimbulkan dari proses olah-ulang bahan bakar nuklir bekas. Limbah tersebut harus dilakukan pengolahan untuk siap disimpan dalam jangka waktu yang panjang. Pemisahan kedua radionuklida Pu dan U pada efisiensi reduksi volume tinggi sangat mengurangi volume limbah alfa umur panjang untuk di-disposal dan menurunkan tingkat bahaya limbah. Teknologi pemisahan selektif Pu dan U dilakukan sebagai solusi pengelolaan limbah cair radioaktif alfa dan strategi alternatif masa depan. Di Jepang, teknologi

pemisahan selektif Pu dan U dari unsur-unsur hasil belah pada efisiensi sangat tinggi dengan proses adsorpsi telah dikembangkan menggunakan bahan adsorbent serat karbon aktif (FAC=Fibrous Activated Carbon). Limbah adsorben yang mengandung Pu dan U kemudian dilakukan proses reduksi volume menjadi sisa abu dengan efisiensi sangat tinggi dengan proses pembakaran tanpa adanya partikel yang terbang atau tanpa adanya jelaga pada suhu 500-600 oC. Proses ini mereduksi secara subtansial volume limbah radioaktif alfa [29]. Di Indonesia, pengkajian untuk adaptasi teknologi pemisahan Pu dan U dengan metode adsorpsi dengan bahan adsorbent serat karbon aktif ini perlu dilakukan untuk pengolahan limbah alfa yang ditimbulkan dari produksi radioisotop Mo-99 di IPR, dan dari uji pasca iradiasi bahan bakar nuklir di IRM.

Pemisahan selektif dengan senyawa organik

makrosiklis

Teknologi pemisahan selektif cesium dan stronsium telah dikembangkan sebagai solusi pengelolaan limbah radioaktif aktivitas tinggi dan strategi masa depan. Radioisotop 137Cs dan 90Sr adalah kontributor utama yang memberikan energi panas dan bahaya penetrasi radiasi pada penyimpanan kemasan limbah aktivitas tinggi (LAT). Teknologi maju pemisahan selektif nuklida 137Cs dan 90Sr pada efisiensi sangat tinggi telah dikembangkan menggunakan senyawa kimia mikrosiklis yang diterapkan untuk ekstraksi membran fase padat [30]. Penghilangan atau pemisahan kedua isotop ini pada efisiensi reduksi volume tinggi sangat mengurangi volume LAT, meningkatkan kesetimbangan dan integritas blok limbah hasil imobilisasi, serta menurunkan tingkat bahaya untuk di-disposal. Strategi masa depan untuk limbah yang mengandung kedua radioisotop (137Cs dan 90Sr ) dapat dibakar dengan neutron atau proton melaui proses transmutasi inti menjadi radionuklida umur sangat pendek dan akhirnya menjadi unsur stabil. Di Indonesia, penelitian untuk adaptasi teknologi pemisahan Cs dan Sr dengan metode ekstraksi fase padat telah dilakukan dengan simulasi limbah aktivitas rendah menggunakan resin penukar ion, zeolit, dan modul komposit membran spiral wound. Penelitian dengan sampel limbah cair aktivitas tinggi dengan metode ekstraksi fase padat termasuk menggunakan bahan senyawa makrosiklis masih perlu dilakukan.

(8)

Imobilisasi limbah cair aktivitas tinggi

Proses imobilisasi LCAR terutama konsentrat hasil evaporasi LCAR telah mantap dilakukan imobilisasi melalui solidifikasi menggunakan matrik semen. Walaupun demikian peluang pengembangan masih terbuka. Di Jepang, konsentrat evaporator dipadatkan dengan matriks plastik polimer yang reduksi volumenya 6 kali dibanding semen, atau dengan aspal yang reduksi volume 5 kali dibanding semen [14]. Selain itu pengembangan imobilisasi LCAT dan limbah alfa umur panjang juga masih perlu dilakukan.

a. Solidifikasi dengan proses vitrifikasi,

Pada saat ini LCAT dilakukan imobilisasi melalui proses solidifikasi dalam gelas borosilikat yang dikenal dengan proses vitrifikasi. Sedang limbah cair TRU disolidifikasi dengan matriks plastik polimer atau aspal [31]. Proses vitrifikasi telah dilakukan dalam skala industri. Kenaikan suhu gelas limbah akibat pemanasan gamma (gamnma heating) bisa mencapai 500oC. Untuk mengatasi hal tersebut, gelas limbah tersebut dilakukan penyimpanan sementara selama 30-50 tahun dengan sistem pendingin sehingga suhu turun menjadi ~100oC. Walaupun demikian masih terdapat masalah, karena hasil penelitian para ahli geokimia bahwa limbah gelas borosilikat ternyata tidak stabil bila disimpan di dalam tanah akibat pemanasan gamma dan perbedaan suhu bumi (geothermal gradient) yang dapat menimbulkan suhu lebih dari 100 0C. Selain itu tidak dapat dihindari kontak air tanah dengan gelas, walaupun wadah limbah dan overparck (bungkus luar) telah digunakan di dalam fasilitas penyimpanan lestari [32].

b. Solidifikasi dengan synroc,

Pengembangan teknologi imobilisasi LCAT terus dilakukan untuk mencari teknologi yang lebih baik. Salah satu teknologi terkini yang telah dikembangkan adalah metode synroc. Synroc merupakan batuan sintetis yang dikembangkan berdasarkan ide memasukkan LCAT yang mengandung unsur-unsur hasil fisi dan aktinida ke dalam kisi-kisi kristal mineral sintetis yang telah diketahui mempunyai umur yang sangat panjang (beberapa juta tahun) di alam. Synroc adalah suatu bahan matrik untuk imobilisasi limbah bentuk kristalin yang terdiri dari gabungan fase-fase kristal titanat yang stabil. Synroc ini dipilih karena kestabilan geokimia dan kemampuan kolektif untuk imobilisasi semua unsur-unsur radioaktif dalam LCAT. Metode synroc ini telah dikembangkan di Australia, Inggris, dan Jepang. Uji dingin hasil solidifikasi LCAT dengan synroc skala industri

telah dilakukan, dan menunjukkan bahwa synroc limbah mempunyai ketahanan kimia dan panas yang lebih baik dari pada gelas borosilikat limbah, sehingga synroc dapat digunakan sebagai alternatif pengganti gelas borosilikat [33]. Synroc ternyata juga sangat baik digunakan sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah cair radioaktif alfa umur panjang (yang mengandung U dan Pu), sehingga synroc dapat digunakan sebagai pengganti bahan matriks aspal (bitumen) atau plastik polimer.

c. Solidifikasi dengan metode SHTM,

Selain metode synroc, juga telah dikembangkan metode imobilisasi terkini yang lain yaitu metode peleburan pada temperatur super tinggi (Super High Temperature Method, SHTM), yang meliputi proses pemisahan dan pemadatan LCAT tanpa penambahan bahan matriks tertentu, sehingga reduksi volumenya besar [34]. Metode ini dikembangkan oleh Amerika Serikat, Jepang, Perancis, dan Rusia. Metode ini belum dilakukan dalam skala industri. Proses imobilisasi LCAT dengan metode SHTM meliputi kalsinasi, sublimasi, reduksi, dan peleburan serta pemisahan. Larutan nitrat dari unsur hasil fisi, aktinida, dan produk korosi dikalsinasi pada suhu 700 oC. Dilanjutkan proses sublimasi pada suhu 800 – 1000 oC dalam media gas argon. Pada suhu tersebut Cs dan Ru menguap. Unsur Ru menyublim dalam bentuk RuO4. Oksida unsur platina, unsur transisi, dan

unsur non logam direduksi pada 1000 oC menggunakan reduktor titan nitrida (TiN) atau boronite (BN). Reduksi oksida logam menjadi logam terjadi pada golongan platina (Ru, Rh, dan Pd), produk korosi, serta Mo, Te, dan Se. Partikel logam yang kecil terdispersi dalam oksida unsur hasil fisi yang tidak tereduksi. Pemisahan logam dan oksida dilakukan melaui proses peleburan pada 1600 oC dalam media gas argon. Pemisahan terjadi karena perbedaan densitas menjadi lapisan atas oksida ingot dan lapisan bawah logam ingot. Oksida logam menjadi padatan yang monolit dengan reduksi volume yang tinggi. Logam golongan platina dipungut kembali sebagai ingot kira-kira 90 %. Hasil proses SHTM dikenal sebagai New Ceram (Nuclear Rare Earth Waste Ceramics) yaitu keramik dari limbah nuklir yang tersusun oleh unsur tanah jarang [35].

Di Indonesia proses solidifikasi LCAT-II (hasil ekstraksi LCAT-I dari IRM) dengan matriks gelas borosilikat telah dilakukan dalam skala laboratorium melalui peleburan pada suhu 1.150 oC. Sedangkan limbah cair TRU disolidifikasi dengan polimer, menggunakan polimer-polimer epoksi akrilat, polyester styrene dan styrene divinyl benzen

[21]

. Pengkajian proses solidifikasi LCAT dengan

(9)

perlu adaptasi dan penerapan teknologi immobilisasi dengan synrock untuk LCAT yang ditimbulkan dari pengujian elemen bakar nuklir pasca irradiasi, dan dari produksi radioisotop 99Mo dari irradiasi target uranium diperkaya 93% [37]. Perbandingan imobilisasi LCAT dengan metode synroc dan SHTM telah dikaji [38], dan diketahui

bahwa kedua teknologi tersebut mempunyai keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Dari aspek kondisi proses, metode synroc memerlukan kondisi suhu lebih rendah (yaitu 1150-1200 oC pada pres-panas), sedang pada SHTM memerlukan suhu lebih tinggi (yaitu 1600oC pada proses peleburan dan pemisahan). Daya tahan synroc limbah terhadap air jauh lebih tinggi dibanding limbah hasil imobilisasi dengan SHTM. Tetapi SHTM memberikan reduksi volume dan tingkat muat limbah jauh lebih besar daripada synroc. Kedua teknologi tersebut mempunyai prospek yang baik untuk imobilisasi LCAT yang ada di Indonesia, walaupun dari aspek ekonomi dan kesederhanaan fasilitas, imobilisasi dengan SHTM mempunyai prospek yang lebih baik.

d. Teknologi partisi dan transmutasi,

Teknologi ini merupakan teknologi terkini untuk minimisasi limbah radioaktif aktivitas tinggi (LAT). Teknologi ini adalah untuk membakar aktinida dan hasil fisi dalam LAT. Melalui reaksi dengan neutron atau proton, radionuklida umur panjang dapat diubah menjadi nuklida umur pendek atau stabil. Implementasi teknologi partisi dan transmutasi tersebut dilakukan melalui irradiasi dalam reaktor atau akselerator (Accelerator-Driven System, ADS) yang didesain khusus. Teknologi tersebut belum dilakukan secara komersial karena biayanya sangat tinggi [39]. Kegiatan tersebut saat ini dilakukan oleh beberapa negara melalui kerjasama internasional dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Badan Tenaga Nuklir Eropa (ENEA), dan Komisi Komunitas Eropa. Untuk mengetahui prospek masa depan telah dilakukan pengkajian terhadap teknologi partisi dan transmutasi menggunakan reaktor termal dan cepat

[40]

dan menggunakan akselerator [41]. Dari pengkajian ini diketahui bahwa metode partisi untuk transmutasi akan efektif bila dilakukan berdasarkan : grup AM-1 (Np, Am, U dan Pu), grup AM-2 ( Cm, Cf), grup A (Tc dan I), grup B (Cs dan Sr) dan grup R (sisa LAT setelah radioanuklida utamanya diambil). Grup AM-1 dan A dapat ditransmutasi menggunakan reaktor termal, grup

AM-2 dengan reaktor cepat, sedang grup B transmutasi dengan neutron kurang efektif dibanding dengan proton. Pembakaran unsur hasil belah umur panjang grup B yaitu 137Cs (T1/2 = 33

tahun) dan 90Sr (T1/2 = 28,8 tahun) melalui reaksi

transmutasi inti dengan neutron atau proton dapat diubah menjadi radioisotop umur sangat pendek dan kemudian menjadi unsur stabil 138Ba dan 91Zr [30]. Transmutasi inti dengan proton lebih mudah terjadi daripada dengan neutron. Teknologi tersebut merupakan salah satu alternatif masa depan jika dari aspek tekno-konominya memungkinkan. Alternatif lain kedua isotop tersebut dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber radiasi tertutup untuk keperluan industri dan kesehatan. Di sini peran kimia pemisahan adalah sangat penting pada proses partisi yaitu untuk pemisahan grup-grup radionuklida sebelum proses transmutasi.

e. Daur Bahan bakar DUPIC,

Merupakan terobosan teknologi terkini untuk pencegahan timbulnya limbah radioaktif, dilakukan melalui daur bahan bakar DUPIC (Direct Use of PWR Spent Fuel in Candu Reactor)[4]. Teknologi ini sedang dikembangkan bersama oleh Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Kanada. Dalam daur tersebut pellet bahan bakar bekas reaktor tipe PWR (Pressurized Water Reactor) dibuat kembali menjadi bahan bakar reaktor CANDU (Canadian Deuterium Uranium) tanpa proses olah-ulang, sehingga terdapat penghapusan LCAT dan pengurangan limbah dari penambangan dan pengolahan uranium untuk memperoleh uranium tambahan.

f. Pengembangan pengolahan limbah dari DBBN Thorium,

Thorium adalah bahan dapat biak yang dapat diubah menjadi bahan bakar dapat belah U-233 yang merupakan bahan bakar nuklir masa depan. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknologi proses pembuatan (fabrikasi) bahan bakar campuran U-Th, maupun proses pengolahan limbah radiokaktif yang ditimbulkan dari kegiatan Ujung Belakang DBBN yang menggunakan bahan bakar thorium tersebut. Dalam hal ini peran kimia pemisahan adalah sangat penting dalam pengembangan tersebut.

Secara ringkas tantangan peran kimia pemisahan pada pengembangan proses ujung belakang DBBN masa depan ditunjukkan pada Tabel 2.

(10)

Tabel 2. Tantangan peran kimia pemisahan pada pengembangan proses dan metode serta lingkup proses pemisahan pada Ujung Belakang DBBN.

No Proses dan Metode Lingkup Proses Pemisahan 1 Olah-ulang dan pengolahan

LCAT

a.Ekstraksi pelarut (FD Zr =10)

b.Ekstraksi pelarut dan dengan laser (FD Zr = 60)

a. Penggunaan pelarut 30%TBP-kerosen.

b. Ada 6 radionuklida hasil belah yang sulit dipisahkan yaitu :

95

Zr, 141Ce, 144Ce, 103Ru, 106Ru, dan 131I (yang paling sulit dipisahkan 95Zr,103Ru, 106Ru).

Penggunaan laser N2 pada ekstraksi uranium dengan 30%

TBP-kerosen dapat meningkatkan FD Zr dari 10 menjadi 60.

2 Pemisahan selektif dan efisien LCAT

a.Adsorpsi serat karbon Aktif dilanjutkan pembakaran adsorben b.Adsorpsi senyawa

makrosiklik

a. Penggunaan adsorbent serat karbon aktif .untuk pemisahan U dan Pu dari unsur-unsur hasil belah, kemudian pemba-karan adsorbent pada 500-600 oC.

b. Pemisahan selektif 137Cs dan 90Sr (kontributor utama LCAT) menggu-nakan senyawa organik makrosiklis sebagai ba-han ekstraksi membran fase padat.

3 Daur bahan bakar DUPIC Tanpa olah-ulang (tidak ada LCAT tetapi bahan bakar nuklir bekas sebagai LAT).

4 Teknologi partisi dan transmutasi LCAT

a. Kimia pemisahan de-ngan ekstraksi pelarut didukung kimia pemi-sahan lain yang selektif dan efisien untuk proses partisi pemisahan grup AM-1 (Np, Am, U dan Pu), grup AM-2 ( Cm, Cf), grup A (Tc dan I), grup B (Cs dan Sr) dan grup R (sisa LAT setelah radioanuklida utamanya diambil). b. Proses transmutasi untuk pembakaran radionuklida.

5 Pengolahan limbah dari DBBN Thorium

Proses kimia pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan kimia pemisahan lain yang selektif dan efisien untuk pengolahan : a. Limbah dari pemurnian dan fabrikasi bahan bakar Th. b. Proses olah-ulang untuk mengambil U sisa, Pu, dan 233U

(hasil pembiakan 232Th)

c. Pengolahan LCAT yang mengandung unsur hasil belah, U, Th, Pu, dan TRU.

STRATEGI PENYIAPAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Strategi penyiapan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung program teknologi nuklir khususnya untuk menyongsong beroperasinya PLTN dan pengembangan industri nuklir di Indonesia masa depan, yang didukung oleh kemampuan teknologi proses pada Ujung Belakang DBBN, maka perlu disiapkan SDM sejak sekarang melalui pendidikan di perguruan tinggi khususnya STTN Jurusan Teknologi Kimia Nuklir. Berdasar

uraian di muka dapat di identifikasi bahwa untuk pengembangan teknologi proses pada Ujung Belakang DBBN khususnya pada proses reduksi volume limbah radioaktif diperlukan peran kimia pemisahan. Selanjutnya untuk proses imobilisasi menjadi kemasan limbah yang siap disimpan atau didisposal diperlukan peran ilmu bahan. Kedua peran tersebut harus didukung peran kimia analisis. Secara ringkas peran bidang ilmu utama dan ilmu pendukung pada proses pengolahan limbah radioaktif khususnya pada reduksi volume limbah

(11)

dalam kegiatan Ujung Belakang DBBN ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2.

Berdasarkan Tabel 1 dan 2, dapat diketahui bahwa peran kimia pemisahan sangat diperlukan, oleh karena itu pengembangan SDM harus dipersiapkan untuk mendukung program tersebut dengan materi pelajaran kimia pemisahan yang terdiri dari berbagai materi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Peran Kimia analisis sangat penting, sebagai contoh pada proses pengolahan limbah alfa umur panjang yang mengandung U, perlu didukung metode analisis uranium (U) yang memadai [42].

Untuk analisis U konsentrasi rendah (10-300 mgU/L) dapat digunakan metode spektrofotometri ultra violet-visible atau metode voltametri /potensiometri. Sedang untuk konsentrasi U sangat rendah sampai ppb (10-9 bagian) dapat digunakan laser fluorimetri. Metode spektrometri alfa dan spektrometri massa (ICP-MS = Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry) untuk analisis kandungan isotop 235U adalah sangat memadai baik dari aspek ketelitian maupun ketepatan analisis, tetapi metode ICP-MS lebih cepat dan biayanya lebih rendah.

Tabel 3. Peran bidang ilmu utama dan pendukung pada proses pengolahan limbah radioaktif khususnya pada kegiatan proses Ujung Belakang DBBN.

No Peran Bidang Ilmu Utama dan Materi pada Proses Pengolahan Limbah Radioaktif

Mata Pelajaran yang perlu diberikan

1 1.Proses Reduksi Volume a.Kimia Pemisahan :

1). LCAR dan LCAS : evaporasi, kimia pengendapan (koagulasi-flokulasi, presipitasi, dan kopresipitasi), metode membran (mikrofiltrasi, ultrafil-trasi, osmosis balik, dan dialisis),penukar ion dan adsorpsi, elektrokimia, oksidasi biokimia, ekstraksi pelarut, adsorpsi karbon serat aktif dan pembakaran, adsorpsi senyawa makrosiklik.

2).Limbah semi cair (Resin Bekas)

(1).Degesti (dengan asam)

(2).Oksidasi basah

3).Proses Olah-Ulang dan Pengolahan LCAT : (1).Ekstraksi pelarut.

(2).Penggunaan laser pada ekstraksi pelarut. (3).Kimia Pemisahan selektif dan efisien.

4). Proses Partisi dan Transutasi Limbah Nuklir Umur panjang. b.Kimia Analisis :

Spektrofotometri (AAS, UV-VIS, IR, XRF, flourimetri), kromatografi, voltametri (polarografi, potensiometri), radiometri (spektrometri alfa, beta, gamma, AAN), spektroemti massa, gravimetri, volumetri, dan lain-lain.

1.Kimia Pemisahan Limbah Nuklir

2.Kimia Analisis Nuklir Instrumental.

3.Kimia Analisis Radiometri. 2 Imobilisasi Limbah Nuklir

a.Kimia Zat Padat /Ilmu Bahan :

Terkait dengan imobilisasi dengan bahan matriks : semen, polimer, bitumen, gelas boro-silikat, synroc, SHTM .

b. Karakterisasi Blok Limbah (Limbah Hasil Imobilisasi) :

SEM, TEM, XRF, XRD, spektrometri neutron, uji pelindihan, uji kekerasan, uji densitas, dan lain-lain.

1.Kimia Zat Padat Limbah Nuklir. 2.Analisis Mikroskopi

Limbah Nuklir.

Materi pelajaran kimia analisis perlu dilengkapi yang meliputi : (a).metode analisis radiometri (alfa, beta, gamma), (b) metode spektrometri (UV-Vis, Inframerah) spektrometri serapan atom (AAS), Spektrometri massa, Flourosensi sinar X, (c).metode elektrokimia

(Voltametri/potensiometri), Kromatografi (HPLC), metode pengukuran BOD dan COD, dan sebagainya. Selain materi-materi tersebut diatas, diperlukan bidang ilmu yang dapat untuk pengembangan teknologi proses imobilisasi limbah radioaktif yang merupakan bagian dari proses

(12)

pengolahan limbah radioaktif sebagai lanjutan dari proses reduksi volume limbah. Materi yang perlu diberikan kepada mahasiswa adalah : berbagai proses imobilisasi antara lain : proses sementasi, polimerisasi, bituminasi (aspal), vitrifikasi (matriks gelas), vitromet (gelas dalam matriks timbal), peleburan pada suhu super tinggi (SHTM), dan Synroc (matriks synroc dari mineral titanat). Materi pendukung untuk proses imobilisasi limbah selain kimia analisis dengan berbagai metode tersebut di atas, diperlukan tambahan materi ilmu bahan yang didukung materi pelajaran karakterisasi bahan dengan berabagai

metode antara lain : Scanning Electron Microscope (SEM), Transmision Electron Microscope (TEM), Spektrometri hamburan neutron, dan sebagainya.

Untuk pengembangan teknologi maju dalam pengelolaan limbah radioaktif tingkat tinggi umur panjang seperti teknologi pemisahan kimia yang selektif dan efisien, teknologi penggunaan laser, teknologi pembakaran limbah umur panjang melalui transmutasi inti, tekonologi imobilisasi dengan synroc dan metode SHTM, dan teknologi pengolahan limbah dari daur bahan bakar thorium (menggunakan bahan bakar baru U-233 dari pembiakan Th-232), serta penggunaan kembali bahan bakar bekas pada teknologi DUPIC, perlu pengiriman SDM ke luar negeri untuk belajar guna mendapatkan penguasaan ilmu di bidang tersebut yang lebih dapat diandalkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kimia pemisahan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses Ujung Belakang DBBN. Pengembangan kimia pemisahan akan meningkatkan kualitas hasil proses pada Ujung Belakang DBBN yang meliputi proses pengolahan limbah radioaktif dan olah-ulang bahan bakar bekas termasuk pengolahan limbah cair aktivitas tinggi (LCAT), didukung pengembangan kimia pemisahan menggunakan laser untuk meningkatkan faktor pemisahan unsur-unsur hasil fisi, U, Pu dan TRU, serta proses terkini imobolisasi LCAT dengan metode synroc dan SHTM, proses partisi dan transmutasi, serta penggunaan kembali bahan bakar bekas pada teknologi DUPIC, akan meningkatkan faktor keselamatan dalam pengelolaan limbah radioaktif. Perkembangan teknologi membuktikan bahwa litbang kimia pemisahan pada seluruh proses Ujung Belakang DBBN berujung pada tujuan akhir untuk melindungi lingkungan dan masyarakat dari potensi dampak radiologi limbah radioaktif untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Keberhasilan untuk melakukan minimisasi dan reduksi volume limbah akan terlihat pada

penurunan biaya penyimpanan akhir limbah hasil olahan. Minimisasi jumlah dan jenis radionuklida limbah aktivitas tinggi juga berkaitan dengan faktor untuk memperkecil proliferation risk dan untuk mendapatkan dukungan politik dan publik untuk penyimpanan akhir limbah. BATAN selayaknya lebih menggiatkan litbang dan meningkatkan profesionalisme SDM pada kegiatan ujung belakang DBBN dengan strategi penyiapan SDM sejak sekarang. Terlebih dengan akan diintroduksikannya PLTN di Indonesia, maka pengembangan SDM untuk penguasaan kimia pemisahan pada Ujung Belakang DBBN khususnya pengolahan limbah radioaktif menjadi sangat penting untuk meyakinkan masyarakat tentang keandalan unjuk kerja limbah radioaktif.

DAFTAR PUSTAKA

[1] IYOS R. SUBKI dan GUNANDJAR,” Strategi Ujung Depan Dan Ujung Belakang Daur Bahan Bakar Nuklir Di Indonesia”, Prosiding Seminar Teknologi Dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir II, ISSN 0854-2910, Serpong 26-28 Juli 1994. [2] GUNANDJAR, ”Analisis Dan Perincian

Harga Daur Bahan Bakar Nuklir”, Laporan Teknis Pengkajian Internal Pusat Pengkajian Teknologi Nuklir, BATAN, April 1992. [3] SALIMIN, Z. dan GUNANDJAR, “Status

Pengendalian Dampak Pencemaran Lingkungan Dalam Pengelolaan Limbah Radioaktif Di Indonesia”, Prosiding Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah II, 254-273, ISSN 1410-6086Jakarta, 16-17 Februari 1999.

[4] TECHNICAL REPORTS SERIES NO. 377, “Minimization of Radioactive Waste from Nuclear Power Plants and the Back End of The Nuclear Fuel Cycle”, IAEA, Vienna, 1995.

[5] GUNANDJAR dan DJAROT S.W., “Pengem-bangan Teknologi Proses Pemisahan Kimia Dalam Bidang Pengelolaan Limbah Radioaktif”, Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, ,Volume 6 No. 1 Juni 2003.

[6] ZAINUS SALIMIN dan GUNANDJAR, Penggunaan EDTA Sebagai Pencegah Timbulnya Kerak Pada Evaporator Limbah Radioaktif Cair, Prosiding Pertemuan Dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Nuklir, Buku III, ISSN : 0216-3128Yogyakarta 10 Juli 2007.

(13)

[7] ZAINUS SALIMIN dan GUNANDJAR, Persoalan Fouling Dan Solusinya Pada Evaporator Untuk Pengolahan Limbah Radioaktif Cair, Prosiding Seminar Nasional X Kimia Dalam Pembangunan, Temu Ilmiah Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta 21 Juni 2007.

[8] TECHNICAL REPORTS SERIES NO. 254, “Treatment of Spent Ion-Exchange Resins for Storage and Disposal”, ”, IAEA, Vienna, 1985.

[9] GUNANDJAR, SALIMIN, Z., dan DARYOKO, M., “Pengelolaan Limbah Radioaktif Dalam Kegiatan Daur Bahan Bakar Nuklir”, PTPLR, Februari 1997. [10] SALIMIN Z., “Rancangan Unit Pengolahan

Limbah Radioaktif Cair Secata Kimia PPTA-Serpong”, Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir, Jakarta, 18-19 Maret 1996.

[11] SALIMIN, Z., GUNANDJAR, HARSONO, D., HENDRO, PURNOMO, S., FARUQ, M. dan ZULFAKHRI, “Proses Kimia Pengolahan Limbah Cair Telurium dan Krom dari Produksi Radioisotop I-131”, Prosiding Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah III, Jakarta, 15-16 Pebruari 2000.

[12] RIFAID M. NOR, dkk., Karakteristik Permiasi Air Pada Membran Osmosis Balik”, Hasil Penelitian PTLR-BATAN, ISSN 0852-2979, 1994-1995.

[13] SANTOSO G., Pengujian Membran Komposit Polisulfon-SPPO Untuk Pengolahan Limbah Radioaktif”, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dan Kegiatan Pengolahan Limbah 2003, PTLR-BATAN Serpong, 16-19 Maret 2004.

[14] S. MIYAZAKAI and I. KOMOTO, “Japan’s Experiences in The Fundamental Management of Radioactive Waste”, BATAN-JEPIC Seminar, Jakarta, Nov. 1996. [15] SALIMIN, Z., “Pengaruh Proses Oksidasi

Biokimia Terhadap Nilai COD dan Kadar Padatan Total Dalam Limbah Radioaktif Cair Yang Mengandung Detergen Persil”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 13 Juli 2004. [16] ZAINUS SALIMIN, HUSEN ZAMRONI,

GUNANDJAR, SUGENG PURNOMO, ”Penggunaan Resin Penukar ion Ganda Alumino Siliko Fosfat (ASP) untuk Demineralisasi Air Pendingin Reaktor”, Seminar Nasional XVI Dalam Industri Dan Lingkungan, Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta, 6 Des. 2007.

[17] THAMZIL LAS, GUNANDJAR,

“Pemanfaatan Mineral Alam Zeolit Untuk Mendukung Pelestarian Lingkungan”, Prosiding Seminar Teknologi Limbah II, ISSN 1410-6086, Jakarta 16-17 Feb. 1999. [18] MULYONO DARYOKO, Pengolahan

Limbah Organik Radioaktif Bekas Solven Dari Proses Ekstraksi Gagalan Fabrikasi Elemen Bakar Nuklir Dengan Oksidasi Ag(II), proposal Block Grant 2010.

[19] Strategies for Development of Fuel Cycle, INPB-D-005, Feasibility Study of The First Nuclear Power Plant at Muria Peninsula Region, Newjec Inc, January 1994.

[20] TECHNICAL REPORT SERIES NO. 187, “Characteristics of Solidified High Level Waste Products”, IAEA, Vienna, 1979. [21] HERLAN MARTONO dan GUNANDJAR,

”Status Penelitian Dan Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif Aktivitas Tinggi Di PTPLR”, Prosiding Pertemuan Ilmiah Teknologi Pengelolaan Limbah I, ISSN 1410-6086, Serpong, 10-11 Desember 1997.

[22] SAMIN dan GUNANDJAR, ”Mempelajari Pengaruh Unsur-Unsur Lain Pada Pemisahan Serium Dan Senyawa Uranium Dan Analisisnya”, Prosiding Lokakarya Dan Pertemuan Ilmiah BATAN Yogyakarta, 1983.

[23] GUNANDJAR, ”Penggunaan Laser Dalam Bidang Kimia”, Buletin BATAN, Vol.VIII No. 1, Januari 1986.

[24] GRUNWOLD E., et.al., “Megawatt Infrared Laser Chemistry”, John Wiley and Sons Inc., p.64-85, New York, 1978.

[25] A.MOORADIAN, et.al., ”Tunable Laser and Application, Proceeding of The Loen Conference, Vol.3 p.V, 1-81-140, Norway, 1976.

[26] GUNANDJAR dan SOEDYARTOMO S., , ”Studi Pengaruh Laser pada Senyawa Kompleks Zr-Nitrat Dan Zr-Nitrat-TBP“, Prosiding Lokakarya dan Pertemuan Ilmiah, PPBMI-BATAN, Vol. 1, ISSN.0216-3128, 1983.

[27] GUNANDJAR , ”Pengaruh Laser Nitrogen pada Koefisien Distribusi Zirkonium Dalam Sistem HNO3-TBP dan HNO3-30% TBP /

Kerosen”, Prosiding Loka-karya dan Pertemuan Ilmiah, PPBMI-BATAN, Vol. 1, ISSN.0216-3128, 1984.

[28] GUNANDJAR, ”Pengaruh Laser N2 Pulsa

pada Faktor Dekontaminasi Zirkonium Pada Ekstraksi Uranium Sistem HNO3-TBP/Kerosen”, Buku Penelitian, Loka-karya

(14)

dan Pertemuan Ilmiah PPBMI-BATAN, 1985.

[29] GUNANDJAR, Pengolahan Limbah Cair Radioaktif Alfa Yang Mengandung Plutonium Dan Uranium Dengan Adsorpsi Menggunakan Adsorben Serat Karbon Aktif Dan Proses Pembakaran, Pertemuan dan Presentasi Ilmiah-Penelitian Dasar dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, PTAPB-BATAN, Yogyakarta, 20 Juli 2010.

[30] GUNANDJAR, Pemisahan Selektif Cesium Dan Stronsium Dari Limbah Cair Aaktivitas Tinggi Dan Strategi Masa Depan, Prosiding Seminar Nasional ke 42 Temu Ilmiah Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Seminar Nasional XII "Kimia Dalam Pembangunan", di Hotel Santika Yogyakarta, 06 Agustus 2009.

[31] TECHNICAL REPORT SERIES NO. 289, “Immobilization of Low and Intermediate Level Radioactive Waste”, IAEA, Vienna, 1988.

[32] E.R. VANCE, “Status of Synrock Ceramic for High Level Waste”, Proceeding of the 2nd Biannual International Workshop on Hight Level Radioactive Management, Dep. of Nuclear Engineering, Faculty of Engineering, Gadjah Mada Univ., Yogyakarta, 1999. [33] SIZGEK, E.R., et. al., “Production of Synroc

Ceramics from Titanate Gel Microspheres, in Scientific Basis for Nuclear Waste Management XVII”, Materials Research Society, Pittsburgh, USA, 1994.

[34] HORIE MISATO, “Super High Temperature Method”, Waste Management Seminar, Arizona-USA, 2000.

[35] HORIE MISATO, “ The Study of Partition and Solidification with Super High Temperature Method”, Tokai Work, Japan, 1990.

[36] GUNANDJAR, ”Imobilisasi Limbah Radioaktif Aktivitas Tinggi Dengan Bahan Synroc, GEMA TEKNIK Majalah Ilmiah Teknik, , ISSN 0854-2279, Nomor 1 Tahun X Januari 2007.

[37] GUNANDJAR, “Pengkajian Pengembangan Bahan Synroc Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif Dari Produksi Radioisotop 99Mo”, Jurnal Sains Materi Indonesia, PTBIN-BATAN, ISSN 1411-1098 Vol. 8 No. 1, Oktober 2006.

[38] GUNANDJAR dan HERLAN MARTONO, Perbandingan Imobilisasi Limbah Cair Aktivitas Tinggi dengan Metode Synroc dan Metode Temperatur Super Tinggi, Majalah Gema Teknik Edisi Juli 2007.

[39] DJAROT S WISNUBROTO, “

Perkembangan Teknologi Partisi Sebagai Alternatif Proses Daur Bahan Bakar Nuklir,” Buletin Limbah, P2PLR-BATAN, ISSN 0853-5221, Vol. 5 No. 2 Tahun 2000. [40] MULYANTO, Karakteristik Transmutasi

Limbah Radioaktif Aktivitas Tinggi Dalam Reaktor Fisi“, Prosiding Pertemuan Dan Presentasi Ilmiah Teknologi Pengolahan Limbah I, Serpong, 10-11 Desember 1997. [41] GUNANDJAR, SITI ALIMAH, dan

VERONIKA TUKA, “Pengkajian Aplikasi Akselerator Untuk Transmutasi Limbah Nuklir”, Jurnal Pengkajian Sains Dan Teknologi Nuklir, PPkTN BATAN Jakarta, Vol.3 No.1, ISSN. 0852-8047,1988.

[42] GUNANDJAR dan ZAINUS SALIMIN, ”Metode Analisis Uranium Untuk Persiapan Pengolahan Limbah Radioaktif Pemancar Alfa”, (Prosiding) Seminar Nasional XVI Dalam Industri Dan Lingkungan, Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta, 6 Des. 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis asset yang dimiliki oleh rumah tangga nelayan tradisional di Nagari Tiku Kabupaten Agam dan analisa pengaruh asset lancar

= 0,002 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah, musyarakah dan biaya operasional berpengaruh signifikan secara bersama- sama terhadap

Undangan Rapat Evaluasi Perkembangan Pelayanan Di Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 / Senin, 21 Januari 2019 / 14.30 WIB - selesai / Ket : Rapat dipimpin oleh

Dengan demikian, Setjen Wantannas telah mengatur mengenai: kewenangan pengambilan keputusan pada tingkatan manajemen tertinggi hingga menengah; Sesjen hanya membuat

- Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) sampai dengan Rp. Honorarium Pejabat/ Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah 18. Untuk kegiatan Pengadaan barang/jasa yang memerlukan. a.

[r]

Berdasarkan data diatas hasil analisis hubungan dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada penderita penyakit ginjal kronik menunjukkan bahwa dari seluruh

Lisensi seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Merek adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui