PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN
Malang, 13 Desember 2005
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
ANALISIS FINANSIAL BUNGA POTONG KRISAN DI KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Hano Hanafi*), Tri Martini*), dan Masyhudi MF*) ABSTRAK
Petani di wilayah Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman adalah petani kecil yang kepemilikan lahannya rata-rata relatif sempit. Petani di wilayah tersebut kebanyakan masih menanam padi sebagai komoditas pilihan, padahal pertumbuhan dan produksi padinya kurang baik yaitu 2 – 3 ton per hektar GKP. Menurut peta AEZ, lahan di ekosistem dataran medium antara 400 – 700 m dpl yang berada di kaki Gunug Merapi ini cocok untuk ditanami berbagai komoditas hortikultura. Usaha tani tanaman hias, khususnya bunga potong krisan merupakan salah satu teknologi dalam sistem pengelolaan dan pemanfaatan lahan sawah secara lebih efisien, berwawasan lingkungan dan agribisnis, yang perlu terus dikembangkan. Di lain pihak dibandingkan dengan penanaman padi, komoditas krisan jauh lebih menguntungkan karena tingginya nilai jual komoditas dan banyaknya peluang pasar. Keberlangsungan usaha tani krisan dapat tercapai jika usaha tersebut menguntungkan dan layak secara finansial. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2005 di rumah plastik Dusun Wonokerso, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan tujuan untuk mengetahui keuntungan dan kelayakan usaha tani krisan di wilayah tersebut. Untuk menguji tingkat keuntungan dan kelayakan usahatani krisan, digunakan analisis B/C rasio dan R/C rasio. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa dari total populasi tanaman sebanyak 2000 batang yang ditanam pada luas areal 120 m2, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 2.000.000,- per
musim tanam (3 bulan). Analisis B/C rasio menunjukkan hasil sebesar 1,05 yang berarti menguntungkan karena di atas 1, serta R/C sebesar 2,05 yang berarti usaha tani krisan layak untuk diusahakan petani di wilayah tersebut.
Kata Kunci : Keuntungan, kelayakan, usaha tani, budidaya krisan
ABSTRACT
The farmer at Pakem, Sleman district, is a small farmer having the small land area, that usually grow rice. Rice production in that area was around 2 – 3 ton/ha. Based on the zone of agro ecosystem, the land area of the medium land ecosystem are suitable for horticulture crops. Ornamental crops, such as cut flowers of chrysanthemum is one commodity introduced by Yogyakarta AIAT. Successful farming system of ornamental can be reached if the financial analysis are profitable and feasible. The objective of this study was to determine the financial analysis of chrysanthemum agribusiness in the medium land of Sleman District. The experiments was conducted in the medium land of Orchard Wonokerso, Hargobinangun Village, District of Pakem Sleman, Province of Yogyakarta, at the altitude of 400 – 700 above sea level. The study was conducted during the planting season of 2005, from June to October. _______________
*)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
Research used the level of feasibility by the analysis incremental of benefit cost ratio (B/C ratio) and revenue cost ratio (R/C ratio). From the economic analysis, it was known that farmers’ income was Rp. 2.000.000,- in one planting season (3 months). Incremental analysis B/C ratio resulted 1.05 that’s, it meant it was profitable to grow cut flower of chrysanthemum and R/C ratio 2.05, that meant feasible to grow chrysanthemum as cut flower in the medium land of Sleman District.
PENDAHULUAN
Peningkatan produksi tanaman hias setiap tahunnya tidak kurang dari 20%, sedangkan permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung meningkat dapat mencapai 25%. Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor krisan 198,3 ton senilai US $ 243.700 dengan negara tujuan Hongkong, Malaysia, Jepang, dan Singapura. Dalam tahun yang sama impor Indonesia sebesar 3,8 ton senilai US $ 22.100 dari Belanda dan Malaysia (BALITHI, 2004). Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, para peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias melakukan penelitian secara keberlanjutan dengan melakukan persilangan atau okulasi (Anonimus, 2003).
Bibit bunga potong krisan dari BALITHI telah dicoba dikembangkan di lokasi pengkajian BPTP Yogyakarta yang bekerjasama dengan Kelompok Tani hasilnya cukup adaptif dan memuaskan. Teknologi yang diterapkan adalah hasil penelitian BALITHI dengan beberapa komponen teknologi tambahan yang spesifik lokasi di DIY. Varietas tanaman krisan yang dikaji adalah Retno Dumilah dan Dewi Sartika. Pengkajian budidaya bunga Krisan dikerjakan atas kerjasama kelompok petani di daerah Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, dengan bimbingan dari peneliti, penyuluh BPTP Yogyakarta, Pengusaha, Pemerintah Daerah, Dinas Pertanian, BALITHI Cipanas.
Berdasarkan survei penanam bunga potong di Kecamatan Cangkringan, DIY diperoleh informasi bahwa kebutuhan bunga potong krisan dan anthurium untuk memasok salah satu hotel berbintang lima di Yogyakarta sebanyak 100 bunga potong perminggu, dengan kualitas bunga ukuran besar. Sementara itu informasi dari pasar bunga Kotabaru diketahui bahwa kebutuhan bunga anthurium sebanyak 100 bunga potong per hari, dengan kualitas bunga ukuran standard (ukuran kecil Rp. 750,- , sedang Rp. 1.500,-, dan besar Rp. 2.5001.500,-,-).
Bunga krisan (Chrysanthymum morifolium, Ram) sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia, karena keindahannya dan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk, warna dan mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bisa bertahan sampai 3 minggu (Anonimus, 2003). Diantara tanaman hias yang telah memiliki nilai komersial yaitu bunga mawar dan krisan, sehingga dikategorikan sebagai komoditas unggulan. Menurut Dedeh et al., (1998) krisan umumnya diperbanyak secara konvensional melalui perbanyakan vegetatif dengan cara memisahkan anakan (varietas lokal) atau menyetek tunas ujung dari tanaman induk yang ditempatkan dalam kondisi hari panjang (varietas introduksi). Pembungaan dapat diatur dengan cara memodifikasi panjang hari sehingga didapatkan produksi sepanjang tahun dan dapat diperbanyak dengan cara vegetatif (stek pucuk).
Komoditas tanaman hias bunga potong yang berpotensi untuk dikembangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain Krisan, Mawar, dan Anthurium. Sementara ini di pasar bunga Kota baru, Yogyakarta masih mendatangkan bunga dari luar kota seperti krisan dari Bandungan (Ambarawa), mawar dari Malang dan anthurium dari kota Sukabumi. Komoditas tersebut selain bernilai ekonomi tinggi, juga cukup populer di kalangan masyarakat Yogyakarta. Krisan atau seruni (Chrysanthymum sp.) merupakan salah satu tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Kegunaan krisan terutama sebagai bunga potong untuk rangkaian bunga dan keperluan dekorasi ruangan.
Oleh karena itu, dalam rangka mendorong berkembangnya usaha agribisnis tanaman hias dan mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih baik, perlu kiranya dilakukan penelitian dan pengkajian tanaman hias di DIY. Kegiatan tersebut sekaligus merupakan upaya menambah diversifikasi usahatani, produktivitas lahan, dan meningkatkan pendapatan petani setempat, sehingga upaya pemanfaatan potensi lahan di DIY dapat berkembang. Pengenalan teknologi budidaya bunga potong krisan melalui kelompok tani tiada lain bertujuan untuk mengetahui keuntungan dan kelayakan usahatani krisan di wilayah Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2005 di rumah plastik Dusun Wonokerso, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Data primer dikumpulkan seperti biaya input produksi dan output (hasil), termasuk biaya secara implisit maupun eksplisit dari usahatani bunga krisan. Total populasi tanaman krisan sebanyak 2000 batang yang ditanam pada luas areal 120 m2. Untuk menguji tingkat keuntungan dan kelayakan
usahatani krisan, digunakan analisis B/C rasio dan R/C rasio. Data hasil wawancara dengan beberapa anggota kelompok tani disajikan secara deskriptif kualitatif.
Benefit-Cost Ratio (B/C rasio) adalah rasio penerimaan kotor sekarang dengan jumlah pengeluaran untuk investasi awal dan biaya produksi yang dikeluarkan setiap tahunnya. Kriteria keputusan yang digunakan adalah B/C rasio >1, apabila B/C rasio < 1, maka usaha pertanian harus ditolak atau tidak perlu dilanjutkan (Malian, 2004). Revenue Cost Ratio (R/C rasio) adalah perbandingan antara hasil penjualan dibagi total biaya produksi. Jika suatu hasil usahatani diperoleh R/C rasio > 1 maka usahatani sangat layak untuk dilanjutkan (Malian, 2004).
HASIL PENELITIAN
Prospek dan kebutuhan tanaman hias di Yogyakarta
Sebagai daerah tujuan wisata nomor 2 setelah Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta sering dikunjungi tamu, baik turis mancanegara maupun domestik. Rangkaian bunga sebagai kalung penyambut para turis pun sering dibutuhkan oleh agen-agen perjalanan wisata. Sambutan yang atraktif bagi turis, khususnya turis mancanegara menjadi simbol keramahtamahan budaya Jawa, khususnya Karaton ”Ngayogyakarta Hadiningrat”. Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keistimewaannya adalah propinsi bernuansa kerajaan, yang tidak pernah terlepas dari upacara-upacara adat yang tidak terpisahkan dengan bunga. Kebutuhan bunga dan tanaman hias di Yogyakarta, khususnya pada saat-saat tertentu (tahun baru, natal, lebaran, upacara adat, peresmian kantor dan sebagainya) meningkat secara tajam. Bahkan petani bunga di Yogyakarta terkadang tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar, sehingga harus didatangkan dari luar propinsi DIY. Pemasok bunga potong di Yogyakarta kebanyakan berasal dari luar kota seperti krisan dari Bandungan (Ambarawa), mawar dari Malang dan anthurium dari kota Sukabumi (Tabel 1).
Tabel 1. Beberapa jenis bunga potong yang dijual di lokasi pasar bunga Kota Baru Yogyakarta No Jenis bunga Daerah asal pengirim Stok rata-rata per hari (ikat) Harga rata-rata per
tangkai (Rp)
1 Krisan Bandungan, Ambarawa 40 (400 tangkai) 1500
2 Sedap malam Bandungan, Ambarawa 40 (400 tangkai) 2000
3 Mawar Malang 40 (400 tangkai) 2000
4 Anggrek Jakarta 40 (400 tangkai) 3000
5 Gladiol Malang 40 (400 tangkai) 500
6 Anthurium Sukabumi 40 (400 tangkai) 1000
Sumber: Data primer di olah
Hasil wawancara dengan beberapa pedagang bunga potong di lokasi pasar bunga Kota Baru Yogyakarta, dijelaskankan bahwa penjualan yang ramai yaitu pada bulan-bulan tertentu seperti hari raya Natal, tahun Baru dan hari besar. Khusus untuk bulan besar (bulan Haji) bunga potong banyak terjual terutama digunakan untuk acara pernikahan atau hajatan. Biasanya pada saat menghadapi bulan Besar (bulan Haji) harga bungapun relatif ada kenaikan dan pada bulan-bulan tertentu bunga potong seperti Krisan bisa terjual sebanyak 35 - 100 ikat per hari (350 – 1000 tangkai). Rata-rata pedagang bunga potong di pasar bunga Kota Baru membagi jenis bunga potong Krisan menjadi 3 klas,
antara lain: klas A dengan harga jual per ikat kurang lebih Rp12.500,-, klas B dengan harga per ikat kurang lebih 9.000,-, selanjutnya klas C harga bunga perikat Rp. 6.000,- ( 1 ikat kurang lebih berisi 10 tangkai bunga).
Analisis bunga potong krisan
Berdasarkan hasil analisis finansial bunga potong Krisan (Tabel 1), dapat disimpulkan bahwa teknologi penggunaan rumah plastik yang relatif sederhana dengan modal tetap Rp.600.000,- ditambah biaya rumah plastik per musim tanam Rp. 40.000,-dan luas lahan 120 m2 dapat digunakan untuk bisnis
budidaya bunga potong Krisan yang cukup menguntungkan. Pengeluaran biaya produksi termasuk biaya eksplisit (biaya tetap) Rp. 795.388,- ditambah biaya implisit termasuk tenaga kerja keluarga Rp. 180.000,- sejumlah Rp.975.388,-. Hasil produksi dengan jumlah tanaman 2000 batang dijual dengan harga per tangkai Rp. 1000,- diperoleh hasil penjualan bunga Krisan sejumlah Rp. 2000.000,-. Pendapatan bersih (Rp. 2000.000,- Rp. 975.388,-) = Rp. 1.024.612,-, diperoleh B/C rasio 1.05 dan R/C rasio sebesar 2.05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa secara teori analisis finansial bunga potong krisan menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.
Tabel 2. Analisis finansial bunga potong krisan Dusun Wonokerso, Desa Hargobinangun, Kec. Pakem, Kabupaten Sleman, 2005
No Tolok Ukur Satuan Satuan Harga (120 mVolume 2) Jumlah (Rp) (120 m2) BIAYA EKSPLISIT (biaya tetap)
• Pembuatan barang modal/rumah plastik
(umur sampai dengan 5 tahun) m
2 5,000 120 600,000
• Biaya rumah plastik per-musim tanam 40,000 Biaya Variabel
1 Stek berakar Krisan btg 200 2000 400,000
Pupuk Dasar
2 Pupuk Kandang (30 ton/ha) kg 250 360 90,000 3 Pupuk Urea (300 kg/ha) kg 1,100 3.6 3,960 4 Pupuk SP-36 (300 kg/ha) kg 1,600 3.6 5,760 5 Pupuk KCl (350 kg/ha) kg 1,900 4.2 7,980
Pupuk Susulan 1 (2,4,6 mst)
1 Pupuk Urea (15 kg/ha) kg 1,100 0.18 198 2 Pupuk KNO3 (60 kg/ha) kg 2,000 0.72 1,440
Pupuk Susulan 2 (8 mst)
1 Pupuk Urea (15 kg/ha) kg 1,100 0.18 198 2 Pupuk KNO3 (60 kg/ha) kg 2,000 0.72 1,440 3 Pupuk SP-36 (360 kg/ha) kg 1,600 4.32 6,912 1 Fertro-S (Pupuk Pelengkap Cair (2 x per-mg
dosis 2 ml/ltr air per-m2)
ltr 50,000 0.25 12,500 2 Agrimex (Pestisida) btl 65,000 1 65,000 3 Confidor (Pestisida) bks 25,000 1 25,000 4 Dithane M-45 (Fungisida) bks 30,000 1 30,000 5 Trichoderma cair (Pestisida) btl 50,000 0.5 25,000 6 Biaya listrik penggunaan selama 40 hari 60,000 7 Biaya air penggunaan selama 80 hari 20,000
Total Biaya Eksplisit 795,388
BIAYA IMPLISIT (tenaga kerja keluarga)
1 Pengolahan tanah HOK 12,000 2 24,000 2 Penanaman dan pemupukan dasar HOK 12,000 2 24,000 3 Pemupukan susulan HOK 12,000 2 24,000 4 Perawatan (penyiangan, pe-lampu-an) HOK 12,000 2 24,000
5 Pemanenan HOK 12,000 2 24,000
6 Pengangkutan HOK 12,000 4 48,000 Biaya sewa tanah (Per-1000 m2/thn Rp.
400.000,-)
m2 120 12,000
Total Biaya Implisit 180,000
Produk bunga krisan tangkai 1,000 2000 2,000,000
Hasil Penjualan Bunga Krisan 2,000,000
Total Biaya Produksi 975,388
Pendapatan Bersih 1,024,612
B/C Ratio (Pendapatan Bersih : Total Biaya Produksi) 1.05 R/C Ratio (Hasil Penjualan : Total Biaya Produksi) 2.05
Sumber : Data primer diolah
Sesuai dengan pendapat Malian, 2004 bahwa, kriteria keputusan yang digunakan adalah B/C rasio >1 dan apabila B/C rasio < 1 maka usaha pertanian harus ditolak atau tidak perlu dilanjutkan Revenue Cost Ratio (R/C rasio) adalah perbandingan antara hasil penjualan dibagi total biaya produksi. Jika suatu hasil usahatani diperoleh R/C rasio > 2 maka usahatani sangat layak untuk dilanjutkan (Malian, 2004).
KESIMPULAN
• Bunga potong krisan sangat berpeluang untuk dijadikan komoditas bisnis di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya untuk wilayah yang mempunyai ketinggian 400 – 700 meter di atas permukaan laut, seperti daerah Kaliurang dan sekitar wilayah kaki gunung Merapi.
• Adaptasi teknologi pengembangan budidaya bunga potong krisan cukup efektif dilaksanakan melalui kegiatan kelompok tani, sehingga para petani mendapat pengetahuan dan belajar melalui praktek serta bimbingan dari peneliti, penyuluh BPTP dan dinas terkait lainnya.
• Secara finansial bunga potong krisan menguntungkan dan layak untuk dikembangkan di tingkat petani sebagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dengan B/C rasio 1.05 dan R/C rasio sebesar 2.05.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2003. Hasil-hasil unggulan. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (P2KP3)/ARMP-II 1995 - 2002.
BALITHI, 2004. Buku Komoditas Nomor 6, Teknologi Agribisnis Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta.
Dedeh, S.B. dan Darliah. 1998. Perbaikan varietas dan pembibitan tanaman hias. Inovasi Teknologi Pertanian, Seperempat Abad Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Buku 1.
Malian, H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi Pada Skala Pengkajian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. The Participating Development of Technology Transfer Project (PAATP). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.