NILAI-NILAI EDUKATIF, MAKNA DAN PEMAKAIAN UNGKAPAN LARANGAN DI KAMPUNG TAMPUNIK KENAGARIAN KAMBANG TIMUR KECAMATAN
LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN
Ari Syaputra 1), Syofiani 2), Romi Isnanda 2).
1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bung Hatta
E-mail: arisyahputra103@gmail.com
ABSTRACT
This research purpose to describe expressing prohibition that covered educative, meaning and usage of expressing prohibition. The theory is used as a reference in Indonesian folklore research are raised by Danandjaya (1991:2). Kind of this research is qualitative research with descriptive method that is raised by Moleong (2010:4). Data analysis was conducted by (1) describing the recording data result into Indonesian language, (2) translated recording result of local/native language into Indonesian language, (3) classified the data based on educative values, meaning and the usage of expressing prohibition, and (4) conclude the data. Based on the result of data analysis, it was found 48 expressing prohibition from 5 informant. Based on the research result it can be concluded expressing prohibition in Tampunik Village, Lengayang Subdistrict, Pesisir Selatan Regency was contained educative values that covered moral education, the value of sosial education, the value of religious education, and the educational value of family welfare. Expression of prohibition in Tampunik Village, Lengayang Subdistrict, Pesisir Selatan Regency have meaning to educate and remind their children to refrain from behavior that deviates from religious education and customs Minangkabau. The usage of expression prohibition in Tampunik Village, Lengayang Subdistrict, Pesisir Selatan Regency are always express by the parents at Tampunik Village to educate their children. So, community in Tampunik Village, Lengayang Subdistrict, Pesisir Selatan Regency still believe the expression of prohibition.
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia dikenal
sebagai bangsa yang mempunyai
keaneka-ragaman budaya yang berbeda
pada masing-masing daerah.
Kebudayaan itu menjadi kebanggaan
daerah pada khususnya dan
kebanggaan Indonesia pada umumnya. Salah satu bentuk kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat adalah
folklor. Folklor yang masih
berkembang dalam masyarakat adalah
ungkapan larangan masyarakat.
Ungkapan disampaikan secara lisan dalam bentuk santun yang sudah dibuat aturannya oleh masyarakat penuturnya. Ungkapan larangan ini berfungsi sebagai alat pendidikan anak serta pengawas norma-norma masyarakat yang harus dipatuhi.
Menurut Danandjaya (1991:1) yang dikutip dari pendapat Dandes mengatakan bahwa folk sama artinya dengan kata kolektif, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan yang
diwariskan secara turun-menurun, secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Lebih lanjut,
Danandjaya (1991:2) mengatakan
bahwafolklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
Menurut Danandjaya (1991:21)
yang dikutipnya dari pendapat
Brunvand, mengelompokkan folklor atas tiga bentuk, yaitu: (1) folklor lisan adalah folkor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk (genre) folklor
yang termasuk bahasa rakyat,
ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, cerita prosa puisi, (2) Folklor sebagai lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan canpuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, seperti kepercayaan rakyat, yang oleh orang modren sering kali disebut takhayul itu, dan (3) Folklor bukan
lisan adalah folklor yang bentuknya
bukan lisan, walaupun cara
pembuatannya diajarkan secara lisan. Salah satu bentuk folklor yaitu tentang ungkapan. Ungkapan sama
dengan perkataan, ucapan, dan
pernyataan seseorang. Ungkapan dalam
bahasa Minangkabau disampaikan
sesuai dengan sifat dan tingkah laku masyarakat itu sendiri. Sifat dan tingkah laku itu tergambar dari cara mereka menuturkan atau mengucapkan sesuatu. Aneka sikap, perilaku, dan tindak tutur setiap penutur bahasa dapat dipersentasikan melalui ungkapan.
Ungkapan yang disampaikan tersebut secara lisan dalam bentuk santun yang telah dibuat dan diatur oleh masyarakat penuturnya. Ungkapan
larangan adalah ungkapan yang
diucapkan oleh seseorang kepada orang lain untuk melarang atau mencegah untuk melakukan sesuatu. Ungkapan larangan ini mempunyai keunikan tersendiri, seseorang takut untuk melanggar ungkapan larangan tersebut, apabila larangan itu dilanggar yang
ditakuti masyarakat itu akan
mendapatkan akibatnya.
Ungkapan larangan ini sudah melekat, hidup, dan berkembang ditengah-tengah masyarakat khususnya di Kampung Tampunik Kenagarian
Kambang Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan. Pemakaian ungkapan larangan ini dipakai dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Kampung Tampunik,
seiring berjalannya waktu dan
perubahan zaman, ungkapan larangan ini tidak hilang begitu sajatetapi hanya
bisa mengungkapkan dan tidak
menelaah ungkapan tersebut, tetapi ada nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan tersebut.
Sebagian masyarakat masih meyakini dan mempercayai ungkapan larangan tersebut, terutama orang tua yang ingin mendidik anak-anaknya. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana gambaran nilai-nilai
pendidikan yang terdapat pada
ungkapan kepercayaan Kampung
Tampunik Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan. Adapun judul
penelitian adalah “Nilai-Nilai Edukatif, Makna dan Pemakaian Ungkapan
Larangan Rakyat di Kampung
Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan”.
KAJIAN TEORI
Kata folklor adalah
pengindonesian, dalam bahasa Inggris, yaitu folklor yang berasal dari folk dan lore. Menurut Danandjaya, (1991:1) yang dikutip dari pendapat Dundes mengatakan bahwa folk sama artinya dengan kata kolektif, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari ke Sementara itu Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-tenurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat kelompok-kelompok lainnya.
Menurut Danandjaya (1991:21) yang dikutip dari pendapat Brunvad bahwa bentuk-bentuk folklor yang istilah ilmiahnya adalah genre dapat dikategorikan tiga golongan besar, yaitu: (1) folklor lisan, (2) folklor sebagian lisan, (3) folklor bukan lisan.
Danandjaya (1991:21)
menyatakan folklor lisan adalah yang
bentuknya memang murni lisan.
Bentuk-bentuk folklor yang termasuk ke dalam folklor lisan adalah: (a)
bahasa rakyat, (b) ungkapam
tradisonal, (c) pertanyaan tradisional, (d) puisi rakyat, (e) cerita prosa rakyat, (f) nyanyian rakyat.
Danandjaya (1991:22)
menyatakan bahwa folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.
Danandjaya (1991:22), foklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, masakan dan minuman rakyat, dan obat-obatan
tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat. Jadi berdasarkan pendapat ahli diatas, kepercayaan rakyat temasuk kepada folklor sebagai lisan.
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2007:69) yang dikutip dari pendapat Bratanata bahwa pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak
dalam perkembangannya mencapai
kedewasaannya. Sejalan dengan itu,
Ahmadi dan Uhbiyati (2007:15)
menjelaskan aspek nilai pendidikan mencakup; budi pekerti, pendidikan
kecerdasan, pendidikan sosial,
pendidikan kewarganegaraan,
pendidikan keindahan estetika,
pendidikan jasmani, pendidikan agama dan pendidikan kesejahteraan keluarga. Pada penelitian ini lebih difokuskan pendidikan budi pekerti, pendidikan
sosial, pendidikan agama dan
pendidikan kesejahteraan keluarga.
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2007:16), budi pekerti atau akhlak adalah satu-satunya aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan. Baik bagi kehidupan seseorang maupun kehidupan masyarakat.
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2007:19), manusia tidak dapat hidup sendirian. Untuk dapat hidup bersama dengan orang laindalam kelompok-kelompok itu, orang harus bisa
menyesuaikan diri. Magsud
menyesuaikan diri ialah menyamakan dirinya atau menganggap dirinya sebagai orang lain atau dengan kata lain dapat menempatkan dirinya dalam diri orang lain, artinya menganggap diri orang lain sebagai dirinya sendiri.
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati
(2007:20), tujuan dari pendidikan sosial ialah mendidik anak agar dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan bersama dan ikut ambil bagian secara
aktif dalam kehidupan bersama
tersebut.
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2007:110) yang dikutip dari pendapat Said mengatakan bahwa pendidikan agama Islam adalah segala usaha untuk
membimbing/menuntun rohani jasmani seseorang menurut ajaran Islam. Senada dengan pendapat tersebut, Ahmadi dan Uhbiyati (2007:111) yang
dikutip dari pendapat Shaleh,
mengatakan bahwa pendidikan agama Islam ialah segala usaha yang
diarahkan kepada pembentukkan
kepribadian anak yang merupakan dan sesuai dengan ajaran Islam.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan gambaran mengenai
bentuk dan makna ungkapan larangan
dalam bahasa Minangkabau di
Kampung Tampunik Kenagarian
Kambang Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera barat. Menurut Moleong (2010:4), metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data ungkapan larangan dalam bahasa Minangkabau di Kampung
Tampunik Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan ini diperoleh dengan
melakukan wawancara langsung
dengan 5 informan yaitu masyarakat asli yang bertempat tinggal di daerah tersebut dan banyak mengetahui tentang ungkapan larangan. Data ungkapan larangan yang terkumpul ini ditanyakan kepada informan yang mewakili masyarakat di Kampung Tampunik Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan. Ungkapan larangan yang diperoleh menggunakan bahasa Minangkabau dalam bentuk data rekam dan data tulis dan selanjutnya
diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia.
Data terkait ungkapan larangan yang diperoleh di Kampung Tampunik
Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan akan dianalisi berdasarkan Nilai-niali edukatif, makna, dan pemakaian ungkapan larangan.
Ungkapan Larangan Rakyat Berdasarkan Nilai-nilai Edukatif
Dari segi nilai-nilai edukatif ungkapan larangan rakyat dapat dibagi
atas empat nilai-nilai edukatif yaitu: (1) nilai pendidikan budi pekerti, (2) nilai pendidikan sosial, (3) nilai pendidikan agama, dan (4) nilai pendidikan kesejahteraan keluarga. Masing-masing ungkapan larangan rakyat tersebut dianalisis berdasarkan empat nilai-nilai edukatif yaitu:
Ungkapan Larangan yang Mengandung Nilai Budi Pekerti
Nilai pendidikan budi pekerti adalah memiliki sifat sabar, benar, memelihara amanah, adil, kasih sayang, hemat, berani, kuat, malu, memelihara kesucian diri dan menepati janji. Data yang memuat nilai ini berjumlah 5 data yakni data 4, 24, 29, 34, dan data 47. Berikut diuraikan ungkapan larangan yang mengandung nilai budi pekerti:
(Data 4)
Anak gadih indak buliah kalua sanjo beko kilek sanjo aghie, “Anak gadis tidak boleh keluar senja, nanti kilat di senja hari”. Ungkapan pada data 4 termasuk dalam nilai pendidikan budi pekerti yang diungkapkan oleh orang tua kepada anak gadisnya agar tidak keluar rumah pada waktu senja hari, karena dapat menimbulkan penilaian-penilaian
buruk dari orang sekitar kampung. Ungkapan ini mencoba menanamkan suatu nilai budi pekerti kepada anak-anaknya agar dapat membedakan antara tingkah laku yang baik dan yang tidak baik, karena dalam adat Minangkabau seorang anak gadis sudah seharusnya berada di rumah sebelum waktu shalat magrib.
Ungkapan Larangan Rakyat yang Mengandung Nilai Pendidikan Sosial
Ungkapan larangan yang
mengandung nilai budi pendidikan sosial terdapat 4 data ungkapan
kepercayaan mesyarakat Kampung
Tampunik Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan yakni data 1, data 5, data 9, dan data 13. Uraian ungkapan-ungkapan tersebut adalah sebagai berikut.
(Data 1)
Jan duduak diateh banta dibisu ikua,
“Jangan duduk diatas bantal nanti dibisul”.
Ungkapan pada data 1 termasuk dalam nilai pendidikan sosial karena ungkapan itu mengajarkan kita untuk sopan santun, karena bantal biasanya dipakai untuk alas kepala saat tidur
sehingga kalau diduduki sangat terlihat tidak sopan karena menduduki bantal yang seharusnya digunakan hanya untuk kepala. Terlihat jelas bahwa
ungkapan tersebut mengajarkan
seseorang memiliki tata tertib dalam setiap perbuatan.
Ungkapan Larangan Rakyat yang Mengandung Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama
terdapat 3 ungkapan larangan rakyat di Kambang Timur Kenagarian Kambang
Timur Kecamatan Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan yakni pada data 45, data 46, dan data 48. Uraiannya sebagai berikut:
(Data 45)
Indak buliah mandi sanjo ayo bekonyo piciak e dek ubili, “Tidak boleh mandi larut senja nanti dicubit iblis”.
Ungkapan pada data 45
termasuk dalam nilai pendidikan agama karena ungkapan tersebut memiliki makna kalau kita mandi di waktu senja
dapat membuat orang tertunda
menggunakan kamar mandi untuk berwudhu dan orang bisa menilai
bahwa kita pemalas dan tidak
melaksanakan shalat magrib. Terlihat
jelas bahwa unkapan ini mengajarkan kita untuk selalu mengerjakan ibadah shalat magrib sekurang-kurangnya tidak menghambat orang yang akan mengambil wudhu. Terlihat jelas bahwa tujuan pendidikan agama untuk
mengajarkan kita untuk selalu
mengingat perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya karena waktu senja saatnya menjalankan ibadah shalat magrib.
Ungkapan Larangan Rakyat yang Mengandung Nilai Kesejahteraan Keluarga
Berdasarkan data yang
diperoleh terdapat beberapa ungkapan larangan rakyat yang mengandung nilai pendidikan kesejahteraan keluarga yang terdapat di Kampung Tampunik
Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan yaitu pada data 10, data 11, data 32, dan data 33. Uraiannya sebagai berikut:
(Data 10)
Indak buliah makan basiso, manangie nasi ditinggan, “Tidak boleh makan bersisa, menangis nasi ditinggalkan”.
Ungkapan pada data 10
termasuk dalam nilai pendidikan
ungkapan ini memiliki makna bahwa sebaiknya memakan nasi bersisa tidak baik dan tidak bersyukur, karena masih banyak orang yang tidak makan di luar sana. Ungkapan ini diungkapan orang tua untuk menghargai orang tua yang sudah payah mencari uang untuk makan.
Makna Ungkapan Larangan Rakyat di Kampung Tampunik Kenagarian Kambang Timur Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan
Ungkapan larangan rakyat di
Kampung Tampunik Kenagarian
Kambang Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Sealatan memiliki makna tersendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh berikut:
Data (01)
Jan duduak diateh banta dibisu ikua
(Jangan duduk diatas bantal, dibisul pantat).
Makna dari ungkapan larangan data 01 tersebut adalah mendidik seseorang untuk tidak duduk di atas
bantal karena bantal tersebut
merupakan tempat kepala saat tidur atau beristirahat maka tidak boleh didudukkan, sebab tempat duduk itu telah ada disediakan yaitu kursi.
Pemakaian Ungkapan Larangan Rakyat di Kampung Tampunik Kenagarian Kambang Timur Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan
Dari segi pemakaian ungkapan larangan rakyat di Kampung Tampunik
Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari bertujuan untuk mendidik anak-anaknya. Bentuk dari kepercayaan itu adalah ungkapan larangan yang dilontarkan dan memberi kabar menakutkan kepada pendengar sehingga kalau dilihat dari segi proses yang dapat berpikir normal dan
bertujuan untuk mendidik dan
melarang untuk tidak melakukan kesalahan agar bersifat sopan, dan
sebagainya. Berdasarkan hasil
wawancara yang didapatkan dari masyarakat kampung Tampunik yang dituakan, pemuka adat, alim ulama (ustadz), dan sudut pandang dari generasi muda yang menjadi pewaris kebudayaan yang ada di Kampung Tampunik Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan. Pemakaian ungkapan larangan rakyat di Kampung Tampunik
Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Sulan dan Ibu Siwar selaku masyarakat yang dituakan di Kampung Tampunik dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan hingga sampai saat
sekarang masih digunakan dan
dipercayai oleh masyarakat Kampung Tampunik. Ungkapan larangan ini sudah melekat, hidup, dan berkembang ditengah-tengah masyarakat itu sendiri. Seiring dengan perkembangan zaman, ungkapan ini tidak hilang begitu saja, tetapi masih dipakai secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di
Kampung Tampunik Kenagarian
Kambang Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan. Ungkapan larangan ini sudah menjadi kebiasaan yang digunakan untuk mendidik anak-anak dan cucunya dengan melontarkan dan memberi kabar menakutkan kepada siapa saja yang melakukan kesalahan dan tingkah laku negatif yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan pada data 11 yakni, “Indak buliah bamain api
malam aghie beko takuyua sadang lalok (Tidak boleh bermain api pada malam hari nanti kencing sedang tidur), ungkapan ini dilontarkan bertujuan untuk memberi kabar menakutkan kepada anak-anaknya agar tidak
melakukan kesalahan yang akan
membahayakan dirinya.
Kedua, berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan dengan Bapak Darmalis dan Bapak Syafrijon selaku pemuka adat di Kampung Tampunik dapat disimpulkan bahwa
ungkapan larangan merupakan
kebiasaan yang sudah turun-temurun digunakan sebagai ungkapan yang bertujuan untuk mendidik anak-anak
dan kemenakannya untuk tidak
melakukan kesalahan yang dapat memburukkan nama baik ninik mamak dan orang tuanya, sehingga ungkapan larangan ini masih dipakai dan dipercayai oleh ninik mamak di Kampung Tampunik. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan pada data 4 yakni, “Anak gadih indak buliah kalua sanjo, beko kilek sanjo aghie (Anak gadis tidak boleh keluar pada waktu senja, nanti kilat pada senja hari). Ungkapan ini dilontarkan dengan memberi kabar menakutkan kepada
anak-anak dan kemenakannya. Sebenarnya ungkapan ini bertujuan untuk mendidik agar tidak menjadi buah bibir masyarakat yang dapat mencemarkan nama baik ninik mamak dan orang tuanya.
Ketiga, hasil pernyataan dari Bapak Mulyadi, S.Pdi dan Bapak Novrianto, S.Pdi selaku alim ulama (ustadz) yang diwawancarai dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan rakyat masih dipakai dan dipercayai,
karena pada dasarnya ungkapan
larangan ini bertujuan untuk
menanamkan akhlak dan budi pekerti terhadap anak-anak yang tanpa sadar
melakukan sesuatu yang dapat
membahayakan diri-sendiri dan orang tuanya. Dari segi agama ungkapan larangan rakyat ini sangat baik digunakan untuk mendidik anak agar tidak melakukan perbuatan yang tercela
yang pada akhirnya dapat
menimbulkan dosa dan kebencian orang lain.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan
rakyat di Kampung Tampunik
Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan adalah sebagai berikut: Pertama, ungkapan larangan di
Kampung Tampunik Kenagarian
Kambang Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan 48 ungkapan larangan rakyat dan dari semua ungkapan larangan tersebut masih dipakai dan dipercayai oleh masyarakat Kampung Tampunik. Kedua, ungkapan larangan di Kampung Tampunik Kenagarian
Kambang Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan mengandung nilai edukatif, yakni
mengandung nilai budi pekerti
berjumlah 5 data, mengandung nilai pendidikan sosial 4 data, mengandung nilai pendidikan agama 3 data, dan
mengandung nilai pendidikan
kesejahteraan keluarga sebanyak 4 data. Ketiga, ungkapan larangan yang ada di Kampung Tampunik Kenagarian
Kambang Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan memiliki makna untuk mendidik dan mengingatkan anak-anak mereka agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang dari ajaran agama dan
mengajarkan untuk berprilaku baik dan sopan santun baik kepada orang tua dan orang lain. Keempat, pemakaian
ungkapan larangan di Kampung
Tampunik Kenagarian Kambang Timur
Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisir Selatan dari dulu sampai sekarang masih sering diungkapkan oleh orang tua di Kampung Tampunik untuk mendidik anak-anak mereka. UCAPAN TERIMA KASIH
Pelaksanaan penelitian dan proses penulisan skripsi ini terlaksana atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Syofiani. M.Pd. sebagai pembimbing satu (I) dan Bapak Romi Isnanda, S.Pd. M.Pd. sebagai pembimbing dua (II) telah memberikan arahan, bimbingan, saran, motivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2007. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Moleong, Lexy. 2010. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.