• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ajaran dan aturan. Terori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial khususnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ajaran dan aturan. Terori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial khususnya"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan. Terori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial khususnya dibidang psikologis dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu (Fachrurozi, 2014).

Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal (normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut dianggap sebagai suatu keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi (normative commitment through

ligitimaty) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum tersebut

memiliki hak untuk mendikte perilaku.

Pemerintah daerah dituntut untuk mempertanggungjawabkan keuangan daerahnya secara tepat waktu. Pemerintah daerah terikat pada peraturan-peraturan perundangan dalam hal ini UU No. 17 Tahun 2003 Tenang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 Tahun 2004

(2)

Tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Oleh karena itu dalam aspek ini pemerintah daerah dikatakan berkomitem melalui legitimasi.

2.1.2 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan suatu bentuk informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas pada suatu periode dan disajikan secara terstruktur. Laporan keuangan disajikan dengan tujuan memenuhi kebutuhan penggunanya agar dapat dijadikan pijakan dalam pengambilan keputusan, dan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen dalam mengelola entitas yang telah dipercayakan.

Mardiasmo (2009:175) mengemukakan bahwa akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Dilihat dari sisi internal organisasi, laporan keuangan sektor publik merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi eksternal, laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban kepada publik dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Akuntansi sektor publik bertujuan untuk memberikan yang bertujuan untuk pengambilan keputusan ekonimi, sosial, dan sebagai bukti pertanggungjawaban pengelolaan; serta memberi informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasi.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyebutkan bahwa laporan keuangan terdiri dari:

(3)

2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL) 3. Neraca

4. Laporan Operasional (LO) 5. Laporan Arus Kas (LAK)

6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) 7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Selain itu, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) juga telah menetapkan karakteristik yang diperlukan dalam laporan keuangan pemerintah, yaitu:

1. Relevan

Laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang relevan yaitu memiliki manfaat umpan balik, memilki manfaat prediktif, tepat waktu dan lengkap.

2. Andal

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur serta dapat diverifikasi.

(4)

3. Dapat dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan pada periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya.

4. Dapat dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan pemahaman para pengguna.

2.1.3 Audit dan Audit Keuangan Negara

Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002:9).

Tujuan khusus auditing adalah pemeriksaan laporan keuangan oleh akuntan independen demi memperoleh pernyataan pendapat atas kewajaran apakah kondisi keuangan, hal operasi dan perubahan posisi keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi diterima umum (Putra, 2014).

Defenisi audit (pemeriksaan) seperti yang tertera dalam UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

(5)

Negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan seacara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 23E ayat (1) , pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bebas dan mandiri. Dan seperti yang diuraikan dalam UU No. 15 Tahun 2004, pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa laporan keuangan yang setiap tahunnya diterbitkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah haruslah diperiksa terlebih dahulu oleh BPK. Pemeriksaan ini bertujuan agar BPK dapat memberikan opini kewajaran atas informasi yang tersaji dalam laporan keuangan. Dalam menjalankan audit (pemeriksaan) BPK bekerja berdasarkan pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

SPKN terdiri dari tujuh Pernyataan Standart Pemerikasaan (PSP) yaitu sebagai berikut:

a. PSP 01 : Standar Umum

b. PSP 02 : Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan c. PSP 03 : Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan d. PSP 04 : Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja e. PSP 05 : Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja

(6)

f. PSP 06 : Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu

g. PSP 07 : Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu

2.1.4 Audit Delay

Audit delay dapat diartikan sebagai rentang waktu antara akhir periode akuntansi hingga tanggal terbitnya laporan auditor independen. Fachrurozi (2014) mengemukakan audit delay sebagai rentang waktu penyelesaian laporan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan keuangan auditor independen atas audit laporan keuangan perusahaan sejak tanggal tutup buku perusahaan, yaitu per 31 desember sampai tanggal yang tertetera pada laporan auditor independen.

Carslaw dan kaplan (Muladi, 2014) mengemukakan bahwa audit delay dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu kapan audit dimulai dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan audit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama pemerintah pusat atau pemerintah daerah menyerahkan laporan keuangan kepada BPK maka kemungkinan untuk muncul audit delay yang semakin panjang.

Dalam instansi pemerintahan di indonesia proses audit hanya dapat dilakukan jika pemerintah daerah yang telah menyerahkan laporan keuangannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK selanjutnya akan mengeluarkan surat tugas audit kepada auditor yang dimilikinya dalam melakukan pekerjaan

(7)

lapangan pada pemerintah daerah yang bersangkutan. Surat tugas audit ini berisi lamanya waktu yang diberikan oleh auditor dalam melakukan pekerjaan lapangan.

2.1.5 Akuntabilitas Kinerja

Akuntabilitas itu sendiri merupakan suatu kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang atau badan hukum dan pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memilki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban (Hardini, 2015).

Mardiasmo (2009:20-21) mengemukakan bahwa akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawban tersebut. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberi informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan tersebut. pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.

Pemerintah yang akuntabel memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan secara terbuka, cepat, tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses

(8)

pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5) adanya sarana bagi publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah (Fachrurozi, 2014).

Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu (1) akuntabilitas vertikal dan (2) akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Akuntabilitas horisontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas (Mardiasmo, 2002:21).

Indonesia adalah negara yang demokratis yang berarti kedaulatan berada di tangan rakyat. Untuk itu, pemerintah wajib memberikan pertanggungjawbannya atas semua aktivitasnya kepada masyarakat. Oleh karenanya, pada tahun 1999 dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 7 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Seperti yang tercantum di dalamnya, Inpres ini dikeluarkan dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintah yang lebih berdaya guna, bersih dan bertanggung jawab.

Indikator penilaian Akuntabilitas Instansi Pemerintah terdiri dari lima komponen, yaitu:

a. Perencanaan kinerja (Bobot 35%)

Penilaian perencanaan kinerja terdiri atas penilaian terhadap rencana strategis dan perencanaan kinerja tahunan.

(9)

b. Pengukuran kinerja (Bobot 20%)

Penilaian pengukuran kinerja terdiri atas penilaian terhadap pemenuhan pengukuran, kualitas pengukuran dan implementasi pengukuran.

c. Pelaporan kinerja (Bobot 15%)

Penilaian pelaporan kinerja terdiri atas penilaian terhadap pemenuhan pelaporan, penyajian informasi kinerja dan pemanfaatan informasi kinerja.

d. Evaluasi kinerja (Bobot 10%)

Penilaian evaluasi kinerja terdiri atas penilaian terhadap pemenuhan evaluasi, kualitas evaluasi dan pemanfaatan hasil evaluasi.

e. Capaian kinerja (Bobot 20%) penilain pencapaian kinerja terdiri atas penilaian terhadap kinerja yang dilaporkan (output) , kinerja yang Dilaporkan (outcome) , kinerja tahun berjalan dan kinerja lainnya.

2.1.6 Tingkat Ketergantungan Daerah

Dalam rangka pemerataan pembangunan nasional, pemerintah pusat memberikan batuan kepada pemerintah daerah setiap tahun berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Penggunaan DAU dan DAK oleh pemerintah daerah telah diatur oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah yang tingkat ketergantung yang tinggi terhadap pemerintah pusat akan semakin tunduk untuk mematuhi peraturan pemerintah pusat termasuk peraturan terkait ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Hal tersebut dimotivasi adanya

(10)

sanksi kepada pemerintah daerah berupa penundaan pemberian bantuan apabila pemerintah daerah terlambat menyampaikan laporan kepada pemerintah pusat. Dengan demikian, penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah akan lebih tepat waktu dan audit delay akan berkurang.

2.1.7 Temuan Audit

Hasil audit atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK berupa opini dan temuan audit. Temuan audit adalah permasalahan-permasalahan yang ditemukan oleh auditor di lapangan. Jumlah temuan audit berpengaruh pada lamanya penyelesaian audit. Komunikasi antara auditan dengan auditor menjadi lebih intens dan menjadi lebih lama ketika terdapat permasalahan akuntansi. Permasalahan akutansi yang dimaksud adalah temuan audit yang material. Banyaknya temuan audit akan menambah waktu diskusi temuan baik di internal BPK antara tim audit lapangan dengan penanggung jawab audit maupun diskusi temuan dengan pemerintah daerah selaku auditan sebelum temuan tersebut layak untuk diangkat dalam laporan hasl audit. Selain itu, banyaknya temuan audit akan menambah waktu bagi auditan dalam memberikan tanggapan atas temuan tersebut.

2.1.8 Opini Audit

Tahap akhir dari proses audit adalah dikeluarkannya opini auditor. Opini audit adalah pernyataan profesional pemeriksaan atas tingkat kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan

(11)

pada UU No.15 Tahun 2004 Pasal 16 Ayat (1) , terdapat 4 (empat) opini yang diberikan oleh pemerika (BPK) , yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) , (ii) opini wajar dengan pengecualian(qualified opinion) , (iii) opini tidak wajar (adversed opinion) , dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

2.2 Penelitian Terdahulu

Menurut Muladi (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada Pemerintah Kota/Kabupaten di Indonesia menyimpulkan bahwa penggunaan aplikasi sistem informasi keuangan daerah, pengalaman pemerintah dalam menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah, jumlah temuan audit dan jenis opini audit berpengaruh signifikan terhadap lamanya audit delay. Penggunaan aplikasi sistem informasi keuangan daerah dan pengalaman pemerintah dalam menerapkan SAP terbukti berpengaruh negatif terhadap audit delay. Jumlah temuan audit dan jenis opini audit terbukti berpengaruh positif terhadap audit delay.

Menurut Fachrurozi (2014) dalam judul penelitian Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada Pemerintah Daerah di Indonesia, pengujian secara simultan menyimpulkan bahwa semua variabel independen mempengaruhi variable dependen sebesar 25 persen. Pengujian secara parsial memperlihatkan hasil bahwa ada lima dari delapan faktor yang berpengaruh terhadap audit delay, yaitu pengalaman, tingkat kemandirian, kemampuan keuangan, lokasi dan temuan audit.

(12)

Menurut Hardini (2015) dalam Pengaruh Akuntabilitas Kinerja, Ukuran Daerah dan Opini Auditor Terhadap Audit Delay Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia, menunjukan bahwa audit delay rata-rata terjadi sebesar 137 hari. Akuntabilitas kinerja tidak berpengaruh terhadap audit delay, sedangkan ukuran daerah dan opini auditor berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada pemerintah kabupaten/kota di indoneia. Secara simultan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Menurut Kartiko dan N.P Siregar (2015) dalam penelitian berjudul Pengaruh Opini Audit, Kualitas auditor, dan Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Keterlambatan Penerbitan Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah menyimpulkan bahwa secara umum opini auditor WTP, kualitas auditor, dan sistem informasi akuntansi yang terintegrasi mampu mengurangi waktu keterlambatan penerbitan laporan hasil pemeriksaan keuangan pemda (LHP LKPD) oleh BPK. Kualitas auditor berdasarkan jenjang strata 2 di bidang akuntansi dan sertifkikasi audit yang diperoleh oleh manajer audit turut mempersingkat waktu keterlambatan penerbitan LHP LKPD

(13)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Tahun Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

2014 Aris Muladi Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Audit Delay Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonedia Variabel independen: aplikasi sistem informasi keuangan daerah (SIKD) , ukuran pemerintah daerah, pengalamana pemerintah daerah dalama menerapkan SAP, terpilihnya kembali kepala daerah sebelimnya, jumlah temuan audit dan opini audit Variabel dependen : audit delay Pengujian secara statistik atas hipotesis menyimpulkan bahwa penggunaan SIKD, pengalaman pemerintah daerah, jumlah temuan audit dan opini audit berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Penggunaan aplikasi SIKD dan pengalaman pemerintah menerapkan SAP terbukti berpengaruh negatif dan Jumlah temua dan opini audit terbukti berpengaruh positif terhadap audit delay 2014 Luthfi Fachrurozi Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay pada pemerintah daerah di Indonesia Variabel independen : pengalaman pemerintah daerah, tingkat kemandirian daerah, kemampuan keuangan daerah, lokasi, ukuran entitas, Penelitian ini secara simultan menyimpulkan bahwa semua variabel independen mempengaruh variabel dependen sebesar 25%.

(14)

akuntabilitas daerah, temuan audit dan jumlah entitas pemeriksaan Variabel dependen : audit delay 2015 Ziza Gita Hardini Pengaruh akuntabilitas kinerja, ukuran daerah dan opini auditot terhadap audit delay pada pemerintah kabupaten/kota di Indonesia. Variabel independen : Akuntabilitas kinerja, ukuran daerah dan opini audit Variabel dependen: audit delay Hasil penelitian ini menunjukan bahwa audit delay rata-rata terjadi selama 137 hari. Akuntabilitas kinerja tidak berpengaruh terhadap audit delay, sedangkan ukuran daerah dan opini audit berpengaruh negatif secara signifikan terhadap audit delay kabupaten/kota di indonesia. 2015 Sigit Wahyu Kartiko dan Sylviana Veronica N.P Siregar Pengaruh opini audit, kualitas auditor, dan sistem informasi akuntansi terhadap keterlambatan penerbitan hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Variabel independen : Opini audit, kualitas auditor dan sistem informasi akuntansi Variabel dependen: Audit delay Hasil estimasi menunjukan bahwa opini audit WTP, jenjang S2 akuntansi manajer audit, sertifikasi profesioanl di bidang audit, dan penyelenggaran sistem informasi akuntansi berbasis teknologi yang terintegrasi secara signifikan mampu menekan jangka waktu keterlambatan penerbitan LHP

(15)

2.3 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini akan menguji faktor-faktor yang akan mempengaruhi audit delay (variabel dependen) dengan variabel independen yaitu: Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah, Tingkat ketergangungan daerah, Temuan audit, dan Opini audit.

Kerangka pemikiran berdasarkan variabel-variabel di ats dapat di gambarkan sebagai berikut.

H1 H2 H3 H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Akuntabilitas Kinerja Terhadap Audit Delay

Fokus akuntabilitas adalah pelaporan yang akurat dan tepat tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang telah

Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tingkat Ketergantungan Daerah Temuan Audit Opini Audit

Audit Delay

(16)

diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Daerah yang memilki akuntabilitas yang baik diharapkan akan melaporkan penggunaan dana publik secara tepat waktu sehingga dapat meminimalisasi audit delay.

Hasil penilaian baik dari masyarakat maupun pusat data dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara diharapkan menjadi motivasi dan pendorong pemerintah daerah dalam melakukan pelaporan keuangan secara tepat waktu. Berdasarkan hal diatas hipotesis yang akan diuji adalah :

H1 : Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Delay.

2.4.2 Pengaruh Tingkat Ketergantungan Daerah Terhadap Audit Delay

Semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat, pemerintah daerah semakin tunduk untuk mematuhi perintah pemerintah pusat. Sebagai akibatnya, penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah akan lebih cepat dan tepat waktu sehingga mengurangi audit

delay. Hal tersebut dimotivasi adanya sanksi kepada pemerintah daerah berupa

penundaan pemberian bantuan apabila pemerintah daerah terlambat menyampaikan laporan keuangan kepada pusat. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji adalah

H2: Tingkat Ketergantungan Daerah Berpengaruh Negatif Terhadap Audit delay

(17)

2.4.3 Pengaruh Temuan Audit Terhadap Audit Delay

Keberadaan temuan dalam laporan audit merupakan persyaratan dalam regulasi audit. Temuan muncul dalam opini audit akibat terdapat penyimpangan terhadap SAP dan penyimpangan lain terhadap kepatuhan atas peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitain Cohen dan Leventis (2013) menyebutkan bahwa banyaknya temuan audit berpengaruh positif terhadap audit delay. Banyaknya temuan audit akan menambah waktu diskusi temuan baik dalam internal BPK antara tim audit lapangan dengan penanggung jawab audit maupun diskusi dengan pemerintah daerah selaku auditan sebelum temuan tersebut layak diangkat dalam laporan audit. Selain itu, banyaknya temuan auit akan menambah waktu bagi auditan dalam memberikan tanggapan atas temuan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji adalah:

H3 : Temuan Audit Berpengaruh Positif Terhadap Audit Delay

2.4.4 Pengaruh Opini Audit Terhadap Audit Delay

Daerah yang mendapat opini selain wajar tanpa pengecualian (WTP) akan cenderung mengalami audit delay yang lebih singkat. Hal ini dikarenakan opini WTP dapat menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki tata kelola pemerintahan yang baik. Daerah yang memiliki tata kelola pemerintahan yang baik tentunya akan dapat menyusun laporan keuangannya dengan lebih cepat sehingga daerah tersebut akan lebih cepat dalam menyampaikan laporan keuangnnya untuk diaudit kepada BPK. Semakin cepat daerah menyampaikan

(18)

laporan keuangannya untuk di audit maka audit delay yang terjadipun akan semakin pendek. Namun sebaliknya, apabila daerah mendapatkan opini lain yang kemudian menimbulkan pertanyaan akibat opini yang dikemukakan oleh auditor maka waktu audit delay akan semakin lama. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji:

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil perlakuan terbaik pertama adalah C3G3 (karagenan 0,40% dan jahe merah 0,35%) dengan nilai kekuatan gel yang paling baik

3.1 Menggali informasi dari teks laporan informatif hasil observasi tentang perubahan wujud benda, sumber energi, perubahan energi, energi alternatif, perubahan iklim dan cuaca,

 Guru memberikan penghargaan (misalnya pujian atau bentuk penghargaan lain yang relevan) kepada siswa/kelompok yang berkinerja baik..  Pemberian tugas untuk

Hasil analisis SPSS formula tablet hisap nanopartikel daun sirih merah dengan tanggapan rasa.

mempengaruhi lingkungan fisik kimiawi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial budaya, eksploitasi sumber daya air yang pemanfaatannya berpotensi menimbulkan

Kerangka Regulasi ini berisikan gambaran umum mengenai kerangka regulasi yang sudah ada dan regulasi yang diperlukan Daerah dalam pelaksanaan tugas, fungsi, serta

Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh Tujuh bulan Agustus Tahun Dua Ribu Dua Belas , kami selaku Pokja Pengadaan Barang/Jasa Satker MTsN 20 Jakarta Kementerian Agama Provinsi

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur