BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lapisan Tanah Dasar Perkerasan (Subgrade)
Subgrade adalah tanah dasar di bagian paling bawah lapis perkerasan
jalan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi dan lain lain.
Subgrade pada proyek jalan raya memegang peranan penting dalam
menentukan kualitas perkerasan jalan. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalansangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar
Gambar 2.1. Susunan Jenis Lapisan Perkerasan Jalan Raya
Pada prosedur pekerjaan lapisan subgrade, sebelum kegiatan penghamparan perkerasan dilakukan, bagian lapisan subgrade harus sudah dalam keadaan siap (kuat, padat, bersih dan dibentuk sesuai rencana). Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Apabila tanah eksisting lebih tinggi dari elevasi rencana, maka dilakukan pekerjaan galian. Sedangkan apabila tanah eksisting lebih rendah dari elevasi
rencana, maka dilakukan pekerjaan timbunan. Pada pekerjaan galian, tanah dasar dibentuk permukaan tanahnya dengan cara mengupas dengan cangkul.
Pekerjaan galian dimaksudkan untuk mendapatkan bagian tanah dasar
(subgrade) yang akan menentukan kekuatan dari susunan perkerasan di
atasnya yang sesuai dengan rencana struktur.
Pada pekerjaan timbunan, bagian-bagian yang harus ditimbun sampai mencapai ketinggian yang ditentukan, harus ditimbun menggunakan tanah timbunan yang cukup baik, bebas dari sisa (rumput/akar-akar lain-lainya). Penimbunan harus dilakukan lapis demi lapis. Tebal maksimal hamparan 30 cm setiap lapisan. Kemudian tanah tersebut dilembabkan sebelum dilakukan pemadatan.
2. Pemadatan lapisan subgrade menggunakan Vibrator Roller atau Static Roller (sambil diberi air secukupnya untuk mencapai kadar air optimum).
3. Setelah pemadatan tanah dasar selesai, lalu dilakukan perataan menggunakan
Motor Grader.
Lapisan subgrade harus sesuai dengan spesifikasi perencanaan jalan raya yang telah diatur didalam Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Divisi 3 mengenai pekerjaan tanah yang diterbitkan oleh binamarga. Spesifikasi tersebut menjelaskan tentang parameter bahan yang bisa digunakan untuk sebagai syarat bahan lapisan subgrade. Disamping bahan yang digunakan, perlu diperhatikan proses pemadatan dilapangan yang menggunakan alat-alat berat.
Sementara itu spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan memberikan syarat bahan/material untuk digunakan sebagai bahan subgrade adalah sebegai
1. OL, OH, Pt tidak boleh digunakan.
2. GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM, SC bisa digunakan dengan syarat harus keras dan tidak memiliki sifat khas.
3. CH, MH dan A-7-6 tidak untuk dipergunakan 30 cm dibawah dasar perkerasan , kecuali mencapai CBR 6% setelah perendaman 4 hari bila dipadatkan 100% kepadatan kering maksimum.
4. Tanah ekspansif dengan nilai aktif >1,25 tidak boleh digunakan.
2.2. Pemeriksaan/Pengujian Material Subgrade
Secara umum ada lima pemeriksaan di laboratorium terhadap material
subgrade sebelum melaksanakan pengujian Kompaksi (Bowles, J.E., 1993), yaitu
pemeriksaan Kadar Air (Water Content Test), Berat Jenis (Specific Gravity Test), Konsistensi Atterberg (Atterberg Limit Test) dan Analisa Saringan (Sieve Analysis
Test) serta Klasifikasi Tanah (USCS dan AASHTO):
A. Pemeriksaan Kadar Air (Water Content Test)
Pemeriksaan ini dilakukan mengacu pada ASTM D 2216-92, Test Method
for Laboratory Determination of Water (Moisture) Content of Soil and Rock”
untuk mendapatkan besaran kadar air (w). Kadar air tanah (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air tanah (w) dapat dinyatakan dalam persamaan:
Cara memperolehnya, contoh tanah basah mula-mula ditimbang, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 230° F (110° C) hingga mencapai berat konstan. Berat contoh setelah dikeringkan adalah berat partikel solid. Perubahan berat yang terjadi selama proses pengeringan setara dengan berat air. Untuk tanah organik, terkadang disarankan untuk menurunkan suhu pengeringan hingga mencapai 140° F (60° C). Kadar Air (w) diperlukan untuk menentukan properties tanah dan dapat dikorelasikan dengan parameter-parameter lainnya.
B. Pemeriksaan Berat Jenis (Specific Gravity Test)
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan ASTM D 854-92, “Standard Test
Method for Specific Gravity of Soils”. Metoda ini digunakan pada contoh tanah
dengan komposisi ukuran partikel lebih kecil daripada saringan No. 4 (4.75 mm). Untuk partikel dengan ukuran lebih besar dari saringan tersebut, prosedur pelaksanaan mengacu pada “Test Method Specific Gravity and Absorptionof
Coarse Aggregate (ASTM C 127-88)”.
Berat jenis tanah (Gs), didefinisikan sebagai perbandingan massa volume partikel tanah di udara dengan massa volume air pada suhu kamar (umumnya 68°F {=20°C}). Berat jenis tanah dapat dinyatakan dalam persamaan:
( ) ( ) ( ) dimana:
Gs = Berat jenis tanah
w3 = Berat piknometer + sampel tanah + air suling w4 = Berat piknometer + air suling
w4’ = w4 x factor koreksi suhu [k]
Berat jenis tanah (Gs) ditentukan berdasarkan jumlah dari pycnometer yang sudah dikalibrasi, dimana massa dan suhu dari contoh tanah deaerasi/air distilasi diukur. Specific gravity dari tanah diperlukan untuk menentukan hubungan antara berat dan volume tanah, dan digunakan untuk perhitungan test Laboratorium lainnya.
C. Pemeriksaan Konsistensi Atterberg (Atterberg Limit Test)
Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan ASTM D 4318-95, ”Test Method
for Liquid Limit, Plastic Limit and Plasticity Index of Soils”.
Kadar air pada saat Batas Cair (Liquid Limit=LL) diperoleh dengan cara meletakkan pasta tanah dalam mangkuk kuningan kemudian digores tepat ditengahnya dengan alat penggores standar. Kemudian engkol pemutar digerakkan, sehingga mangkuk naik turun dari ketinggian 0.4 inci (10 mm) dengan kecepatan 2 drop/detik. Liquid limit dinyatakan sebagai kadar air dari tanah yang dibutuhkan untuk menutup goresan yang berjarak 0.5 inci (13 mm) sepanjang dasar contoh tanah dalam mangkuk sesudah 25 pukulan.
Kadar air pada saat Batas Plastis (Plastic Limit=PL) ditentukan dengan mengetahui secara pasti kadar air terkecil, dimana pasta tanah dapat digulung hingga diameter 0.125 inci (3.2 mm) tanpa mengalami keretakan. Sedangkan
Indeks Plastisitas (Plasticity Index=PI) diperoleh dari selisih nilai kadar air pada saat Batas Cair (LL) dengan nilai kadar air pada saat Batas Plastis (PL).
D. Pemeriksaan Analisa Saringan (Sieve Analysis Test)
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan ini mengacu pada ASTM C 136-95a,”Method for sieve Analysis of Fine and Coarse Aggregates”.
Pengujian ini dilakukan dengan cara menyaring sejumlah sampel tanah dengan satu unit saringan berukuran 4,75mm (no.4) hingga 0,0075mm (no.200). Saringan tersebut lalu digetarkan dengan menggunakan sieve shaker machine. Setelah itu, berat sampel yang tertahan pada tiap-tiap saringan ditimbang beratnya. Lalu akan didapatkan persentase butiran yang lolos dari tiap-tiap saringan.
E. Pemeriksaan Klasifikasi Tanah (USCS dan AASHTO)
Dari uji indeks properties tanah, grain size analysis dan atterberg limit dapat digunakan dalam mengklasifikasikan tanah. Sistem klasifikasi tanah yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah AASHTO (American Association of State
Highway Transportation Official) dan USCS (Unified Soil Classification System).
AASHTO (American Association of Highway and Transportation
Officials) memberikan standar kriteria tanah subgrade sebagaimana pada Tabel
Tabel 2.1. Karakteristik tanah subgrade oleh AASHTO
Sumber : Bowles, J.E., 1993
Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation
Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan
jalan subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7 (seperti terlihat pada Tabel 2.2). Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.
Tabel 2.2. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
Sumber : Bowles, J.E., 1993
Pada Unified Soil Clasification System (USCS), suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomor 200 dan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50% lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya: kerikil (gravel/G), pasir (sand/S), lempung (clay/C), lanau (silt/M), lanau atau lempung organic (organic
silt or clay/O), bergradasi baik (well-graded/W), bergradasi buruk (poor-graded/P), plastisitas rendah (low-plasticity/L), plastisitas tinggi (high-plasticity/H), sebagaimana terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi Tanah Unified Soil Classification System
Sumber : Bowles, J.E., 1993
2.3 Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah (earthwoks compaction) adalah proses mekanis dimana sejumlah tanah yang terdiri dari partikel padat (solid particles), air dan udara direduksi volumenya dengan menggunakan beban. Beban tersebut dapat berupa beban yang bergerak (rolling), beban yang dipukulkan (tamping) maupun beban
yang digetarkan (vibrating). Kepadatan didapat dengan keluarnya udara dari antara butiran tanah dimana proses ini merupakan kebalikan dari proses konsolidasi yang merupakan keluarnya air dari antara butir-butir tanah.
Lapisan tanah dasar pada konstruksi jalan raya harus dipadatkan dimana kekuatan dan keawetan perkerasan jalan itu sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Tujuan pemadatan adalah untuk meningkatkan kepadatan (density), meningkatkan stabilitas, meningkatkan kekuatan tahanan
(bearing strength) subgrade, mengurangi sifat kemudahan ditembus oleh air (permeability), mengurangi potensi likuifaksi dan mencegah erosi.
Tabel 2.4 Defenisi-definisi dari parameter pemadatan (kompaksi)
Istilah Defenisi
Pemadatan
Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis
Berat isi kering maksimum
(MDD)
Kepadatan yang didapat dari pemadatan tanah dengan daya pemadatan tertentu pada kadar air optimum (wopt)
Kadar air optimum (OMC) Kadar air yang menghasilkan nilai kepadatan maksimum (γd max)
Zero Air Void
Kondisi dimana pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali sehingga tercapai berat volume maksimum
2.3.1 Jenis-jenis Pemadatan Tanah
Metode pemadatan tergantung kepada jenis pemadatan tanah yang akan dilakukan, ada pemadatan di lapangan dan pemadatan di laboratorium.
A. Pemadatan di Lapangan
Untuk pekerjaan pelaksanaan pemadatan di lapangan kita perlu memilih alat pemadat yang digunakan. Pemadatan di lapangan umumnya menggunakan alat-alat berat seperti, Three Wheel Roller, Tandem Roller, Pneumatik Tired Roller
(PTR) dan lain-lain. Untuk pemadatan tanah sebagai badan jalan/subgrade maka
pada umumnya digunakan vibratory roller (Surendro B, 2014). Alat ini cocok digunakan untuk pemadatan granular material (material berbutir). Selain vibratory
roller ada beberapa alat yang dipakai untuk memadatkan tanah maupun
batu-batuan. Secara garis besar alat pemadat dibagi menjadi 3 group:
1. Rollers, termasuk didalamnya smooth-wheeled, pneumatic-tired, tamping
rollers juga pemadatan oleh beban lalu lintas kendaraan.
2. Vibrators, termasuk didalamnya rollers dan plates.
3. Rammers, termasuk didalamnya power rammers, tampers dan falling weight. Smooth-wheeled rollers (Gambar 2.2) memiliki 3 roda dari drum besi atau tandem dibagian belakang. Alat ini juga memiliki roda besi tunggal berbentuk drum dibagian depan. Beratnya antara 1.7-17 ton dan dapat diperberat lagi dengan mengisi pasir atau air di roda besinya. Beban yang terpakai dibagi selebar rodanya. Kecepatan bergeraknya antara 2.5-5 km/jam.
Gambar 2.2. Smooth Wheeled Roller (Surendro B, 2014)
Pneumatic-tired rollers (Gambar 2.3), mempunyai 2 sumbu dengan roda dari karet, dimana jumlah roda depan dan belakang berselisih satu dan letak roda depan belakang berselang seling hingga yang tidak terinjak oleh roda depan dapat terinjak oleh roda belakang demikian sebaliknya. Kecepatan bergeraknya berkisar 1.6 hingga 24 km/jam.
Menurut Djatmiko Soedarmo (1993) Vibratory rollers (Gambar 2.4) atau
sering disebut vibro saja, mempunyai kisaran berat 0.5-17 ton, yang mempunyai sumbu tunggal (1 roda) biasanya ditarik traktor sedangkan yang mempunyai mempunyai sumbu ganda menggunakan mesin sendiri untuk bergerak. Frekuensi getarannya tergantung pabrik pembuatnya namun untuk yang besar berkisar antara 20-35 Hz dan 40-75 Hz untuk vibratory roller yang kecil. Pada umumnya alat bisa diatur getarannya menjadi 3 posisi: kecil, menengah dan besar. Untuk alat yang ditarik traktor kecepatannya 1.5-2.5 km/jam sedangkan untuk alat yang bergerak sendiri kecepatannya 0.5-1 km/jam. Apabila sedang menggetarkan rodanya maka kecepatannya semakin rendah.
Gambar 2.4 Vibratory rollers (Surendro B, 2014)
Vibrating plate compactors (Gambar 2.5) sering disebut stamper.
Mempunyai kisaran berat 100 kg- 2 ton dan luasan pelat antara 0.16-1.6 m2. Alat ini cocok untuk memadatkan luasan yang kecil atau tempat yang terbatas untuk dipadatkan seperti daerah pinggiran perkerasan.
Gambar 2.5 Vibrating plate compactors (Surendro B, 2014)
B. Pemadatan di Laboratorium
Pengujian pemadatan di laboratorium ada dua metode, yaitu: pengujian Pemadatan Standar (Standard Proctor Test) dan Pengujian Pemadatan Modified
(Modified Proctor Test).
Pada Uji Pemadatan Standar, tanah dipadatkan dalam sebuah cetakan silinder bervolume 12,400 ft-lbf/ft³. Diameter cetakan silinder tersebut 4 in (=10,16 cm). Selama percobaan di laboratorium, cetakan itu dikelam pada sebuah pelat dasar dan di atasnya diberi perpanjangan. Tanah dicampur air dengan kadar yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan menggunakan penumbuk khusus. Berat penumbuk 5,5lb (= 2,5 kg) dan tinggi jatuh 12 in. (=30,48 cm). Jumlah tumbukan tiap lapisan sebanyak 25 kali. Prosedur pelaksanaan pemadatan ini dilakukan untuk 3 (tiga) lapisan. Uji Pemadatan Standar mengacu pada ASTM
Pada Pengujian Pemadatan Modified, tanah dipadatkan dalam sebuah cetakan silinder bervolume 56,000 ft-lbf/ft³. Diameter cetakan silinder tersebut 4 in (=10,16 cm). Selama percobaan di laboratorium, cetakan itu dikelam pada sebuah pelat dasar dan di atasnya diberi perpanjangan. Tanah dicampur air dengan kadar yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan menggunakan penumbuk khusus. Berat penumbuk 10lb (= 4,5 kg) dan tinggi jatuh 18 in. (=45,72 cm). Jumlah tumbukan tiap lapisan sebanyak 25 kali. Prosedur pelaksanaan pemadatan ini dilakukan untuk 5 (lima) lapisan. Uji Pemadatan Standar mengacu pada ASTM D-698 dan AASHTO T-99.
Perbandingan alat Uji Pemadatan Standar dengan Uji Pemadatan Modified dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Perbandingan alat Uji Pemadatan Standar dengan Uji Pemadatan Modified
Pengujian pemadatan tanah baik Uji Pemadatan Standar maupun Uji Pemadatan Modified memiliki dua parameter penting, yaitu Berat Isi Kering Maksimum (γd ) dan Kadar Air Optimum (w ).
2.3.2 Parameter Pemadatan Tanah/Kompaksi A. Berat Isi Kering Maksimum (γdmaks)
RR Proctor (1993) dalam Kamarudin F.B (2005) mengatakan untuk suatu jenis tanah yang dipadatkan dengan daya pemadatan tertentu, kepadatan yang dicapai tergantung pada banyaknya air (kadar air) tanah tersebut. Besarnya kepadatan tanah, biasanya dinyatakan dalam nilai berat isi kering (ᵞd) nya.
Apabila tanah dipadatkan dengan adanya pemadatan yang tetap pada kadar air yang bervariasi, maka pada nilai kadar air tertentu akan tercapai kepadatan maksimum (γdmaks). Kadar air yang menghasilkan kepadatan maksimum disebut
kadar air optimum (wopt).
Derajat kepadatan tanah dinyatakan dalam istilah berat isi kering (γd), yaitu perbandingan berat butiran tanah dengan volume total tanah. Berat Volume Tanah dapat dinyatakan dalam persamaan:
( ) dimana:
= Berat isi kering tanah (gr/cm3) = Berat isi basah tanah (gr/cm3) 1 + = kadar air tanah (%)
Redzuan, 2003 dalam Nendi (2010) mengatakan pertambahan dan pengurangan nilai kepadatan kering tergantung kepada kadar air dalam sampel tanah, berat pemadatan dan tenaga pemadatan.
Disamping itu, air juga akan merespon dengan partikel tanah dan menambah kemampuan tanah. Peningkatan kemampuan tanah akan mengurangi sifat kaku tanah untuk dipadatkan dan menghasilkan berat isi kering (γd) yang lebih tinggi. Sedangkan penambahan volume air yang terlalu besar akan menyebabkan sebagian volume tanah akan dipenuhi air dan akan mengurangi berat isi kering tanah (γd).
Selain persamaan (2.3) juga terdapat persamaan lain dalam mengontrol berat isi kering tanah (γd) pada kondisi tanpa rongga udara (zero air void/ZAV) yaitu:
( ) Dimana:
γd = Berat isi kering tanah (gr/cm3)
γ = Berat isi basah tanah (gr/cm3)
Gs = Berat jenis tanah 1+ wGs = kadar air
Menurut Dandung Novianto (2012), untuk suatu kadar air tertentu, berat isi kering maksimum (ᵞdmax) secara teoritis didapat bila pada pori-pori tanah sudah
hamper tidak ada udara lagi, yaitu pada saat dimana derajat kejenuhan tanah sama dengan 100%. Kondisi ini disebut Zero Air Voids (ZAV).
B. Kadar Air Optimum (wopt)
Menurut Bambang Surendro (2014) suatu tanah yang kohesif (lempung) dalam keadaan kering keras dan berbongkah-bongkah, sangat sukar dipadatkan.
Untuk memudahkan pemadatan, tanah lempung perlu dibasahi, karena semakin basah tanah akan mudah dihancurkan. Namun, bila terlalu basah akan menghasilkan tanah yang kurang padat.
Dengan peningkatan kadar air, partikel tanah memiliki lapisan air disekelilingnya, sehingga lapisan air ini menjadi pelicin/pelumas, sehingga lebih mudah untuk digerakkan. Kepadatan maksimum akan diperoleh pada saat tanah memiliki kondisi kadar air optimum (wopt) yakni pada saat berai isi kering
maksimum (ᵞdmax). Hubungan antara kadar air optimum dengan berat isi kering tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Hubungan kadar air optimum dengan berat isi kering maksimum.
Untuk memastikan apakah pemadatan dilapangan sudah sesuai dengan spesifikasi maka perlu diuji di lapangan, kemudian sampel dibawa ke laboratorium agar dapat diketahui nilai kepadatannya. Menurut spesifikasi umum kepadatan dilapangan harus mencapai 100% dari pemadatan di laboratorium dan 95% untuk material granural. Jika kondisi tersebut tidak tercapai maka pemadatan
( )
Dalam pemadatan tanah, ada 4 faktor yang mempengaruhi kontrol pemadatan, yaitu : tipe tanah dan gradasi, kadar air optimum (wopt), berat isi
kering (γd), energi pemadatan (compaction effort).
Pemadatan tanah merupakan fungsi dari kadar air, karena pada saat ini air berperan sebagai pelembut (softening agent) atau lubrikasi pada partikel tanah yang akan membantu menyusun partikel tanah mengisi rongga udara menjadi lebih padat. Namun, kelebihan air tidak akan membantu tanah mencapai densitas yang padat, karena rongga udara telah terisi oleh air yang bersifat inkompresibel yang membuat partikel tanah akan mengalir atau kehilangan friksi dan energi pamadatan langsung diterima oleh air.
Tipe tanah serta gradasi juga akan mempengaruhi kurva pemadatan. Umumnya tanah yang dominan berbutir halus atau fine grain akan membutuhkan kadar air lebih untuk mencapai pemadatan optimum, sebaliknya tanah dominan berbutir kasar atau coarse grain membutuhkan sedikit kadar air untuk mencapai kadar air pemadatan optimum. Hal ini juga terkait pada sifat plastisnya dimana tanah berbutir halus atau fine grain seperti lempung kelanauan memiliki sifat plastis dibanding tanah berbutir kasar seperti pasir kelanauan yang memiliki indeks plastis rendah.
Secara umum, semakin tinggi derajat pemadatannya maka kemampuannya menahan gaya geser (shearing force) akan semakin rendah penurunannya. Namun demikian, Capper dan Cassie (1969) dalam Surendro B. (2016) menyatakan bahwa apabila dibandingkan kekuatan geser dan kadar air tanah pada kondisi
kepadatan tertentu, akan diperoleh nilai kekuatan geser tertinggi dicapai pada saat kadar air dibawah kondisi optimum pada pemadatan yang maksimum.
2.3.3 Energi Pemadatan
Proses pemadatan dipengaruhi oleh hubungan antara Kadar Air (wopt)
dengan Berat Isi Kering (γdmaks). Energi pemadatan yang lebih besar akan menghasilkan kondisi tanah yang lebih padat. Energi pemadatan bergantung kepada beberapa faktor seperti berat penumbuk, tinggi jatuh penumbuk, jumlah tumbukan perlapisan dan jumlah lapisan.
Hubungan antara energi pemadatan (E) untuk Proctor Standard dengan factor-faktor yang yang mempengaruhinya dapat ditulis sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( )
Energi pemadatan tanah akan mempengaruhi suatu karakteristik kurva pemadatan, dimana semakin besar energi pemadatan yang diterima tanah maka efek densifikasinya akan semakin besar, sehingga nilai kadar air optimum (wopt)
akan bergeser lebih kecil namun akan diperoleh nilai berat isi kering maksimum
(γdmaks) yang lebih besar. Hubungan kadar air optimum (wopt) dan berat isi kering maksimum (γdmaks) sebagai berikut :
Gambar 2.8. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering dengan beberapa jenis tanah yang telah dipadatkan (HoltzandKovacs,1981, Das,1998)
2.4 Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula, stabilisasi tanah adalah usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu.
Dalam pembangunan perkerasan jalan, stabilisasi tanah didefinisikan sebagai perbaikan material jalan lokal yang ada, dengan cara stabilisasi mekanis atau dengan cara menambahkan suatu bahan tambah (additive) ke dalam tanah.
2.4.1 Tipe-Tipe Stabilisasi
1. Stabilisasi mekanis, dilakukan dengan cara mencampur atau mengaduk dua macam tanah atau lebih yang bergradasi berbeda untuk memperoleh material yang memenuhi syarat kekuatan tertentu. Pencampuran tanah ini dapat dilakukan di lokasi proyek, di pabrik, atau di tempat pengambilan bahan timbunan (borrow area). Material yang telah dicampur ini, kemudian dihamparkan dan dipadatkan di lokasi proyek. Stabilisasi mekanis dapat juga dilakukan dengan cara menggali tanah buruk ditempat dan menggantinya dengan material granuler dari tempat lain.
2. Stabilisasi dengan bahan tambah, bahan tambah (additives) adalah bahan hasil olahan pabrik yang bila ditambahkan kedalam tanah dengan perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, seperti kekuatan, tekstur, kemudahan dikerjakan (workability), dan plastisitas. Contoh-contoh bahan tambah adalah kapur, semen portland, abu terbang (fly
ash), aspal (bitumen), dan lain-lain.
2.4.2 Pemilihan Bahan Tambahan
Hicks (2002) dalam Alaska Departement of Transportation and Public
Facilities Research & Technology Transfer mengusulkan petunjuk cara pemilihan
bahan stabilisasi seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.5. Dalam metode ini, distribusi ukuran butiran dan batas-batas atterberg digunakan sebagai dasar penilaian macam stabilisasi yang akan digunakan. Petunjuk dalam Tabel 2.5 hanya sebagai pertimbangan awal dan dapat digunakan untuk maksud modifikasi tanah, seperti stabilisasi dengan kapur untuk membuat material lebih kering dan
Tabel 2.5 Petunjuk awal untuk pemilihan metode stabilisasi
Material lolos > 25 % lolos saringan < 25 % lolos saringan saringan no.200 no.200 (0,075 mm) no.200 (0,075 mm)
Indeks Plastisitas ≤ 10 10-20 ≥ 20 ≤ 6 (PI x ≤ 10 ≥ 10 Persen lolos saringan no.200 ≤ 60 ) Bentuk stabilisasi : Semen dan
Cocok Ragu Tidak Cocok Cocok Cocok
campuran pengikat Cocok
Kapur Ragu Cocok Cocok Tidak Ragu Cocok
Cocok
Aspal (bitumen) Ragu Ragu Tidak Cocok Cocok Ragu Cocok
Aspal/semen
Cocok Ragu Tidak Cocok Cocok Ragu
dicampur Cocok
Granuler Cocok Tidak Tidak Cocok Cocok Ragu Cocok Cocok
Lain-lain campuran Tidak Cocok Cocok Tidak Ragu Cocok
Cocok Cocok
Sumber : Hicks,2002
2.4.3 Stabilisasi Tanah Kapur
Kapur adalah kalsium oksida (CaO) yang dibuat dari batuan karbonat yang dipanaskan pada suhu sangat tinggi. Kapur tersebut umumnya berasal dari batu kapur (limestone) atau dolomite. Kapur yang sering dipakai untuk bahan stabilisasi adalah kapur tohor (CaO). Penambahan kapur dalam tanah akan merubah tekstur tanah. Tanah lempung yang dicampur dengan kapur memperlihatkan pengurangan secara signifikan partikel berukuran lempung (<0,002 mm) dibandingkan dengan lempung aslinya. Kapur juga memiliki sifat mengikat sehingga campuran tanah lempung merah dan kapur dapat meningkat kekuatannya. Selain itu kapur dapat menurunkan nilai plastisitasnya.
Umumnya, tujuan stabilisasi tanah menggunakan kapur ada 2, yaitu:
1. Kapur untuk memodifikasi sifat-sifat tanah, yaitu untuk mengurangi plastisitas, menambah mudah dikerjakan, menambah diameter butiran dan lain-lain. Di sini, kriteria untuk stabilisasi campuran secara mekanik diterapkan.
2. Kapur ditujukan untuk stabilisasi tanah secara permanen. Untuk hal ini, kriteria didasarkan pada kapasitas dukung, keawetan dan sebagainya.
Maksud dari tujuan stabilisasi pada penelitian ini adalah untuk memodifikasi sifat-sifat tanah yakni merubah sifat-sifat tanah pada kadar kapur minimal yang dapat mempertahankan daya tahannya sampai ke tingkat tertentu yang diinginkan. Neubauer dan Thomson (1972) dalam Hardiyatmo (2010) memperlihatkan bahwa campuran tanah-kapur yang dipadatkan pada usaha pemadatan tertentu, akan mempunyai berat volume kering maksimum (γd-mak) yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah asli tanpa kapur. Selain itu, kadar air optimum (Wopt) juga bertambah dengan naiknya kadar kapur (Gambar 2.9). Demikian pula, jika campuran tanah-kapur diberi waktu untuk terjadinya sementasi, maka kepadatan akan berkurang dan kadar air optimum bertambah.
Gambar 2.9 Pengaruh kadar kapur terhadap berat volume kering (Nubauer dan Thompson, 1972). a)Lempung Vickdburg Buckshot;b) Ava B (1 pcf=0,16 KN/m3)
Umumnya, tanah yang mempunyai kadar lempung yang tinggi atau tanah dengan PI tinggi, membutuhkan kadar kapur yang lebih banyak, untuk berubah menjadi tidak plastis.pada awal pencampuran tanah dengan kapur, reduksi plastisitas sangat menonjol. Namun, jika kapur ditambahkan terus, reduksi plastisitasnya menjadi tidak signifikan. Thompson (1967) memperlihatkan pengaruh kadar kapur terhadap plastisitas campuran lempung-kapur, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Pengaruh kadar kapur pada plastisitas
Sumber : Thompson, 1967
2.5 Hubungan Parameter Kompaksi dengan Index Properties
Beberapa penelitian dalam memprediksi nilai kompaksi tanah (berat isi kering maksimum dan kadar air optimum) telah banyak dikembangkan. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan beberapa parameter geoteknik, seperti batas plastis (plastic limit), batas cair (liquid limit), specific gravity, energi kompaksi (compaction energy), analisa distribusi butiran (Grain Size
Distribution) dan klasifikasi tanah. Penelitian untuk mengetahui hubungan antara
parameter kompaksi dilakukan pertama kali oleh Johnson dan Sallberg (1962). Nilai-nilai tersebut dihubungkan dengan cara regresi linear berdasarkan nilai indeks properties (Siagian, D.W dan Muis, Z.A., 2013).
Besaran prediksi berat isi kering maksimum (γdmaks) dan kadar air optimum (wopt) juga dapat dihitung dari model yang disarankan oleh Goswami (Muis, Z.A., 1998) dengan persamaan sebagai berikut:
dimana:
Y = Berat isi kering maksimum (ᵞdmax) dan kadar air optimum (wopt) m = Kemiringan kurva
k = Konstanta
G = Konstanta gradasi (1 + F) (AX1 + BX2 + CX3) X1 = % berat tertahan saringan 4,75 mm
X2 = % berat saringan 4,75 mm dan tertahan saringan 0,075 mm X3 = % berat saringan lewat 0,075 mm
A, B, C = Konstanta nomor saringan F = % butiran halus
Konstanta m dan k diperoleh dari grafik hubungan antara Log G dengan nilai berat isi kering maksimum serta nilai kadar air optimum dari hasil percobaan di laboratorium. Sedangkan F merupakan % butiran halus yang ditentukan berdasarkan persen lewat saringan 0,075 mm dan nilai Indeks Plastisitas (IP).
Tabel 2.7 Penentuan Nilai F
% Lewat Saringan 0,075 mm Nilai F IP < 10% IP > 10% 0 – 25 26 – 40 41 – 60 61 – 85 86 – 100 0,0 0,2 1,0 1,0 1,0 0,0 0,2 1,0 0,0 1,0
2.6 Penelitian Terdahulu
Al-Khafaji (1993) dalam Nendi (2010) telah melakukan penelitian sampel di Irak dan Amerika, untuk memperoleh persamaan-persamaan parameter kompaksi yaitu berat isi kering maksimum (Maximum Dry Density=MDD) dan kadar air optimum (Optimum Mouisture Content=OMC). Al-Khafaji merumuskan hubungan antara nilai kompaksi dengan nilai batas-batas Atterberg (LL dan PL). Untuk tanah di Irak,
MDD = 2.44 – 0.22PL – 0.008LL (2.7) OMC = 0.24LL + 0.63PL – 3.13 (2.8) Untuk tanah di Amerika,
MDD = 2.27 – 0.19PL – 0.003LL (2.9)
OMC = 0.14LL + 0.54PL (2.10)
Blotz, et.al (1998) dalam Nendi (2010), mencoba untuk memperoleh persamaan yang diperoleh dari memplot 22 sampel tanah (Tabel 2.8) yang menyatakan bahwa hubungan linear antara berat isi kering maksimum (γdmax) dengan energi pemadatan (E). Hasil dari korelasi dinyatakan melalui persamaan regresi linear sebagai berikut:
MDD= (2.27 log LL – 0.94) Log E – 0.16 LL+ 17.02 (2.11) OMC = (12.39 – 12.21 log LL) log E + 0.67 LL + 9.21 (2.12) Walaupun demikian standar deviasi yang dibuat menunjukkan persen kesalahan yang tinggi. Untuk OMC persen kesalahan maksimum dan minimum masing-masing adalah 1,11 % dan 1,7 %. Standar untuk OMC adalah 1,03 % .
masing adalaha 0,7 kN/m3 sampai 1,2 kN/m3 dan standar deviasinya adalah 0,94 kN/m3. Oleh karena persen kesalahan tersebut beliau mengusulkan agar persamaan tersebut hanya digunakan bagi tanah yang mempunyai nilai batas cair 17 LL 70.
Tabel 2.8 Sampel tanah yang digunakan untuk membentuk persamaan
Sumber : Blotz,1998 dalam Nendi, 2010
Metacalf, J.B dan Romanoschi, S.A. (2008), memprediksi nilai berat isi kering maksimum dan kadar air optimum dengan menggunakan metode persaamaan regresi linear dengan persamaan:
MDD (t/m3) = 2,0513 – 0,0513*PL – 0,000016*PM + 0,2901*GR2 (2.13) R2 = 0,81; Standard Error = 0.074 (t/m3)
OMC (%) = 9,4169 + 0,0041*PM – 0,3095*GC + 0,3107*PL (2.14) R2 = 0,78; Standard Error = 2,46 (%)
PL =Batas Plastis
PM = Modulus Plastis = IP * P0.425 (% lolos ayakan diameter 0.425) GR2 = P0.075/P0.425 (%lolos ayakan diameter 0.075/ % lolos ayakan
diameter 0.425)
GC = Koefisien Gradien = P4.75*(P.26 – P2) / 100
Gambar 2.10. MDD Prediksi vs MDD lab (Metacalf, J.B dan Romanoschi, S.A. (2008)
Gambar 2.11. OMC Prediksi vs OMC lab (Metacalf, J.B dan Romanoschi, S.A. (2008)
index properties (persentase butiran halus, batas cair dan berat jenis). Ugbe
mengambil 152 sampel tanah dari Delta Negara Nigeria, kemudian melakukan pengujian index properties dan menghasilkan statistik data tanah (Tabel 2.9).
Tabel 2.9 Statistik hasil pengujian
Sumber : Ugbe (2012)
Sebuah analisis regresi berganda (regresi bertahap) dilakukan untuk memilih variabel yang paling diperhitungkan untuk prediksi karakteristik pemadatan dikehadiran variabel lain.
Karakteristik pemadatan (berat isi kering maksimum dan kadar air optimum) digunakan sebagai dependent variabel sementara persentase butiran halus, berat jenis padatan danbatas cair digunakan sebagai variabel independent. Adapun dari hasil regresi Ugbe (2012) diperoleh persamaan sebagai berikut:
MDD = 15.665SG + 1.526LL-4.313F + 2011.960 (2.15) R2 = 0.895
OMC = 0.129F-0.0196LL-1.4233SG + 11.399 (2.16) R2 =0.795
dimana:
MDD = Maximum Dry Density (Berat isi kering maksimum) OMC = Moisture Content (Kadar air optimum)
SG = Specific Gravity (Berat jenis) F = Fines Percent (Persen butiran) LL = Liquid Limits (Batas Cair)
Ugbe (2012) menggunakan 3 variabel, sehingga dianggap dapat mewakili semua data indeks properties tanah. Disamping itu pengujian keakuratan korelasi yang digunakan Ugbe (2012) memiliki rentang yang cukup besar yakni mencapai angka 80% untuk MDD dan 90% untuk OMC.
Kemudian Australia Stabilisation Industry Association (AustStab) melakukan suatu project yang membahas studi lapangan dan pengembangan desain berbahan campuran yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja jangka panjang dari jalan terbuka melalui stabilisasi bahan subgrade jalan. Ini menjelaskan desain campuran dan kriteria bahan tambahan pengikat.
Lokasi percobaan yang diusulkan adalah di 4 kota yang berada di barat daya New South Wales yaitu Kota Griffith, Wombat, Jerilderie dan Temora.Tujuan dari stabilisasi pada percobaan ini adalah untuk membentuk ikatan material yang ringan (unbound material) setelah stabilisasi. Hasil yang diperoleh pada test kebutuhan kapur dilakukan pada awal program mix design laboratorium untuk memberikan tanda jika kadar minimum atau dasar dari kapur terhidrasi sebesar 3% cukup untuk stabilisasi jangka panjang.
Tabel berikut menjelaskan tipe binder dan persen bahan tambah yang dipilih untuk konstruksi pada lokasi percobaan.
Tabel 2.10 Tipe binder dan persen bahan tambah untuk jalan beraspal
Nama Jalan Kota Tipe Binder Persen Aplikasi
Barber Rd Griffith Kapur hidrasi 3%
Woodlands Rd Wombat Semen/slag
(70:30) PR11L 3% 2% Old Corowa Rd Four corners Rd
Jerilderie Kapur hidrasi PR11L Semen/slag (80:20) 3% 2% 4% Back Mimosa Rd Temora Kapur hidrasi
PR11L
3% 2%
Sumber: Australia Stabilisation Industry Association (AustStab)