Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pengambilan Data
Dalam penelitian ini prosedur yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan mengambil data suhu dan curah hujan bulanan dari 12 titik stasiun pengamatan cuaca (Gambar 3.1) yang mewakili seluruh wilayah Bandung yaitu di antaranya:
1. Cemara (stasiun acuan), pengamatan besera nilai ketinggian (elevasi) yang ditunjukkan oleh Tabel 3.1 yang akan digunakan dalam menghitung temperatur dugaan dan pembuatan peta spasial.
Tabel 3.1. Daftar Stasiun Curah Hujan beserta koordinat dan elevasi (sumber: BMKG Cemara Bandung)
Stasiun Lintang Bujur Elevasi (m)
Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kertamanah -7.20 107.60 1371
Cibuni -7.17 107.40 1260
Gambar 3.1 Peta stasiun curah hujan wilayah Bandung (berdasarkan koordinat setiap titik stasiun).
B. Metode Analisis Data
Setelah diperoleh data-data yang diperlukan, data-data tersebut diolah sehingga didapat grafik neraca air yang dapat menjelaskan ketersediaan air tanah di wilayah Bandung yang kemudian digambarkan melalui sebuah peta sebaran dengan menggunakan software Arc View 3.2.
Untuk memperoleh hasil tersebut dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode Thornthwaite-Matter. Langkah-langkah perhitungan neraca air dengan menggunakan metode Thornthwaite-Matter antara lain:
 Data Curah Hujan rata-rata bulanan (P)
Data curah hujan yang digunakan adalah data historis bulanan selama 10 tahun dari 12 titik stasiun pengamatan yang mewakili wilayah Bandung.
 Data Suhu udara rata-rata bulanan (T)
Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dilakukan pendugaan suhu udara dengan menggunakan metode Mock. Metode ini digunakan untuk melakukan pendugaan data suhu udara berdasarkan data suhu udara stasiun terdekat (stasiun acuan) yang didasarkan pada faktor ketinggian sebagai koreksinya antara stasiun yang dicari suhu udaranya dengan stasiun acuan. Dalam hal ini yang digunakan sebagai stasiun acuan yaitu Stasiun Geofisika Cemara Bandung, data suhu udara yang diambil adalah data suhu udara bulanan historis selama 10 tahun
(Gambar 3.2). Di bawah ini merupakan rumus pendugaan suhu udara dengan metode
∆T = selisih temperatur udara antara stasiun pengukuran dan stasiun acuan (oC)
Z1 = elevasi stasiun acuan (m)
Z2 = elevasi stasiun pengukuran (m)
T1 = suhu stasiun acuan (oC)
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOP DES t(ºC)
Bulan
Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 3.2 Profil Suhu Bulanan Stasiun Geofisika Cemara berdasarkan data historis selama 10 tahun. (sumber : BMKG Bandung)
 Evapotranspirasi potensial (PE)
Nilai PE (evapotranspirasi potensial bulanan) ini didapat dengan menggunakan metode Thornthwaite-Matter melalui persamaan:
( )
∑
dengan,
[ ] (2)
dimana:
o Pex = evapotranspirasi potensial belum terkoreksi (mm/bulan)
o f = faktor koreksi yang didapat dari tabel koreksi lintang dan waktu (Lampiran 1) o T = suhu udara (oC)
o I = jumlah indeks panas dalam setahun o a = indeks panas
dengan,
 Accumulated Potential Water Loss (APWL) atau jumlah kumulatif defisit curah hujan
 Pada bulan-bulan kering atau nilai P < PE dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai selisih P-PE setiap bulannya dengan nilai P-PE bulan sebelumnya dengan
kontinu atau berkelanjutan dari hasil sebelumnya.
Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu  Kadar Air Tanah (KAT)
Nilai KAT dimana terjadi APWL didapat dengan rumus:
[[ ]| | ] (3)
Dimana, TLP = titik layu permanen; KL = kapasitas lapang; AT = air tersedia.
Dengan asumsi tekstur tanah di wilayah Bandung yaitu lempung berpasir halus sehingga nilai KL = 250 mm, air tersedia=150mm (dilihat dari tabel WHC) dan TLP = 100 mm. Nilai TLP didapat dari persamaan:
 Perubahan Kadar Air Tanah (dKAT)
Nilai dKAT bulan tersebut adalah KAT bulan tersebut dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai positif menyatakan perubahan kandungan air tanah yang berlangsung pada P>PE (musim hujan), penambahan berhenti bila dKAT = 0 setelah KL tercapai. Sebaliknya bila P<PE atau dKAT negatif, maka seluruh CH dan sebagian KAT akan dievapotranspirasikan.
 Evapotranspirasi Aktual (EA)
 Bila P>PE maka EA=PE karena EA mencapai maksimum
 Bila P<PE maka EA= | | karena seluruh P dan dKAT seluruhnya akan dievapotranspirasikan.
 Defisit Lengas Tanah (D)
Defisit berarti berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga:
(4)
yang berlangsung pada musim kemarau.
 Surplus Lengas Tanah (S)
Surplus berarti kelebihan air ketika P>PE sehingga:
Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu yang berlangsung pada musim hujan.
Setelah diperoleh pengolahan data di atas dapat dilihat secara jelas surplus dan defisit dari neraca air sehingga dapat dibuat grafik neraca air yang terdiri dari data curah hujan (P), evapotranspirasi potensial (PE), dan evapotranspirasi aktual (EA). Dari grafik neraca air tersebut dapat diketahui kapan terjadi defisit, surplus dan seberapa banyak
pemakaian air tanah untuk wilayah Bandung. Selain itu, dibuatkan juga grafik curah hujan untuk mengetahui bagaimana pola hujan yang terjadi di wilayah Bandung karena dalam hal ini air hujan merupakan masukan dalam neraca air.
Dari informasi curah hujan dan neraca air yang didapat dibuat peta spasial dengan analisis spasial menggunakan ArcView 3.2 untuk mengetahui kondisi sebaran curah hujan dan ketersediaan air di wilayah Bandung. Metode yang digunakan dalam Arc View 3.2 untuk mengetahui kondisi ketersediaan air tanah yaitu dengan metode IDW (Inverse Distance Weighted) yang mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat local yang berkurang terhadap jarak. Data yang digunakan dalam pembuatan peta spasial ini diantaranya adalah peta wilayah Bandung, data informasi koordinat, elevasi (ketinggian), curah hujan (untuk peta spasial curah hujan), dan nilai persentase ketersediaan air tanah (untuk peta spasial ketersediaan air tanah) di setiap bulan pada setiap titik pengamatan. Peta wilayah Bandung yang digunakan yaitu peta Jawa Barat dalam bentuk shapefile.
Untuk membuat peta curah hujan diklasifikasikan dengan 8 indikator warna yaitu:
0-70 (mm) 280-350 (mm)
70-140 (mm) 350-420 (mm)
140-210 (mm) 420-490 (mm)
210-280 (mm) 490-600 (mm)
Sedangkan untuk membuat peta spasial ketersediaan air tanah menggunakan persentase ketersediaan air tanah didapat dengan menggunakan rumus:
Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berdasarkan rumus di atas, hasilnya dikategorikan ke dalam 3 bagian yaitu ketersediaan air tanah dikatakan :
 Kurang, jika nilai persentase <40%
 Sedang, jika nilai pesentase antara 40%-60%  Cukup, jika nilai persentase >60%
Nilai curah hujan dan ketersediaan air tanah pada peta spasial diperlihatkan melalui indikator warna yang berbeda-beda sehingga sebarannya dapat diketahui dan terlihat lebih jelas. Indikator warna yang digunakan yaitu:
Kurang
Sedang
Cukup
Semua hasil pembuatan peta curah hujan dan ketersediaan air setiap bulan diexport
ke dalam format JPEG.Urutan metode penelitian di atas dapat di gambarkan melalui diagram alir pada gambar 3.3 yang menjelaskan langkah-langkah dari penelitian yang telah dilakukan melalui simbol-simbol flowchart.
Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014
Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian. Mulai
Pendugaan Suhu
Selesai - Data Elevasi
- Data Suhu Acuan
Perhitungan EA Perhitungan KAT
dan dKAT
Perhitungan Defisit
dan Surplus
Persentase
Keter-sediaan Air Tanah
Grafik Neraca
Air Peta
Ketersediaan Peta Sebaran
CH
Analisis
Kesimpulan Perhitungan PE,
APWL - Data Curah Hujan
- Faktor Koreksi
Data KL, TLP
dan AT
- Data Koordinat