• Tidak ada hasil yang ditemukan

T PKN 1302479 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T PKN 1302479 Chapter1"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang beranekaragam suku bangsa, bahasa,

etnis, agama serta adat istiadat yang masing-masing memiliki keunikan.

Keanekaragaman kebudayaan Indonesia itulah yang menjadi daya tarik bangsa

lain dari belahan dunia untuk mengetahuinya bahkan tidak sedikit mereka juga

mempelajarinya.

Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan

kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai

kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari

berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Oleh

karenanya tidak dipungkiri setiap suku memiliki kebudayaan yang berbeda.

Sebagaimana yang dikemukakan Boas (1938, hlm.159) bahwa:

Culture may be defined as the totality of the mental and physical reactions and activities that characterize the behavior of the individuals composing a social group collectively and individually in relation to their natural environment, to other groups, to members of the group itself and of each individual to himself.

Boas mendefinisikan bahwa budaya merupakan keseluruhan dari reaksi mental,

fisik dan aktifitas karakter perilaku dari individu yang mengubah suatu kelompok

sosial secara bersama dan secara individu dalam hubungannya terhadap

lingkungan alami, kelompok yang lain, kelompoknya, dan terhadap dirinya

sendiri. Adapun, Geertz (1973, hlm.89) memberikan pengertian bahwa:

Culture is an historically transmitted pattern of meanings embodied in symbols, a system of inherited concepts expressed in symbolic forms by means of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and their attitudes toward life.

Dalam hal ini, kebudayaan menurut Geertz sesuatu yang semiotik, yaitu hal-hal

berhubungan dengan simbol dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat

bersangkutan. Sementara, menurut Peursen (1976, hlm.10) kebudayaan diartikan

(2)

Dari beberapa pendapat yang telah dijabarkan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan simbol yang mempunyai makna dan

merupakan sistem pengetahuan yang meliputi ide dan gagasan yanng dijadikan

sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun fungsi kebudayaan sebagaimana diungkapkan Malinowski (dalam

Koentjaraningrat, 1987, hlm. 171) bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari

sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh

kehidupannya. Sementara itu, Alfan (2013, hlm.85) mengemukakan kebudayaan

berfungsi mengatur agar manusia dapat memahami cara bertidak, berbuat,

menentukan sikap saat berhubungan dengan orang. Hal ini menunjukkan bahwa

kebudayaan berfungsi sebagai kontrol bagi manusia dan pemuas kebutuhan naluri

manusia. Maka dari itu, keanekaragama dan keunikan kebudayaan Indonesia

harus tetap dijaga dan dilestarikan. Karena selain berfungsi sebagai pemuas

kebutuhan naluri manusia, kebudayaan Indonesia juga mempunyai keunggulan

dibandingkan dengan negara lain, dimana Indonesia mempunyai potret

kebudayaan yang lengkap dan bervariasi sebagai bagian dari kebudayaan

nasional.

Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang diakui sebagai

identitas nasional yang harus dihormati dan dijaga serta perlu dilestarikan.

Adapun tentang kebudayaan nasional dimuat pada Pasal 32 UUD 1945 ayat (1):

“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia

dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangan

nilai-nilai budayanya”. Berdasarkan pasal 32 ayat (1) tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa, kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan

nasional.

Adapun menurut Nuraeni dan Alfan (2013, hlm.26) “kebudayaan sebagai

identitas nasional menunjukkan betapa kebudayaan aspek yang sangat penting

bagi suatu bangsa, karena jelas bahwa kebudayaan juga merupakan jati diri dari

bangsa tersebut”. Sehubungan dengan kebudayaan nasional sebagai identitas, dimana kebudayaan yang berasal dari berbagai suku dan etis di seluruh wilayah

nusantara, maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan

(3)

persamaan pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan

kebijaksanaan (virtue and wisdom) (Alfan, 2013, hlm.157).

Namun pada kenyataannya saat ini, kebudayaan lokal semakin

termarginalisasi. Adapun faktor yang menyebabkan termarginalisasinya budaya

lokal yaitu rendahnya kesadaran masyarakat dan anak bangsa akan pentingnya

menjaga dan melestarikan budaya lokal. Sebagaimana dikemukakan

Nuraeni&Alfan (2012, hlm.110) ”...yang menjadi masalah saat ini kurangnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas

bangsa yang harus terus dijaga keaslian ataupun kepemilikannya”. Hal ini

disebabkan, adanya anggapan bahwa budaya lokal lebih bersifat statis

dibandingkan budaya global yang lebih bersifat dinamis atau mengikuti

perkembangan zaman. Oleh karenanya, tidak jarang mengakibatkan budaya lokal

terlupakan, sehingga cenderung masyarakat pengguna kebudayaan itu sendiri

tidak lagi mengenal budaya lokalnya. Dimana masyarakat mengalami disorientasi

terhadap budaya lokal yang dianggap kuno dan tidak sesuai dengan

perkembangan zaman.

Faktor lainnya yang menyebabkan termarginalisasinya budaya lokal, yaitu

globalisasi. Globalisasi menyebabkan masyarakat tidak begitu peduli dengan

kebudayaan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa masuknya budaya asing ke

Indonesia melalui media massa (elektronik, cetak) serta melalui dunia maya

(internet) sangat mempengaruhi perkembangan budaya lokal masyarakat

Indonesia. Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi mempercepat

akselerasi proses globalisasi. Sebagaimana dikemukakan Kalidjernih (2011,

hlm.55) proses globalisasi telah memperlemah atau melonggarkan bentuk-bentuk

identitas kultural suatu bangsa. Adapun, Jeniarto (2013, hlm.23) mengatakan:

Efek dari perjumpaan antar manusia yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi adalah kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan cara pikir suatu masyarakat, termasuk kemungkinan

pengaruhnya terhadap local wisdom.

Selain itu, Alfan (2013, hlm.85) mengemukakan terdapat tiga sebab perubahan

kebudayaan, yaitu:

Pertama, sebab yang berasal dari masyarakat dan kebudayaan sendiri.

(4)

hidup. Ketiga, adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru khususnya teknologi dan komunikasi.

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa globalisasi

merupakan salah satu faktor penyebab termarginalisasinya budaya lokal yang

mengakibatkan perubahan cara berpikir masyarakat yang pada akhirnya

berdampak pada budaya lokal. Hal ini memperjelas, globalisasi memberikan

pengaruh bagi kebudayaan bangsa Indonesia, sehingga nilai budaya lokal yang

mengandung pedoman etika, pandangan hidup, tradisi, falsafah yang merupakan

bagian dari kebudayaan nasional sebagai identitas akan terkikis.

Proses globalisasi yang mengarah pada pembunuhan kebudayaan harus

dilawan, karena itu akan menjadi faktor pelenyapan atas sumber lokal yang

diawali dengan krisis identitas lokal. Selain itu, globalisasi akan membuat dunia

menjadi seragam, menghapus identitas dan jati diri suatu masyarakat, yang pada

akhirnya kebudayaan lokal akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan

budaya global. Adapun yang dikemukakan Zuriah (2012, hlm.171) bahwa:

Kemajemukan atau heterogenitas bangsa Indonesia yang langka dimiliki oleh negara lain tersebut, menjadi modal sosial dengan konstruksi budayanya yang berbasis kearifan lokal. Heterogenitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab tentunya harus dijaga dan dilestarikan sebagai khasanah budaya nasional.

Untuk itulah pendekatan pada aspek budaya sangat perlu dilakukan untuk

menciptakan kesadaran bersama untuk penguatan budaya lokal, sebab budaya

lokal memiliki nilai-nilai kearifan lokal didalamnya. Sebagaimana dikemukakan

Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986, hlm.40) unsur budaya daerah potensial

sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai

sekarang. Selain itu, “kearifan dapat dipahami sebagai suatu pemahaman kolektif,

pengetahuan dan kebijaksanaan yang mempengaruhi suatu keputusan

penyelesaian atau penanggulangan suatu masalah kehidupan” (Marfai, 2013,

hlm.33).

Selanjutnya, Nuraeni dan alfan (2012, hlm.68) mengemukakan secara

substansial kearifan lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat,

nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku

(5)

kebudayaan yang harus digali dan dianalisis mengingat faktor perkembangan

budaya yang pesat. Sebab kearifan lokal bangsa Indonesia sesugguhnya adalah

causa prima (sebab keberadaan) dari nilai-nilai luhur Pancasila. Oleh sebab itu,

jika nilai-nilai kearifan lokal makin berkurang atau makin hilang, maka nilai-nilai

Pancasila juga makin menghilang. Karena, Pancasila pada hakikatnya bukan

hanya hasil perenungan atau pemikiran seseorang, namun Pancasila diangkat dari

nilai-nilai adat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam

pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara

(Budimansyah, 2008, hlm.14). Adapun Dewantara (2013, hlm.10) mengemukakan

Nilai-nilai Pancasila merupakan norma kehidupan berupa nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis yang termanifestasi pada budaya dan kearifan lokal. Meskipun bersifat sangat baik, dalam praktek nyata kehidupan tergantung dari para pelaku yang bersangkutan. Apabila Pancasila yang merupakan ajaran ideologis idealistik yang diyakini kebenarannya dan dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia maka akan terwujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan lebih baik.

Berdasarkan yang dikemukakan Dewantara, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai

Pancasila adalah norma kehidupan yang termanifestasi pada budaya dan kearifan

lokal yang tidak lain dan tidak bukan dari pandangan hidup masyarakat Indonesia

yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu,

salah satu bentuk pelestarian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sosial dapat

dilakukan dengan menjaga budaya lokal yang mengandung nilai-nilai kearifan

lokal dan diharapkan nilai-nilai luhur dari setiap keanekaragaman kearifan lokal

tersebut dapat memberi arahan bagi perwujudan identitas nasional dan jati diri

bangsa yang sesuai dengan Pancasila. Selain itu, dengan menjaga budaya lokal

yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal dapat menyadarkan masyarakat bahwa

nilai Pancasila harus tetap dilestarikan dan dihidupkan kembali melalui nilai-nilai

budaya lokal yang tentunya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setiap wilayah di provinsi ke-33

ini memiliki kebudayaan yang berbeda. Di bagian utara, yang masuk dalam

wilayah administratif kabupaten Bangka kecamatan Belinyu, memiliki tiga

masyarakat yakni masyarakat Panji, Lum dan Sekak. Masyarakat Panji umumnya

(6)

sebagian masyarakat Panji juga mendiami di desa-desa lainnya seperti Desa

Lumut dan Desa Gunung Pelawan. Keunikan masyarakat Panji dalam budayanya

yaitu sistem religi masyarakat setempat. Namun, saat ini budaya lokal masyarakat

Panji juga telah banyak ditinggalkan, hanya sebagian kecil dari komunitas itu

masih melaksanakan budaya lokal sampai sekarang. Hal ini tentunya tidak bisa

dibiarkan begitu saja, sebab sebagaimana yang dikemukakan Suyitno (2012,

hlm.2) “kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan

semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara”. Maka dari itu,

masyarakat Panji jangan sampai kehilangan budaya lokalnya, sebab budaya lokal

masyarakat Panji merupakan ciri khas dan identitas mereka yang tentunya setiap

budaya lokal Panji memiliki nilai-nilai yang diakui sebagai pedoman masyarakat

setempat dalam kehidupannya. Sebagaimana yang dikemukakan Yudhasari (2011,

hlm.15) bahwa:

Mengeksplorasi terhadap adanya praktik budaya membuat kita sadar akan adanya nilai atau norma yang menjadi tradisi dalam sebuah masyarakat. Ketika tradisi diagungkan, nilai tersebut akan menjadi normatif dalam bentuk budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Nilai-nilai budaya yang berusaha dipertahankan oleh masyarakat akhirnya akan menjadi sebuah tradisi sekaligus merupakan identitas budaya bagi masyarakat tersebut. Adapun nilai yang terdapat dalam budaya lokal disebut sebagai suatu bentuk kearifan lokal.

Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan penelitian pada masyarakat Panji,

terutama budaya yang masih dilaksanakan oleh masyarakat panji terkait dengan

nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal mereka yaitu nilai religi

masyarakat Panji. Penelitian terfokus pada nilai religi, sebab manusia bertingkah

laku dan berkeyakinan yang berbeda-beda terutama terkait hubungan manusia dan

Tuhannya, paradigma budaya dan agamanya serta sistem kebudayaannya.

Sebagaimana menurut Kahmad (2006:13) bahwa

Pengertian agama itu, mengikuti inti maknanya yang khusus, dapat

disamakan dengan kata religion dalam Bahasa Inggris; religie dalam

Bahasa Belanda; dan keduanya berasal dari Bahasa Latin, religio, dari akar

kata religare, yang berarti ”mengikat”.

Lebih lanjut, dikemukakan Madjid (1995:124), dalam arti teknis dan terminologis,

(7)

mempunyai etimologis dan sejarahnya sendiri. Sementara Geertz (1973 hlm.90)

mendefinisikan bahwa:

Religion is a system of symbols which acts to establish powerful, pervasive, and long-lasting moods and motivations in men by formulating conceptions of a general order of existence and clothing these conceptions with such an aura of factuality that the moods and motivations seem uniquely realistic.

Geertz mendefinisikan bahwa agama sebuah sistem simbol yang berlaku dan

memotivasi serta merumuskan konsep dan membungkus konsep dengan semacam

pancaran faktualisasi sehingga motivasi itu tampak realitas. Adapun Haviland,

dkk (2008, hlm.297) mengemukakan “Religion is an organized system of ideas

about spiritual reality, or the supernatural, along with associated beliefs

andceremonial practices. Hal yang hampir sama dikemukakan Alfan, (2013,

hlm.104) secara antropologis „agama sebagai seperangkat upacara yang diberi

rasionalisasi mitos dan menggerakkan kekuatan supranatural dengan maksud

mencapai atau menghindari suatu perubahan keadaan pada manusia dan alam‟.

Berdasarkan paparan di atas, pemaknaan religi lebih luas yang mencakup

semua keyakinan masyarakat dan hubungan masyarakat dengan Tuhan, tidak saja

menggambarkan agama samawi saja tetapi juga agama ardhi. Adapun pendapat R.

Linton (1984) bahwa budaya materil akan lebih cepat berubah bila dibandingkan

dengan budaya non-materil, termasuk agama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

perkembangannya transformasi aspek religi sangat sulit dilihat bahkan hampir

tidak nampak. Sehubungan dengan nilai religi masyarakat Panji, saat ini sebagian

masyarakat Panji masih melaksanakan upacara ritual adat kuno yang merupakan

warisan leluhur mereka yang merupakan bagian dari budaya lokal masyarakat

Panji. Selain itu, keyakinan dan sifat keyakinan keagamaan masyarakat kian

berubah seiring dengan semakin majunya pengetahuannya. Sebagaimana

diungkapkan Dewi (2012, hlm.114)

Pengetahuan yang semakin maju dan berkembang menyebabkan semakin banyak fenomena-fenomena alam yang diungkap, yang sebelumnya di-Tuhan-kan, segala sesuatu yang dulunya dianggap supra empiris sekarang

menjadi bagian dari realitas biasa, karena „manusia selalu memerlukan

(8)

Adapun Ali Syar‟iyati (Dewi, 2012, hlm.114) memaparkan bahwa agama

dengan semangat yang dikandungnya bisa menjadi faktor yang berperan untuk

mengangkat manusia dari perjalanan hidup yang kian tidak menentu. Namun

fungsi agama telah dirubah oleh orang-orang yang hanya menjadikan agama

sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan akhirat saja dan agama dipisahkan dari

kehidupan, sehingga agama kehilangan makna dan agama telah kehilangan

nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya.

Selanjutnya, Berger (dalam Dewi, 2012, hlm.116) menyebutkan bahwa

modernisasi merupakan kebobrokan yang membawa muatan rasionalisasi dan

sekularisasi. Berger juga melihat bahwa peran agama sudah jauh bergeser dari

kedudukan yang semestinya dalam kehidupan masyarakat moderen. Oleh karena

itu, Berger mendorong manusia untuk dapat keluar dari tirani (penjara) struktur

sosial yang mengikatnya dengan jalan transformasi.

Sehubungan hal tersebut di atas, nilai-nilai religi masyarakat Panji perlu

dikaji karena telah terjadinya transformasi religi, dimana dahulunya bersifat

kepercayaan sekarang lebih kearah tauhid atau agama. Hal ini sejalan, dengan

aspek religiusitas masyarakat Indonesia, dimana masyarakat Indonesia merupakan

masyarakat yang sangat religius, namun dalam realitasnya masyarakat selalu

bertransformasi terutama dalam sisi bentuk, dari primitif, kepercayaan

berkembang lebih pada kearah tauhid atau agama. Adapun transformasi dapat

dilihat baik dari fisik atau substansi, dimana dahulu bersifat takhayul kini lebih

cenderung kemonotaistik. Oleh sebab itu, apabila tidak mendapat perhatian dari

seluruh elemen masyarakat Panji akan menyebabkan hilangnya budaya mereka

yang memilki nilai religius. Selain itu, mengingat begitu pentingnya nilai religi

yang terkandung dalam budaya lokal masyarakat Panji, tidak menutup

kemungkinan juga transformasi nilai religi masyarakat Panji disosialisasikan

sebagai sarana pembangunan karakter bangsa agar terbentuk “warga negara yang

memiliki wawasan global tetapi tidak melupakan tradisi-tradisi lokal sebagai dasar

utama dalam menjalankan hidup berbangsa dan bernegara” (Wahab, 1996,

hlm.27), dalam (Yunus, 2014.hlm. 9)

Adapun yang dikemukakan Alwasilah, dkk (2009, hlm.40) “pendidikan

(9)

peserta didik, tetapi lebih dari itu yakni menstransfer nilai (transfer of value)”.

Maka dari itu, Pendidikan mempunyai peran dalam mensosialisasikan nilai religi

sebagai kearifan lokal masyarakat Panji. Sebab kearifan lokal tidak hanya sebagai

identitas, tetapi juga memiliki peranan penting dalam menangkal pengaruh

globalisasi, baik globalisasi ekonomi, politik maupun budaya yang dikhawatirkan

dapat merusak nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Untuk itu, peneliti memilih pendekatan ini karena ingin mengetahui secara

langsung dan mendalam mengenai transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan

lokal Masyarakat Panji, dimana masyarakat Panji berusaha mentransformasikan

nilai keislaman masuk dalam budaya lokal mereka agar hidup di dalam

masyarakat Panji. Adapun nilai religi yang hidup dalam budaya lokal Panji

diharapkan dapat menjadi kajian etnopedagogi didalam pendidikan, seperti

pendidikan kewarganegaraan yang merupakan program pembelajaran nilai dan

moral Pancasila yang bermuara pada terbentuknya watak, budaya dan karakter

bangsa Indonesia juga memegang peranan penting, baik di tingkat persekolahan

maupun perguruan tinggi dalam membina nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme

(Maftuh, 2008, hlm.143). Selain itu, menurut Winataputra (2008:31) Pendidikan

kewarganegaraan untuk Indonesia, secara filosofik dan substansif, pedagogis

andragogis, merupakan pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan pribadi

peserta didik agar menjadi warga negara Indonesia yang religius.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Transformasi Nilai-Nilai Religi Sebagai Kearifan Lokal

Masyarakat Panji (Studi Etnografi di Desa Riding Panjang, Kecamatan

Belinyu, Kabupaten Bangka)

1.2 Identifikasi Masalah

1. Termarginalisasinya budaya lokal yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas bangsa

yang harus terus dijaga kemurniannya maupun kepemilikannya sehingga

mengakibatkan nilai-niai kearifan lokal ditelan oleh kekuatan budaya besar

(10)

2. Globalisasi menyebabkan masyarakat tidak begitu peduli dengan kebudayaan

lokal, sehingga pergeseran nilai-nilai budaya yang mengakibatkan nilai-nilai

budaya lokal terlupakan dan sekaligus kearifan lokal yang tumbuh dari budaya

masyarakatnya, terutama di perkotaan mengalami degradasi, sehingga

cenderung masyarakat pengguna kebudayaan itu sendiri tidak lagi mengenal

kearifan lokal.

3. Pudarnya pengamalan nilai-nilai kearifan lokal makin berkurang atau makin

hilang, maka nilai-nilai Pancasila juga makin menghilang. Masyarakat seakan

lupa betapa pentingnya nilai-nilai Pancasila yang harus tetap dilestarikan.

Pancasila bukan hanya dihapalkan tetapi harus diamalkan karena Pancasila

diangkat dari nilai-nilai adat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius

masyarakat Indonesia

4. Aspek religiusitas masyarakat Indonesia selalu bertransformasi terutama dalam

sisi bentuk yang dahulu primitif, kepercayaan berkembang lebih pada kearah

tauhid atau agama. Karena mengingat begitu pentingnya nilai religi yang

terkandung dalam budaya lokal masyarakat, tidak menutup kemungkinan juga

transformasi nilai religi masyarakat disosialisasikan dalam pendidikan.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal masyarakat

Panji?”

Untuk memudahkan pembahasan hasil penelitian rumusan masalah pokok

tersebut, peneliti membaginya menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana masyarakat Panji memaknai sistem religi sebagai salah satu dari

kearifan lokal mereka?

2. Bagaimana transformasi nilai-nilai Ketuhanan sebagai kearifan lokal

masyarakat Panji disosialisasikan didalam pendidikan?

3. Bagaimana tarik ulur persepsi budaya masyarakat Panji dalam

(11)

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umun

Untuk mengetahui bagaimana transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan

lokal masyarakat panji.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui bagaimana masyarakat Panji memaknai sistem religi sebagai

salah satu dari kearifan lokal mereka

2. Mengetahui bagaimana transformasi nilai-nilai Ketuhanan sebagai

kearifan lokal masyarakat Panji disosialisasikan didalam pendidikan

3. Mengetahui bagaimana tarik ulur persepsi budaya masyarakat Panji

dalam mentrasformasikan nilai-nilai Ketuhanan

1.5 Manfaat

1.5.1 Segi Teori

Dari segi teori penelitian ini akan menggali dan mengkaji transformasi

nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal masyarakat Panji.

1.5.2 Segi Praktik

Selain memberikan manfaat dari segi teori, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat dari segi praktik bagi beberapa pihak berikut:

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

dalam menjaga dan mempertahankan budaya lokal sebagai identitas

nasional.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam

pemanfaatan, pelestarian serta pemertahanan kearifan lokal yang

mengandung nilai-nilai Pancasila sehingga dapat diterapkan dalam setiap

aspek kehidupannya.

3. Bagi pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana

sosialisasi budaya lokal dan sebagai tolak ukur dalam pengambilan

(12)

bahwa kearifan lokal merupakan identitas bangsa, sehingga tradisi adat

pada suatu masyarakat tidak dipandang negatif oleh peserta didik.

4. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pandangan

atau perspektif baru mengenai transformasi budaya lokal yang

mengandung nilai-nilai pancasila sebagai pemersatu bangsa dan dasar

negara karena nilai-nilai dasar Pancasila terkandung dalam tradisi suatu

masyarakat atau suku bangsa.

5. Bagi Pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai studi lebih

lanjut mengenai hubungan antara pemertahanan budaya masyarakat atau

suku bangsa dengan Pancasila sebagai pemersatu bangsa.

1.6 Struktur Organisasi Tesis

Berikut sistematika penulisan yang disajikan penulis dengan berpedoman

pada kerangka penulisan karya ilmiah.

Bab I, berisikan kajian pendahuluan yang dibagi dalam bentuk sub bab

sebagai berikut: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Rumusan

Masalah, (1.4) Tujuan Penelitian, (1.5) Manfaat Penelitian, dan (1.6) Sistematika

Penulisan.

Bab II, pada bagian ini akan mengkaji secara mendalam mengenai kajian

pustaka yang berisi gambaran (deskripsi), analisis dan rekonseptualisasi dari

penulis yang bersumber dari pendapat para ahli. Bab kajian pustaka ini terdiri dari

beberapa sub bab berikut: (2.1) Transformasi Budaya. (2.2) Kebudayaan

Masyarakat Panji, yang terbagi dalam beberapa poin; (2.2.1) Pengertian Budaya,

(2.2.2) Manusia dan Kebudayaan, (2.2.3) Masyarakat Panji, (2.2.4) Kebudayaan

Masyarakat Panji. (2.3) Sistem Religi Masyarakat Panji, yang terbagi daam

beberapa poin; (2.3.1) Sistem Religi, (2.3.2) Nilai Religi, (2.3.3) Upacara-upacara

Keagamaan Masyarakat Panji. (2.4) Kearifan Lokal, yang terbagi dalam beberapa

poin; (2.4.1) Pengertian Kearifan Lokal, (2.4.2) Kearifan Lokal di Indonesia,

(2.4.3) Budaya Masyarakat Panji Wujud Kearifan Lokal. (2.5) Penelitian

Terdahulu. (2.6) Kerangka Penelitian

Bab III, merupakan bagian tentang metodologi penelitian. Dalam bab ini,

(13)

Lokasi dan Subjek Penelitian, (3.2) Desain Penelitian, (3.3) Metode Penelitian,

(3.4) Penjelasan Istilah, (3.5) Instrumen Penelitian, (3.6) Teknik Pengumpulan

Data, (3.7) Analisis Data, dan (3.8) Uji Keabsahan Data.

Bab IV yang merupakan inti dari penelitian ini, dalam bab nya ini akan

membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri (4.1)

Gambaran umum lokasi penelitian, (4.2) Deskripsi hasil penelitian serta

pembahasan hasil penelitian.

Bab V, merupakan bab penutup yang terdiri dari sub bab yaitu, (5.1)

Simpulan, yang akan menyajikan uraian singkat mengenai hasil dan pembahasan

penelitian dalam bentuk rekonseptualisasi penulis, dan (5.2) Implikasi (5.3)

Referensi

Dokumen terkait

Memperhatikan masalah-masalah tersebut maka diperlukan suatu metode pembelajaran dan media pembelajaran yang efektif untuk dapat meningkatkan pemahaman dan keaktifan

sastra kreatif bagi moralitas berkesenian, menelaah secara lebih dalam problem diskursus estetika di era digital dalam konteks filsafat pendidikan moral ini

Syaiful Anwar, Wakil Rektor III UIN Raden Intan Lampung, wawancara , dicatat pada tanggal 13/05/2018.. kepemimpinan yang demokratis. Teori ini ternyata diaplikasikan oleh Prof.

Hal ini terlihat bahwa kementerian/Lembaga menjalankan kebijakannya sesuai dengan kepentingan masing-masing, termasuk membuat kebijakan mengenai perbatasan cenderung

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) menyidangkan pelanggaran etika dan dapat menyidangkan pelanggaran disiplin profesi dokter di wilayah yang belum terdapat

Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum ada surat permintaan visum et repertum dari polisi, dokter harus membuat catatan medis atas semua hasil

Anggapan seperti itu harus dijawab oleh penyelenggara pendidikan di Perguruan Tinggi Hindu dengan melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang intelek dan bertanggungjawab terhadap

This study aims to investigate the most dominant type of students’ motivation to learn English for Academic Purposes (EAP) at the Faculty of Economics and Business (FEB),