BAB V
MODEL SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN ANALISIS
STILISTIKA DAN NILAI BUDAYA PUISI INDONESIA
Pengertian model menurut Dilworth (1992:74) adalah sebagai berikut “A
model is an abstract representation of some real world process, system,
subsystem. Model are used in all aspect of life. Model are useful in depicting
alternatives and in analysing their performance”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model merupakan representasi abstrak dari proses, sistem,
atau subsistem yang konkret. Model digunakan dalam seluruh aspek kehidupan.
Model bermanfaat dalam mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis
tampilan-tampilan pilihan tersebut.
Sedangkan menurut Dewey (1916) suatu model pengajaran merupakan
suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat
model tersebut diterapkan. Model-model ini memiliki banyak kegunaan yang
menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari materi, perencanaan dan
kurikulum hingga materi perancangan instruksional (Bruce. 2009. Terj. 30)
Kegunaan model-model dalam pembelajaran adalah merespon informasi
(Information-processing models) menekankan cara-cara dalam meningkatkan
dorongan alamiah untuk membentuk makna tentang dunia (sense of the world)
dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-masalah dan
menghasilkan solusi-solusi yang tepat, serta mengembangkan konsep dan bahasa
untuk pengembangan kualitas pendidikan dan termasuk baru adalah metode
sinektik.
Sinektik adalah sebuah metode pembelajaran yang muncul sebagai sebuah
solusi kemandekan berfikir akibat dari formalisme teori yang terlalu ketat,
sehingga menghambat kreatifitas. Sinektik muncul dari logika berfikir induktif,
dimana sesuatu disimpulkan dari permasalah yang bersifat khusus kepada sesuatu
yang bersifat umum. Logika berfikir ini memberikan kebebasan setiap individu
untuk memberikan sebuah penafsiran terhadap sesuatu, yang nantinya akan
dianalogikan secara bersama-sama dan nantinya akan ditarik sebuah kesimpulan
bersama yang tidak akan terlepas dari mainstream masing-masing individu.
Secara etimologi sinektik berasal dari bahasa Yunani synectikos yang berarti
menyatukan hal yang tercerai berai menjadi satu kesatuan yang utuh. Sinektik
secara istilah kehususannya dalam pembelajaran mempunyai banyak pengertian.
Sinektik menurut Vincen Nolan adalah “Synectics is a set of process tools
derived from video analysis of the methods used successfully in a variety of
situations. The tools may be used in a specific sequence (as in the original
Invention Model) or individually according to the needs of the situation, resulting
in a variety of meeting models and techniques for enhancing personal
effectiveness” (Vincen Nolan 2006). Sinectik adalah satu set alat proses yang
berasal dari metode analisis video yang sukses digunakan dalam berbagai situasi.
Alat-alat yang dapat digunakan dalam urutan tertentu (seperti dalam Model
mengakibatkan pertemuan berbagai model dan teknik untuk meningkatkan
efektivitas pribadi.
Menurut Wiliam N. Dunn, Sinektik adalah metode yang dibuat untuk
mengembangkan pengenalan masalah secara analogis (William N. Dunn).
Sinektik yang mengacu pada penemuan kesamaan-kesamaan akan membantu
analis menggunakan analogi yang kreatif dalam pengembangan model.
Menurut Gordon “Synectics (Gordon, 1961) provides an approach to
creative thinking that depends on looking at, what appears on the surface as,
unrelated phenomenon and drawing relevant connections. Its main tools,
analogies or metaphors. The approach, often used in groupwork, can help
students develop creative responses to problem solving, to retain new information,
to assist in generating writing, and to explore sosial and disciplinary problems. It
helps users break existing minds sets and internalize abstract concepts. Synectics
works well with all ages as well as those who withdraw from traditional methods
(Couch, 1993)”.
Sinektik (Gordon, 1961) adalah sebuah pendekatan untuk berpikir kreatif
yang didasarkan pada pemahaman bersama, bahwa apa yang tampaknya berbeda
dapat dikaitkan bersama. Alat utamanya adalah analogi atau metafora.
Pendekatan, yang sering digunakan oleh kelompok-kelompok, dapat membantu
siswa mengembangkan tanggapan kreatif untuk memecahkan masalah, untuk
menyimpan informasi baru, untuk membantu dalam menghasilkan tulisan, dan
untuk mengeksplorasi masalah-masalah sosial dan disiplin. Ini membantu
konsep-konsep abstrak. Sinektik dapat digunakan pada semua usia terutama mereka yang
menarik diri dari metode tradisional (Couch, 1993).
Kreatifitas adalah mental dan proses sosial yang melibatkan penemuan baru,
ide-ide konsep atau asosiasi-asosiasi baru dari pemikiran kreatif antara ide-ide dan
konsep. Kreatifitas didorong oleh proses wawasan yang didapat secara sadar
maupun tidak sadar. Alternatif konsep kreativitas (berdasarkan pada etimologi)
adalah bahwa itu hanyalah tindakan membuat sesuatu yang baru. Dari sudut
pandang ilmiah, produk-produk dari pemikiran kreatif (kadang disebut sebagai
pemikiran yang berbeda) biasanya dianggap memiliki kedua orisinalitas dan
kepatutan. Meskipun secara intuitif fenomena sangatlah sederhana, tetapi itu
sebenarnya cukup kompleks. Hal ini telah dipelajari dalam psikologi perilaku,
psikologi sosial, psikometri, filsafat, estetika, sejarah, seni, ekonomi dan lain
sebagainya.
Sinektik adalah metode pemecahan masalah yang merangsang proses
berpikir yang mungkin tidak disadari oleh subjek. Metode ini dikembangkan oleh
George M. Prince (April 5, 1918 - 9 Juni 2009) dan William JJ Gordon, yang
berasal dari Arthur D. Little Invention Desain Unit pada 1950-an. Mereka
mendirikan Synectics Inc (sekarang Synecticsworld) pada tahun 1960 dan
metodologi yang telah berkembang secara substansial dalam 50 tahun berikutnya.
5.1Wujud kreatifitas dan proses sinektik
Beberapa proses sinektik tertentu dikembangkan dari beberapa asumsi
tentang psikologi kreatifitas (the psychology of creativity). Asumsi pertama
bantuan-bantuan eksplisit menuju kreatifitas, kita dapat secara langsung
meningkatkan kapasitas kreatif secara individu maupun kelompok.
Asumsi yang kedua adalah bahwa “komponan emosional lebih penting dari
pada intelektual, irasional lebih penting dari pada rasional”. Kreatifitas
merupakan pengembangan pola-pola mental baru. Interaksi yang tidak masuk akal
menyisakan ruang bagi pemikiran yang terus-menerus yang dapat menuntun pada
kondisi mental dimana banyak gagasan-gagasan baru muncul. Kondisi analogistik
merupakan lingkungan mental yang terbaik dalam mengeksplorasi dan
mengembangkan gagasan-gagasan, tetapi ia bukanlah tahap membuat keputusan.
Gordon tidak menilai kecerdasan linier; dia berasumsi bahwa logika digunakan
untuk membuat keputusan dan kompetensi teknik digunakan untuk menyusun
gagasan di berbagai bidang. Akan tetapi ia percaya bahwa kreatifitas pada
dasarnya merupakan proses emosional, yang mensyaratkan unsur-unsur
irasionalitas dan emosi untuk meningkatkan proses intelektual. Banyak
pemecahan masalah yang rasional dan cerdas, tetapi dengan menambah hal-hal
yang tidak irrasional, kita akan dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan
lain yang dapat kita pergunakan untuk meningkatkan gagasan-gagasan yang segar.
Asumsi ketiga adalah bahwa unsur-unsur emosional, irrasional harus
dipahami dalam rangka meningktakan kemungkinan sukses dalam situasi
pemecahan masalah. Dengan kata lain, analisis terhadap proses irasional dan
emosional tertentu dapat membantu individu dan kelompok untuk meningkatkan
kreatifitas mereka dengan menggunakan irasionalitas secara konstruktif.
melalui penggunaan metafora dan analog secara seksama, merupakan objek
sinektik.
1. Aktifitas metaforis
Melalui aktifitas metaforis dalam model sinektik, kreatifitas menjadi proses
yang dapat dijalankan secara sadar. Metafora-metafora membangun hubungan
perumpamaan, perbandingan satu objek atau gagasan dengan objek atau gagasan
lain, dengan cara menukarkan posisi keduanya. Melalui substitusi ini, proses
kreatif muncul, yang dapat menghubungkan sesuatu yang familiar dengan yang
tidak familiar atau membuat gagasan baru dari gagasan-gagasan yang biasa.
Metafora memperkenalkan jarak konseptual (conceptual distance) antara
orang dengan materi, objek atau subjek dan mendorong pemikiran-pemikiran
orisinil. Contoh, dengan meminta siswa berfikir tentang buku tulis sebagai sepatu
tua atau sebagai sungai, kita sebenarnya tengah menyediakan sebuah struktur,
sebuah metafora, di mana siswa dapat berfikir tentang sesuatu yang familiar
dengan cara yang baru. Sebaliknya kita dapat meminta siswa untuk berfikir
tentang topic baru. Katakanlah tubuh manusia, dengan cara yang lama, yakni
dengan meminta mereka membandingkan dengan system transportasi. Aktifitas
metaforis kemudian tergantung pada dan berasal dari pengetahuan siswa,
membantu mereka menghubungkan gagasan-gagasan dari materi yang familiar
pada gagasan-gagasan dari materi yang baru, atau melihat materi yang familiar
dari perspektif yang baru. Startegi-strategi sinektik yang kemudian menggunakan
darinya siswa dapat membebaskan diri dari mereka dalam mengembangkan
imajinaasi dan wawasan dalam setiap aktifitas sehari-hari. Tiga jenis analogi ynag
dipergunakan sebagai basis latihan sinektik : analogi personal (personal analogy),
analogi langsung (direct analogy) dan konflik padat (compressed conflict)
1) Analogi personal
Membuat analogi personal mengharuskan siswa untuk berempati pada
gagasan-gagasan atau subjek-subjek yang dibandingkan. Siswa harus merasa
bahwa mereka menjadi bagian dari unsur fisik dari masalah tersebut. Identifikasi
untuk analogi ini dapat diterapkan pada orang, tumbuhan, hewan, atau
benda-benda mati. Dalam tema-tema sejarah sebagai contoh, siswa diminta “ menjadi Sukarno pada detik-detik proklamasi. Apa yang kalian rasakan? Deskripsikan
bagaimana perasaan kalian ketika Sukarno diculik angkatan muda dan didaulat
untuk membaca teks Proklamasi. Hakikat analogi personal adalah pada
keterlibatan empatik.
Analogi personal mengharuskan lepasnya identitas diri sendiri menuju
ruang atau objek lain. Jarak konseptual yang lebih besar tercipta oleh hilangnya
diri atau identitas seseorang (siswa). Ini hanya dapat dilakukan jika siswa lebih
kreatif dan inovatif membuat analogi tersebut. Gordon mengidentifikasi empat
tingkat keterlibatan dalam analogi personal
1. Deskripsi orang pertama terhadap fakta-fakta. Orang tersebut
menceritakan daftar fakta-fakta yang terkenal, tetapi tidak menghadirkan
cara baru dalam memandang obyek atau hewan dan tidak menunjukkan
mungkin berkata “ saya merasa telah mewakili bangsa Indonesia untuk
kemerdekaannya”.
2. Identifikasi orang pertama terhadap emosi. Orang tersebut menceritakan
emosi-emosi umum, tetapi tidak menghadirkan wawasan-wawasan baru:
“saya merasa bersemangat dan berani” (sebagai sosok Sukarno)
3. Identifikasi empatik terhadap makhluk hidup. Siswa mengidentifikasi
secara emosional dan kinestetik subjek analogi. “ketika anda tersenyum seperti itu, saya selalu ingin tertawa”
4. Identifikasi empatik terhadap benda mati. Level ini mengharuskan
komitmen penuh. Orang tersebut melihat dirinya sebagai obyek anorganik
dan mencoba mengkesplorasi masalah dari pandangan simpatik: “saya
merasa bangga. Saya tidak dapat membayangkan kita akan benar-benar
bisa menentukan jalan sendiri.
Tujuan memperkenalkan tingkatan-tingkatan analogi personal ini bukan
untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk aktifitas metaforis, melainkan untuk
menyediakan petunjuk tentang bagaimana jarak konseptual yang baik terbangun.
Gordon percaya bahwa fungsionalitas analogi-analogi secara langsung sebanding
dengan jarak yang tercipta. Semakin lebar jarak, semakin dekat siswa mampu
mendapatkan gagasan-gagasan baru
2) Analogi langsung
Analogi langsung merupakan perbandingan dua objek atau konsep.
Perbandingan tidak harus selalu identik dalam segala hal. Fungsinya cukup
permasalahan yang asli pada situasi lain untuk menghadirkan pandangan baru
tentang gagasan atau masalah. Hal ini melibatkan identifikasi pada orang,
tumbuhan, hewan, atau benda mati. Gordon menceritakan pengalaman seorang
teknisi yang melihat shipworm yang sedang menggali lubang di dalam
pepohonan. Saat ulat itu masuk kedalam pepohonan dalam membuat semacam
tabung untuk dirinya sendiri, teknisi tersebut, Sir March Isumbard Bruneil,
merasakan gagasan tentang kaison-kaison dalam membangun terowongan di
bawah tanah (Gordon,1961 a: 40-41). Contoh lain dalam analogi langsung muncul
ketika sebuah kelompok berusaha membuka kaleng dengan tutup yang dapat
digunakan untuk menutupi kaleng tersebut. Dalam contoh ini analogi kacang
polong secara bertahap muncul, yang menghasilkan gagasan tentang jahitan yang
dapat membuat semacam jarak pada kaleng tersebut, sehingga tutupnya dapat
digeser sedemikian rupa.
3) Konflik padat
Bentuk metafora ketiga adalah konflik padat, yang secara umum
didefinisikan sebagai frase yang terdiri dari dua kata dimana kata-kata tersebut
tampak berlawanan dengan kata yang lain. Agresif yang lesu dan musuh yang
bersahabat adalah dua contoh. Contoh-contoh yang dibuat Gordon, misalnya
perusak yang menyelamatkan hidup dan api yang bergizi. Dia juga mencuplik
ekspresi Pasteur, perlawanan yang aman. Konflik padat, menurut Gordon
menyediakan wawasan luas dalam subjek yang baru. Konfik-konflik ini
dengan tetap berpedoman pada satu subjek. Semakin besar jarak antara kerangka
rujukan, semakin besar fleksibilitas mental.
2. Latihan-latihan peregangan: menggunakan metafora
Tiga jenis metafora tadi membentuk dasar rangkaian aktifitas dalam model
penggajaran ini. Tiga jenis metafora tersebut juga dapat diterapkan secara terpisah
menurut kelompok-kelompok, sebagai penghangat pada proses kreatif yaitu pada
pemecahan masalah. Kami menyebut proses ini sebagai latihan perpanjangan
(strectcing exercises)
Latihan peregangan menyediakan pengalaman pada tiga jenis aktifitas
metaforis, tetapi latihan tersebut tidak berhubungan dengan situasi permasalahan
tertentu dan tidak mengikuti rangkaian tahap-tahap. Latihan tersebut mengajarkan
siswa proses-proses berfikir metaforis sebelum mereka diminta menggunakannnya
untuk memecahkan masalah, membuat rancangan atau mengeksplorasi konsep.
Siswa hanya diminta untuk merespon gagasan-gagasan seperti berikut ini:
Analogi langsung
Analogi langsung dimunculkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang
menuntut adanya perbandingan secara langsung.
Analogi personal
Analogi personal dimunculkan dengan meminta siswa untuk berpura-pura
menjadi sebuah objek, tindakan gagasan, atau peristiwa.
Konflik padat
Praktik konflik padat dimunculkan dengan menghadirkan beberapa benda
3. Model Pengajaran
1) Struktur pengajaran
Sebenarnya ada dua strategi atau model pengajaran yang didasarkan pada
prosedur-prosedur sinektik. Salah satu dari dua strategi tersebut, yakni membuat
sesuatu yang baru (creating something new), dirancang untuk membuat hal-hal
yang familiar menjadi asing, untuk membantu siswa melihat masalah-masalah,
gagasan-gagasan dan hasil-hasil yang lama dengan cara yang baru, pandangan
lebih kreatif. Sedangkan strategi yang lain, yakni membuat yang asing menjadi
familiar (making the strange familiar), dirancang untuk membuat
gagasan-gagasan yang baru dan tidak familiar menjadi lebih bermakna. Meskipun dua
strategi ini menggunakan tiga jenis analogi tadi, sasaran, struktur, dan
prinsip-prinsip tanggapan keduanya berbeda. Kami menyebut membuat sesuatu menjadi
baru sebagai strategi pertama dan membuat sesuatu yang asing menjadi familiar
sebagai strategi kedua.
Strategi pertama membantu siswa melihat sesuatu yang biasa dengan
cara-cara yang tidak biasa dengan menggunakan analogi-analogi untuk membuat jarak
konseptual. Kecuali pada langkah terakhir dimana siswa kembali pada masalah
yang semula, mereka tidak membuat perbandingan-perbanding sederhana.
Sasaran strategi ini adalah untuk mengembangkan pemahaman baru: berempati
dengan / pada sikap yang sedikit berlagak dan mengertak: merancang jalan masuk
yang baru: memecahkan masalah-masalah sosial atau interpersonal, seperti
pribadi seperti bagaiamana berkonsentrasi dengan lebih baik saat membaca buku.
Peran guru adalah berhati-hati terhadap analisis atau kesimpulan yang terlalu dini.
STRUKTUR STRATEGI PERTAMA: MEMBUAT SESUATU YANG BARU
Tahap pertama: mendeskripsikan situasi saat ini
Guru meminta siswa mendeskripsikan situasi atau topik seperti yang mereka
lihat saat ini.
Tahap kedua: analogi langsung
Siswa mengusulkan analogi-analogi langsung, memilihnya, dan
mengeksplorasi (mendeskripsikan) lebih jauh.
Tahap ketiga: analogi personal
Siswa menjadi analogi yang telah mereka pilih dalam tahap kedua tadi.
Tahap keempat: konflik padat
Siswa mengambil deskripsi-deskripsi dari tahap kedua dan ketiga,
mengusulkan beberapa analogi konflik padat dan memilih salah satunya.
Tahap kelima: analogi langsung
Siswa membuat dan memilih analogi langsung yang lain, yang didasarkan
pada analogi konflik padat.
Tahap keenam: memeriksa kembali tugas awal
Guru meminta siswa kembali pada tugas atau masalah awal dan
menggunakan analogi terakhir dan atau seluruh pengalaman sinektiknya.
Transkrip sesi sinektik menunjukkan seorang guru membantu
siswa-siswanya melihat konsep yang biasa dengan cara-cara segar. Pada awalnya siswa
penulisan. Hal ini menggambarkan enam tahap model tersebut (Gordon, 1971:
7-11)
Model sinektik menstimulasi siswa untuk melihat dan merasakan gagasan
orisinil dengan cara-cara yang baru, yang lebih segar. Jika siswa ingin
menyelesaikan masalah, kita berharap mereka akan melihat masalah itu dengan
lebih bijaksana dan mengembangkan solusi-solusi yang dapat mereka eksplorasi.
Sebaliknya, strategi kedua, membuat sesuatu yang asing menjadi familiar,
mencari untuk meningkatkan pemahaman siswa dan internalisasi materi yang baru
dan sulit secara substantif. Dalam strategi ini metafora digunakan untuk
menganalisis, tidak untuk membuat jarak konseptual sebagaimana dalam strategi
pertama. Contoh, guru mungkin menyajikan konsep kebudayaan pada
siswa-siswanya. Dengan menggunakan analogi-analogi yang familiar (seperti dapur atau
rumah) siswa mulai menjabarkan/membatasi/mejelaskan
karakteristik-karakteristik yang hadir dan tidak ada dalam konsep. Strategi ini bersifat analitis
dan kovergen: siswa secara terus menerus bergantian antara mendefinisikan
karakteristik subjek yang lebih familiar dengan membandingkan subjek-subjek
tersebut dengan karakteristik-karakteristik topik yang tidak familiar.
Pada tahap pertama dalam strategi kedua ini, yakni menjelaskan topik baru,
siswa disediakan informasi. Pada tahap kedua, guru atau siswa mengusulkan
analogi langsung. Tahap ketiga meminta siswa untuk “menjadi hal-hal yang familiar” (mempersonalisasi analogi langsung). Pada tahap keempat, siswa
mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan antara analogi dengan
antara analogi-analogi. Untuk mengukur perolehan-perolehan informasi baru,
siswa dapat mengusulkan dan menganalisis analogi-analogi familiarnya pada
tahap keenam dan tahap ketujuh.
STRUKTRUR STRATEGI KEDUA: MEMBUAT SESUATU YANG ASING
MENJADI FAMILIAR
Tahap pertama: input substantif
Guru menyediakan informasi tentang topik baru
Tahap kedua: analogi langsung
Guru mengusulkan analogi langsung dan meminta siswa
mendeskripsikannya.
Tahap ketiga: analogi personal
Guru meminta siswa menjadi analogi langsung
Tahap keempat: mebandingkan analogi-analogi
Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan antara materi
baru dengan analogi langsung.
Tahap kelima: menjelaskan perbedaan-perbedaan
Siswa menjelaskan dimana saja analogi-analogi yang tidak sesuai
Tahap keenam: eksplorasi
Siswa mengeksplorasi kembali topik asli
Tahap ketujuh: membuat analogi
Siswa menyiapkan analogi langsung dan mengeksplorasi
Berikut ini merupakan salah satu ilustrasi dari strategi kedua yang telah
terprogram. Siswa diminta untuk membuat perbandingan antara demokrasi (topik
baru) dengan tubuh manusia (topik yang biasa). Sampel yang disajikan disini
tidak menyertakan analogi personal (tahap ketiga), yang kami rekomendasikan
sebagai bagian dari strategi ini. Kami merasa bahwa meminta siswa untuk
“menjadi sesuatu” sebelum meminta mereka membuat hubungan-hubungan
intelektual akan meningkatkan pemikiran mereka. Pada contoh ini siswa
pertama-tama disajikan sebuah paragraf pendek yang cukup substantif.
Sistem sosial
Baik model-model maupun strategi-strategi pengajaran sinektik
sebenarnya dapat disusun dengan mudah, asalkan guru dapat memprakarsai
rangkaian dan membimbing penggunaan mekanisme-mekanisme operasional.
Guru dapat membantu siswa mengintelektualkan proses-proses mental mereka.
Namun, siswa punya kebebasan dalam diskusi terbuka mereka agar melibatkan
diri dalam pemecahan masalah metaforis. Norma-norma kerjasama, “permainan khayalan”, dan kualitas intelektual yang emosional penting untuk membangun
setting dalam pemecahan masalah secara kreatif. Reward datang dari kepuasan
dan kenyamanan siswa dalam aktifitas pembelajaran.
Peran/tugas guru
Guru harus memperhatikan menjangkau siswa-siswa mana yang pola
pikirnya perlu diatur sedemikian rupa. Begitu pula mereka perlu mendorong
Selain itu mereka juga menggunakan hal-hal yang tidak rasional untuk mendorong
siswa-siswa yang enggan dalam memanjakan hal yang tidak relevan dan
perangkat-perangkat lainnya yang penting untuk memunculkan saluran-saluran
pemikiran. Oleh karena guru berposisi sebagai panutan yang penting dalam
metode ini mereka harus belajar menerima hal-hal yang aneh dan tidak biasa.
Mereka harus bisa menerima seluruh respon siswa untuk meyakinkan bahwa
siswa merasa tidak ada penghakiman eksternal terhadap ekspresi kreatif mereka.
Semakin sulit masalah yang dipecahkan, semakin penting bagi guru untuk
menerapkan dan menerima analogi-analogi yang tidak masuk akal sehingga siswa
dapat mengembangkan perspektif-perspektif segar tentang masalah yang mereka
hadapi.
Pada strategi yang kedua, hendaknya guru hati-hati pada analisis yang
terlalu dini. Mereka perlu mangklarifikasi dan meringkas perkembangan aktifitas
pembelajaran dan oleh karena itu, perkembangan perilaku pemecahan masalah
siswa.
Sistem pendukung
Pada hakekatnya siswa tetap membutuhkan fasilitas dari seorang
pemimpin yang kompeten dalam merancang dan menerapkan prosedur-prosedur
analisis. Mereka juga memerlukan, dalam hal masalah-masalah ilmiah atau sains,
sebuah laboratorium yang dapat membangun model-model dan perangkat
perangkat lain untuk membuat masalah menjadi konkret dan menciptakan
inovasi-inovasi praktis lain. Bagaimanapun satu kelas membutuhkan ruang kerja suatu
yang biasa mungkin dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan seperti ini, tetapi
kelas yang sering dirancang dalam bentuk kelompok-kelompok mungkin akan
terlalu besar untuk aktivitas-aktivitas sinektik. Dengan demikian,
kelompok-kelompok kecil perlu dibuat.
Penerapan
Menggunakan sinektik dalam kurikulum
Sinektik dirancang untuk meningkatkan kreatifitas individu dan kelompok.
Mendiskusikan pengalaman sinektik dapat membangun perasaan kebersamaan
antarsiswa. Siswa belajar tentang kawan sekelasnya saat mereka merespon
gagasan atau masalah. Pemikiran-pemikiran dinilai sebagai kontribusi potensial
dalam proses kelompok. Prosedur-prosedur sinektik membantu menciptakan
komunitas kesetaraan dimana berfikir merupakan basis tunggal di dalamnya.
Standar yang sangat cukup menyenangkan seperti ini tentu akan memberikan
dukungan pada peserta didik yang sangat pemalu.
Prosedur-prosedur sinektik bisa diterpkan pada siswa dalam semua bidang
kurikulum, baik sains maupun seni. Prosedur-prosedur ini dapat dihubungkan
dengan diskusi guru-siswa dalam kelas dan pada materi-materi yang dibuat guru
siswa. Hasil atau kendaraan aktivitas sinektik tidak selalu harus ditulis; hasil ini
dapat dilisankan, atau hasil-hasil tersebut dapat berbentuk aktifitas-aktifitas
bermain paran (role plays), seperti melukis dan menggambar, atau
perubahan-perubahan dalam perilaku. Ketika menggunakan sinektik untuk melihat
massalah-masalah sosial atau perilaku anda mungkin ingin memberitahukan perilaku
perubahan-perubahan. Hal ini juga menarik dilakukan untuk memilih gaya-gaya akspresif
yang berbeda dengan topik awal, seperti meminta siswa melukis gambar tentang
kerugian atau diskriminasi. Konsep abstrak, tetapi gaya ekspresinya harus
konkret.
Sinektik dapat diterapkan pada siswa di semua tingkatan umur, meskipun
dengan siswa yang sangat muda, sinektik adalah cara terbaik untuk memberikan
latihan-latihan peregangan (stretching exercises). Lebih dari itu pengaturannya
juga sama seperti pendekatan laian dalam pengajaran –cermat bekerja dalam pengalaman, memperkaya penggunaan materi yang konkret, menerapkan secara
hati-hati, dan merangkum prosedur-prosedur dengan jelas.
Model ini sering kali berfungsi secara efektif, khususnya pada siswa-siswa
yang mundur dari aktifitas-aktifitas pembelajaran akademik karena tidak rela
untuk mengambil risiko yang salah. Sebaliknya siswa-siswa yang unggul yang
hanya merasa nyaman saat memberikan respon yang mereka yakini benar sering
kali merasa segan untuk berpartisipasi. Untuk alasan ini kami percaya bahwa
sinektik bernilai bagi semua orang.
Sinektik berkombinasi dengan model-model lain dengan mudah. Ia dapat
memperpanjang konsep-konsep untuk dieksplorasi dengan kelompok model
pengajaran memproses informasi; membuka dimensi-dimensi problem sosial yang
dieksplorasi melalui bermain peran, investigasi kelompok, atau berfikir
yurisprudensi; dan mengembangkan kekayaan masalah dan perasaan-perasaan
Penerapan model sinektik yang paling efektif selalu berkembang setiap
waktu ia memiliki hasil jangka pendek dalam memperluas pandangan tentang
konsep dan masalah, tetapi ketika siswa diekspos untuk menerapkan model ini
secara berulang-ulang maka mereka dapat belajar bagaimana menggunakannya
dengan cara meningkatkan ketrampilan – dan mereka belajar- memasuki gaya metaforis dengan cara meningkatkan ketenangan dan kesempurnaan.
Strategi ini secara umum cukup atraktif, dan kombinasi keberuntungannya
dalam meningkatkan pemikiran produktif, empati yang mendidik, dan kedekatan
impersonal menjadikannya dapat diterapkan pada siswa diseluruh tingkatan umur
dan semua bidang kurikulum.
Dampak-dampak instruksional dan pengiring
Model sinektik dan instruksional memiliki nilai instruksional dan
pengiring. Dengan kepercayaan bahwa proses kreatif dapat dikomunikasikan dan
dapat ditingkatkan melalui latihan langsung (direct training), Gordon
mengembangkan teknik-teknik instruksional khusus. Sinektik dapat diaplikasikan
tidak hanya bagi pengembangan kekuatan kreatif yang umum, tetapi juga bagi
pengembangan respon-respon kreatif pada beragam bidang masalah. Gordon jelas
percaya bahwa kekuatan kreatif akan meningkatkan pembelajaran dalam
bidang-bidang ini. Untuk yang terakhir ini, dia menekankan lingkungan sosial yang dapat
mendorong kreatifitas dan menggunakan kohesi kelompok untuk dapat
meningkatkan kekuatan yang memungkinkan para peserta didik memfungsikan
meningkatkan kreatifitas individu-individu dan kelompok. Namun, pembelajaran
implisit dari model-model ini rata-rata cukup jelas.
Bagan 5.1 Model Sinektik
Pendekatan lain dalam stimulasi kreativitas melalui aktifitas metaforis
disajikan oleh Judith Sanders dan Donald Sanders (1984). Dalam rancangannya
Sanders mengungkapkan banyaknya pendidik tidak dengan sendirinya sadar pada
spectrum penggunaan model-model yang dirancang untuk menginduksi pemikiran
divergen. Untuk beberapa alasan, banyak orang berpikir bahwa kreatifitas
merupakan kecakapan yang hanya terbatas pada bakat dalam kesenian, khususnya
menulis, melukis dan memahat, sedangkan para penggagas model ini percaya INSTRUKSIONAL
KOHESI & PRODUKTIVITAS
KELOMPOK
PERANGKAT BERFIKIR METAFORIS
KAPABILITAS DLM PEMECAHAN
MASALAH
HARGA DIRI PENCAPAIAN MATERI
KURIKULUM KEPETUALANGAN
MODEL SINEKTIK
bahwa kecakapan ini dapat ditingkatkan dan diterapkan pada hampir semua usaha
manusia dan juga dalam semua bidang kurikulum. Sanders juga menyediakn
ilustrasi-ilustrasi dalam hal tujuan, perkembangan empati, kajian nilai,
bidang-bidang pemecahan masalah dan peningkatan perspektif dalam memandang topik.
Newby dan Ertner (1994) telah melakukan rangkaian kajian di mana
mereka melatih siswa menggunakan analogi-analogi untuk mendekati
pembelajaran tentang konsep-konsep psikologi tingkat tinggi yang biasanya
dipelajari oleh mahasiswa perguruan tinggi. Hasil dari kajian ini ternyata
menjustifikasi pengalaman yang kita dapatkan pada siswa-siswa K-12 bahwa
analogi-analogi dapat meningkatkan pembelajaran langsung dan jangka panjang
(immediate and long-term learning), dan meningkatkan kesenangan siswa dalam
belajar.
Baer (1993) melaporkan seperangkat kajian yang mengeksplorasi
ketrampilan berfikir divergen yang spesifik dan umum, yang juga membenarkan
bahwa, strategi-strategi penginduksian kreatifitas umum (general
creatifity-inducing strategies) dapat diterapkan dalam berbagai ranah, tetapi latihan khusus
pada ranah tertentu (domain specific training) agaknya hanya bisa diterapkan
untuk ranah-ranah lain yang lebih sempit. Sedangkan Glynn (1994) melaporkan
kajian dalam pengajaran sains dengan mengusulkan bahwa penggunaan
analogi-analogi dalam materi pelajaran dapat meningkatkan pembelajaran jangka panjang
dan jangka pendek.
Manfaat dari pembelajaran dengan metode sinteksis adalah siswa akan
memiliki kemampuan untuk memandang segala persoalan secara komprehensif
sebagai modal awal dalam memecahkan setiap persoalan. Lebih jauhnya, siswa
dapat dipandang sebagai individu yang mandiri, memiliki potensi belajar,
pengembang ilmu dan kemampuan memecahkan suatu permasalahan (problem
solving).
Namun penerapan metode ini dalam proses KBM di Indonesia masih
terhitung langka. Hal ini bukan hanya karena kurangnya sosialisasi tetapi juga
menyangkut berbagai faktor, seperti beban guru untuk mengejar target kurikulum
dan guru yang selalu menjadi pusat kegiatan belajar. Guru merasa dirinya hanya
merupakan penyampai bahan pelajaran dan bukan sebagai fasilitator yang
membuat siswa belajar.
Pandangan ini juga diperburuk dengan beredarnya buku-buku sumber
yang berusaha menjadi buku pegangan yang paling lengkap dengan memuat
sebanyak mungkin fakta-fakta. Guru seringkali memilih buku sumber pegangan
siswa yang relevan dengan dokumen kurikulum yang dikeluarkan pemerintah.
Mereka menganggap bahwa semua uraian materi tersebut harus disampaikan
kepada siswanya hingga selesai melalui KBM di kelas. Manfaat lain dari metode
sinektik adalah dapat membentuk kreatifitas individu dan kelompok. Pengalaman
sinektik dapat menumbuhkan jiwa sosial para siswa. Mereka belajar bersama
dengan melihat bagaimana rekan-rekannya bereaksi kepada suatu ide atau
masalah. Hal ini akan menyebabkan setaiap individu berpartsipasi dalam suasana
5.2PENERAPAN MODEL SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN
ANILISIS STILISTIKA dan NILAI BUDAYA
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
a. Identitas Sekolah dan Standar Kompetensi
Nama sekolah : MTs Misykat al-Anwar Jombang
Mata Pelajaran : bahasa dan sastra Indonesia
Kelas/semester : VIII/ Satu
Aspek pembelajaran : membaca karya sastra
Standar Kompetensi : memahami berbagai macam puisi Indonesia
Kompetensi dasar : menemukan stilistika dan nilai budaya dalam karya sastra
Indikator :
Menemukan stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret, bahasa figuratif) dalam
puisi
Menemukan nilai-nilai budaya dalam puisi
Alokasi waktu : 4 X 45 menit (2 kali pertemuan)
b. Tujuan pembelajaran
Tujuan :
Siswa mampu menemukan stilistika yang berupa diksi, citraan, kata-kata konkret,
bahasa figuratif dan nilai budaya dalam puisi Indonesia
Materi pokok pembelajaran :
Puisi
Stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret, bahasa figuratif) dan nilai budaya
Model pembelajaran
Model pembelajaran sinektik yang terdiri atas dua struktur pengajaran yaitu:
Struktur Strategi Pertama: Membuat Sesuatu Yang Baru
Guru meminta siswa menbacakan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar
Tahap kedua: analogi langsung
Guru memaparkan tentang analisis stilistika berupa diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif
Siswa mengkaitkan antara diksi, ctraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif dengan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar.
Siswa membuat puisi sendiri berdasarkan aspek stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif) dan mendeskripsikannya lebih
jauh.
Tahap ketiga: analogi personal
Siswa menjadi analogi dari puisi yang telah mereka buat dalam tahap kedua tadi.
Tahap keempat: konflik padat (perbandingan yang kuat)
Siswa mengambil deskripsi-deskripsi dari tahap kedua dan ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik padat (perbandingan yang kuat)
dan memilih salah satunya.
Tahap kelima: analogi langsung
Siswa membuat dan memilih analogi langsung yang lain yaitu puisi karya dia sendiri yang didasarkan pada analogi konflik padat.
Tahap keenam: memeriksa kembali tugas awal
Guru meminta siswa kembali pada pembahasan aspek stilistika (diksi, ctraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif) atau masalah awal dan
seluruh pengalaman sinektiknya
Struktrur Strategi Kedua: Membuat Sesuatu yang Asing Menjadi Familiar
Tahap pertama: input substantif
Guru menyampaikan dua pusi angkatan 45 dan 66 yaitu puisi yang berjudul “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS. Rendra sebagai topik baru
Tahap kedua: analogi langsung
Guru mengusulkan analogi langsung kedua puisi tersebut dan meminta siswa mendeskripsikannya berdasarkan analisis stilistika (diksi, citraan,
kata-kata konkret dan bahasa figuratif).
Tahap ketiga: analogi personal
Guru meminta siswa untuk membuat sebuah analogi/ perumpamaan tersendiri berdasarkan penagalaman siswa sendiri sebuah puisi
berdasarkan aspek stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa
figuratif).
Tahap keempat: mebandingkan analogi-analogi
Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan aspek analisis stilistika antara puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri.
Tahap kelima: menjelaskan perbedaan-perbedaan
Siswa menjelaskan aspek apa saja yang tidak bersesuaian berdasarkan analisis stilistika antara puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri.
Tahap keenam: eksplorasi
Siswa mengeksplorasi kembali puisi puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra
Tahap ketujuh: membuat analogi
Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
Tahapan Kegiatan pembelajaran
Pembuka Guru meminta siswa menbacakan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar
Guru memaparkan tentang analisis stilistika berupa diksi,
citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif
Inti Siswa mengkaitkan antara diksi, citraan, kata-kata konkret dan
bahasa figuratif dengan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar.
Siswa membuat puisi sendiri berdasarkan aspek stilistika (diksi,
ctraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif) dan
mendeskripsikannya lebih jauh.
Siswa menjadi analogi dari puisi yang telah mereka buat dalam
tahap kedua tadi.
Siswa mengambil deskripsi-deskripsi dari tahap kedua dan
ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik padat
(perbandingan yang kuat) dan memilih salah satunya.
Siswa membuat dan memilih analogi langsung yang lain yaitu
puisi karya dia sendiri yang didasarkan pada analogi konflik
padat.
Penutup Guru meminta siswa kembali pada pembahasan aspek stilistika
(diksi, ctraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif) atau
masalah awal dan menggunakan analogi terakhir (pilihan
analisis menurut siswa) dan atau seluruh pengalaman
Sumber Belajar
Pustaka rujukan Panduan belajar Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMP kelas VIII karya
Alek Suryanto dan Agus haryanto
terbitan ESIS 2007
Media elektronik
Penilaian
Penilaian dalam model ini dilakukan selama proses belajaran beserta hasil
akhir siswa dalam pembelajaran ini. Dalam proses belajar yang dinilai adalah
kesungguhan dan pertisipasi serta keaktifan siswa selama mengerjakan berbagai
tugas seperti kesungguhan dalam mencari ide membuat puisi berdasarkan empat
aspek stilistika dan partisipasi dalam pembahasan. Penilaian hasil belajar dilihat
dari hasil menulis siswa berupa puisi.
Pertemuan kedua
Tahapan Kegiatan pembelajaran
Pembuka Guru menyampaikan dua pusi angkatan 45 dan 66 yaitu puisi yang berjudul “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS. Rendra sebagai topik baru.
Inti Guru mengusulkan analogi langsung kedua puisi tersebut dan
meminta siswa mendeskripsikannya berdasarkan analisis
stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif).
Guru meminta siswa untuk membuat sebuah analogi/
perumpamaan tersendiri berdasarkan pengalaman siswa sendiri
sebuah puisi berdasarkan aspek stilistika (diksi, citraan,
kata-kata konkret dan bahasa figuratif).
Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri.
Siswa menjelaskan aspek apa saja yang tidak bersesuaian berdasarkan analisis stilistika antara puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri.
Penutup Siswa mengeksplorasi kembali puisi puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra
Siswa menyiapkan puisi karya sendiri dan mengeksplorasi