• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

9 1. Nilai-nilai Budaya

a. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat, karena itu sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nila kebenaran, nilai estetika, baik nilai moral, religius dan nilai agama (Elly Setiadi, 2006:31).

Nilai merupakan kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia perorangan, masyarakat, bangsa, dan negara. Kehadiran nilai dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan aksi dan reaksi, sehingga manusia akan menerima atau menolak kehadirannya. Sebagai konsekuensinya, nilai akan menjadi tujuan hidup yang ingin diwujudkan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Sebagai contohnya, nilai keadilan dan kejujuran, merupakan nilai-nilai yang selalu menjadi kepedulian manusia untuk dapat diwujudkan dalam kenyataan. Dan sebaliknya pula kebohongan merupakan nilai yang selalu ditentang atau ditolak oleh manusia (Joko Tripasetyo,2008: 18).

Menurut Rusmin Tumangor dkk (2010:25) menjelaskan bahwa:

“Nilai adalah sesuatu yang abstrak (tidak terlihat wujudnya) dan tidak dapat disentuh oleh panca indra manusia. Namun dapat di identifikasi apabila manusia sebagai objek nilai tersebut melalukan tindakan atau perbuatan mengenai nilai-nilai tersebut. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan, ataupun motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Dalam bidang pelaksanaannya nilai-nilai dijabarkan dan diwujudkan dalam bentuk kaidah atau norma sehingga merupakan suatu larangan, tidak diinginkan, celaan, dan lain sebagainya”.

Relevan dengan teori tersebut, penulis menegaskan bahwa nilai bisa dikatakan juga sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik, buruk, benar salah atau suka tidak suka terhadap suatu objek. Menjadi sebuah ukuran tentang baik-buruknya,

(2)

tentang tingkah laku seseorang dalam kehidupan di masyarakat, lingkungan dan sekolah. Menjadikan sebuah tolak ukur seseorang dalam menanggapi sikap orang lain dilihat dari pencerminan budaya yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.

Demikian luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep lainya, ataupun dikaitkan dengan sebuah statement. Konsep nilai ketika dihubungkan dengan logika menjadi benar-salah ketika dihubungkan dengan estetika indah-jelek, dan ketika dihubungkan dengan etika menjadi baik-buruk. Tapi yang pasti bahwa nilai menyatakan sebuah kualitas. Pendidkan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai pada diri seseorang atau sebagai bantuan terhaap pesertadidik agar menyadari dan mengalami nilai serta menempatkanya secara integral dalam keseluruhan hidupnya (Zaim Elmubarok, 2008:12).

Nilai muncul dari permasalahn yang ada di lingkungan, masyarakat serta sekolah dimana diberikan pendidikan untuk membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu mengahadapi kompleksitas di masyarakat yang sering berkembang secara tidak terduga. Maka munculah masalah yang berkatan dengan nilai baik-buruknya seseorang dalam mengahadapi pandangan seseorang terhadap orang lain.

b. Pengertian Budaya

Budaya suatu cara hidup yang berkembang, dan memiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi kegenrasi. Budaya terbentuk dari sebuah unsur yaitu sistem agama, politik, adatistiadat, bahasa dan karya seni. Buadaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak dan luas juga banyak aspek budaya turut menentukan prilaku komunikatif (Supartono Widyosiswoyo, 2009:25).

Budaya merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat, unsur-unsur pembentukan tingkah laku didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat (Joko Tripasetyo, 2013:29).

(3)

Budaya merupakan suatu totalitas nilai, tata sosial, tata laku manusia yang diwujudkan dalam pandangan hidup, falsafah Negara dalam berbagai sisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjadi asa untuk melandasi pola perilaku dan tata struktur masyarakat yang ada.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa bagi ilmu sosial, arti budaya adalah amat luas, yang meliputi kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan yang dapat dilakukan dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. budaya dan segenap hasilnya muncul dari tata cara hidup yang merupakan kegiatan manusia atas budaya yang bersifat abstrak (idea) nilai budaya hanya bisa diketahui melalui badan dan jiwa, sementara tata cara hidup manusia dapat diketahui oleh pancaindera.

c. Pengertian nilai budaya

Nilai budaya merupakan konsep abstrak mengenai masalah besar dan bersifat umum yang sangat penting serta bernilai bagi kehidupan masyarakat. Nilai budaya itu menjadi acuan tingkah laku sebagian besar anggota masyarakat yang bersangkutan, berada dalam alam fikiran mereka dan sulit untuk diterangkan secara rasional. Nilai budaya bersifat langgeng, tidak mudah berubah ataupun tergantikan dengan nilai budaya yang lain (Abdul Latif, 2007 : 35).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam, hubungan manusia tentang hal yang diinginkan dengan hal yang tidak diinginkan berkaitan dengan lingkungan dan sesama manusia. Begitupun nilai-nilai budaya yang terdapat dilingkungan sekolah sangat mempengaruhi terhadap guru dan siswa itu sendiri seperti budaya disiplin dimana para siswa sering terlambat datang ke sekolah meskipun sudah ada aturan atau tatatertib yang berlaku di Sekolah

(4)

d. Fungsi Nilai-nilai Budaya

Nilai budaya mempunyai beberapa fungsi dalam kehidupan manusia. Menurut Supartono Widyosiswoyo (2009:54) mengatakan bahwa fungsi nilai-nilai budaya sebagai berikut :

1) Nilai budaya berfungsi sebagai standar, yaitu standar yang menunjukan tingkahlaku dari berbagai cara, yaitu :

a)Membawa individu untuk mengambil posisi khusus dalam masalah sosial. b)Mempengaruhi individu dalam memilih ideologi atau agama.

c)Menilai dan menentukan kebenaran dan kesalahan atas diri sendiri dan orang lain.

d)Merupakan pusat pengkajian tentang proses-proses pembandingan untuk menentukan individu bermoral dan kompeten.

e)Nilai digunakan untuk mempengaruhi orang lain atau mengubahnya 2) Nilai budaya berfungsi sebagai rencana umum dalam menyelesaikan

konflik dan pengambilan keputusan.

3) Nilai budaya berfungsi motivasional. Nilai memiliki komponen motivasional yang kuat seperti halnya komponen kognitif, afektif, dan behavioral.

4) Nilai budaya berfungsi penyesuaian, isi nilai tertentu diarahkan secara langsun kepada cara bertingkah laku serta tujuan akhir yang berorientasi pada penyesuaian. Nilai berorientasi penyesuaian sebenarnya merupakan nilai semu karena nilai tersebut diperlukan oleh individu sebagai cara untuk menyesuaikan diri dari tekanan kelompok.

5) Nilai budaya berfungsi sebagai ego defensiv. Didalam prosesnya nilai mewakili konsep-konsep yang telah tersedia sehingga dapat mengurangi ketegangan dengan lancar dan mudah.

6) Nilai budaya berfungsi sebagai pengetahuan dan aktualisasi diri fungsi pengetahuan berarti pencarian arti kebutuhan untuk mengerti, kecenderungan terhadap kestuan persepsi dan keyakinan yang lebih baik untuk melengkapi kejelasan dan konsepsi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai budaya memiliki banyak sekali fungsi diantaranya sebagai pengetahuan dan aktualisasi diri fungsi pengetahuan berarti pencarian arti kebutuhan untuk mengerti, kecenderungan terhadap kesatuan persepsi dan keyakinan yang lebih baik untuk melengkapi kejelasan dan konsepsi. Penyesuaian nilai tertentu diarahkan secara langsun kepada cara bertingkah laku serta tujuan yang berorientasi pada penyesuaian. Nilai berorientasi penyesuaian sebenarnya merupakan nilai semu karena nilai tersebut diperlukan oleh individu sebagai cara untuk menyesuaikan diri dari tekanan kelompok atau masyarakat.

(5)

e. Wujud Kebudayaan

Selain unsur kebudayaan, ada juga pendapat umum mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendania (material) yang memiliki ciri dapat dilihat, diraba, dan dirasa sehingga lebih konkret atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat abstrak dan lebih sulit dipahami ( Supartono Widyosiswoyo, 2004:35-39).

Menurut Koentjaraningrat dalam karyanya Kebudayaan, Mentalitet,

Pembangunan dalam buku Supartono Widyosiswoyo (2004) menyebutkan

bahwa paling sedikit ada tiga wujud kebudayaan, yaitu :

a.Sebagai suatu kompleks dari idea-idea, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b.Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

c.Sebagai benda-benda hasil manusia.

Berdasarkan uraian di atas wujud kebudayaan memiliki ciri hanya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat dilihat dan diraba. Contohnya adalah adat istiadat dan ilmu pengetahuan. Aktifitas kelakuan mempunyai sifat dapat dirasakan dan dilihat ttapi tidak dapat diraba, contohnya adalah gotong royong dan kerjasama, sedangkan benda-benda yang sifat nya dapat dilihat, dirasa, dan diraba, contohnya adalah meja dan kursi. Wujud kebudayaan ternayat saling keterkaitan antara nilai, norma dengan peraturan dengan masyarakat dimana setiap seseorang yang melanggar norma yang telah ditetapkan maka akan ada sebuah sanksi yang didapat kan berupa teguran maupun sebuah sanksi yang cukup keras sehingga bisa tersadar dari kesalahan seseorang dalam melanggar sebuah aturan atau norma yang berlaku di lingkungan tersebut.

f. Sifat-Sifat Budaya

Selain memiliki unsur dan wujud, kebudayaan juga memiliki sifat. Sifat-sifat kebudayaan sangat banyak mengingat kebudayaan kita sangat beragam secara umum akan dikemukakan tujuh sifat budaya, menurut Supartono Widyosiswoyo (2009) yaitu :

(6)

Keanekaragaman kebudayaan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena manusia tidak memiliki struktur secara khusus pada tubuhnya sehingga harus menyesuaikan diri dengan lingkunganya.

2) Kebudayaan dapat diteruskan secara social dengan pelajaran.

Penerus kebudayaan dapat dilakukan dengan cara horizontal dan vertikal. Penerusan secara horizontal dilakukan terhadap suatu generasi dan biasanya secara lisan, sedanglan penerus vertikal dilakukan antara generasi dengan jalan melalui tulisa (literer). Dengan daya ingat yang tinggi manusia mampu menyimpan pengalaman sendiri maupun yang diperoleh dari orang lain.

3) Kebudayaan dijabarkan dalam komponen-komponen biologi, psikologi, dan sosiologi.

Biologi, psikologi dan sosiologi merupakan tiga komponen yang membentuk kepribadian manusia. Secara biologis manusia memiliki sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tuanya yang diperoleh sewaktu dalam kandung kandungan sebagai kodrat pertama. Bersamaan dengan itu, manusia memiliki sifat-sifat psikologi yang sebgaian diperolehnya dari orang tuanya sebagai dasar atau pembawaan. Setelah seorang bayi dilahirkan dan berkembang menjadi anak dalam alam kedua, terbentuklah kepribadianya oleh lingkungan, khususnya melalui pendidikan. Manusia sebagai unsur masyarakat dalam lingkungan ikut serta dalam pembentukan kebudayaan.

4) Kebudayaan mempunyai struktur.

Cultur universal yang telah dikemukakan unsur-unsurnya dapat dapat dibgai dalam bagian bagian kecil yang disebut traits complex lalu terbagi dalam traits dan terbagi dalam items. Begitu pula dengan kebudayaan nasional terdiri atas kkebudayaan suku-bangsa merupakan subkultural yang dibagi lagi menurut daerah, agama, adat istiadat dan sebagainya. 5) Kebudayaan mempunyai nilai.

Nilai kebudayaan (culture value) adalah relatif, bergantung pada siapa yang memberikan nilai, dan alat pengukur apa yang digunakan. Bangsa

(7)

timur misalnya cenderung mempergunakan ukuran rohani sebagai alat penilayanya, sedangkan bangsa baarat dengan ukuran materi.

6) Kebudayaan mempunyai sifat statis dan dinamis.

Kebudayaan dan masyarakata sebenarnya tidak statis 100% sebab jika hal itu terjadi sebaiknya dikatakan mati saja. Kebudayaan dikatakan statis apabila suatu kebudayaan sangat sedikit perubahanya dalam tempo yang lama. Sebaliknya apabila kebudayaan cepat berubah dalam tempo singkat dikatakan kebudayaan itu dinamis.

7) Kebudayaan dapat dibagi dalam bermacam-macam bidang atau aspek Ada kebudayaan yang bersifat rohani dan sifat nya kebendaan, ada kebudayaan darat dan kebudayaan maritim, dan ada kebudayaan menurut daerah. Semuanya bergantung pada siapa yang membedakanya dan untuk apa itu dilakukan (supartono Widyosiswoyo, 2009:37-38).

Banyak sekali sifat-sifat kebudayaan yang berpengaruh terhadap sesorang atau kelompok yang dimana akan berdapak terhadap pembentukan moral seseorang, dilihat dari sifat kebuadayaan. Sifat-sifat budaya tersebut berorientasi terhadap perubahan dan pembentukan moral seseorang yang terarah dan tidak melenceng dari apa yang telah di tentukan. Namun nilai budaya juga tidak hany adi turunkan oleh nenek moyang saja, ada nilai budaya yang di orientasikan terhadap cerita, dongeng dan literatur agar tidak hanya masyarakat lokal saja yang tau dan paham namun orang lain yang bukan masyarakat lokal itu sendiri mengetahuinya lewat tulisan.

g. Macam-Macam Nilai Budaya

Macam-macam nilai budaya sangat erat kaitanya dengan kebudayaan dan masyarakat. Setiap masyarakat atau setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu mengenai suatu hal dan terkadang kebudayaan dan masayarakat itu sendiri merupakan nilai yang tiada terhingga bagi orang yang memilikinya.

Menurut pendapat seorang ahli menjelaskan bahwa suatu sistem nila budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian.

(8)

Berikut penjabaranya: yang yang dikutip oleh Koentjaraningrat (2009) dalam buku (Tilar A.R, 2002:20).

1. Nilai Material

Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. 2. Nilai Vital

Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3. Nilai Kerohanian

Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yanng berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan atas 4 macam antara lain : a) Nilai kebanaran ( kenyataan) yang bersumber dari unsur akal

manusia.

b) Nilai keindahan (estetika) yang bersumber dari unsur perasaan. c) Nilai moral (kebaikan) yang bersumber dari unsur kehendak atau

kemauan (etika dan karsa)

d) Nilai religius ( nilai ke-tuhanan) yang bersumber dari keyakinan dan kepercayaan manusia kepada sang pencipta.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa banyak sekali nilai budaya yang berkembang di sekolah maupun di masyarakat yang harus dipatuhi oleh setiap individu agar moral nya menjadi terarah lebih kepada positif dan tidak menyimpang dari nilai-nilai budaya yang berkembang. Nilai budaya sangat banyak sekali adapun diantaranya sudah di uraikan diatas seperti nilai moral, nilai religius, nilai kerohanian dan lain-lain yang berdapak pada moralitas individu .

Nilai-nilai budaya yang dimaksud oleh penulis adalah nilai budaya yang berkembang di sekolah dan sudah membudaya di sekolah dan harus dipatuhi oleh siswa Menurut Kemendignas dalam buku (Asri Budiningsih,2013:10-11) mengatakan bahwa macam-macam nilai budaya Dalam naskah akademik pengembangan pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Kementerian telah merumuskan lebih banyak nilai-nilai karakter (18 nilai) yang akan dikembangkan atau ditanamkan kepada anak-anak dan generasi muda bangsa Indonesia. Nilai-nilai budaya dan karakter tersebut dapat di deskripsikan dalam tabel sebagai berikut :

(9)

Tabel 2.1

Macam-macam Moralitas Siswa

No. Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lai. 2. Jujur Prilaku yang dilaksanakan pada

upaya menjadikan dirinya sebagau orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan

3. Toleransi Sikap yang menghargai

perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

4. Disiplin Tindakan yang menunjukan

prilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras Prilaku yang menunjukan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebai-baiknya.

6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk mengasilkan cara atau hasil

(10)

baru dari sesuatu yang telah dimiliki

7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berfikir, bersikap dan

bertindak yang menillai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar.

10.Semangat Kebangsaan Cara berifikir dan bertindak dan berwawasan yang menentukan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya.

11.Cinta Tanah Air Cara berifikir, bersikap, dan berbuat menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yan tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik bangsa. 12.Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang

mendorong dirinya untuk mengahsilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati

(11)

keberhasilan orang lain.

13.Bersahabat / Komunikatif Tsa indakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.

14.Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15.Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu

untuk membaca yang

memberikan kebajikan bagi dirinya.

16.Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17.Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada oranglain dan masyarakat yang membutuhkan.

18.Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibanya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan ( alam, sosial, dan budaya) negara dan

(12)

Tuhan Yang Maha Esa. (Asri Budiningsih,2013:10-11)

Berdasarkan tabel di atas dapat di simpulkan macam-macam moralitas siswa ada 18 macam yaitu : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kreatif, Mandiri, Rasa ingin tahu, Menghargai prestasi, Bersahabat, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab dll. sekolah menanamkan nilai budaya seperti kolom diatas, agar siswa tidak melenceng dari nilai budaya yang berkembang di sekolah tersebut. Siswa harus mematuhi agar tidak terjerumus kedalam budaya yang bersifat negatif, biasanya nilai budaya tersebut di cantumkan dalam sebuah peraturan sekolah yang nantinya harus dipatuhi dan diataati, jika melanggar maka guru yang ada dilingkungan sekolah wajib menegur, memberi nasihat atau memberi hukuman.

Kenapa sekolah mencantumkan nilai-nilai budaya tersebut dalam sebuah peraturan, sebab jika ada yang melanggar maka guru atau karyawan sekolah berhak memperingat atau menegurnya jika keapatan ada siswa yang melenceng dari nilai budaya tersebut. Selain dapat menegur siswa jika ada yang salah nilai budaya tersebut juga dapat menjadi sebuah acuan atau patokan prilaku siswa disekolah agar moralnya lebih terarah ke hal yang lebih positif.

Berdasarkan uraian macam-macam nilai budaya di atas penulis mengambil tiga jenis nilai budaya yaitu religius, toleransi dan disiplin. Peneliti nantinya akan meneliti bagaiman jika nilai budaya itu sudah di tanamkan kepada siswa kemudian apakah dampak yang ditimbulkan dari penanaman nilai tersebut terhadap moralitasnya apakah akan lebih baik atau malah tidak ada perubahanya dan cenderung menjadi negatif karena sering di desak dan dipaksa dalam mentaati nilai budaya sekolah yang tercantum dalam peraturan sekolah. misalnya saat ada siswa yang datang terlambat ke sekolah berulang-ulang kali akan tetapi guru tidak memberi peringatan secara tegas yang sesuai tata tertib disekolah.

(13)

2. Moralitas Siswa a. Pengertian Moralitas

Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah; berdisiplin dan sebagainya buruk (Agus Abdulrahman, 2013:183).

Moral secara etimologi diartikan: a) Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b) Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. Dalam bahasa Yunani disebut “etos” menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. kemudian “etika” yang berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk (agus Abdulrahma, 2013:193).

Moral juga merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupanya dengan kelompok sosial dan masyarakat, moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitanya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang maka prilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban dan keharmonisan (Nur Elbrahim, 2012:70).

Relevan dengan teori diatas penulis menegaskan bahwa Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup

(14)

bermasyarakat, dalam mempelajari sikap moral terdapat empat pokok utama : (1) mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosisal dari anggotanya sebagaimana telah dicantumkan dalam hukum, kebiasaa, dan peraturan (2) mengembangkan hati nurani (3) belajar mengalami persaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak sesuai dengan harapan kelompok (4) dan mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan anggota kelompoknya.

b. Pengertian Siswa

Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar, dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.

Siswa akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian siswa berarti orang, anak yang sedang berguru (belajar, bersekolah). Sedangkan menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2013. Dimana siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri mereka melalui proses pendidikan pada jalur dan jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Muhammad Ali dkk, 2015:5).

Siswa juga merupakan seorang remaja, remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik, Pandangan tersebut mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa berada dibawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Muhammad Ali dkk, 2015:7).

Siswa yang termasuk kedalam Remaja, juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektul dari cara

(15)

berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mapu mengintregasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakterisitik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat secara penuh diterima secara penuh untuk masuk kegolongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. oleh karena itu, remaja sering kali di kenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai” (Muhammad Ali dkk, 2015:9)

Meraka masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun fsikisnya. Akan tetapi, yang perlu ditekankan disini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik. mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas (Romlah, 2014:91).

Adapun remaja yang dimaksud peneliti diatas adalah siswa yang berada dalam lingkungan sekolah. Dimana siswa dalam masa transisi yang memungkinkan untuk cepat goyah atau tak masih tak memiliki pendirian sehingga di takutkan terjerumus kedalam hal yang negtaif dimana ada masa pemberontakan. Pada masa itulah hati nurani mulai mengambil peran dalam menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung jawab atas segala akibat dari perilakunya sendiri baik itu baik-buruk atau bagus tidaknya.

c. Pengertian Moralitas siswa

Moralitas siswa adalah segala tinggkah laku murid atau pesesrta didik yang tercermin dalam sikap dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Maka siswa harus bisa mencerminkan moral yang tinggi. Dalam sebuah kehidupan suatu perbuatan dianggap benar dan salah berdasarkan, kebiasaan manusia, hukum-hukum. Hendaknya pendidkan moral dalam keluarga, sekolah dan masyarakat dapat membawa siswa kepada moral yang lebih tinggi dan pengembangan bakat. Dengan demikian moral siswa dapat terarah ke hal yang lebih baik lebih bermanfaat di dalam kehidupan yang akan mereka jalani di masa yang akan datang (Darmadi Hamid,2009:57).

(16)

Moral juga sangat penting dalam membentuk kualitas para generasi muda, dengan demikian kita bisa menanamkan kehidupan yang memiliki kemapuan untuk merubah segala hal yang berbau dengan kemajuan zaman yang ada sekarang menjadi alat guna membina moral masyarakat dan generasi muda agar tidak terjerumus dalam kehancuran tentu saja kita tahu bahwa kehancuran suatu negara dapat terjadi karena kehancuran moral beberapa penerus nya. Pendidkan moral yang akan mennetukan kemana negara ini kelak berkembang. Guru, pemerintah, dan lainya harus mulai bersama-sama memperbaiki moral siswa atau remaja saat ini tentu saja hal itu tidak mudah naum jika berusaha tentu akan mendapatkan hasil yang baik kelak.

d. Tahap-Tahap Perkembangan Moralitas

Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang benar dan salah bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individu dan mengendalikan prilaku melalui perkembangan hati nurani.

Ada beberapa tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal diseluruh dunia adalah yang dikemukakan oleh E B Hurlock (1995:58), yaitu sebagai berikut :

1) Tingkat Prakonvensioanl

Tingkat pra konvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu/anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterima baik berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan.

2) Tingkat prakonvensial memiliki dua tahap, yaitu: a) Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan menentukan baik buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa persoalan. b) Orientasi relativis-instrumental

Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhanya sendiri kadang-kadang juga kebutuhan orang lain.

(17)

3) Tingkat Konvensional

Tingkat konvensioanl atau konvensional awal adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Tingkat konvensional memiliki dua tahap yaitu, sebagai berikut :

a) Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “anak manis”

Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang menyenangkan dan membatu orang lain serta yang disetujui oleh mereka.

b) Orientasi hukum dan ketertiban

Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas aturan yang tetap penjagaan tata tertib sosial prilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri menghormati otoritas aturan yan tetap dan penjagaan tata tertib sosial yang ada semua ini dipandang sebagai sesuatu yang bernilai didalam dirinya.

c) Tingkat Pasca Konevensional, otonom atau berdasarkan prinsip Tingkat pascakonvensional adalah atauran-aturan dan ungkapan-ungkapan moral yang dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat di terapkan terlepas dari otoritas kelompok atau yang berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.

4) Tingkat pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu : a) Orientasi kontrak sosial legalitas

Pada tahap ini individu pada umumnya sengat bernada ultiritarian artinya perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati.

b) Orientasi prinsip dan etika universal

Pada tahap ini, hak ditentukan oleh suara batin sesuai dengan prnsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan mengacu kepada komprehensivitas logis, universalitas dan konsestensi logis. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip universa keadilan, resipositas, persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi (Nur Elbrahim, 2012:71-72).

Berdasarkan penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa, adanya sebuah peraturan itu untuk dipatuhi di taati dan dijalankan terus menerus dan dapat menjadi sebuah kebudayaan atau budaya yang baik. sehingga moral seseoarang bisa jadi apa yang diharapkan dan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, namun jika ada yang melanggar atau tidak mematuhi maka akan ada sanksi yang diberikan oleh yang berwenang. Biasanya sanksi yang

(18)

diberikan tidak terlalu sulit melainkan berupa peringatan agar tidak terulang kembali dan tidak menyimpang dari apayang diharapkan biasanya hal ini tertuju untuk kalangan pelajar seperti siswa dan siswi di sekolah mereka harus mematuhi tatatertib yang berlaku disekolah dan di realisasikan dalam kebiasaan sehari hari agar terhindar dari pergaulan yang bersifat negatif. e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Moralitas Siswa

Moralitas merupakan salah satu karakteristik penting dari manusia sebagai makhluk sosial. Kita sering kali melakukan penilaian baik dan buruk, dan penilaian tersebut berpengaruh pada bagaimana kita berprilaku dan memperlakukan orang lain. Penelitian mutahir menemukan adanya variasi prinsip moral di berbagai budaya selain prinsip keadilan dan kepedulian, ditemukan juga prinsip moral lain seperti prinsip loyalitas, otoritas, dan kesucian yang cukup dominan di beberapa budaya tertentu (Sarirto W Sarwono, 2013:198).

Prilaku moral merupakan suatu komplek yang dipengaruhi oleh faktor personal, sosial, spiritual. Penelitian yang mempengaruhi prilaku moral menunjukan variabelitas yang sangat besar, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prilaku moral bisa di kategorikan menjadi empat, yaitu : faktor kognitif, faktor emosi, faktor kepribadian dan faktor Situasional. Termasuk nilai budaya juga bisa mempengaruhi moralitas siswa dari keempat faktor tersebut Menurut Agus Abdul Rahman (2013) yang menjelaskan bahwa ada 4 unsur yang dapat mempengaruhi moralitas siswa sebagai berikut :

(19)

Gambar 2.1

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Moralitas Siswa

Menurut penjelasan pada bagan di atas dapat peneliti uraikan, bahwasanya hasil moralitas itu dapat di pengaruhi oleh bebearpa faktor yang mempengaruhi siswa dimana akan terbentuknya moral siswa apakah menjadi baik atau tidak baik. Moral adalah sebuah bentuk yang dinamis, karena bisa berubah-ubah dan tidak tetap tergantung pengaruh dari faktor tersebut siswa bisa jadi lebih baik atau buruk.

1) Faktor kognitif

Kemampuan kognitif sesorang di dalam mengatasi dilema moral diyakini sangat berpengaruh terhadap prilaku moralnya. Orang yang penalaran moralnya kurang baik akan cenderung memilih tindakan tidak bermoral, sebaliknya orang penalaranya moral baik akan memilih tindakan bermoral,.

2) Faktor Emosi

Emosi moral merupakan faktor terpenting dalam menjelaskan prilaku moral, emosi moral memiliki beberapa karakteristik umum yaitu berkaitan dengan tubuh, mempunyai kemampuan untuk memotivasi, sulit

FAKTOR EMOSI

(Kepekaan moral, emosi moral, dan intuisi moral)

FAKTOR KEPRIBADIAN

(identitas moral, agensi moral, integritas moral, motivasi moral, karakter moral)

FAKTOR SITUASIONAL

(kelompok sosial, kekuasaan, nilai-nilai agama, stratifikasi sosial, dan lain-lain)

FAKTOR KOGNITIF

(pengetahuan moral, pemahaman moral, penalaran oral, dan penilaian moral)

(20)

dikendalikan secara sadar. Moralitas yang sudah menyatu dengan tubuh mempunyai pengaruh yang lebih besar dibanding moralitas yang dipahami secara kognitif. Salah satu tanda bahwa suatu nilai moral sudah mnyatu dengan tubuh adalah kita merasakan suatu emosi tertentu ketika berhadapan dengan suatu prilaku atau peristiwa yang berhubungan dengan nilai moral tersebut.

3) Faktor Kepribadian

Faktor kesatuan antara moralitas dan kepribadian juga merupakan faktor penting dalam pembentukan perilaku moral. Identitas moral adalah sejauh mana seseorang menganggap bahwa menjadi sesorang yang bermoral merupakan identitas yang sangat penting bagi dirinya. Identitas moral terdiri dari dua aspek yaitu internalisasi dan simbolisasi kedua aspek tersebut sangat penting dalam pembentukan prilaku moral.

4) Faktor Situasional

Selain dipengaruhi oleh fator-faktor personal, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya prilaku moral juga dipengaruhi oleh faktor situasional. Rambo (1995) menganggap penting faktor konteks dalam proses perubahan keyakinan spiritual seseorang menurutnya, yang dimaksud dengan kinteks adalah lingkungan sosial, kultural, keagamaan, dan personal baik yang bersifat mikro maupun makro. Konteks yang berbeda beda tentunya akan menstimulasi prilaku moral yang berbeda. Budaya timur misalnya, yang lebih menekankan nilai-nilaike patuhan, loyalitas, kerjasama, ataupun kesucian untuk menst imulasi prilaku yang berbeda dengan budaya barat yang lebih menekankan individualisme, kebebasan berekspresi, dan sekularisme.

f. Fungsi dan pendidikan moral

Pendidikan karakter dalam setting sekolah mempunyai tujuan. Tujuan pendidkan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nila-nilai tertentu sehingga terwujud dalam prilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah/ setelah dari lulus sekolah dari sekolah.

(21)

Penulis memperinci bahwa pendidikan karakter memiliki fungsi untuk mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut diurai dari fungsi pendidikan karakter : (1) mengembangkan potensi dasar agar baik hati, berpikiran baik, dan berprilaku baik. (2) memperkuat dan membangun prilaku bangsa yang multi kultural. (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulun dunia. (4) pendidkan karakter dilakukan berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidkan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintahan, dunia usaha dan media.

Penguatan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam setting sekolah bukanlah sekedar suatu dogmatisasi nilai kepada peserta didik, tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksikan bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam prilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Pengetahuan juga mengarahkan proses pendidkan pada proses pembiasaan yang disertai logika dan refleksi terhadap proses dan dampak proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam setting kelas maupun sekolah. Penguatanpun memiliki makna adanya hubungan antara penguatan prilaku melalui pembiasaan disekolah dengan pembiasaan dirumah. Berdasarkan kerangka hasil atau output pendidkan moral setting sekolah pada setiap jenjang, maka lulusan sekolah akan memiliki sejumlah prilaku khas bagaimana nilai yang dijadikan rujukan oleh sekolah tersebut. Lalu bagaimana enggan prestasi akademik peserta didik ? apakah prestasi akademik mereka juga menjadi tujuan yang harus dicapai oleh anak atau tidak? asumsi yang terkandung dalam tujuan pendidikan moral yang pertama ini adalah bahwa penguasaan akademik diposisikan sebagai media atau saran untuk mencapai tujuan penguatan dan pengembangan moral. Atau dengan kata lain sebagai tujuan perantara untuk terwujudnya pendidkan harus dilakukan secara konstektual (Kesuma dkk, 2012:9).

Tujuan kedua pendidkan karakter adalah mengoreksi prilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nila-nila yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki bahwa pendidkan moral memiliki sasaran untuk

(22)

meluruskan berbagai prilaku anak yang negatif menjadi positif. Proses pelurusan yang dimakna sebagai pengoreksian prilaku dipahami sebagai proses yang pedagogis, bukan suatu pemaksaan atau pengkondisian yang tidak mendidk. Proses pedagogis dalam mengoreksi prilaku negatif diaahkan pada pola fikir anak, kemudia dibarengi dengan keteladanan lingkungan sekolah dan rumah, dan proses pembiasaan berdasarkan tingkat dan jenjang sekolahnya (Kusuma dkk, 2012:10).

Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter setting sekolah adalah pengembangunan kosenkuesi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam merencanakan tanggung jawab pendidikan moral di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidkan dikeluarga. Jika saja pendidkan karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan guru di kelas dan di sekolah, maka pencapaian berbagai moral yang diharapkan akan sangat sulit diwujudkan. Karena penguatan prilaku merupakan suatu hal yang menyuluruh bukan suatu cuplikan dari rentangan waktu yang dimiliki oleh anak. Dala setiap menit dan detik interaksi anak dengan lingkunganya dapat dipastikan akan terjadi proses mempengaruhi prilaku anak (Kesuma dkk, 2012:10-11).

Berdasarkan teori-teori di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa cara yang digunakan sebaiknya praktis sehingga dapat mudah di terapkan oleh peserta didik. Kita bisa memanfaatkan kegiatan belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas. Serta bisa memanfaatkan kegiatan rumah atau di lingkungan. Ada banyak kegiatan yang bisa dijadikan sebagai kesempatan memperkuat pendidikan moral. Percuma menemukan cara praktis untuk mentransferkan moral baik kepada anak apabila tidak diterapkan. Hasil yang ingin kita capai tidak datang hanya dengan satu atau dua kali penerapan melainkan lebih banyak dari yang kita perkirakan. Pendidikan moral memerlukan konsistensi sebab di dalam konsistensi dan intensitas agar dapat terlihat hasil yang diharapkan. Dan sesuatu yang dilakukan berkali-kali akan membuahkan hasil. Sasaran dari pendidikan moral ialah anak-anak menunjukan moral yang baik dalam sikap dan prilaku keseharian mereka.

(23)

Tujuan ini bisa tercapai setiapkali menunjukan moral baik dalam cara hidup kita mengajak anak-anak untuk melakukan hal yang sama.

g. Macam-Macam Moral

Moral adalah ukuran baik-buruknya seseorang yang dapat orang lain lihat dari luar. Moral bisa juga dikatakan sebuah hasil yang di ciptakan seseorang melalui unsur-unsur yang mempengaruhinya. Berbicara tentang moral, moral dapat kita bagi kedalam 2 macam yaitu ada moral yang baik dan ada juga moral yang tidak baik adapun contoh moral yang baik dan yang tidak baik sebagai berikut :

1.Contoh moral yang baik

a) Bertutur sapa yang baik pada oranglain b) Selalu jujur

c) Mentaati peraturan yang ada d) Selalu menghormati yang lebih tua 2. Contoh moral yang tidak baik :

a) Jika berkata kurang sopan b) Selalu melanggar peraturan c) Selalu berbohong

d) Tidak pernah menghargai sesseorang yang lebih tua

Berdasarkan uraian diatas adalah sebagian contoh dari beberapa kejadian-kejadian yang sering terjadi dikalangan siswa pada saat di sekolah. Moral sendiri terbentuk tergantung siswa itu sendiri yang dapat memilah milahnya. Guru dan karyawan seolah hanya sebuah perantara untuk membimbing dan mengarahkan namun hasilnya tergantung siswa ingin mempunyai moral yang lebih baik atau tidak baik.

3. Teori Implikasi Nilai-Nilai Budaya Terahadp Moralitas Siswa

Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predikposisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek bebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai

(24)

mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya (Muhamad Ali dkk, 2015:11).

Bagi Sigmund Freud dalam buku Panut (1999:22) yang telah menjelaskan melalui teori Psikoanalisisnya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak dibeda-bedakan. Dalam konsep Sigmund Freud, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari tiga, yaitu:

1. Id atau Das Es 2. Ego atau Das Ich

3. Super Ego atau Da Uber Ich.

Id atau Das Es berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral, dan bersifat memenuhi dorongan kesenangan yang diarahkan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan dan menghindari kesakitan.

Ego atau Das Ich merupakan eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur kepribadian individu. Tugs utama Ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan yang ada di dunia sekitar. Superego adalah sumber moral dalam kepribadian.

Super ego atau Da Uber Ich adalah kode moral individu yang tugas utamanya adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego memprestasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal yang riil, serta mendorong ke arah kesempurnaan bukan ke arah kesenangan

Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika ketiganya sudah menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan superegonya dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena superego yang sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan naluriah dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan.

(25)

Berkembangnya superego dengan baik, juga akan mendorong berkembang kekuatan ego untuk mengatur dinamika kepribadian antara id dan superego, sehingga perbuatannya selaras dengan kenyataannya di dunia sekelilingnya. B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Untuk mengkaji penelitian yang relevan, penulis mengkaji beberapa contoh penelitian diantaranya :

1. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riski Azan (2013) tentang “ upaya penguatan karakter melalui internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran sejarah di SMAN 1 Kendal ajar (2012/2013)” menyatakan bahwa : Hasil penelitian tersebut mengalami perubahan yang menunjukan bahwa nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SMAN 1 Kendal sudah cukup baik, karena nilai-nilai yang ditanamkan tersebut sesuai dengan hasil kajian empirik dari pusat kurikulum. Setelah nilai nilai tersebut dengan baik melalui berbagai kegiatan dan pembiasaan di sekolah seperti adnya kantin kejujuran, foto-foto pahlawan dan saran yang menunjang lainya. Internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran sejarah di kelas X1 dilakukan oleh guru sejarah melalui metode ceramah, penguatan nilau karakter melalui nilai kearifan lokal yang di internalisasikan dalam pembelajaran sejarah berupa petuah-petuah dan kearifan tokoh kepahlawanan diantaranya walisanaga, sultan agung, dan petuah-petuah yang berbunyi ajadumeh, mulatsarira hangsarawani, dina anaupa, oraobahoramamah.

Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan karakter adat dan budaya jawa. Tujuan penelitian tersebut yakni untuk menghasilkan nilai karakter dalam kearifan lokal. Adapun perbedaan dilaksanakan peneliti dengan penelitian yang relevan tersebut yakni terletak pada internalisasi nilai kearifan lokal dengan pengaruh nilai budaya.

2. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Tri Maryanti (2015) yang berjudul “ penenaman nilai-nilai keutamaan moral pada remaja dalam keluarga TNI-Ad Asrama Depok Pendidikan ( Dodik) scata rindam IV/Dipenogoro Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen” hasil penelitian menunjukan bahwa penanaman nilai-nilai keutamaan moral oleh orang tua kepada remaja telah

(26)

dilakukan secara komprehensip melalui metode pendekatan pendidikan moral mencangkup dimensi normatif, dimensi sosial dan dimensi spiritual dalam bentuk komunikasi langsung berupa sharing serta pemberian nasihat dan komunikasi tidak langsung dalam bentuk pemberian teladan dan bermain peran (simulasi). Hambatan dalam penenaman nilai-nilai keutamaan moral pada remaja utamanya dikarenakan ego dari remaja itu sendirim sedangkan pola asuh lingkungan, tempat tinggal dan berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak menjadi hambatan.

Bentuk internalisasi nilai-nilai keutamaan moral oleh remaja telah dilakukan dengan cukup baik sesuai dengan nilai-nilai keutamaan moral yang berdasar terutama kedisiplinan dalam hal menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan, kesediaan remaja untuk bertanggung jawab, dan kemandirian moral remaja dalam memandang fenomena yang ada dengan memuculkan pandangan moralnya sendiri. Tujuan penelitian tersebut yakni untuk menanamkan moral pada remaja dalam keluarga.

Adapun perbedaan dilaksanakan penelitian dengan penelitian yang relevan tersebut terletak pada penanaman nilai keutamaan moral remaja dalam keluarga dengan moralitas siswa dalam sekolah.

3. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Roroh Rokayah (2014) tentang “ pengaruh pendidikan karakter terhadap pembentukan perilaku sosial siswa di SMK Swadaya PUI Kuningan Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan” hasil penelitian menyatakan : banyak budaya asing yang masuk membuat banyak generasi muda yang melupakan budaya lokal karena besarnya pengaruh budaya asing yang telah masuk ke Indonesia. Terutama dikota kota besar di Indonesia bisa kita lihat dari segi pergaulan, penampilan, cara bicara dan masih banyak lagi yang belum kita ketahui. Disamping itu generasi muda harus mampu tanggung jawab dan peran yang besar dalam menjaga dan melestarikan budaya di indonesia agar norma-norma kesopanan tumbuh dalam diri generasi muda dan dapat mengahumkan nama indonesia di mata dunia. Berdasarkan permasalahan yang diketahui bahwa siswa yang berkarakter beragama dimana siswa dapat menghargai perbeedaan agama maupun tempat ibadahnya. Selain

(27)

itu, siswa dapat mengahrgai orang lain dan yang lebih tua akan tetapi di sisilain masih banyak siswa yang belum mempunyai karakter tersebut. hasil penelitian tersebut mengalami perubahan yang menunjukan bahwa nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SMAN 1 menyatakan : hasil penelitian tersebut mengalami perubahan yang menunjukan bahwa budaya haul berpengaruh terhadap karakter siswa hal ini ditunjukan dengan kebiasaan siswa dala membaca al-Qur’an mengikuti acara tahlilan sambil membaca doa-doa.

Adapun perbedaan dilaksanakan penelitian dengan penelitian yang relevan tersebut terletak pada pengaruh budaya haul terhadap karakter dengan implikasi bnilai-nilai budaya terhadap moralitas siswa.

C. Kerangka Fikir

Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria didalam diri individu yang dijadikan dasar untuk mengevaluasi suatu sistem. Atau penilaian individu terhadap suatu objyek atau sekumpulan objek yang lebih berdasarkan pada sistem nilai tertentu (Muhammad Ali dkk, 2004:144).

Nilai erat hubunganya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan. Oleh karena itu nilai berhubungan dengan sikap seseorang sebagai warga masyarakat, warga suatu bangsa, sebagai pemeluk suatu agama dan sebagai warga dunia (Arifi Hakim.M,2001:22-23 ).

Budaya adalah hasil, cipta, karya dan rasa manusia. Yang semuanya itu hanya dimiliki oleh manusia, seiring berjalanya sejarah, manusia ada sebuah stratifikasi budaya baik agama, nasional, regional. Yang seluruhnya itu memiliki perbedaan dan mempunyai sifat khasnya masing-masing. Atau sebuah konsep, keyakinan, nilai dan norma yang dianut masyarakat yang memengaruhi perilaku mereka dalam upaya menjawab tantangan yang berasal dari alam sekeliling ( Rusmin Tumanggor dkk, 2010:20 ).

Budaya sekolah adalah segala bentuk tatacara atau sebuah budaya yang berkembang di sekolah dan patut untuk di patuhi serta ditaati biasanya budaya sekola berisi tentang falsafah hidup dan bersifat kebaikan yang nantinya akan

(28)

membuat siswa tidak terjerumus ke hal negatif. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupanya dengan kelompok sosial dan masyarakat, moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial (Nur Elbrahi, 2012:70).

Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar, dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.

Peneliti merencanakan adanya tindakan pengaruh nilai-nilai budaya terhadap moralitas siswa di SMP Islam Terpadu Nuurusshiddiq kecamatan kejaksan kota cirebon agar moral siswa dapat terarah dengan adanya nilai-nilai budaya yang di kembangnkan di sekolah, kerangka pemikiran tersebut dapat peneliti gambarkan sebagai berikut :

(29)

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir NILAI-NILAI BUDAYA SEKOLAH Peraturan Sekolah

Moral yang baik :

1. Mematuhi peraturan sekolah.

2. sopan dan santun terhadap guru.

3. berturtur kata yang baik dll.

Moral yang kurang baik : 1. Tidak mematuhi tata

tertib sekolah.

2. tidak memiliki sopan dan santun terhadap guru. 3. Dalam bertutur kurang

baik sehingga

mengeluarkan bahasa kasar

Peraturan Sekolah

Tujuan Penanaman nilai Budaya : 1. Menjadi warga negara yang

baik

2. Mengitu budaya yang ada 3. Komitmen terhadap nilai

budaya

4. Dapat berkomunikasi dan bekerja sama

Nilai – nilai budaya yang ditanamkan kepada siswa :

1. Toleransi 2. Disiplin 3. religius

(30)

Nilai nilai budaya yang di tanamkan di SMP IT, dalam hal ini dalam peraturan. Nilai-nilai tersebut berupa toleransi dan disiplin terhadap keragaman yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Siswa nantinya juga diharapkan menjadi generasi yang menjujung tinggi moralitas, kedisiplinan dan rasa toleransi dalam berprilaku sehari-hari. Melalui penanaman nilai-nilai budaya tersebut, maka nantinya akan terbentuk suatu moral yang di harapkan.

Mengenai sikap pesertadidik yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yanga terdapat dalam sekolah yang harus dipatuhi dan ditaati oleh siswa, sedangkan nilai nilai budaya itu sendiri adalah sebuah acuan atau batasan terhadap moral siswa disekolah yang kita tahu sekarang sudah banyak siswa yang mengalami degradasi moral.

Sikap bentuk berbagai faktor yang mempengaruhinya. Antara lain:pengalaman pribadi, kebudayaan. Orang llain dianggap penting, media massa, instutusi atau lembaga pendidikan, serta faktor emosi dalam diri individu. Kesemua faktor andilnya masing-masing dalam membentuk moral seseorang, yang membedakan hanya prosentase dari masing-masing faktor tersebut mempengaruhi moral seseorang. Terutama pendidikan tetanamnya nilai-nilai budaya agar mampu hidup dengan menjadi manusia yang bermoral dalam suatu ruang lingkup pendidkan tidak hanya memprioritaskan kearah kognitif saja akan tetapi nilai-nilai toleransi dan disiplin dapat tertanam dalam jiwa anak didik yang akan menumbuhkan sikap awal yang positif pada diri sendiri siswa hingga terjalin harmonis.

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Berfikir  NILAI-NILAI BUDAYA  SEKOLAH  Peraturan   Sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian dari teori olah gerak dan pengendalian kapal adalah merupakan hal yang penting untuk memahami beberapa gaya yang mempengaruhi kapal dalam

Teori ini dicantumkan oleh peneliti karena ideologi dalam media massa adalah unsur yang menjadi bagian dari berita di media massa tersebut.. Ideologi yang dipresentasikan

Menurut teori lawrence dalam Notoatmodjo (2012). Ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan prilaku individu maupun kelompok sebagai berikut:.. 1) Faktor yang

Dalam teori ini terdapat tiga variabel utama yang mempengaruhi intention seseorang untuk melakukan tindakan yaitu attitude towards behavior adalah sikap yang mengacu kepada

1) Mengontrol impulsif-impulsif agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya anak-anak belajar bagaimana memcahkan berbagai pertentangan dengan cara lain selain degan

Max Weber adalah ilmuan yang memiliki pengaruh dalam perkembangan teori interaksi simbolik , yang pertama kali memberikan penjelasan dan pebdapatnya bahwa tindakan

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap interaksi sosial dalam Facebook adalah kekuatan atau

Menurut Siti Aisyah,dkk (2010: 1.4-1.9) karakteristik anak usia dini antara lain; a) memiliki rasa ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi yang unik, c) suka berfantasi