• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Media Sosial - BAB II YENI YEN PANGESTI PGSD'17

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Media Sosial - BAB II YENI YEN PANGESTI PGSD'17"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Media Sosial

a. Pengertian Media sosial

Pada dasarnya media sosial merupakan perkembangan mutakhir dari teknologi-teknologi perkebangan web baru berbasis internet, yang memudahkan semua orang untuk dapat berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi dan membentuk sebuah jaringan secara online, sehingga dapat menyebar luaskan konten mereka sendiri. Sesuai dengan pendapat Zarella (dalam Aditya, R. 2015: 51) media sosial adalah situs yang menjadi tempat orang-orang berkomunikasi dengan teman-teman mereka, yang mereka kenal di dunia nyata dan dunia maya.

(2)

komentar dalam media sosial maupun dengan sekedar memberikan like pada setiap postingan seseorang.

b. Penggunaan Media Sosial

Salah satu bentuk baru dalam berkomunikasi yang ditawarkan dalam dunia internet adalah media sosial. Menggunakan media sosial dalam internet, penggunaan bisa meluaskan perkataan ataupun hal yang dialami. Seperti yang diutarakan oleh Kaplan dan Haenlein dalam jurnal Internasional (Curran & Lennon, 2011), media sosial adalah “sebuah kelompok jaringan yang berbasis aplikasi dalam internet yang

dibangun berdasarkan teknologi dan konsep web 2.0, sehingga dapat membuat pengguna (user) menciptakan dan mengganti konten yang disebarkan”. Istilah “web 2.0” digunakan secara khusus untuk

menjelaskan teknologi semacam wikis, weblogs, dan media internet lainnya. Web 2.0 penting untuk media sosial karena mampu mempercepat pertumbuhan dari media sosial.

(3)

Berbagai teknologi telah dikembangkan para ilmuwan agar memudahkan manusia dalam berkomunikasi, mulai dari radio, telepon, televisi, hingga internet. Kemajuan teknologi sekarang ini, orang dapat berkomunikasi dengan orang lain setiap detik. Baik itu dengan orang yang dikenal hingga orang yang tidak dikenal. Komunikasi tersebut bisa terjadi dengan dua arah maupun satu arah. Teknologi mulai dari radio hingga internet memungkinkan komunikasi yang sulit dilakukan menjadi bisa dilakukan. Salah satunya dari sekian banyak temuan para ahli, yang fenomenal adalah media internet.

c. Dampak Negatif dan Dampak Positif Media Sosial

Dewasa ini di tengah-tengah era globalisasi tidak bisa dipungkiri hadirnya sosial media semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi sosial media menghapuskan batasan-batasan dalam bersosialisasi, dalam sosial media tidak ada batasan ruang dan waktu dan dengan siapa mereka berkomunikasi, mereka dapat berkomunikasi kapanpun dimana pun mereka berada dan dengan siapapun. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa sosial media memiliki pengaruh besar dan berdampak dalam kehidupan seseorang.

Adapun dampak positif media sosial menurut Zukria (dalam Kairuni, N. 2016) adalah:

1) Mempermudah kegiatan belajar, karena dapat digunakan sebagai sarana untuk berdiskusi dengan teman sekolah tentang tugas (mencari informasi)

(4)

3) Menghilangkan kepenatan pelajar, itu bisa menjadi obat stress setelah seharian bergelut dengan pelajaran di sekolah. Misalnya, mengomentari situs orang lain yang terkadang lucu dan menggelitik, bermain game, dan lain sebagainya. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari media sosial adalah:

1) Berkurangnya waktu belajar, karena keasyikan menggunakan media sosial.

2) Mengganggu konsentrasi belajar di sekolah.

3) Merusak moral pelajar, karena sifat remaja yang labil, mereka dapat mengakses atau melihat gambar porno milik orang lain dengan mudah.

4) Menghabiskan uang jajan, untuk mengakses internet. 5) Mengganggu kesehatan, terlalu banyak menatap layar

handphone maupun komputer atau laptop dapat mengganggu kesehatan.

Menurut pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media sosial memiliki dampak positif dan juga memiliki dampak negatif dalam penggunaannya. Penggunaan media sosial dapat diakses setiap waktu dan dalam penggunaan media sosial juga tidak memiliki batasan dalam bersosialisasi. Seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja, baik dengan orang yang dikenal ataupun orang yang tidak dikenal.

2. Komunikasi

(5)

a. Pengertian Komunikasi

Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.

Effendy, Onang Uchana (2005: 11-16) Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang muncul dari lubuk hati.

Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relatif jauh atau jumlahnya yang banyak, media itu bisa melalui surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, bahkan satelit dan masih banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

(6)

media. Lambang sebagai media primer, dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lainnya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Tujuan Komunikasi di Sekolah

Komunikasi di sekolah merupakan salah satu unsur kegiatan yang penting dalam pendidikan. Selain, itu komunikasi merupakan syarat dalam kehidupan oerganisasi pendidikan. Komunikasi sebagai upaya untuk membuat orang-orang yang terlibat di dalamnya mengerti dan memahami fungsi dan tugasnya masing-masing. Penyampaian pesan kepada penerima dan media yang digunakan dalam komunikasi harus ada dalam keserasian, sehingga terhindar dari gangguan-gangguan yang mengakibatkan kesalah pahaman. Sesuai dengan pendapat (Hidayat, S. 2007: 2) mengatakan bahwa ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informasi akan menimbulkan kegagalan dalam berkomunikasi.

(7)

kepada masyarakat tidak cukup hanya dengan informasi verbal saja. Informasi ini perlu dilengkapi dengan pengalaman nyata yang ditunjukkan kepada masyarakat, agar timbul citra positif tentang pendidikan.

Uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi di sekolah bertujuan agar terhindar dari gangguan-gangguan yang mengakibatkan adanya kesalah pahaman antar anggota di dalam lembaga sekolah. Selain itu, dengan adanya komunikasi dalam pendidikan akan mempermudah dalam memberi dan menerima informasi dari pihak yang satu dengan pihak yang lain. Penyampaian informasi tersebut juga harus memiliki kebenaran tersendiri. Informasi-informasi tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

3. Pembentukan Karakter

(8)

a. Pengertian Karakter

Yaumi (2014: 7-8)menyatakan bahwa karakter adalah moralitas, kebenaran, kebaikan, kekuatan, dan sikap seseorang yang ditunjukkan kepada orang lain melalui tindakan. Karakter dimaknai sebagai sebuah dimensi yang positif dan konstruksif. Jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) dalam (Elfindri, dkk, 2012: 27), menyatakan bahwa karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lainyaitu tabiat dan watak. Sehingga dapat dikemukakan bahwa karakter anak yang diharapkan adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat kepada anak-anak bangsa ini.

(9)

Suyadi (2013: 5)Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terparti dalam diri dan berwujud dalam perilaku. Katakter diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa karakter yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya terbentuk melalui proses pembelajaran yang cukup panjang. Karakter manusia bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Lebih dari itu, karakter merupakan bentukan dari lingkungan dan juga orang-orang yang ada di sekitar lingkungan tersebut. Karakter dibentuk melalui proses pembelajaran di beberapa tempat, seperti rumah, sekolah, dan di lingkungan sekitar tempat tinggal. Pihak-pihak yang berperan penting dalam pembentukan katarakter seseorang yaitu keluarga, guru, dan teman sebaya. Karakter seseorang biasanya akan sejalan dengan perilakunya. Bila seseorang selalu melakukan aktivitas yang baik seperti sopan dalam berbicara, suka menolong, ataupun menghargai sesama, maka kemungkinan besar karakter orang tersebut juga baik, akan tetapi jika perilaku seseorang buruk seperti suka mencela, suka berbohong, suka berkata yang tidak baik, maka kemungkinan besar karakter orang tersebut juga buruk.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

(10)

hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi dalam (Kesuma, dkk, 2012: 5-6) menyatakan bahwa “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungan.

Adanya pendidikan karakter maka akan membantu membentuk sebuah watak, sifat-sifat dan budi pekerti seseorang, sehingga kelak akan melahirkan sebuah karakter pribadi yang baik. Jika seseorang telah memiliki karakter yang baik maka orang tersebut akan dapat menempatkan diri dan memberikan hal yang positif di sekitarnya. Oleh karena itu pendidikan karakter sebaiknya diterapkan sejak dini agar lebih efektif.

Pendidikan karakter dalam seting sekolah sebagai “Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan

perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah”.

Definisi ini mengandung makna:

1) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran;

2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh. Asumsinya anak merupakan organisme manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan;

(11)

Pada dasarnya pembelajaran yang dilakukan disekolah hanyalah untuk mengajarkan nilai-nilai karakter yang baik bagi siswa. Karakter yang baik lah yang harus dikembangkan dan diterapkan dimanapun siswa itu berada sedangkan karakter yang buruk harus mereka tinggalkan dan jangan sampai dikeluarkan disaat mereka berada.

Yaumi (2014:8-9) Pendidikan karakter adalah upaya sengaja untuk membantu orang mengerti, peduli tentang, dan berbuat atas dasar nilai-nilai etik. Definisi ini pendidikan karakter merujuk pada tiga komponen yang harus diolah, yakni: (1) Pikiran,yang ditujukan dengan kata understand, (2) rasa, yang ditujukan dengan kata care about, dan (3) raga, yang ditujukan dengan kata act upon core ethicalvalues. Pendidikan karakter adalah suatu istilah yang luas yang digunakan untuk menggambarkan kurikulum dan ciri-ciri organisasi sekolah yang mendorong pengembangan nilai-nilai fundamental anak-anak di sekolah.

(12)

sangat berpengaruh penting bagi perkembangan karakter siswa karena dengan adanya program pembelajaran yang efektif dari sekolah maka siswa dapat lebih memahami sebuah karakter yang dapat mereka bawa dalam bermasyarakat kelak.

c. Tujuan Pendidikan Karakter dalam Seting Sekolah

(13)

atau bangsa Indonesia.

“Mengembangkan kemampuan” aliran konstruktivisme, yang

mempercayai bahwa peserta didik adalah manusia yang potensial dan dapat dikembangkan secara optimal melalui proses pendidikan. Kemampuan watak yang perlu dikembangkan dalam pendidikan atau kemampuan akademik, kemampuan sosial, kemampuan religi, inipun belum secara jelas dipahami dari pernyataan UUSPN tersebut.

Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter seting sekolah adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karater secara bersama.

(14)

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, melihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati”.

Dapat disimpulkan dari teori-teori di atas, bahwa karakter merupakan keseluruhan tingkah laku yang ada pada diri manusia dengan sifat-sifat yang dimilikinya secara unik. Karakter yang dihasilkan olah pikir, olah hati, olah rasa, serta olahrga seseorang atau sekelompok orang. Lingkungan sendiri merupakan salah satu faktor yang penting dan memiliki peran yang besar dalam pendidikan karakter. Karena lingkungan membantu peserta didik melakukan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentukan oleh faktor lingkungan ini. Dapat diartikan bahwa lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar.

d. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

(15)

Lickona, Schaps, dan Lewis (2010) dalam CEP’s Eleven Principles of effective Character Education dalam Yaumi (2014: 11) menguraikan sebelas prinsip dasar dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter. Kesebelas prinsip yang dimaksud adalah:

1) Komunitas sekolah mengembangkan nilai-nilai etika dan kemampuan inti sebagai landasan karakter yang baik. 2) Sekolah mendefinisikan karakter secara komprehensif

untuk memasukkan pemikiran, perasaan, dan perbuatan. 3) Sekolah menggunakan pendekatan komprehensif, sengaja,

dan proaktif untuk mengembangkan karakter. 4) Sekolah menciptakan masyarakat peduli karakter.

5) Sekolah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan tindakan moral.

6) Sekolah manawarkan kurikulum akademik yang berarti dan menantang yang menghargai semua peserta didik mengembangkan karakter, dan membantu mereka untuk mencapai keberhasilan.

7) Sekolah mengambangkan motivasi diri peserta didik. 8) Staf sekolah adalah masyarakat belajar etika yang membagi

tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan karakter dan memasukkan nila-nilai inti yang mengarahkan peserta didik.

9) Sekolah mengembangkan kepemimpinan bersama dan dukungan yang besar terhadap permulaan atau perbaikan pendidikan karakter.

10) Sekolah melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.

11) Sekolah secara teratur menilai dan mengukur budaya dan iklim, fungsi-fungsi staf sebagai pendidik karakter serta sejauh mana peserta didik mampu memanifestasikan karakter yang baik dalam pergaualan sehari-hari.

(16)

lain-lainnya.

e. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

Ruang lingkup atau sasaran dari pendidikan karakter adalah satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Menurut Ramayulis dalam (Salahudin & Alkrienciehie, 2013: 65) mengatakan bahwa adapun asas-asas mengajar dalam pendidikan karakter adalah motivasi, aktivitas, minat dan perhatian, keperagaan, individual, pengulangan, keteladanan, pembiasaan. Asas-asas mengajar ini harus dijadikan acuan dalam menerapkan pendidikan karakter, baik di sekolah, keluarga, maupun di masyarakat.

Lickona (2013: 99-536) menjelaskan bahwa: “Guru memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi nilai dan karakter anak-anak setidaknya dalam tiga macam cara:

1) Guru dapat menjadi pengasuh yang efektif. 2) Guru dapat menjadi teladan.

3) Guru dapat menjadi seorang pembimbing etis.

(17)

moral”.

Masyarakat ikut andil dalam membangun karakter anak-anak, penting bagi sekolah yang sedang melaksanakan pendidikan nilai untuk melibatkan tidak hanya orang tua. Keterlibatan masyarkat secara luas sangat membantu: keterlibatan tersebut membantu mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan untuk nilai-nilai yang harus diajarkan, keterlibatan tersebut membuka jalan bagi terbentuknya keahlian etis yang berharga di dalam masyarakat, dan keterlibatan tersebut menginformasikan kepada publik dan menciptakan publisitas positif atas bebagai upaya yang dilakukansekolah dalam bidang ini.”

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran keluarga, masyarakat, dan guru sangat penting dalam pendidikan karakter bagi anak. Karakter mereka dibentuk dari kerjasama antar ketiga pihak yang saling membantu untuk membentuk moral anak menjadi baik. Peranan media massa juga berpengaruh baik dan buruk dalam pembentukan karakter oleh sebab itu peran keluarga yang paling utama dalam pendidikan karakter anak.

f. Faktor Keberhasilan Pendidikan Karakter

(18)

karakter peserta didik di satuan pendidikan, membutuhkan adanya peran serta aktif dari pihak-pihak terkait. Menurut Zubaedi (2011: 177-182) ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan proses pendidikan karakter. Tinjauan ilmu akhlak diungkapkan bahwa segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak berbeda antara satu sama lainnya, pada dasarnya merupakan akibat adanya pengaruh dari dalam diri manusia (insting) dan motivasi yang disuplai dari luar dirinya seperti milieu, pendidikan, dan aspek warotsah. Faktor niat atau kemauan anak yang besar juga akan mempermudah dalam pembentukan karakter. Karakter anak yang masih polos dan labil akan sangat mudah di arahkan ke hal-hal yang positif, agar dapat membentuk karakter yang baik. Orang tua, guru, serta masyarakat pun ikut andil dan tidak terlepas dari pembentukan karakter anak.

1) Faktorinsting (naluri). Refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia yang dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah). Insting seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku.

2) faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter adalah adat/kebiasaan. Adat/kebiasaan adalah tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan berulang-ulang dan sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, olahraga. Menurut Abu Bakar Zikri berpendapat: Perbuatan manusia, apabila dikerjakan secara berulang-ulang sehingga menjadi mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan.

(19)

Melalui ilmu pendidikan kita mengenal perbedaan pendapat anatara aliran nativisme yang dipelopori oleh Schopenhaur berpendapat seseorang ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Pendidikan tidak dapat mempengaruhi perkembangan jiwa seseorang. Menurut aliran empirisme, seperti dikatakan oleh John Locke dalam teori tabula rasa, bahwa perkembangan jiwa anak itu mutlak ditentukan oleh pendidikan dan lingkungannya. Menyikapi dua aliran konfrontatif ini, timbul teori konvergensi yang bersifat mengompromikan kedua teori ini dengan menekankan bahwa “dasar” dan “ajar” secara bersama-sama mempengaruhi perkembangan jiwa manusia.

4) Faktoryang berpengaruh terhadap pendidikan karakter adalah lingkungan. Salah satu aspeknya yaitu sikap dan tingkah laku seseorang adalah faktor lingkungan di mana seseorang berada. Lingkungan artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya, seperti angin, lautan, udara dan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada keberhasilan pendidikan karakter terdapat faktor-faktor yang paling mempengaruhi yaitu faktor insting, adat/kebiasaan, keturunan, dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter anak dengan adanya faktor-faktor tersebut diharapkan anak akan menjadi lebih baik. Kerjasama dari berbagai pihakpun sangat berpengaruh dalam pemebentukan karakter anak.

4. Sopan Santun

a. Pengertin Sopan Santun

(20)

diartikan sebagai berikut: “Sopan, hormat dengan tak lazim (akan,

kepada) tertib menurut adab yang baik. Atau bisa dikatakan sebagai cerminan kognitif (pengetahuan). Santun: halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya) sopan, sabar, tenang atau bisa dikatakan cerminan psikomotorik (penerapan pengetahuan sopan ke dalam suatu tindakan). Jika digabungkan kedua kalimat tersebut, sopan santun adalah pengetahuan yang berkaitan dengan penghormatan melalui sikap, perbuatan atau tingkah laku, budi pekerti yang baik, sesuai dengan tata krama, peradaban, dan kesusuilaan.

Seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang baik maka orang tersebut memiliki sopan santun yang baik. Sopan santun atau tata krama menurut Taryati, dkk. (1995:71) dalam jurnal (Suharti, 2004: 61-62) adalah suatu tata cara atau aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian, hormat menghormati menurut adat yang telah ditentukan.

(21)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Hasanudin Dede, 2014. Telaah Budaya dan Karakter dalam Pola-pola Komunikasi di Dunia Maya. Volume II, Nomor 2

Penelitian ini mengungkapkan tentang penggunaan bahasa secara langsung di dunia maya, mengetahui aturan bahasa Indonesia yang digunakan dimedia sosial, menggambarkan penggunaan bahasa di media sosial, klarifikasi data yang digunakan dimedia sosial, menafsirkan data agar dapat dipahami pola dan maknanya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan komunikasi langsung antara masyarakat yang melakukan jejaring sosial. Penelitian ini menghasilkan asumsi seperti berbagai variasi bahasa yang selalu diungkapkan dimedia sosial, banyak komentar yang dibuat didunia maya menggunakan bahasa yang kurang baik dan kurang sopan untuk disampaikan. Bahasa kesatuan yang rendah ditampilkan dalam komentar media sosial, hampir semua pengguna kurang memperhatikan penggunaan kesatuan bahasa saat membuat kritik. Penelitian ini dikatakan relevan karena sama-sama meneliti tentang dampak dari penggunaan media sosial terhadap katakter sopan santun.

2. Kim, Junghyun & Lee, Jong-Eun Roselyn, 2011. The Facebook Paths to Happiness: Effects of the Number of Facebook Friends and Self-Presentation on Subjective Well-Being. Volume 14

(22)

kesejahteraan penggunanya dengan berfokus pada jumlah teman facebook dan strategi presentasi diri (positif vs jujur). Dari data survei cross-sectional dari pengguna facebook menggungkapkan bahwa jumlah teman facebook memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan subjektif, tetapi hubungan ini tidak dimediasi oleh dukungan sosial yang dirasakan. Selain itu, ditemukan bahwa ada lengkung negatif (terbalik kurva U), sedangkan yang positif presentasi diri memiliki efek langsung pada kesejahteraan subjektif, presentasi diri memiliki efek tidak langsung yang signifikan pada kesejahteraan subjektif melalui dukungan sosial yang dirasakan. Di sisi lain, presentasi diri dapat meningkatkan kebahagiaan, berakar pada dukungan sosial yang diberikan oleh teman-teman Facebook. Penelitian di atas dikatakan relevan karena fokus dalam penelitian ini sama-sama membahas terkait dengandampak negatif dan dampak positif dalam penggunaan media sosial facebook.

3. Curran, James, M, 2012, Social Networks and Older Users: An Examination of Attitudes and Usage Intentions. University of South Florida Sarasota-Manatee.

(23)

menghasilkan bahwa pengguna yang lebih tua dari situs jejaring sosial muncul untuk menemukan jejaring sosial yang berguna, menikmati penggunaan media sosial, memiliki sikap positif terhadap mereka yang mengggunakan media sosial.

Penelitian di atas dikatakan relevan karena fokus dalam penelitian ini sama-sama membahas terkait dengan keyakinan yang mempengaruhi sikap pengguna terhadap jaringan sosial dan bagamana keyakinan yang mempengaruhi sikap pengguna terhadap jejaring sosial dan bagaimana sikap yang mempengaruhi niat pengguna untuk terlibat dalam pelaku jejaring sosial yang berbeda.

C. Kerangka Pikir

(24)

pembentukan konsep diri saja akan tetapi komunikasi juga sebagai aktualisasi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepatnya eksistensi diri. Manusia melakukan komunikasi agar dirinya dapat dikenali oleh banyak orang, kemudian komunikasi juga untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan juga untuk memperoleh kebahagian. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Komunikasi dalam bentuk apapun, merupakan bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan.

Melalui observasi peneliti menemukan suatu permasalahan, terkait dengan komunikasi menggunaka media sosial. Manusia pada zaman sekarang menggunakan media sosial sebagai komunikasi dengan orang lain. Siswa di SD Negeri 2 Berkoh Purwokerto Selatan sudah banyak yang menggunakan media sosial sebagai komunikasi. Media sosial tersebut digunakan siswa untuk menambah eksistensi diri mereka, akan tetapi mereka tidak memperhatikan etika dalam berkomunikasi. Siswa tersebut melakukan komunikasi dengan gurunya melalui media sosial, akan tetapi siswa tersebut menganggap guru mereka adalah teman mereka di media sosial, padahal seharusnya mereka harus memperhatikan dengan siapa mereka berbicara dan kalimat yang seperti apa yang cocok digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.

(25)

dengan menggunakan media sosial maka perlu akan adanya pendidikan karakter sopan santun. Pendidikan karakter sopan santun berguna untuk membangun kepribadian siswa lebih baik lagi, agar komunikasi yang dilakukan dapat terjalin dengan baik dan juga sesuai dengan etika komunikasi. Siswa harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan yang sekurang-kurangnya mencakup tiga ranah yang paling dasar yakni afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia termasuk di dalamnya budi pekerti dan kepribadian yang unggul. Dimasukkannya pendidikan karakter yang menyatu pada mata pelajaran yang ada pada semua jenjang pendidikan memungkinkan siswa untuk memahami peduli dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai atau etika serta dapat bertanggungjawab baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

Kerangka pikir penelitian ini, dapat dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Komunikasi dengan media sosial

Dampak penggunaan media sosial terhadap siswa:

1. Penulisan tidak sesuai dengan EYD 2. Sikap siswa kurang

sopan dalam berkomunikasi dengan guru melalui media sosial

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan hasil penelitian menurut Kuswardi (2012), yang menyatakan bahwa solvabilitas perusahaan memiliki arah positif dan berpengaruh signifikan terhadap opini audit

terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak, penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses

“ Kegiatan guru pada awal pelajaran untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terarah pada hal-hal yang dipelajari ”. Sejalan dengan itu,

Menurut Bonczek dkk, (1980) dalam buku “Decission Support System and intelligent system (Turban 2005:137) mendefinisikan Sistem pendukung keputusan (SPK) sebagai

Menurut Bonczek dkk, (1980) dalam buku “Decission Support System and intelligent system (Turban 2005:137) mendefinisikan Sistem pendukung keputusan (SPK) sebagai system

Menurut Bonczek dkk, (1980) dalam buku “ Decission Support System and intelligent system (Turban 2005:137) mendefinisikan Sistem pendukung keputusan (SPK) sebagai system

Berhubung tema serial ini adalah mengenai imajinasi, maka yang harus dilakukan adalah dengan membuat karakter yang menarik agar dapat dinikmati dengan baik oleh

Kemudian Susan dkk (2009 dalam Rahmawan, 2012) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying yaitu: (a) Faktor individu: Individu yang