24
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kemampuan Profesional Guru
a. Pengertian Kemampuan Profesional
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
(UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Profesional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 897)
adalah bersangkutan dengan profesi dan memerlukan keahlian khusus
untuk menjalankannya. Artinya bahwa seseorang yang profesional
bukanlah dari sembarang orang, melainkan orang-orang yang memang
memiliki keahlian khusus dalam pekerjaan yang sedang dia lakukan.
Contohnya adalah seorang guru yang memang memiliki keahlian untuk
mengajar bukan dari sembarang orang yang tidak memiliki keahlian
tersebut, penjahit yang memang memiliki keahlian untuk menjahit
pakaian dan lain sebagainya.
Kata profesionalmenurut Nana Sudjana (2010: 14) yaitu berasal
25
berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan
sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah
pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Aan Hasanah (2012: 15) berpendapat bahwa profesi merupakan
suatu pekerjaan yang mengharuskan seseorang memiliki keahlian, yang
didapatkan melalui pendidikan khusus dan dalam melakukan
pekerjaannya dengan menggunakan teknik-teknik ilmiah serta
mengharuskannya memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan
yang digelutinya.
Menurut Uzer Usman (2010: 14) “pekerjaan yang bersifat
profesional memerlukan bidang ilmu yang secara sengaja harus
dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum”. Hal ini
berarti hendaknya terdapat kesesuaian antara ilmu yang dipelajari
dengan pekerjaan yang akan dilakukan agar ilmu yang telah dikuasai
tersebut dapat diaplikasikan ke dalam masyarakat umum.
Dari pengertian profesional menurut beberapa tokoh diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa profesional merupakan suatu pekerjaan yang
memerlukan keahlian dari orang yang menjalankan pekerjaan tersebut
dan keahlian yang telah mereka miliki tidak serta merta mereka
dapatkan begitu saja melainkan dengan melalui pendidikan dan
pelatihan khusus yang telah mereka jalani.
26
b. Pengertian Guru
Guru merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang dibutuhkan
oleh suatu negara, karena lewat guru inilah para penerus bangsa akan
dididik dan diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang nantinya
akan sangat bermanfaat dalam kehidupan. Seperti yang disampaikan
oleh James Popham dan Eva L. Baker (yang diterjemahkan oleh Amirul
Hadi, dkk, 2011) bahwa:
“Di dalam masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang
paling maju, guru memegang peranan penting. Hampir tanpa kecuali, guru merupakan satu di antara pembentuk-pembentuk
utama calon warga masyarakat”.
Apa sebenarnya pengertian guru? Peneliti akan membahas
mengenai pengertian guru menurut beberapa tokoh. Pengertian guru
menurut beberapa tokoh diantaranya:
Pengertian guru dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen Pasal 1, Ayat 10 adalah
“Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menegah”.
Guru menurut Syaiful Sagala (2009: 21)guru adalah “semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan
murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah
maupun di luar sekolah”.
Menurut Uzer Usman (2007: 5) guru merupakan suatu jabatan
atau profesi yang hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang memiliki
27
keahlian khusus untuk menjadi seorang guru. Pekerjaan ini jelas tidak
bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk
melakukan pekerjaan sebagai guru.
Pengertian guru dari pendapat beberapa tokoh di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa guru adalah seseorang yang memiliki kemampuan
khusus yang sebelumnya telah melalui pendidikan khusus keguruan
yang memiliki tugas untuk mendidik dan membimbing siswa-siswi dari
jenjang pendidikan usia dini, pedidikan dasar dan pendidikan menengah
yang dapat dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah.
c. Pengertian Kemampuan Profesional Guru
Menurut Uzer Usman (2007: 15) pengertian guru profesional
adalah seorang guru yang memang memiliki kemampuan dan keahlian
dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai tenaga pendidik dengan baik.
Menurut Tamyong (dalam Uzer Usman, 2007: 15) guru
profesional adalah “orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta
memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya”.
Dari berbagai macam pengertian mengenai kemampuan
profesional guru, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
kemampuan profesional guru adalah suatu keahlian, kreatifitas ataupun
keterampilan yang dimiliki oleh guru yang didapatkan melalui
pendidikan dan pelatihan dalam rangka untuk menjalankan tugasnya
28
mendidik dan membimbing siswa-siswinya baik itu di sekolah maupun
di luar sekolah.
d. Kompetensi Guru Profesional
Seorang guru ketika menjalankan tugasnya untuk mendidik dan
mengajarkan pengetahuan kepada siswa tentunya harus memiliki
kompetensi dasar yang harus dikuasai. Apabila guru telah menguasai
kompetensi tersebut, maka guru bisa dikatakan sebagai guru yang
profesional.
Pengertian kompetensi menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen Pasal 1, Ayat 10 adalah “seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai
oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Sehingga untuk dapat melakukan tugasnya sebagai seorang guru tidak
hanya cukup dengan memiliki pengetahuan saja namun juga didukung
dengan keterampilan dan perilaku yang baik. Perilaku dan kepribadian
yang baik tentu akan dapat dijadikan contoh bagi siswa
Kompetensi menurut Syaiful Sagala (2009: 23) adalah
“perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap
yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam
melaksanakan tugas/pekerjaannya”.
Menurut Uzer Usman (2010: 14) kompetensi adalah “kemampuan
dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya”.
29
Dari beberapa pengertian kompetensi di atas, dapat disimpulkan
bahwa kompetensi adalah beberapa kemampuan yang harus dimiliki
oleh seseorangdan diaplikasikan dalam melaksanakan
tugas/pekerjaannya.
Terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki guru untuk
menjadi guru yang profesional. Berikut penjelasan dari empat
kompetensi tersebut:
Menurut Rusman (2011:22), untuk menjadi guru yang profesional
harus memenuhi empat kompetensi, yaitu:
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya. Guru
harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dari
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran. Guru harus mampu menguasai manajemen kurikulum,
mulai dari merencanakan perangkat kurikulum, melaksanakan
kurikulum dan mengevaluasi kurikulum, serta memiliki pemahaman
tentang psikologi pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan
perkembangan peserta didik agar kegiatan pembelajaran lebih
bermakna dan berhasil guna.
30
Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal
1, Ayat 10 kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik”.
Berdasarkan beberapa pengertian kompetensi pegagogik di
atas dapat disimpukan bahwa kompetensi pedagogik merupakan
kemampuan guru untuk dapat mengelola kegiatan pembelajaran di
kelas yang meliputi kemampuan dalam membuat perencanaan,
pelaksanaan pembelajaran hingga evaluasi hasil belajar. Berdasarkan
pengertian tersebut pula, maka kegiatan membuka pelajaran yang
termasuk didalamnya terdapat kegiatan apersepsi masuk dalam
kompetensi pedagogik guru.
Menurut Slamet PH (dalam Syaiful Sagala, 2009: 31)
kompetensi pedagogik terdiri dari beberapa Sub-Kompetensi, yang
terdiri dari:
a) Berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait
dengan mata pelajaran yang diajarkan.
b) Mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
c) Merencanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
berdasarkan silabus yang telah dikembangkan.
d) Merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas.
31
e) Melaksanakan pembelajaran yang pro-perubahan (aktif,
kreatif, inovatif, eksperimentatif, efektif dan
menyenangkan).
f) Menilai hasil belajar peserta didik.
g) Membimbing peserta didik dalam berbagai aspek, misalnya
pelajaran, kepribadian, bakat, minat dan karir.
h) Mengembangkan profesionalisme guru.
2) Kompetensi Personal
Kompetensi personal atau juga disebut sebagai kompetensi
pribadi adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakhlak mulia. Guru memiliki sikap kepribadian yang mantap,
sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Dengan kata
lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani,
sehingga mampu melaksanakan tri-pusat yang dikemukakan oleh Ki
Hadjar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya
Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Arti dari tri-pusat tersebut
adalah di depan guru memberi teladan/ contoh, di tengah
memberikan karsa dan di belakang memberikan dorongan/ motivasi.
Terdapat beberapa Sub-Kompetensi menurut Slamet PH
(dalam Syaiful Sagala, 2009: 36), yaitu:
a) Memahami, menghayati dan melaksanakan kode etik guru
Indonesia.
32
b) Memberikan layanan pendidikan dengan sepenuh hati,
profesional dan ekspektasi yang tinggi terhadap peserta
didiknya.
c) Menghargai perbedaan latar belakang peserta didiknya dan
berkomitmen tinggi untuk meningkatkan prestasi
belajarnya.
d) Menunjukkan dan mempromosikan nilai-nilai,
norma-norma, sikap dan perilaku positif yang mereka harapkan
dari peserta didiknya.
e) Memberikan kontribusi terhadap pengembangan sekolah
umumnya dan pembelajaran khususnya.
f) Menjadikan dirinya sebagai bagian integral dari sekolah.
g) Bertanggung jawab terhadap prestasinya.
h) Melaksanakan tugasnya dalam koridor peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dalam koridor tata
pemerintahan yang baik.
i) Mengembangkan profesionalisme diri, refleksi dan
pemutakhiran berbagai hal yang terkait dengan tugasnya.
j) Memahami, menghayati dan melaksanakan
landasan-landasan pendidikan: yuridis, filosofis dan ilmiah.
Pada intinya bahwa kompetensi personal yang harus dimiliki
oleh guru tersebut mewajibkan guru untuk memiliki kepribadian
yang baik. Tidak hanya dapat mendidik siswa agar memiliki
33
kepribadian yang baik, guru juga harus memiliki kepribadian yang
baik juga agar dapat dijadikan contoh bagi siswa.
3) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan. Artinya, guru harus memiliki pengetahuan yang luas
berkenaan dengan bidang studi atau subjek matteryang akan
diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoritis, mampu memilih model, stratefi dan
metode yang tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan
pembelajaran.
Terdapat beberapa Sub-Kompetensi profesional menurut
Slamet PH (dalam Syaiful Sagala, 2009: 39), diantaranya:
a) Memahami mata pelajaran yang telah dipersiapkan untuk
mengajar.
b) Memahami standar kompetensi dan standar isi mata
pelajaran yang tertera dalam Peraturan Menteri serta bahan
ajar yang ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
c) Memahami struktur, konsep dan metode kelimuan yang
menaungi materi ajar.
d) Memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait.
34
e) Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari
4) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik dan masyarakt sekitar. Artinya, guru dapat
menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan
murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala
sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
Menurut Slamet PH (dalam Syaiful Sagala, 2009: 38) terdapat
beberapa Sub-Kompetensi, yaitu:
a) Memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta
memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan.
b) Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan
sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, dan
pihak-pihak terkait lainnya.
c) Membangun kerja tim yang kompak, cerdas, dinamis dan
lincah.
d) Melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara
efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah,
orang tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya
35
bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab
terhadap kemajuan pembelajaran.
e) Memiliki kemampuan memahami perubahan lingkungan
yang berpengaruh terhadap tugasnya.
f) Memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem
nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
g) Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik
(misalnya: partisipasi, transparasi, akuntabilitasi, penegakan
hukum dan profesionalisme.
Rusman (2011: 23) menjelaskan, apabila guru telah memiliki
keempat kompetensi di atas maka telah memiliki hak profesional
karena telah memenuhi syarat-syarat berikut:
a) Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas
wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.
b) Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah
interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya dan ikut
serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
c) Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan
yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugs
sehari-hari.
d) Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar
terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam
bidang pengabdiannya.
36
e) Mengahyati kebebasan mengembangkan kompetensi
profesionalnya secara individu maupun secara institusional.
Kesimpulan yang dapat disampaikan adalah untuk menjadi
seorang guru tidak hanya bisa mengajarkan materi pelajaran kepada
siswa. Guru dituntut untuk dapat menjadi guru yang profesional
dengan memenuhi empat kompetensi diantaranya : (1) Kompetensi
Pedagogik, (2) Kompetensi Personal, (3) Kompetensi Profesional
dan (4) Kompetensi Sosial. Apabila guru telah memenuhi empat
kompetensi tersebut dan menjadi guru yang profesional, maka bisa
memajukan pendidikan di sekolah tempat guru itu mengajar atau
bahkan di Indonesia.
2. Strategi Mengajar
a. Pengertian Strategi Mengajar
Mengajar merupakan kegiatan yang membutuhkan persiapan dan
perencanaan terlebih dahulu agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan baik. Perencanaan dan persiapan tersebut dilakukan melalui
strategi mengajar yang baik, seperti yang diungkapkan Nana Sudjana
(2010: 147) berikut ini:
Strategi mengajar menurut Nana Sudjana (2010: 147) adalah
“Tindakan guru melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi) agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
37
Menurut Nana Sudjana (2010: 147) ada tiga hal pokok yang harus
diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi mengajar.Salah satu
strategi mengajar yang harus diperhatikan adalah tahapan mengajar.
b. Komponen Strategi Mengajar
Secara umum ada tiga tahapan pembelajaran menurut Nana
Sudjana (2010: 147-151), diantaranya tahap prainstruksional, tahap
instruksional dan tahap evaluasi dan tindak lanjut. Lebih jelas akan
dibahas mengenai tiga tahap tersebut sebagai berikut:
1) Prainstruksional (Tahap Pemula)
Tahap prainstruksional menurut Nana Sudjana (2010: 147-151)
adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses
belajar mengajar. Tahapan ini juga bisa disebut sebagai tahapan
membuka pelajaran karena dilakukan saat memulai proses belajar
mengajar.
2) Tahap Pengajaran (Insruksional)
Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti. Yakni
tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru
sebelumnya. Secara umum menurut Nana Sudjana (2010: 149),
berikut beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini beserta
penjelasannya:
a) Menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai
siswa.
38
Informasi tujuan penting diberikan kepada siswa, sebab
tujuan tersebut untuk siswa dan harus dicapai setelah pengajaran
selesai. Berdasarkan pengamatan, masih banyak guru yang tidak
melaksanakan ini. Sebaiknya tujuan tersebut ditulis secara ringkas
di papan tulis, sehingga dapat dibaca dan dipahami oleh semua
siswa.
b) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu.
Pokok materi tersebut dapat diambil dari buku sumber yang
telah disiapkan sebelumnya. Sudah barang tentu pokok materi
tersebut sesuai dengan silabus dan tujuan pengajaran, sebab
materi bersumber dari tujuan.
c) Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi
Pembahasan materi dapat ditempuh dalam dua cara, yakni:
Pertama, pembahasan dimulai dari gambaran umum materi
pengajaran menuju kepada topik secara lebih luas. Cara kedua
dimulai dari topik khusus menuju topik umum. Cara mana yang
paling baik bergantung pada guru masing-masing. Namun
demikian, cara pertama diduga akan lebih efektif sebab siswa
diberikan gambaran keseluruhan materi, sehingga siswa tahu arah
bahan pengajaran yang akan dibahas selanjutnya.
d) Pada setiap materi yang dibahas sebaiknya diberikan
contoh-contoh kongkret
39
Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas,
untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap pokok materi
yang telah dibahas. Dengan demikian penilaian tidak hanya pada
akhir pelajaran saja, tetapi juga pada saat pengajaran berlangsung.
Jika ternyata siswa belum memahaminya, maka guru mengulang
kembali pokok materi tadi, sebelum melanjutkan pada pokok
materi berikutnya.
e) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas
pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.
Alat ini digunakan dalam empat fase kegiatan yakni: (1)
pada waktu guru menjelaskan bahan kepada siswa, (2) pada
waktu guru menjawab pertanyaan siswa, sehingga jawaban lebih
jelas, (3) pada waktu guru mengajukan pertanyaan kepada siswa
atau pada waktu memberi tugas kepada siswa, (d) digunakan
siswa pada waktu ia mengerjakan tugas yang diberikan guru dan
pada waktu siswa melakukan kegiatan belajar.
f) Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi.
Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan sebaiknya
pokok-pokoknya ditulis di papan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan
dapat pula dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau
mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa. Pada kegiatan ini
siswa diberi waktu untuk mencatat kesimpulan pelajaran,
40
bertanya kepada teman-temannya atau mendiskusikannya dalam
kelompok.
3) Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
Tahap terakhir dari strategi mengajar menurut Nana
Sudjana adalah tahap evaluasi dan tindak lanjut. Tujuan tahap ini,
ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua
(instruksional). Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini menurut
Nana Sudjana (2010: 151-152) antara lain:
a) Mengajukan pertanyaan kepada kelas, atau kepada beberapa
siswa mengenai semua pokok materi yang telah dibahas pada
tahapan kedua. Pertanyaan yang diajukan bersumber dari bahan
pengajaran. Pertanyaan dapat diajukan kepada siswa secara lisan
maupun secara tertulis. Pertanyaan ini disebut post test. Berhasil
tidaknya tahapan kedua, dapat dilihat dari dapat/ tidaknya siswa
menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Salah satu patokan
yang dapat digunakan ialah, apabila kira-kira 70% dari jumlah
siswa di kelas tersebut dapat menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan, maka proses pengajaran (tahapan kedua) dikatakan
berhasil.
b) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh
siswa kurang dari 70%, maka guru harus mengulang kembali
materi yang belum dikuasai siswa. Teknik pembahasan bisa
ditempuh dengan berbagai cara. Cara pertama dijelaskan oleh
41
guru sendiri atau menyuruh siswa yang dianggap sudah
menguasai untuk menjelaskannya pada kegiatan terjadwal. Cara
kedua diadakan diskusi kelompok membahas pokok materi yang
belum dikuasai. Cara ketiga memberikan tugas pekerjaan rumah,
yang berhubungan dengan pokok materi yang belum dikuasai
melalui kegiatan mandiri.
c) Guru dapat memberikan tugas/pekerjaan rumah untuk
memperkaya pengetahuan siswa tentang materi yang dibahas.
Tugas yang diberikan bisa bermacam-macam seperti
memecahkan masalah, menulis karangan/ makalah, membuat
kliping dari koran dan lain-lain.
Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberi tahu pokok
materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya. Informasi ini
perlu agar siswa dapat mempelajari bahan tersebut dari
sumber-sumber yang dimilikinya.
3. Kegiatan Membuka Pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran merupakan salah satu tahapan
mengajar yang selalu ada di setiap proses kegiatan belajar mengajar di
kelas. Kegiatan membuka pelajaran merupakan salah satu kegiatan yang
membutuhkan keterampilan yang harus dikuasai guru seperti yang
diungkapkan oleh Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam (2010: 53-54) bahwa
“Keterampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai dan dilatihkan bagi
42
calon guru agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif,
efisien dan menarik”.
Calon guru harus dapat menguasai keterampilan tersebut agar dapat
melakukan dua kegiatan tersebut, khususnya kegiatan membuka pelajaran
agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan membawa
pengaruh yang positif bagi siswa. Kegiatan membuka pelajaran menjadi
penting untuk dilakukan oleh guru, hal ini lebih jelas akan diuraikan dalam
pembahasan sebagai berikut:
a. Pentingnya Kegiatan Membuka Pelajaran
Kegiatan yang dilakukan di awal pelajaran merupakan kegiatan
yang sangat penting untuk dilakukan dengan tujuan agar dapat
mengkondisikan pikiran serta minat siswa terhadap pelajaran yang
akan dilakukan, seperti yang disampaikan oleh Tim Laboratorium
Pengembangan Pendidikan & Pembelajaran Islam (2010: 54) sebagai
berikut:
“Pada awal pelajaran dimulai tidak semua siswa memiliki kesiapan mental dan tertarik untuk mengikuti hal-hal yang akan dipelajari. Sebagai contoh siswa yang selesai mengikuti pelajaran olah raga atau matematika kemudian berpindah akan mengikuti pelajaran berikutnya misal Pendidikan Agama, kondisi pikiran dan perhatian siswa kebanyakan masih pada pelajaran yang pertama. Karena itu keterampilan membuka pelajaran ini merupakan salah satu kunci keberhasilan dari seluruh proses belajar mengajar yang akan dilalui siswa.”
Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan & Pembelajaran
Islam (2010: 54) juga menjelaskan betapa pentingnya melakukan
kegiatan membuka pelajaran untuk keberhasilan proses pembelajaran,
43
“keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru
dalam membuka dan menutup pelajaran mulai dari awal hingga akhir
pelajaran”.
Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan & Pembelajaran
Islam (2010: 54) juga menjelaskan dampak negatif apabila guru tidak
dapat melakukan kegiatan membuka pelajaran dengan baik, “jika pada
awal pelajaran seorang guru gagal mengkondisikan mental dan
menarik perhatian siswa, maka proses belajar mengajar tidak dapat
tercapai”.
Bersarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
berhasil atau tidak proses pembelajaran yang akan dilakukan
tergantung dari bagaimana guru melakukan kegiatan membuka
pelajaran. Alasan itu lah mengapa sebaiknya guru dapat
memanfaatkan kegiatan ini sebaik mungkin agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai dengan baik.
b. Pengertian Kegiatan Membuka Pelajaran
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2009: 73) mengilustrasikan
kegiatan yang tidak termasuk kegiatan membuka pelajaran sebagai
berikut:
“Setelah melakukan tugas rutin seperti menenangkan kelas,
mengisi daftar hadir, menyuruh siswa menyiapkan alat-alat pelajaran, guru langsung saja masuk ke inti pelajaran... Prosedur semacam itu tidak memungkinkan siswa siap mental untuk memasuki bahan yang akan dibicarakan, dan pada akhirnya dia tidak dapat merangkum apa isi pelajaran yang telah diberikan. tingkah laku guru seperti disebut di depan tidak menggambarkan kegiatan membuka pelajaran”.
44
Membuka pelajaran seperti yang diungkapkan oleh Hasibuan
dan Moedjiono (2009: 73) adalah “perbuatan guru untuk menciptakan
suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat
kepada apa yang akan dipelajari”.
Pendapat lain disampaikan oleh Suryosubroto (2009: 32) yang
menyebutkan membuka pelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh guru di awal pelajaran dengan tujuan agar perhatian siswa dapat
terpusat pada materi yang sedang dipelajarinya.
Menurut Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam (2010: 55) juga menyatakan bahwa
kegiatan-kegiatan rutin seperti menertibkan siswa, mengisi pre-sensi, memberi
pengumuman, mengumpulkan tugas bahkan mengucapkan salam
pembuka bukanlah kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam kegiatan
membuka pelajaran. Membuka pelajaran menurut Tim Laboratorium
Pengembangan Pendidikan & Pembelajaran Islam (2010: 55), adalah
“Kegiatan guru pada awal pelajaran untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terarah pada hal-hal yang dipelajari”.
Sejalan dengan itu, pendapat lain disampaikan oleh Uzer Usman
dalam (Suryosubroto, 2009: 32) bahwa membuka pelajaran adalah
“Usaha atau kegiatan yang dilakukan guru dalam kegiatan
belajar mengajar untuk menciptakan pra kondisi bagi murid agar mental maupun perhatiannya terpusat pada apa yang dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek terhadap kegiatan belajar”.
45
Berdasarkan pemaparan tentang kegiatan membuka pelajaran di
atas dapat dipahami bahwa kegiatan membuka pelajaran bukanlah
kegiatan rutin yang selalu dilakukan guru di awal pembelajaran,
melainkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
menyiapkan mental siswa agar dapat diarahkan menuju materi inti
yang akan dipelajari.
Anang (2010: 6) menyatakan pendapatnya bahwa,“kalimat
pembuka Anda di dalam kelas adalah „oksigen‟ yang akan memompa
kesegaran dan motivasi anak untuk belajar selama dua jam pelajaran
ke depan”. Pendapat Anang tersebut berarti bahwa kata-kata dan
aktifitas apapun yang dilakukan guru di awal proses pembelajaran
dapat menumbuhkan motifasi dan memberikan efek positif pada diri
siswa untuk dapat mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
Berdasarkan beberapa pengertian kegiatan membuka pelajaran
di atas dapat disimpulkan bahwa membuka pelajaran adalah kegiatan
yang dilakukan di awal pembelajaran dengan tujuan untuk
menyiapkan mental siswa dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang
menarik agar siswa lebih fokus terhadap materi inti yang akan
disampaikan.
c. Tujuan Kegiatan Membuka Pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran memiliki dampak positif bagi
kegiatan pmbelajaran terutama bagi peserta didik. Berikut akan
dijelaskan tujuan membuka pelajaran.
46
Menurut Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam (2010: 58-59) menyatakan bahwa tujuan umum
membuka pelajaran adalah
“Agar proses dan hasil belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien. Efektivitas proses dapat dikenali dari ketepatan langkah-langkah belajar siswa, sehingga didapatkan efisiensi belajar yang maksimal. Sedangkan efektivitas hasil dapat dilihat dari taraf penguasaan siswa terhadap kompetensi dasar yang dapat dicapai”.
Tujuan khusus membuka pelajaran menurut Hasibuan, dkk
(dalam Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan & Pembelajaran
Islam, 2010: 58-59) dapat dirinci sebagai berikut:
a) Timbulnya perhatian dan motivasi siswa untuk menghadapi
tugas-tugas pembelajaran yang akan dikerjakan.
b) Peserta didik mengetahui batas-batas tugas yang akan
dikerjakan.
c) Peserta didik mempunyai gambaran yang jelas tentang
pendekatan-pendekatan yang mungkin diambil dalam
mempelajari bagian-bagian dari mata pelajaran.
d) Peserta didik dapat menghubungkan fakta-fakta,
keterampilan-keterampilan atau konsep-konsep yang
tercantum dalam suatu peristiwa.
e) Peserta didik dapat mengetahui tingkat keberhasilannya
dalam mempelajari pelajaran itu, sedangkan guru dapat
mengetahui tingkat keberhasilan dalam mengajar.
47
Sedangkan tujuan membuka pelajaran menurut Mulyasa (2006:
83) diantaranya:
a) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
b) Peserta didik memiliki kejelasan mengenai tugas-tugas yang
harus dikerjakan, langkah-langkah yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan tugas dan batas waktu pengumpulan
tugas.
c) Peserta didik memperoleh gambaran yang jelas mengenai
pendekatan yang akan diambil dalam mempelajari materi
pembelajaran dan mencapai tujuan yang dirumuskan.
d) Peserta didik memahami hubungan antara bahan-bahan atau
pengalaman yang telah dimilikinya dengan hal-hal baru yang
akan dipelajari.
Pendapat serupa disampaikan oleh Hasibuan dan Moedjiono
(2009: 74) tentang tujuan membuka pelajaran, yaitu:
a) Menimbulkan perhatian dan motivasi siswa terhadap
tugas-tugas yang akan dihadapi.
b) Memungkinkan siswa mengetahui batas-batas tugasnya yang
akan dikerjakan.
c) Siswa dapat mengetahui pendekatan-pendekatan yang akan
digunakan dalam mempelajari bagian-bagian pelajaran.
48
d) Memungkinkan siswa mengetahui hubungan antara
pengalaman-pengalaman yang dikuasai dengan hal-hal baru
yang akan dia pelajari.
Berdasarkan beberapa tujuan kegiatan membuka pelajaran
menurut beberapa tokoh yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan tersebut memiliki kesamaan. Tujuan
tersebut diantaranya menimbulakan motivasi, mengetahui batas-batas
tugas hingga mampu menghubungkan pengalaman yang telah dikuasai
dengan hal baru yang akan dikuasai siswa.
d. Langkah-langkah Membuka Pelajaran
Agar tujuan di atas dapat tercapai, maka dalam kegiatan
membuka pelajaran terdapat langkah-langkah kegiatan yang dapat
dilakukan guru, sebagai berikut:
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru pada saat membuka
pelajaran menurut Suryosubroto (2009: 33), yaitu:
1) Mengemukakan tujuan pelajaran yang akan dicapai.Menurut
Mulyasa (2006: 83) hasil penelitian menunjukkan bahwa
“Terdapat perbedaan yang berarti antara tujuan pembelajaran
yang diberitahukan kepada peserta didik dengan yang tidak”.
Oleh karena itu dalam membuka pelajaran hendaknya guru
memberitahukan tujuan yang akan dicapai dengan pelajaran
yang akan disajikannya
2) Mengemukakan masalah-masalah pokok yang akan dipelajari.
49
3) Menentukan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar.
4) Menentukan batas-batas tugas yang harus dikerjakan untuk
menguasai pelajaran, menurut Hasibuan (dalam Suryosubroto,
2009: 33).
Sedangkan menurut Mulyasa (2006: 84) menyebutkan
upaya-upaya yang dapat dilakukan guru untuk melakukan kegiatan membuka
pelajaran adalah sebagai berikut:
1) Menghubungkan materi yang telah dipelajari dengan materi
yang akan disajikan.
2) Menyampaikan tujuan yang akan dicapai dan garis besar materi
yang akan dipelajari.
3) Menyampaikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan
tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan,
4) Mendayagunakan media dan sumber belajar yang sesuai dengan
materi yang disajikan.
5) Mengajukan pertanyaan, baik untuk mengetahui pemahaman
peserta didik terhadap pelajaran yang telah lalu maupun untuk
menjajagi kemampuan awal berkaitan dengan bahan yang akan
dipelajari.
Disamping beberapa pendapat mengenai langkah-langkah
membuka pelajaran yang disampaikan oleh beberapa teori di atas,
50
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah juga sudah
menerapkan aturan terkait dengan bagaimana guru sebaiknya
memberikan kegiatan membuka pelajaran, diantaranya sebagai
berikut:
1) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran,
2) Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari,
dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional
dan internasional,
3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengkaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
4) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai,
5) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
Bersarkan beberapa langkah kegiatan membuka pelajaran yang
telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya langkah-langkah membuka pelajaran memiliki persamaan.
Perbedaannya hanya terletak pada beberapa kegiatan seperti
menyiapkan psikis dan fisik siswa, menggunakan media dan
memberikan motivasi kepada siswa.
51
Menurut Mulyasa (2006: 84), agar kegiatan membuka pelajaran
dapat dilakukan secara efektif dan berhasil maka perlu memperhatikan
komponen-komponen membuka pelajaran. Berikut ini akan dijelaskan
komponen-komponen membuka pelajaran menurut Hasibuan dan
Moedjiono (2009: 74-75) sebagai berikut:
1) Menarik perhatian siswa
Ada beberapa cara yang digunakan guru untuk menarik
perhatian siswa menurut Uzer Usman (2010: 92-93),
diantaranya:
a) Gaya mengajar guru.
Menurut Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam, (2010: 64), variasi gaya mengajar guru
dapat dilakukan dengan cara: berdiri di tengah-tengah
kemudian berjalan ke belakang atau ke samping. Menurut
Pupuh (2011: 95) guru juga hendaknya menggerakan anggota
badan tidak hanya berdiri saja. Guru bisa bergerak
mengelilingi siswa dan perlu juga menggerakkan kepala ke
berbagai arah. Selain itu bisa juga melakukan variasi dalam
pemakaian suara dan intonasi. Perlu diperhatikan guru dalam
melakukan variasi suara menurut Pupuh (2011: 95) adalah
memberikan penekanan pada peristiwa atau kata kunci dalam
materi pelajaran. Tujuannya adalah agar siswa mengetahui
hal-hal yang dianggap penting dari materi yang disampaika
52
guru.Variasi lainnya adalah bisa dengan melakukan variasi
gerak tangan/tubuh dan ekspresi muka.
b) Penggunaan Alat Bantu Pelajaran
Menurut Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam (2010: 64) siswa akan menjadi mudah
bosan apabila ketika menjelaskan materi pelajaran guru
hanya terus berbicara. Agar lebih menarik hendaknya guru
menggunakan alat bantu seperti gambar, model, skema, surat
kabar dan sebagainya. Alat bantu atau media seperti ini akan
membantu guru untuk menarik perhatian siswa agar
memperhatikan penjelasan guru.
c) Pola Interaksi yang Bervariasi
Menurut Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam (2010: 65) pola interaksi ini dapat
dilakukan seperti guru menanyakan sesuatu kemudian siswa
menjawab, atau guru memberikan pertanyaan kemudian
siswa melakukan diskusi kecil, atau bisa juga guru
memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakannya di
depan kelas kemudian siswa lainnya memberikan tanggapan
dan masih banyak kegiatan lain yang disesuaikan dengan
kreativitas guru. Jadi interaksi disini tidak hanya guru yang
menerangkan kemudian siswa hanya mendengarkan, akan
53
tetapi dapat dilakukan variasi dalam berinteraksi dengan
siswa sehingga akan menarik perhatian siswa.
2) Menimbulkan motivasi
Motivasi menurut Thomas M. Risk (dalam Ahmad
Rohani, 2004: 11) adalah
“We may definen motivation, in a pedagogical sense, as the concious effort on the part of the teacher to establish in students motives leading to sustained activity toward the learning goals”
Artinya, artinya motivasi adalah usaha yang disadari
oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri
peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatanke arah
tujuan-tujuan belajar). Menimbulkan motivasi dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa cara, diantaranya:
a) Menunjukkan kehangatan dan keantusiasan.
Terkait dengan cara ini, menurut Tim Laboratorium
Pengembangan Pendidikan & Pembelajaran Islam, (2010:
66) untuk menimbulkan motivasi belajar siswa yaitu
dengan bersemangat dan antusias. Guru yang kelihatan
tidak segar, gerak lamban dan suara lirih serta kurang
hangat akan mempengaruhi siswa dalam belajar. Sikap
yang ramah, antusias dan bersemangat akan menimbulkan
reaksi siswa untuk ikut aktif dan mau terlibat.
b) Menimbulkan rasa ingin tahu.
54
Menurut Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam, (2010: 66) untuk menimbulkan rasa
ingin tahu dapat dilakukan dengan menceritakan suatu
peristiwa yang aktual yang menimbulkan pertanyaan atau
menunjukkan model atau gambar yang merangsang siswa
untuk berfikir.
c) Mengemukakan ide-ide yang bertentangan.
Menurut Mulyasa (2006: 86) ide yang bertentangan dapat
dikemukakan guru sekolah dasar pada semua tingkat
kelas, namun harus disesuaikan dengan tingkat kelasnya.
Misalnya guru mengemukakan tentang “keluarga kecil
keluarga bahagia”, pertanyaan yang diajukan: “mengapa
masih banyak orang yang tidak mau mengikuti program
Keluarga Berencana (KB)?”.
d) Memperhatikan minat siswa.
Menurut Mulyasa (2006: 86), “memperhatikan minat
siswa dapat dilakukan dengan cara mengkaitkan pelajaran
dengan hal-hal yang terjadi di lingkungannya”.
3) Memberikan acuan
Acuan menurut Hasibuan dan Moedjiono (2009: 75)
merupakan usaha memberikan gambaran yang jelas kepada
siswa mengenai hal-hal yang akan dipelajari dengan cara
mengemukakan secara spesifik dan singkat serangkaian
55
alternatif yang relevan. Usaha-usaha yang bisa dikerjakan guru
antara lain:
a) Mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas.
Menurut Mulyasa (2006: 87), pentingnya mengemukakan
tujuan dan batas-batas tugas dijelaskan sebagai berikut:
“Untuk memulai pelajaran guru hendaknya
mengemuakakan tujuan pelajaran dan batas-batas tugas yang harus dikerjakan peserta didik, agar mereka memperoleh gambaran mengenai ruang lingkup materi yang akan dipelajari dan tugas-tugas yang harus
dikerjakan”.
b) Menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan.
Menurut Mulyasa (2006: 88), manfaat guru menyarankan
langkah-langkah yang akan dilakukan adalah “peserta
didik akan terarah cara belajarnya atau dalam mengerjakan
tugas-tugas”.Kegiatan yang dapat dilakukan guru dapat
memberikan contoh terlebih dahulu atau melakukan
kegiatan demonstrasi.
c) Mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas.
Beberapa cara yang dapat dilakukan menurut Mulyasa
(2006: 87) adalah guru mengingatkan peserta didik untuk
menemukan hal-hal yang positif dan meminta siswa
menemukan hal-hal yang negatif, hilang atau kurang
lengkap.
d) Mengajukan pertanyaan.
56
Menurut Tim Laboratorium Pengembangan Pendidikan &
Pembelajaran Islam (2010: 70) mengajukan pertanyaan
berguna “untuk mengecek seberapa besar tingkat
pengetauan dan pemahaman siswa tenang materi yang
akan dipelajari”.
4) Membuat kaitan
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2009: 75) bahan
pengait sangat penting digunakan bila guru ingin memulai
pelajaran baru. Beberapa usaha guru untuk membuat bahan
pengait antara lain:
a) Melakukan kegiatan apersepsi, Hamzah B. Uno (2012: 4).
Berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara
pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang akan
dipelajari.
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2009: 75), cara yang
dapat dilakukan adalah “guru membandingkan atau
mempertentangkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang telah diketahui siswa”. Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
apersepsi merupakan salah satu kegiatan yang terdapat
dalam kegaitan membuka pelajaran yang dapat membantu
siswa mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
dengan materi pelajaran yang akan diberikan.
57
b) Mengulas sepintas garis besar isi pelajaran yang telah
lalu, Mulyasa (2006: 88).
Menurut Nana Sudjana (2010: 149) kegiatan ini dapat
dilakukan dengan :
“Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya) secara singkat tapi mencakup semua aspek bahan yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari itu, dan sebagai usaha dalam menciptakan
kondisi belajar siswa”.
4. Apersepsi
Kegiatan apersepsi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di
awal pembelajaran. Apersepsi merupakan salah satu kegiatan yang harus
dilakukan oleh guru saat memasuki kegiatan membuka pelajaran. Kegiatan
apersepsi sangat penting untuk dilakukan oleh guru dan merupakan salah
satu kegiatan yang tidak boleh terlewatkan saat memasuki kegiatan
membuka pelajaran. Lebih jelas pentingnya kegiatan aperspsi akan
diuraikan sebagai berikut :
a. Pentingnya Apersepsi
Menurut Munif Chatib (2013: 77), “menit-menit pertama dalam
proses belajar adalah waktu yang terpenting untuk satu jam
pembelajaran selanjutnya”. Menit-menit pertama yang dimaksud oleh
Munif Chatib adalah saat guru pertama kali membuka pelajaran yang
termasuk di dalamnya adalah kegiatan apersepsi. Berdasarkan
pernyataan Munif Chatib, ternyata apersepsi sangat penting dilakukan
58
sebelum guru memberikan materi pelajaran untuk membangkitkan
minat siswa dalam mengikuti pelajaran selanjutnya.
Menurut Munif Chatib (2013: 81), “hak mengajar itu ada di
tangan siswa, bukan di tangan guru”. Apabila siswa rela memberikan
hak mengajar tersebut kepada seorang guru, guru tersebut pasti akan
diterima oleh siswanya ketika proses belajar berlangsung. Jika guru
tersebut memahami apersepsi, maka hak mengajar dari siswa akan
mudah didapatkan.
Hak mengajar yang dimaksud adalah ketika siswa menunjukkan
konsentrasi, perhatian dan ketertarikannya terhadap materi yang
diajarkan oleh guru sehingga siswa akan memfokuskan diri terhadap
instruksi dan penjelasan dari guru. Fokusnya siswa terhadap apa yang
sedang dijelaskan guru, akan membuat siswa memahami materi yang
disampaikan.
b. Pengertian Apersepsi
Pengertian apersepsi di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia(2007: 60) adalah “pengamatan secara sadar (penghayatan)
tentang segala sesuatu dalam jiwanya (dirinya) sendiri yang menjadi
dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide baru”.
Apersepsi menurut Nanang (2010: 25) merupakan hasil dari
proses belajar mengenai pengalaman baru yang akan dipelajari peserta
didik, dikaitkan dengan pengalaman belajar masa lalu mereka. Di sini
pengalaman belajar masa lalu peserta didik adalah berbagai macam
59
halyang pernah siswa alami sebelumnya yang dapat dijadikan
penghubung untuk dapat mengenalkan hal-hal baru yang akan mereka
dapatkan.
Menurut Ahmad Rohani (2010: 31), “apersepsi (apperception)
adalah suatu penafsiran buah pikiran yaitu, menyatupadukan dan
mengasimilasi sesuatu pengamatan dan pengalaman yang telah
dimiliki”.
Menurut Nasution (2012: 156) pengertian tentang apersepsi
yaitu:
“Berasal dari kata apperception Inggris, yang berarti menafsirkan buah pikiran, jadi menyatupadukan dan mengasimilasi suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dengan demikian memahami dan menafsirkannya”.
Pada Herbart (dalam Nasution, 2012: 156) berpendapat bahwa
apersepsi adalah “memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan
bantuan tanggapan yang telah ada”. Sama seperti pendapat-pendapat
sebelumnya bahwa ketika siswa mendapatkan pengetahuan baru, tidak
terlepas dari pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya.
Menurut Munif Chatib (2013: 92), stimulus khusus pada awal
belajar yang bertujuan meraih perhatian siswa adalah apersepsi. Di sini
yang dimaksud dengan stimulus khusus pada awal belajar adalah
berbagai macam kegiatan atau aktifitas yang dilakukan guru dan siswa
di kelas yang menyenangkan, menarik dan berkesan bagi siswa.
Tujuan dari kegiatan-kegiatan menarik dan menyenangkan tersebut
60
adalah agar perhatian siswa dapat terarahkan sehingga memudahkan
guru untuk memberikan materi inti.
Contoh kegiatan menarik yang dapat dilakukan oleh guru salah
satunya menurut Munif Chatib (2013: 79) adalah memberikan instruksi
kepada siswa dengan meminta mereka untuk membuat barisan dalam
waktu 15 detik, kemudian semua siswa dalam barisan tersebut harus
mengurutkan diri dari yang memiliki tanggal lahir terkecil sampai
yang terbesar. Permainan seperti ini dapat dilakukan di awal
pembelajaran untuk menarik perhatian siswa terlebih dahulu dan jenis
permainan dapat disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari. Di
samping itu siswa yang sudah memiliki rasa ketertarikan terhadap
pembelajaran akan termotivasi untuk memperhatikan penjelasan materi
dari guru, seperti pendapat Nasution (2012: 158), “bahwa apersepsi
membangkitkan minat dan perhatian untuk sesuatu”.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa apersepsi adalah suatu kegiatan yang terdapat dalam proses
kegiatan membuka pelajaran yang mengkaitan antara pengalaman lama
yang telah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan yang akan diterima
melalui aktifitas-aktifitas menarik yang dapat membangkitkan minat
dan motivasi siswa untuk mulai mengikuti pelajaran.
61
c. Langkah-Langkah Apersepsi
Kegiatan apersepsi merupakan suatu kegiatan yang dapat
menarik perhatian siswa apabila dilakukan dengan baik. Kegiatan ini
dilakukan agar ketika guru menyampaikan materi inti siswa dapat
fokus memahami penjelasan guru. Menarik perhatian siswa ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Seperti yang disampaikan oleh Tim
Laboratorium Pengembangan Pendidikan & Pembelajaran Islam
(2010: 55)bahwa,
“Dalam menarik perhatian dan motivasi siswa, guru dapat menggunakan alat bantu seperti alat peraga/ surat kabar/ gambar-gambar, guru dapat menceritakan kejadian aktual, guru dapat memberi contoh atau perbandingan yang menarik. Hendaknya semua cara itu harus relevan dengan isi dan indikator kompetensi hasil belajar yang akan dipelajari siswa”.
Selain pendapat di atas juga terdapat pendapat lain mengenai
langkah-langkah kegiatan apersepsi menurut beberapa tokoh.
Tokoh-tokohtersebut menyampaikan langkah-langkah kegiatan apersepsi yang
tertuang dalam tabel 1.1 berikut:
Tabel 2.1. Langkah-langkah apersepsi
Nama Tokoh
Hebart Ziller Rein Morrison
63
Sumber: Nasution (2013: 158-160)
Tabel 1.1. di atas menjelaskan langkah-langkah apersepsi
menurut beberapa tokoh. Berdasarkan langkah-langkah apersepsi dari
masing-masing pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa pada
dasarnya semua langkah-langkah di atas sama yaitu di awal
pembelajaran guru akan menghubungkan pengetahuan lama yang telah
dimiliki siswa dengan pengetahuan baru yang akan diterima siswa,
kemudian guru akan menyampaikan materi atau pengetahuan baru
dengan berceramah. Selesai memberikan materi baru tersebut, barulah
siswa diberi tugas untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai
materi tersebut.
Sedikit berbeda dari langkah-langkah yang disampaikan oleh
tokoh-tokoh lainnya, Morrison menyampaikan langkah-langkah
64
apersepsi dengan didahului oleh tes atau diskusi untuk mengetahui
seberapa besar pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa tentang
suatu masalah dan diakhiri pula dengan kegiatan diskusi untuk
mengetahui bahwa siswa telah menguasai masalah yang mereka
pelajari. Berdasarkan langkah-langkah apersepsi yang disampaikan
oleh Morrison, dapat diketahui bahwa di sini siswa yang aktif dengan
mengadakan penyelidikan atau dengan membaca buku selama
beberapa minggu, sedangkan guru hanya menjelaskan
masalah-masalah tersebut secara garis besar.Dari apa yang disampaikan oleh
para ahli, menunjukkan bahwa kegiatan apersepsi merupakan tahapan
penting dalam pembelajaran yang dapat mempengaruhi keberhasilan
proses pembelajaran sehingga kegiatan apersepsi ini tidak bisa
diabaikan oleh guru.
d. Bahan Apersepsi
Bahan apersepsi merupakan modal awal bagi siswa untuk bisa
membentuk pengetahuan awal sebelum dia mempelajari materi
selanjutnya seperti yang disampaikan oleh Nasution(2012: 157-158)
sebagai berikut:
“Bahan apersepsi diperlukan untuk menafsirkan tanggapan-tanggapan baru. Itu sebabnya anak-anak harus memiliki sejumlah pengetahuan. Sebelum anak bersekolah ia telah memiliki banyak pengetahuan akan tetapi yang belum tersusun logis dsan sistematis. Tugas sekolah ialah menyusunnya menurut kategori-kategori tertentu dan memperluas serta memperdalamnya dalam segala macam mata pelajaran. Pengalaman yang lampau sering kurang lengkap dan senantiasa dapat disempurnakan. Sebagai contoh mungkin anak mula-mula menganggap polisi sebagai orang yang kerjanya menangkap
65
orang, jadi karena itu harus ditakuti dan dijauhi. Akan tetapi kemudian ia menganggap bahwa polisi itu juga temannya yang menjaga keamanannya”.
B. Penelitian yang Relevan
Jurnal Rozi Nurhayana Adha (2013)yang berjudul Penerapan
Keterampilan Dasar Membuka dan Menutup Pelajaran IPAKecamatan
Tambang Kabupaten Kampar menyimpulkan bahwa terdapat perubahan
kemampuan guru dalam melakuka kegiatan membuka dan menutup pelajaran.
Perubahan tersebut diantaranya:
1. Secara kuantitatif aktivitas guru dalam keterampilan dasara membuka
danmenutup pelajaran IPA terlihat dari perbedaan rata-rata persentase
lembarobservasi aktivitas guru dalam membuka dan menutup pelajaran
IPA dari hasilpelaksanaan observasi I sebelum dilaksanakannya KKG dan
observasi IIdan III setelah dilaksanakannya KKG pada sekolah A, B, C,
dan D. Sebelum dilaksanakan KKG pada observasi I, aktivitas guru dalam
membuka pelajaran yaitu sebesar 33%.
2. Pelaksanaan obsevrvasi II dan III setelahdilaksankannya KKG, aktivitas
guru dalam membuka pelajaran IPA memperolehpersentase yaitu sebesar
92%. Perbedaan rata-rata persentase lembar observasiaktivitas guru dalam
menutup pelajaran IPA berdasarkan hasil observasi Isebelum
dilaksanakannya KKG, di SD A, B, C, dan D yaitu sebesar 35%
,perbedaan persentase yang diperoleh dari hasil observasi II dan III
setelahdilaksanakan KKG yaitu sebesar 60%
66
Penelitian Rozi Nurhayana Adha (2013) merupakan penelitian yang
mengidentifikasi kemampuan guru dalam membuka dan menutup pelajaran di
SD, sehingga penelitian tersebut peneliti jadikan sebagai sumber referensi
untuk melakukan penelitian terkait dengan kemampuan profesional guru
dalam melakukan kegiatan membuka pelajaran di SD 1 Karangpucung.