• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI KARET DI KELURAHAN PALAMPANG KECAMATAN RILAU ALE KABUPATEN BULUKUMBA RISAL S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI KARET DI KELURAHAN PALAMPANG KECAMATAN RILAU ALE KABUPATEN BULUKUMBA RISAL S"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI KARET DI KELURAHAN PALAMPANG KECAMATAN RILAU ALE

KABUPATEN BULUKUMBA

RISAL S 105960186115

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI KARET DI KELURAHAN PALAMPANG KECAMATAN RILAU ALE

KABUPATEN BULUKUMBA

RISAL S 105960186115

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Analisis Pendapatan Usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan

Rilau Ale Kabupaten Bulukumba adalah benar merupakan hasil karya yang

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Makassar, Februari 2020

RISAL S 105960186115

(6)

ABSTRAK

RISAL S.105960186115.Analisis Pendapatan Usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba. Dibimbing oleh KASIFAH dan FIRMANSYAH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai Februari 2020.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu jenis penelitian ini yang sifatnya menggambarkan pendapatan yang diperoleh petani karet.Populasi dalam penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive kepada para petani karet sebanyak 29 orang dengan skala luas lahan yang berbeda. Analisis data penelitian ini yaitu menggunakan tehnik analisis pendapatan dan kelayakan.

Hasil penelitin ini menunjukan bahwa petani karet mendapatkan keuntungan lebih itu terbukti dengan total biaya yang rata-rata dikeluarkan perhektar sebanyak Rp 363.849,79 /Ha/tahun dan pendapatannya yakni Rp 2.036.150,21 Ha/tahun, itu berarti karet cukup membantu perekonomian petani. Usahataani karet layak di usahakan karena indeks R/C Ratio usahatani karet menunjukan angka 6,60 yaitu besar dari 1, berarti usahatani karet memberikan manfaat secara ekonomis terhadap petani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba. Hal ini dapat diartikan bahwa jika petani responden mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1 maka petani responden akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 6,60 dalam satu tahun.

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena hanya berkat, rahmat, dan petunjuk-Nya jualah serta kekuatan iman yang diberikan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang direncanakan walaupun dalam bentuk yang sederhana.

Diakui bahwa penyusunan skripsi ini, terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan penulis sebagai mahluk sosial yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun akan diterima dengan tangan terbuka.

Penulis menyadari pula bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itulah, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa syukur dan terimah kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu, diantaranya adalah :

1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE., M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar;

3. Ibu Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

4. Ibu Dr. Ir. Kasifah, M.Pselaku pembimbing I dan Bapak Firmansyah, S.P., M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat terselesaikan.

5. Kedua orangtua ayahanda Jufri dan Ibunda Henda, dan segenap keluarga yang senantiasa selalu mendoakan dan dukungan serta memberikan bantuan, baik moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada penulis.

7. Kepada pihak pemerintah Kabupaten Bulukumba khususnya Pak Bupati beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.

8. Rekan- rekan Mahasiswa Agribisnis serta sahabat-sahabat serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsi yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya. Amin

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Perkebunan Karet ... 8 2.2 Produksi ... 10 2.3 Biaya Usahatani ... 12 2.4 Pendapatan ... 14 2.5 Penerimaan Usahatani ... 16 2.6 Kelayakan Usahatani ... 17 2.7 Kerangka Pemikiran ... 19

(10)

3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 21

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.4 Jenis-JenisData ... 23

3.5 Analisis Data ... 23

3.6 Definisi Operasional ... 24

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26

4.1 Letak Geografis ... 26

4.2 Kondisi Demografis ... 27

4.3 Kondisi Pertanian ... 30

V.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1 Identitas Responden ... 32

5.2 Lahan Usahatani ... 37

5.3 Tenaga Kerja ... 38

5.4 Analisis Pendapatan Usahatani Karet ... 38

5.5 Penerimaan Usahatani Karet ... 44

5.6 Pendapatan Usahatani Karet... 45

5.7 Kelayakan Usahatani Karet ... 46

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

6.1Kesimpulan ... 48

6.2Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jumlah Peduduk, berdasarkan jenis kelamin di Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019 ... 27 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019 ... 28 3. Keadaan Penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan

Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019... 29 4. Keadaan Penduduk berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Palampamg

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019 ... 27 5. Luas wilayah dan produksi pertanian di Kelurahan Palampamg

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019. ... 31 6. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkatan Umur di Kelurahan

Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019... 33 7. Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan

Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Tahun 2019 ... 34 8. Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman diKelurahan

Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019... 36 9. Keadaan Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan di Kelurahan

Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba tahun 2019 ... 37 10.Jumlah tenaga kerja di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale

Kabupaten Bulukumba tahun 2019 ... 38 11.Rata-rata biaya Tetap Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Tahun 2019 ... 39 12.Rata-rata biaya variabel usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecmatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Tahun 2019 ... 41 13.Rata-rata pendapatan usahatani Karet di Kelurahan Palampang

(12)

14.Pendapatan Usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan dan kelayakan Usahatani karet di Keluraahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba ... 20

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Dokumentasi ... 54 2. Peta Lokasi Penelitian ... 59 3. Identitas Petani Responden Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 59 4. Biaya Penyusutan Alat Pisau Sadap Usahatani Karet di Kelurahan

Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019... 60 5. Penyusutan Alat Mangkok Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 61 6. Penyusutan Alat Parang Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 62 7. Penyusutan Alat Ember Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 63 8. Biaya Tetap Pajak lahan Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 64 9. Biaya Variabel Pupuk Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 65 10.Biaya Variabel Pupuk Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 66 11.Tenaga Kerja Pemeliharaan Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 67 12.Biaya Variabel Tenaga Kerja Upah Panen/Sadap Usahatani Karet di

Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 68 13.Total Biaya Tetap Usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan

Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 69 14.Total Biaya Variabel Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

(15)

15.Total Penerimaan Usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019 ... 71 16.Pendapatan Usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkebunan karet merupakan salah satu komoditas pertanian yang tinggi dan strategis, Indonesia menjadi salah satu negara penghasil karet. Kurang dari 3 dekade mengalami peningkatan yang sangat pesat bahkan Indonesia pernah menguasai poduksi karet di dunia. Meningkatnya produksi karet sangat besar pengauhnya terhadap peningkatan ekonomi suatu daerah atau wilayah.

Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktivitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya. Petani karet dalam melakukan usahataninya, tentunya mengharapkan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu menghitung untung rugi dengan membuat analisis secara ekonomi. Dari analisis tersebut petani akan dapat melihat perkiraan besar biaya yang akan dikeluarkan dan berapa keuntungan yang diperoleh. Usaha yang dilakukan petani tidak terlepas dari pengeluaran (biaya) yang harus dikeluarkan dalam penggunaan faktor produksi selama proses produksi berlangsung. Pendapatan maksimal usahatani karet merupakan tujuan utama petani dalam melakukan kegiatan produksi, oleh karena itu dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya banyak,

(17)

melakukan investasi. Hal ini dikarenakan hasil pendapatan sebagian dipergunakan kembali untuk modal usahatani dan sebagian dipergunakan untuk biaya hidup dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pada dasarnya bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi suatu negara atau suatu daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting terutama bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat di maklumi karena seperti negara berkembang lainnya, Indonesia mengalami masalah kemiskinan dan kekurangan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, diharapkan akan lebih mudah bagi indonesia untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat.

Pada tahun 2015 produksi perkebunan karet rakyat baru mencapai 926 Kg/Ha/Tahun bila dibandingkan dengan perkebunan negara telah mencapai 1.327 Kg/Ha/Tahun dan Perkebunan Besar Swasta mencapai 1.565 Kg/Ha/Tahun.Pemerintah melakukan pengembangan karet rakyat pada tahun 2016 ini untuk mendukung peningkatan produksi dengan cara melakukan perluasan karet rakyat di daerah perbatasan.

(18)

Perkebunan karet banyak tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Perkebunan karet banyak diusahakan oleh pemerintah serta swasta sedangkan, perkebunan-perkebunan karet dalam skala kecil umumnya dimiliki oleh rakyat. Namun, jumlah perkebunan karet ini belum dihimpun agar menghasilkan jumlah yang besar.

Salah satu daerah penghasil karet di Provinsi Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Bulukumba, Pada tahun 2010 luas lahan perkebunan karet di Kabupaten Bulukumba yaitu 1.784,94 ha dengan,produksi sekitar 3.071 ton dan pada tahun 2012 luas lahan perkebunan karet di kabupaten Bulukumba yaitu meningkat menjadi 2.155,14 Ha, peningkatan luas lahan tersebut menyebabkan produksi karet di Kabupaten Bulukumba juga mengalami peningkatan, produksi karet tahun 2012 menjadi 3.990 Ton.

Produksi Karet Tahun 2019 yakni 1.181 ton, produksinya mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Ini dipengaruhi oleh banyaknya pembukaan kawasan baru untuk tanaman karet pada Tahun 2016. Areal produksi perkebunan Karet di Kabupaten Bulukumba terdapat pada 2 (dua) wilayah yakni areal produksi Palangisang di Kecamatan Ujung Loe, dan areal produksi Balangriri di Kecamatan Bulukumpa. Areal produksi Palangisang meliputi Kecamatan Ujung Loe dan Herlang, sedangkan areal produksi Balangriri meliputi Kecamatan Bulukumpa, Rilau Ale dan Kajang. Secara keseluruhan, luas areal produksi perkebunan Karet di Kabupaten Bulukumba mencapai 3.686 Ha, dengan jumlah Petani sebanyak 1.294 orang.

(19)

Meningkatnya produksi perkebunan karet sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi terutama di Kabupaten Bulukumba. Kebun karet salah satu sektor yang dapat menunjang peningkatan ekonomi Kabupaten Bulukumba. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pendapatan usaha karet dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, harga beli dari pedagang pengumpul karet, kecakapan dan kekayaan dalam artian pengusaha karet dapat mempertahankan barangnya jika harga terlalu rendah dan sarana yang diperlukan untuk meningkatkan pendapatan berupa perawatan pohon karet agar tetap subur sehingga banyak mengeluarkan getahnya. Faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan besar atau kecilnya produksi. Besarnya produksi karet berarti besar pula pendapatan usaha karet, demikian pula jika produksinya kecil maka akan kecil pula pendapatan yang diperoleh petani karet. Bila produksi dapat dikelola pada tingkat yang lebih baik maka pendapatan petani penyadap karet akan menjadi lebih baik pula.

Perkebunan karet-rakyat di Kabupaten Bulukumba sudah membudaya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Umumnya diusahakan oleh petani dalam skala kecil (sempit) dengan sistem tradisional. Berbeda dengan yang diusahakan oleh perusahaan pemerintah/swasta, dimana pengusahaannya dilakukan dalam skala besar dengan sistem teknologi modern. Namun demikian, dilihat dari proporsi luasan, kebun karet-rakyat tetap mendominasi, sehingga usaha itu patut diperhitungkan, karena dapat menentukan dinamika perkaretan Indonesia.

(20)

Walaupun pengembangan pertanian karet mengalami prospek yang cerah, namun masih ditemukan beberapa masalah dalam proses pengelolaannya oleh petani. Keberhasilan dari pada usaha perkebunan karet sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh petani dalam mengelolah pertanian yang diusahakannya. Pengelolaan usahatani karet secara tepat dapat memberikan hasil produksi yang tinggi dan tingkat keuntungan yang memadai. Misalnya bagaimana petani menentukan sikap mereka dalam penanganan usaha tani karet mereka, penggunaan bibit unggul, pengelolahan tanah yang baik, pemupukan secara tepat waktu, jenis dan dosis, pemeliharaan seacara intensif, perlakuan pasca panen yang baik dan kegiatan-kegiatan lain yang menyangkut upaya petani dalam mengelolah usaha tani yang diusahakannya.

Kelurahan Palampang merupakan salah satu wilayah yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, dengan luas wilayah 7,80 km2, yang dihuni sekitar 5.500 jiwa. Penduduk yang mengusahakan perkebunan karet di Kelurahan tersebut sebanyak 29 petani dengan luas yang areal tanaman karet 26,50 ha, ini termasuk tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, dan tanaman tua dengan jumlah produksi 23,7 ton. Budidaya usahatani karet di Kelurahan Palampang merupakan perkebunan milik rakyat yang awal pengelolaannya tidak lepas dari motivasi dan campur tangan pemerintah dalam berbagai hal baik berupa pembinaan, bantuan bibit dan pengawasan. Hal ini dimaksudkan budidaya yang dilakukan oleh petani dapat berjalan dengan lancar.

(21)

Analisis kelayakan diperlukan dalam usaha perkebunan karet untuk mengetahui manfaat seberapa besar keuntungan yang diperoleh. Kegiatan usaha perkebunan karet juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah dan instansi terkait, apalagi dengan adanya program eks UPP TCSDP, guna menganalisis kelayakan ini juga mendorong perkembangan perkebunan karet tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “ Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Karet Rakyat di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba “ 1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapatan usahatani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba?

2. Apakah usahatani karet layak diusahakan di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba?

1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba.

2. Untuk mengetahui usahatani karet layak diusahakan di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba.

(22)

Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai pendapatan usahatani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkebunan Karet

Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Selain diusahakan sebagai perkebunan besar komoditi ini juga diusahakan sebagai perkebunan yang strategis sebagai salah satu komoditi andalan ekspor nonmigas. Tanaman perkebunan ini dapat disadap getah karetnya pertama kali pada umur tahun ke-5. Getah dari tanaman karet (lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan, atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Produk-produk karet pada umumnya diekspor (Didit & Agus, 2005).

Menurut Statistik Karet Indonesia (2014), di Indonesia terdapat beberapa bentuk usaha perkebunan karet, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing perkebunan diatas:

a. Perkebunan Rakyat (PR)

Perkebunan rakyat merupakan suatu usaha perkebunan yang dimiliki, diselenggarakan serta dikelola oleh rakyat atau perseorangan dengan luasan lahan yang dimiliki maksimal sebesar 25 ha. Walaupun total luas perkebunan rakyat mencapai 70,4 persen dari seluruh perkebunan di Indonesia, namun sejumlah besar perkebunan rakyat diusahakan dalam bentuk skala kecil (Iskandar, 2015).

(24)

Perkebunan rakyat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Bentuk usaha perkebunan kecil, (2) penggunaan lahan terbatas, (3) tidak padat modal, (4) sumber tenaga kerja lebih berpusat pada tenaga kerja dalam keluarga, (5) lebih berorientasi pada usahatani subsistem.

b. Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS)

Perkebunan besar adalah usaha perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersil oleh suatu perusahaan yang memiliki badan usaha dan badan hukum diatas tanah negara yang mendapat izin dari instansi yang berwenang. Berbeda dengan perkebuna rakyat, perkebunan besar swasta pada dasarnya sudah merupakan perusahaan yang memiliki badan hukum. Lahan yang diusahakan merupakan lahan milik negara yang digunakan dengan fasilitas Hak Guna Usaha (HGU). Sedangkan perkebunan besar negara sebagian besar sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Perkebunan besar memiliki ciri-ciri usaha sebagai berikut : (1) memiliki bentuk usaha pertanian berskala luas, besar dan kompleks, (2) menggunakan areal lahan yang luas, (3) bersifat padat modal, (4) menggunakan tenaga kerja yang cukup banyak dengan pembagian kerja yang dirinci dan terstruktur, (5) sudah menggunakan teknologi modern, (6) berorientasi pada pasar.

Bulukumba merupakan penghasil karet di Sulawesi selatan dengan produksi karet pada tahun 2017 sebanyak 7.343 ton yang terdiri dari produksi pertanian rakyat 1.250 ton dan produksi pertanian swasta 6.093 ton. Yang tersebar di 19.900 ha, dimana luas lahan pertanian karet terdiri dari perkebunan rakyat 14.105 ha dan

(25)

perkebunan swasta 5.975 ha. Data : Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan Makassar 2018

Dalam gambaran diatas dapat dijlelaskan bahwa pertanian karet rakyat dengan luas lahan 19.900 ha memproduksi karet lebih kecil dengan 1.250 ton sedangkan pertanian karet swasta yang memiliki lahan yang lebih sedikit yaitu 5.975 ha tetapi dapat memproduksi karet yang lebih besar dengan 6.093 ton. Maka terlihat masalah besar yang dihadapi oleh pertanian karet rakyat dalam hal pengelolaan pertanian.

2.2 Produksi

Produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud konsep arus (flow

concept) disini adalah produksi merupakan kegiatan yang di ukur sebagai

tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi bila kita bicara mengenai peningkatan produksi, ini seperti peningkatan output dengan mengasumsikan faktor-faktor yang lain yang sekiranya berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan). Hasil akhir dalam proses atau aktivitas ekonomi dan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat di pahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Input dan output untuk setiap sistem produksi adalah fungsi dari karakteristik teknologi. Selagi teknologi ditingkatkan dan fungsi produksi berubah sebuah perusahaan dapat memperoleh lebih banyak output untuk serangkaiaan input tertentu.

(26)

Menurut Hartomo dkk ( 1993 ; 292 ) bahwa produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa serta kegiatan menciptakan kegunaan. Kegunaan artinya dapat memenuhi kebutuhan manusia. Jadi pengertian secara luas produksi, bukan hanya kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, tetapi mencakup semua kegiatan yang menciptakan menambah kegunaan.

Produktivitas faktor adalah kunci untuk mendapatkan kombinasi atau proporsi input yang optimal yang harus dipergunakan untuk menghasilkan satu produk yang mengacu pada the law of variable proportionfaktor memberikan dasar untuk penggunaan sumber daya yang efisien dalam sebuah sistem produksi (Damanhuri, 2007).

Produksi pertanian dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usaha tani maupun usaha lainnya. Menurut Soekartawi (1995:54) Produksi dalam usaha tani berupa 28 sesuatu yang dihasilkan tanaman (akar, batang, getah, buah dan sebagainya) yang diusahakan dan dapat menjadi nilai secara komersil sehingga menjadi tujuan dalam usaha pertanian. Pada prinsipnya hasil merupakan besaran yang menggambarkan banyaknya produk panen usaha tani yang diperoleh dalam satu luasan lahan dalam satu siklus produksi. Hasil membantu menggambarkan tingkat nisbah atau rasio keuntungan yang diperoleh dari pemberian masukan terhadap lahan untuk usaha tani. Satuan hasil biasanya adalah bobot (massa) per satuan luas, sedangkan satuan produksi hanya satuan berat (Moehar Daniel 2004:121). Berdasarkan pendapat tersebut yang dimaksud dengan produksi yang

(27)

lahan garapan petani pada setiap pengambilan lateks dalam satu hektar, dihitung dengan satuan berat kilogram (kg) dan bernilai dengan satuan rupiah (Rp) per kilogram (kg). Standar produksi perkebunan karet nasional per hektar 2.300 kg dengan produktivitas 3.000 per kilogram (Tim Karya Tani Mandiri 2010:109).

2.3 Biaya Usahatani

Biaya dalam kegiatan usahatani oleh petani ditunjukan untuk menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi usahatani yang dikerjakan. Dengan mengeluarkan biaya maka petani mengharapkan pendapatan yang setinggi-tingginya melalui tingkat produksi yang tinggi. Biaya produksi merupakan jumlah dari biaya tetep yang berlangsung brkaitan dengan jumlah tanaman yang dihasilkan diatas lahan, biaya ini harus dibayar apakah menghasilkan sesuatu atau tidak, termasuk didalamnya adalah sewa lahan, pajak lahan, pembayaran kembali pinjaman dan biaya hidup.

Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu kegiatan usahatani. Lebih lanjut lagi biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya (Cost) dapat dibedakan menjadi biaya tetap (FC = fixed cost), yaitu biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi (Y), dan biaya variabel (VC = variabel cost), yaitu biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya produksi (Suratiyah, 2011).

(28)

1. Biaya Tetap (FC = fixed cost)

Biaya tetap yaitu biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi dan besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Yang termasuk pada biaya tetap adalah sewa lahan, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan tanaman, dan lainya. Menurut Soekartawi (2002), biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluakan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain : sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Perhitungan biaya alat-alat yang digunakan yaitu menggunakan perhitungan nilai penyusutan. Biaya penyusutan merupakan pendekatan dari pengurangan nilai alat tiap tahunnya. Secara matematis biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana , Np = Harga sekarang (Rp) Ns = Harga Beli (Rp)

N = Usia ekonomis (tahun)

Untuk mencari biaya tetap dapat menggunakan rumus sebagai berikut : iPXi

Dimana, FC = Biaya tetap

Xi = Jumlah input yang digunakan PXi = Harga input (Rp)

(29)

2. Biaya Variabel (VC = variabel cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi produksi yang diperoleh. Contohnya adalah biaya-biaya yang digunakan untuk sarana produksi. Seperti biaya penggunaan pupuk, obat-obatan, biaya tenaga kerja serta biaya-biaya lainnya yang habis dalam satu kali proses produksi. Sehingga biaya variabel sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang dihasilkan.

Konsep biaya dinyatakan sebagai biaya rill dan biaya non rill. Biaya rill adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan selama usahatani. Misalnya jumlah tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga kerja luar keluarga, bila didalam usahatani tenaga kerja didalam keluarga juga digunakan maka biaya tenaga kerja yang dihitung hanya yang menyewa saja, yaitu tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Sedangkan konsep biaya non rill memperhitungkan semua pengeluaran baik yang nyata dibayar selama usahatani maupun yang tidak nyata sebagai peramalan dengan menggunakan harga bayangan (shadow price) dalam mengembangkan usahatani untuk musim tanam kedepannya.

2.4 Pendapatan

Pendapatan yaitu penerimaan setelah dikurangi dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Sebelum menghitung keuntungan, perlu dipahami bahwa terdapat dua jenis tenaga kerja yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Petani umumya jarang menghitung tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) sehingga dalam menghitung keuntungan

(30)

bekerja dalam usahatani perlu dihargai tenaganya, seperti ketika petani menggunkan/mengupah tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dengan demikian akan terlihat jelas pengeluaran tenaga kerja secara keseluruhan, baik tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluatga(TKLK) (Suratiyah, 2006).

Pendapatan usahatani menurut Gustiyana (2003), bahwa pendapatan dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu :

a. Pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahataninya selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi yang dinilia dalam rupiah berdasarkan harga persatuan berat pada saat pemungutan hasil.

b. Pendapatan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi. Biaya produksi meliputi biaya rill tenaga kerja dan biaya rill sarana produksi.

Menurut Soekartawi (2006), pendapatan sebagai selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Total penerimaan merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi yang dihasilkan dengan nilai/harga produk tersebut, sedangkan biaya total adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Pendapatan rumah tangga petani bersumber dari dalam usahatani dan pendapatan dari luar usahatani. Pendapatan dari dalam usahatani meliputi pendapatan dari tanaman yang diusahakan oleh petani. Sedangkan usahatani bersumber dari pendapatan selain usahatani yang

(31)

Pd = TR – TC Dimana :

Pd = Income (Pendapatan) TR = Total Renue (Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)

2.5 Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani terdiri dari hasil penjualan produksi pertanian, produksi yang dikonsumsi dan kenaikan nilai inventaris. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual (Soekartawi, 1995). Harga jual adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan pembeli menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan seperti yang lazim dipakai pembeli/penjual secara partai besar misalnya kg, kwintal, ikat, dan sebagainya (BPS Jakarta dalam Stania, 2008).

Hermanto dalam Saskia (2012) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil kali dari jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut penerimaan usahatani dibagi menjadi penerimaan tunai usahatani dan penerimaan total usahatani. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan total usahatani adalah penerimaan dalam jangka waktu tertentu (biasanya dalam satu kali musim penen), baik yang dijual (tunai) maupun tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan ternak).

(32)

Hernanto (1991) menyatakan bahwa penerimaan usahatani yaitu penerimaan dari sumber-sumber usahatani dan keluarga. Untuk menghitung total penerimaan yaitu : TR = Py x Y

Dimana : TR = Total Penerimaan (Rp) Py = Harga (Rp)

Y = Jumlah Produksi (kg) 2.6 Kelayakan Usaha

Sebuah industri perlu dianalisa kelayakannya apakah usaha tersebut layak atau tidak. Jika layak berarti usaha tersebut dapat dilanjutkan ketingkat yang lebih tinggi dan sebaliknya jika tidak layak maka perlu dianalisa lebih lanjut apa penyebabnya dan jika setelah dianalisa tetap tidak layak maka usaha tersebut tidak dapat dilanjutkan, karena ditakutkan akan memberikan hasil yang kurang baik dan investasi yang dilakukan akan mengalami kegagalan. Kelayakan usaha atau bisnis merupakan usaha yang dijalankan yang tujuan utamanya untuk memperoleh keuntungan baik finansial maupun nonfinansial. Jadi dengan dilakukannya studi kelayakan usaha akan didapatkan gambaran apakah usaha atau bisnis yang diteliti layak atau tidak untuk dijalankan (Kasmir dan Jakfar, 2003). Analisa kelayakan usaha digunakan untuk mengukur nilai investasi yang ditanamkan untuk sebuah usaha pada masa yang akan datang. Dengan dilakukan analisis kelayakan usaha melalui beberapa simulasi perhitungan investasi, akan diketahui seberapa besar resiko yang akan dialami dan akan diketahui pengaruh layak atau tidaknya rencana nilai investasi dari sebuah usaha. Pada saat ini, istilah analisis kelayakan

(33)

sebutan studi kelayakan usaha. Semua memiliki maksud yang sama dengan berbagai analisis terhadap aspek yang ada dalam rangka membantu Industri Kecil Menengah untuk pengambilan keputusan pada sebuah bisnis/usaha. Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian yang bertujuan dalam memutuskan apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilaksanakan atau tidak. Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk dilaksanakan jika ide tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak (stakeholders) dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan. Studi kelayakan bisnis tidak hanya diperlukan oleh pemrakarsa bisnis atau pelaku bisnis/manajemen perusahaan, tetapi juga diperlukan oleh beberapa pihak lain, antara lain: investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat (Suliyanto, 2010). Dalam melakukan analisis kelayakan usaha, pasti dilakukan pula analisis keuangan yang dapat menguraikan tentang penerapan kriteria-kriteria investasi untuk mengukur layak atau tidaknya suatu investasi yang akan dilaksanakan. Pengukuran dengan kriteria-kriteria investasi tersebut berdasarkan atas data keuangan yang telah disusun baik dalam bentuk struktur modal, biaya modal,

Proyeksi laporan kas, proyeksi laporan rugi/laba, dan proyeksi laporan neraca (Soeseno, 2007). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan usaha/investasi, yaitu: 1). Payback Period (PBP), 2). Net Present Value (NPV), 3). Internal Rate of Return (IRR), 4). Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) (Suliyanto, 2010). Selain itu juga dilakukan analisa keuntungan dengan menggunakan metode Break Even Point (BEP).

(34)

2.7 Kerangka Pemikiran

Kerangka berfikir adalah serangkaian konsep dan kejelasan antar konsep dirumuskan oleh peneliti berdasar tinjauan pustaka, dengan meninjau teori yang disusun dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait. Kerangka fikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang diangkat. Atau, bisa diaartikan sebagai mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka logis (countruct logic) atau kerangka konseptual yang relevan untuk menjawab penyebab terjadinya masalah. Untuk membuktikan kecermatan penelitian, dasar dari teori tersebut perlu diperkuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan.

(35)

Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini, lebih lanjut dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan Usahatani Karet Rakyat Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba

Usahatani Karet

Produksi

Biaya Produksi

Biaya Tetap Biaya Variabel

Pendapatan R/C Ratio

(36)

III. METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penlitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2019-Januari 2020.

3.2Teknik Penentuan Sampel

Pelaksanaan penelitian ini dipilih satu desa secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan desa tersebut memiliki luas panen dan produksi

di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba dengan jumlah populasi 29 orang. Dari jumlah populasi tersebut dilakukan dengan jenis

Non Probability Sampling. Non Probability Sampling jenis sampel ini tidak

dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.

Menurut Sugiyono Non Probability Sampling adalah tehik yang tidak member peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Tehnik Non Probability Sampling yang dipilih yaitu sampling jenuh (Sensus) yaitu metode penarikan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan apabila jumlah populasi kecil, kurang dari 29 orang.

(37)

Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil adalah seluruh petani karet yang ada di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba yang berjumlah 29 orang dengan tehnik sampel jenuh.

3.3Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Teknik dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai daerah yang akan diteliti. Observasi dilakukan terhadap petani karet untuk mengamati berlangsungnya proses produksi dan pendapatan usahatani di Kabupaten Bulukumba.

2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer yang merupakan data utama dalam penelitian yaitu dengan melakukan wawancara langsung kepada responden yang berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang mendalam mengenai kondisi riil produksi dan pendapatan usahatani di Kabupaten Bulukumba.

3. Pencatatan

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yaitu dengan mencatat data-data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

(38)

3.4Jenis-jenis Data a. Data primer

Data primer adalah data utama dalam penelitian ini yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaaan (kuisioner) yang telah disiapkan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data penunjang untuk penelitian ini yang dicatat secara sistematis dan dikutip secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

3.5Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Untuk tujuan yang pertama analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani karet. Dimana struktur biaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengelompokan biaya dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap.

1. Analisis Pendapatan

Menurut Suratiyah (2015) pendapatan adalah selisih antara penerimaan (TR) dan biaya total (TC) dan dinyatakan dengan rumus:

I = TR – TC Dimana :

(39)

2. Analisis R/C

Menurut Suratiyah (2015), R/C adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya total.

Dimana :

R/C = Return Cost Ratio

TR = Penerimaan usahatani (Rp) TC = Biaya total usahatani (Rp) Kriteria :

R/C > 1, usahatani layak diusahakan R/C < 1, usahatani tidak layak diusahakan R/C = 1, usahatani dikatakan impas

3.6. Definisi Operasional

1. Responden adalah petani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale

Kabupaten Bulukumba.

2. Usahatani karet adalah suatu usaha untuk mengelola lahan untuk penanaman tanaman karetdi Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale.

3. Produksi karet yaitu jumlah hasil karet yang dihasilkan selama setahun pada masa penelitian.

4. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan selama setahun, yaitu meliputi:

(40)

alat-alat pertanian diperoleh dengan memperhitungkan biaya pembelian dibagi dengan umur teknis dari alat-alat tersebut

b. Biaya Variabel (Variable Cost) adalah biaya yang besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi. Contoh biaya tidak tetap adalah biaya sarana produksi yaitu pembelian bibit, biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja, biaya ini dihitung berdasarkan upah yang berlaku di lokasi penelitian berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK) yang dikonversikan setara pria dewasa.

5. Penerimaan adalah satuan rupiah yang dihitung berdasarkan jumlah produksi (output) yang terjual dengan harga yang berlaku ditingkat petani.

6. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dari usahatani karet dikurangi biaya yang di keluarkan selama setahun.

7. Harga adalah harga jual karet di tingkat petani di lokasi penelitian.

8. Biaya lainnya adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam memasarkan karet seperti biaya transportasi.

9. Kelayakan Usahatani adalah suatu usaha yang dijalankan yang tujuan

(41)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Kelurahan Palampang memiliki luas wilayah 7,80 KM2 dan jarak Ibu Kota Kabupaten 20 KM2. Selain itu, wilayah Kelurahan Palampang merupakan daerah daratan rendah dengan daerah tanah yang relatif datar dan letak dari permukaan laut ± 71

Kelurahan Palampang terdiri dari 5 dusun antara lain sebagai berikut : a. Kelurahan Palampang

b. Dusun Tammasongo c. Dusun Marana d. Dusun Batupangka e. Dusun Darincing

Secara geografis Kelurahan Palampang terletak dibagian Utara Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bonto Bangun b. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Bonto Haru c. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bonto Lohe

(42)

4.2 Kondisi Demografis 4.2.1 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba adalah 3.676 jiwa. Para pembuka lahan di Palampang berasal dari kawasan Kindang, juga ada yang berasal dari Maiwa, Enrekang Sulawesi Selatan. Para pendatang ini kebanyakan kawin dengan penduduk asli Palampang, yang masih merupakan keturunan Arung (Raja) Kindang dan Kerajaan Bone.

4.2.2 Jumlah penduduk Menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba terdiri atas laki-laki 1.723 jiwa dan perempuan 1.953 jiwa. dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Peduduk, berdasarkan jenis kelamin di Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019

No Jenis Kelamin Jumlah

(Orang) Persentase (%) 1 Laki-Laki 1.723 46,87 2 Perempuan 1.953 53,13 Jumlah 3.676 100,00

Sumber : BPS Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019

Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk yang ada di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba adalah 3.676 jiwa. Dari jumlah tersebut sebagian besar penduduk yang yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.723 jiwa dengan persentase 46,87% sedangkan untuk penduduk yang berjenis

(43)

4.2.3 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok Umur

Bersarakan data BPS jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba yang memilki kelompok umur 0-75 tahun sebanyak 3.676 jiwa. Dapat diketahui dari penelasan Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019

No Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0-4 283 7,70 2 5-9 509 13,85 3 10-14 661 17,98 4 15-24 975 26,52 5 24-40 857 23,31 6 ≥50 391 10,64 Jumlah 3.676 100,00

Sumber : BPS Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, 2019

Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok umur 0-4 tahun sebanyak 283 (7,70%), kelompok umur 5-9 tahun sebanyak 509 (13,85%), kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 661 (17,98%), kelompok umur 15-24 tahun sebanyak 975 (26,52%), kelompok umur 24-50 tahun sebanyak 857 (23,31%), kelompok umur ≥50 tahun sebanyak 391 (10,64%).

4.2.4 Keadaan penduduk menurut mata pencaharian

Mayoritas mata pencaharian penduduk di Kelurahan Palampang adalah petani. Hal ini disebabkan karena sudah turun temurun sejak dahulu bahwa masyarakat adalah petani dan juga minimnya tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat tidak punya keahlian lain dan akhirnya tidak punya pilihan selain

(44)

menajadi petani dapat dilihat pada Tabel 3 Sebagai berikut:

Tabel 3. Keadaan Penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019

No Mata Pencaharian Jumlah

(orang) 1. Petani 2347 2. Pegawai 173 3. Pedagang 523 4. Lain-lain 633 Jumlah 3.676

Sumber : Kantor Kelurahan Palampang, 2019

Berdasarkan table 3 di atas menunjukan bahwa pada umumnya mata pencaharian penduduk di Kelurahan Palampang adalah 90% dalam sektor pertanian dan selebihnya merupakan Pedagang dan Pegawai Negeri Sipil.

4.2.5 Keadaan penduduk berdasarkan pendidikan

Keadaan penduduk berdasarkan pendidikan adalah untuk melihat sejauh mana tingkat pendidikan penduduk yang ada di Kelurahan Palampang dalam melakukan usahatani, petani yang berwawasan luas dan cepat menangkap informasi yang baru sesuai dangan kemampuan ilmu pengetahuan serta teknologi baru sangat berpengaruh terhadap teknik usahatani yang baik dan benar. Keadaan penduduk Kelurahan Palampang, berdasarkan pendidikan terbagi atas: SD, SMP/SLTP, SMA/SLTA, dan sarjana, selengkapnya dapat diliat pada Tabel 4 sebagai berikut:

(45)

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Tidak tamat SD 1139 30,98 2. SD 876 23,83 3. SMP 759 20,65 4. SMA 516 14,04 5. Sarjana 386 10,50 Jumlah 3.676 100,00

Sumber : Kantor Kelurahan Palampang, 2019

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa keadaan penduduk di Kelurahan Palampamg Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba memiliki tingkat pendidikan yang terbilang rendah yaitu sebanyak 1139 jiwa (31%) masyarakat yang tidak taman SD, di bandingkan dengan masyarakat yang memiliki ijazah sarjana yaitu hanya 386 jiwa (10,50%).

4.3 Kondisi Pertanian

Adapun data potensi wilayah pertanian di Kelurahan Palampamg Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba di bidang pertanian mulai dari komuditas tanaman pangan, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan rakyat dilihat pada Tabel 5.

(46)

Tabel 5. Luas wilayah dan produksi pertanian di Kelurahan Palampamg Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019.

No. Jenis Tanaman

Luas tanam (Ha) Persentase (%) Produksi (Ton) Persentase (%) 1 Tanaman Pangan 1.157 68,71 1.458 88,42 2 Hortikultura 21 1,25 62 3,76 4 Perkebunan 506 30,05 129 7,82 Jumlah 1.684 100,00 1649,00 100,00

Sumber : Kantor Kelurahan Palampang, 2019

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa luas tanaman yang paling tinggi yaitu tanaman pangann dengan jumlah 1.157 ha (68,71%) dengan jumlah produksi yang diperoleh sebesar 1.458 ton (88,42%) Hal ini dikarenakan di daerah Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba masyarakat lebih memproritaskan tanaman pangan dari pada tanaman lainnya.

(47)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden

Identitas Petani Responden merupakan latar belakang untuk mengetahui kondisi petani dalam penelitian. Penelitian ini dibatasi dalam beberapa karakteristik yang diperkirakan dapat menghambat atau mempengaruhi kemauan dan kemampuan petani dalam berusahatani. Responden dalam penelitian ini adalah petani karet. Adapun yang termasuk identitas adalah nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan lama berusahatani. 5.1.1 Umur Responden

Umur responden merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja dan produktifitas seseorang. Seseorang akan mengalami peningkatan kemampuan kerja seiring dengan meningkatnya umur, akan tetapi selanjutnya akan mengalami penurunan kamampuan kerja pada titik umur tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka dikenal adanya umur produktif dan umur nonproduktif. Umur produktif adalah umur dimana seseorang memiliki kemampaun untuk menghasilkan produk maupun jasa.

Usia produktif 20 – 45 tahun masih memiliki semangat yang tinggi dan mudah mengadopsi hal-hal baru. Berbeda dengan petani jagung yang telah berusia lanjut di atas 50 tahun, mereka yang berusia lanjut cenderung fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya.

(48)

Soekartawi (2003) dalam bukunya menyatakan bahwa mereka yang berusia lanjut cenderung fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya.

Adapun klasifikasi responden berdasarkan umur petani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkatan Umur di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019

No Responden (umur) Jumlah (orang) Presentase (%) 1 24-33 8 27,59 2 34-43 10 34,48 3 44-53 9 31,03 4 54-63 2 6,90 Jumlah 29 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

Secara umum rata-rata umur responden yang mengusahakan tanaman Karet berkisar diantara 24– 63 Tahun. Umur responden dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu responden berumur 24–33 tahun (28%), responden berumur 34–43 tahun (34%), responden berumur 44– 53 tahun (31%), petani berumur 54– 63 (7%).

Hal ini menandakan bahwa petani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba berada pada umur produktif sehingga memungkinkan bagi para petani tersebut dapat bekerja lebih baik, bersemangat, serta mempunyai motivasi yang tinggi. Sementara responden yang berusia 54 tahun ke atas tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan faktor usia yang

(49)

pengamatan dilapangan, petani pada usia ini sebagian besar telah melimpahkan atau mewariskan usaha taninya pada anak sehingga petani pada usia ini cukup sedikit.

5.1.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kemampuan Responden dalam mengambil keputusan. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih berhati hati dalam mengambil keputusan dengan terlebih dahulu memperhitungkan resiko yang dihadapi serta mampu mengadopsi inovasi teknologi yang ada. Sementara responden dengan tingkat pendidikan yang rendah, dalam mengelola usahataninya cenderung mengikuti kebiasaan yang telah diwariskan secara turun temurun. Tingkat pendidikan responden petani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba.

Tabel 7. Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Tahun 2019

No. Pendidikan Jumlah

(Orang) Persentase (%) 1 Tidak sekolah 3 10,34 2 SD 16 55,17 3 SMP 8 27,59 4 SMA 2 6,90 Jumlah 29 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

Tingkat pendidikan responden bervariasi mulai dari Tidak Sekolah sampai Perguruan tinggi. Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah Tidak Sekolah sebanyak 3 orang (10%), untuk SD yaitu sebanyak 16 orang (55%), SMP sebanyak 8 orang (28%), dan SMA sebanyak 2 orang (7%).

(50)

dalam hal pengambilan keputusan dan pengatur manajemen dalam mengelola suatu usaha. Dengan adanya pendidikan dapat mempermudah dalam menerima atau mempertimbangkan suatu inovasi yang dapat membantu mengembangkan usaha menjadi lebih baik dari sebelumnya, sehingga petani tidak mempunyai sifat yang tidak terlalu tradisional.

5.1.3 Pengalaman Usahatani

Dalam usahatani pengalaman merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha. Semakin lama orang mengelolah suatu usaha maka semakin luas pengalaman yang diperoleh dan semakin besar kemampuannya dalam mengenal usaha yang digeluti. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan petani itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai di adakan penelitian. Adapun klasifikasi responden berdasarkan tingkat pengalaman dalam petani Kedalai dapat di lihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019

No. Pengalaman (Thn) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 2-3 3 10,34 2 4-5 5 17,24 3 6-7 5 17,24 4 8-10 10 34,48 5 11-15 6 20,69 Jumlah 29 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

Pengalaman dalam berusahatani karet yang diusahakan responden di Kelurahan Palampang berkisar diantara 2– 15 tahun. Dari Tabel 10 dapat

(51)

2– 3tahun sebanyak 3 orang 10%), 4-5tahun sebanyak 5 orang (17%), 6-7 tahun sebanyak 5 orang (17%), 8-10tahun sebanyak 10 orang (34%) dan 11– 15tahun sebanyak 6 orang (21%),

Berdasarkan para petani karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba pada umumnya sudah cukup berpengalaman, karena rata-rata telah menggeluti usaha pertaniannya sudah lebih dari 7 tahun. Petani yang memiliki pengalaman bertani yang cukup lama umumnya memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan petani yang baru saja menekuni usaha pertaniannya. Sehingga pengalaman bertani menjadi salah satu ukuran kemampuan seseorang dalam mengelolah suatu usaha pertanian. Semakin banyak pengalaman maka semakin banyak pula pelajaran yang diperoleh di bidang tersebut. Semakin lama pengalaman bertani, cenderung semakin memudahkan petani dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan usaha tani yang dilakukannya.

5.1.4 Skala Kepemilikan lahan

Adapun jumlah kepemilikan Lahan yang dimiliki petani karet di Kelurahan Palampang yang diambil sebagai responden dapat di lihat di Tabel 9 berikut ini :

Tabel 9. Keadaan Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba tahun 2019

No. Luas Lahan

(Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 0,5-1 15 51,72 2 1,5-2 12 41,38 3 2,5 2 6,90 Jumlah 29 100,00

(52)

Luas lahan yang diusahakan responden di Kelurahan Palampang berkisar diantara 0,5 ha sampai 2,5 ha. Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa kepemilikan lahan yang diusahakan petani responden dari 0,5 – 1 sebanyak 15orang (52%), 1,5 – 2 sebanyak 12 orang (41%), dan 2,5 sebanyak 2 orang (7 %),

Luas Kepemilikan lahan Merupakan faktor penentu tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh. ini dikarenakan keterbatasan lahan yang dimiliki oleh petani Karet. Luasnya Kepemilikan Lahan Merupakan faktor penentu tinggi rendahnya pendapatan.

5.2 Lahan Usahatani

Lahan yang digunakan di daerah penelitian merupakan lahan-lahan yang masih baru, artinya lahan-lahan tersebut belum pernah dipergunakan untuk membudidayakan karet (Tim Penulis PS, 2008). Dari hasil rata-rata yang didapat pada daerah penelitian mempunyai luas lahan 2 ha, dengan jenis tanaman karet yang di peroleh dari biji lokal. Luas lahan ha ini masuh tergolong kecil untuk jenis usahatani apapun termasuk juga usahatani karet ini, tetapi memiliki luas lahan yang kecil bukan berarti tidak bisa untuk dibudidayakan atau untuk memulai usaha. Luas lahan menggambarkan tingkat keseriusan petani dalam mengusahan karet.

5.3 Tenaga Kerja

Penggunaan tenaga kerja petani sampel di daerah penelitian ini berasal dari dalam keluarga. Tenaga dalam keluarga sangat penting digunakan dalam usahatani untuk megurangi beban biaya upah yang dikeluarkan.

(53)

Tabel 10. Rata-rata tenaga kerja di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba tahun 2019

No. Uraian Jumlah

TK

1 Pembersih lahan dan persiapan tanaman 5

2 Penanaman 3

3 Penyulaman 2

4 Penyiangan 2

5 Pemupukan 3

6 Penyadapan/Pengumpulan hasil 2

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

Pada tabel 10 di atas dijelaskan bahwa untuk kegiatan pembersih lahan dan persiapan tanam lebih banyak dari pada kegiatan-kegiatan lain untuk mengerjakan pembersih lahan misalnya membersihkan gulma dan lain sebagainya.

5.4 Analisis Pendapatan Usahatani Karet

Analisis pendapatan dilakukan untuk menentukan berapa pendapatan petani pada lahan kering yang diperoleh dari usahatani karet. Dalam analisis pendapatan menjelaskan tentang bagaimana struktur biaya, pendapatan dari usahatani karet. Bentuk analisis pendapatan usahatani karet secara umum merupakan selisih antara penerimaan produksi dengan biaya yang dikeluarkan.

Penerimaan produksi usahatani meliputi penerimaan secara tetap dan penerimaan tidak tetap. Penerimaan tetap merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi yang dijual dengan harga satuannya, sedangkan penerimaan tidak tetap berupa hasil produksi yang tidak dijual dan biasanya dikonsumsi oleh petani sendiri. Analisis pendapatan ini juga membahas biaya usahatani yang tetap dan tidak tetap. Biaya tidak tetap adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh

(54)

petani. Biaya tetap meliputi semua pengeluaran yang tidak dibayarkan secara tetap tetapi diperhitungkan dalam biaya.

5.4.1 Biaya Usahatani Karet 5.4.1.1Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap meliputi : Penyusutan alat dan pajak lahan dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Rata-rata biaya Tetap Usahatani Karet di Kelurahan Palampang

Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Tahun 2019

Uraian Biaya (Rp)

Biaya Pajak Lahan (Ha) Biaya Penyusutan

40.000,00 44.482,70

Total 84.482,70

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

Berdasarkan tabel 11 biaya pajak lahan dengan biaya keseluruhan sebesar Rp 1.580.000 /tahun dengan rata-rata Rp 40.000,00 dari 29 petani. Biaya penyusutan alat sebesar Rp 3,684,533 dengan Rata-rata 44.482,70. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau sadap, mangkok, parang, ember.

Jumlah pisau sadap yang digunakan adalah 30 buah /tahun dengan rata-rata penggunaan 1,39 buah/tahun dan pisau sadap ini digunakan oleh 29 responden. Harga satuan pisau sadap berkisar Rp 35.000,00 - Rp 50.000,00 /buah dengan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.217.000,00 /tahun dengan rata-rata

(55)

biaya Rp 41.965,52 Tahun/Ha dan biaya penyusutan alat ini adalah Rp 80.833,33 /tahun dengan rata-rata Rp 2.046,41 /Ha.

Jumlah mangkok yang digunakan oleh sebagian besar responden adalah barang-barang bekas seperti botol dan lain-lain. Jumlah mangkok yang dibeli oleh petani adalah 4.500 buah/tahun dengan rata-rata penggunaan 117,67 buah/Ha dan mangkok ini digunakan oleh 29 responden. Harga satuan Mangkok berkisar Rp 4.000,00 - Rp 5.000,00 /buah dengan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 121.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 4.172,41 /Ha dan biaya penyusutan alat ini adalah Rp 1.465.000,00 /tahun dengan rata-rata Rp 36.250,93 /Ha.

Jumlah parang yang digunakan adalah 31 buah/tahun dengan rata-rata penggunaan 0,78 buah/tahun dan parang ini digunakan oleh 29 responden. Harga satuan parang berkisar Rp 33.000,00 - Rp 50.000,00 /buah dengan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.324.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 45.655,17 /tahun dan biaya penyusutan alat ini adalah Rp 67.233,33 /tahun dengan rata-rata Rp 1.656,18 /Ha.

Jumlah ember yang digunakan adalah 52 buah /tahun dengan rata-rata penggunaan 1,34 buah /tahun dan ember ini digunakan oleh 29 responden. Harga satuan ember berkisar Rp 40.000,00 - Rp 68.000,00 /buah dengan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.577.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 54.379,31 /tahun dan biaya penyusutan alat ini adalah Rp 144.000,00 /tahun dengan rata-rata Rp 3.648,01 /Ha.

(56)

5.4.1.2Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang digunakan usahatani karet yang besarnya berubah-ubah sesuai jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel meliputi : Pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata biaya variabel usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecmatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Tahun 2019

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

Jenis pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Jenis-jenis pupuk ini tidak secara keseluruhan digunakan oleh responden tapi hanya ada beberapa yang menggunakan pupuk ini dikarenakan tanaman karet di lokasi penelitian adalah tanaman yang sudah memiliki hasil dan tanaman sudah mulai reproduksi. Jumlah biaya pupuk yang dikeluarkan 29 responden adalah Rp 7.625.000,00 /tahun dengan rata-rata Rp 188.516,59 /Ha.

Jumlah pupuk Urea yang digunakan adalah 1.455,00 kg/tahun dengan rata-rata penggunaan 36,84 Kg/Ha dan pupuk ini hanya digunakan oleh 14 responden. Harga satuan pupuk ini adalah Rp 1.800,00 perkilogram dengan biaya yang

Uraian Satuan Jumlah

(Unit) Nilai (Rp) Biaya Variabel: 1. Benih 2. Pupuk - Pupuk Urea - SP-36 - Pupuk KCL 2. Pestisida - Basmilang - Supertok 3. Upah TK - Pemeliharaan - Panen/Sadap Kg Kg Kg Liter Liter HOK HOK 36,84 28,96 9,11 0,41 0,10 - 66.304,00 57.924,05 72.911,39 24.303,80 7.088,61 41.772,15 13.165 Jumlah 279.367,09

(57)

dikeluarkan adalah Rp 2.457.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 60.745,61 /Ha .

Jumlah pupuk SP-36 yang digunakan adalah 1.144,00 kg/tahun dengan rata-rata penggunaan 28,96 Kg/Ha dan pupuk ini hanya digunakan oleh 10 responden. Harga satuan pupuk ini adalah Rp 2.000,00 /Kg dengan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 2.288.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 57.924,05 /Ha .

Jumlah pupuk KCL yang digunakan adalah 360,00 kg/tahun dengan rata-rata penggunaan 8,90 Kg/Ha dan pupuk ini hanya digunakan oleh 5 responden. Harga satuan pupuk ini adalah Rp 8.000,00 perkilogram dengan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 2.880.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 72.911,39 /Ha.

Jenis pestisida yang digunakan dalam penelitian ini adalah Basmilang dan Supertok. Jenis-jenis pestisida ini tidak secara keseluruhan digunakan oleh responden tapi hanya ada beberapa yang menggunakan pestisida ini dikarenakan tanaman karet di lokasi penelitian adalah tanaman yang sudah memiliki hasil dan tanaman sudah mulai reproduksi. Manfaat pestisida basmilang adalah untuk membasmi gulma alang-alang di sekitar tanaman karet dan manfaat pestisida supertok adalah untuk membasmi serangga pada tanaman karet. Jumlah biaya pestisida yang dikeluarkan 29 responden adalah Rp 1.240.000,00 dengan rata-rata Rp 31.392,41 /Ha.

Jumlah pestisida basmilang yang digunakan adalah 16 liter/tahun dengan rata-rata penggunaan 0,41 liter/Ha dan pestisida ini hanya digunakan oleh 6 responden. Harga satuan pestisida ini adalah Rp 60.000,00 perkilogram dengan

(58)

biaya yang dikeluarkan adalah Rp 960.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 24.303,80 /Ha .

Jumlah pestisida Supertok yang digunakan adalah 4 liter/tahun dengan ratarata penggunaan 0,10 liter/Ha dan pestisida ini hanya digunakan oleh 2 responden. Harga satuan pestisida ini adalah Rp 70.000,00 perkilogram dengan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 280.000,00 /tahun dengan rata-rata biaya Rp 7.088,61 /Ha .

Jenis pekerjaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemeliharaan dan panen/sadap. Jumlah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan 29 responden adalah Rp 2.170.000,00 /tahun dengan rata-rata Rp 53,649.97 /tahun.

Jumlah tenaga kerja pada pemeliharaan adalah 42 HOK /tahun. Upah yang diberikan pada pekerjaan pemeliharaan ini adalah Rp 15.000 HOK-1 maka jumlah biaya upah yang dikeluarkan untuk pekerjaan ini adalah Rp 1.650.000,00 /tahun dengan rata-rata Rp 41.772,15 /Ha.

Jumlah tenaga kerja pada panen/sadap adalah 42 HOK /tahun . Upah yang diberikan pada pekerjaan pemeliharaan ini adalah Rp 10.000/HOK maka jumlah biaya upah yang dikeluarkan untuk pekerjaan ini adalah 520.000,00 /tahun dengan rata-rata Rp 13.164,56 /Ha.

5.5 Penerimaan Usahatani Karet

Penerimaan menurut Suratiyah (2015) adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, besarnya penerimaan yang diterima oleh petani untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi usahatani dipengaruhi oleh

(59)

Semakin tinggi jumlah produksi dan harga satuan produksi yang dihasilkan maka penerimaan usahatani semakin besar sebaliknya, semakin rendah jumlah produksi dan harga satuan produksi yang dihasilkan maka penerimaan usahatani semakin kecil.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diperoleh hasil rata-rata produksi karet yaitu 600,00 Kg/Ha/tahun dengan harga sebesar Rp. 4.000 /kg. Maka jumlah penerimaan dalam satu tahun adalah Rp 94.800.000,00 dengan rata-rata Rp 2.400.000,00 /Ha/tahun.

5.6 Pendapatan Usahatani Karet

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani karet dan semua biaya produksi usahatani karet selama proses produksi ataupun biaya yang dibayarkan. Adapun rata-rata pendapatan usahatani karet dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:

Tabel 13. Rata-rata pendapatan usahatani Karet di Kelurahan Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Tahun 2019

Uraian Jumlah (Rp) Total Penerimaan (TR) Total Biaya (TC) 2.400.000,00 363.849,79 Pendapatan 2.036.150,21

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan karet di daerah penelitian adalah Rp 2.036.150,21 /Ha/tahun. Dari data tersebut terlihat bahwa total penerimaan lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan, hal ini berarti penerimaan petani dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan dalam proses

Gambar

Gambar  1.  Kerangka  Pemikiran  Analisis  Pendapatan  Usahatani  Karet  Rakyat  Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba
Tabel  1.  Jumlah  Peduduk,  berdasarkan  jenis  kelamin  di  Palampang  Kecamatan  Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019
Tabel  2.  Jumlah  Penduduk  Menurut  Kelompok  Umur  di  Kelurahan  Palampang  Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019
Tabel  3.  Keadaan  Penduduk  berdasarkan  mata  pencaharian  di  Kelurahan  Palampang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba 2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa MNB dengan garam sebagai satu-satunya sumber mineral memiliki nilai Aw yang rendah sehingga menyebabkan

1) Bapak Prof. BambangSetiadji, MM, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sc selaku

Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air (plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting tentang sampel

Pengujian stabilitas pada ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid dan ODT dimenhidrinat tanpa teknik likuisolid pada bulan ke- 0 selama 1 bulan didapatkan hasil setelah

faktor penghambat dan faktor pengdukung dalam membina akhlak remaja terhadap dampak media sosial (facebook) di Desa Bonto Mate’ne Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba

Melakukan evaluasi pelaksanaan Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan Puskesmas berdasarkan kegiatan Puskesmas berdasarkan realisasi program kerja dan realisasi program

Pada kegiatan kali ini, pemberian bantuan social dan pemeriksaan gula darah dan asam urat di Pos Pengungsi Cipugur, Desa Cileuksa, Kabupaten Bogor dilakukan tanpa adanya

[r]