• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DI KABUPATEN NIAS SELATAN TOURISM AREA DEVELOPMENT STRATEGY IN SOUTH NIAS REGENCY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DI KABUPATEN NIAS SELATAN TOURISM AREA DEVELOPMENT STRATEGY IN SOUTH NIAS REGENCY"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DI KABUPATEN NIAS SELATAN

TOURISM AREA DEVELOPMENT STRATEGY IN SOUTH NIAS REGENCY

Nanda Puspita

(Sekretariat Jenderal DPD RI, Jl. Gatot Subroto Kav.6 Jakarta Pusat e-mail: nda.0112@gmail.com)

Naskah diterima: 21 Juni 2019, direvisi: 30 Agustus 2019, disetujui: 30 September 2019

Abstract

South Nias was chosen as the venue for the World Surf League (WSL) in August 2018. Not only the perfect wave height but also the stunning natural panorama make South Nias as the host of the international surfing event. This opportunity should be a driving force for the local government to determine the right ways and strategic planning to support the development of regional competitiveness, especially for the tourism sector. However, until now, South Nias Regency is, in fact still one of the disadvantaged regions in accordance with Presidential Regulation No. 131 of 2015 on Determination of Disadvantaged Regions in 2015 - 2019. This study aims to identify the potential of tourism area, and tourism development strategies that have been applied in South Nias Regency to then provide alternative policy recommendations to the local government in optimizing the potential of the region to support sustainable development. The methodology used in this study is descriptive qualitative by using interview techniques, field observations, and literature studies in the process of data collection. The result of this study indicates that the obstacles faced by the local government in the development of tourism areas, in addition to the budget factor, are the characteristics of Nias people and the fact that the institutional efforts made have not been well responded by the local legislative body.

Keywords: tourism potential; development strategy; tourism development master plan; South Nias regency

Abstrak

Nias Selatan terpilih sebagai venue perlombaan World Surf League (WSL) tingkat dunia pada agustus 2018. Tidak hanya ketinggian ombak yang sempurna tetapi juga panorama alam yang memukau menjadikan Nias Selatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan perhelatan surfing bertaraf internasional. Peluang ini seyogyanya menjadi pendorong bagi pemerintah setempat dalam menentukan langkah tepat dan perencanaan strategis untuk mendukung pengembangan daya saing lokal utamanya sektor pariwisata. Namun demikian, sampai saat ini Kabupaten Nias Selatan nyatanya masih menjadi salah satu kawasan daerah tertinggal sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 - 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi kawasan pariwisata dan strategi pengembangan pariwisata yang telah di terapkan di Kabupaten Nias Selatan untuk kemudian memberikan rekomendasi alternatif kebijakan kepada pemerintah daerah dalam mengoptimalisasikan potensi daerah guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan teknik wawancara, observasi lapangan dan studi literatur dalam proses pengumpulan data. Dari penelitian ini ditemukan bahwa kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan wisata selain faktor anggaran, karakteristik masyarakat nias juga upaya kelembagaan yang belum mendapatkan tanggapan dari lembaga legislasi setempat.

Kata kunci: potensi pariwisata; strategi pengembangan; ripparkab; kabupaten nias selatan

PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau

Sustainable Development Goals (SDG’s) merupakan program perbaikan dan peningkatan taraf hidup yang disahkan oleh 194 negara anggota PBB sebagai penyempurnaan atas platform Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada Desember 2015.1 Untuk memenuhi komitmen

pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan pencapaian

1 Otoritas Jasa Keuangan, “Keuangan Berkelanjutan”,

(online), (https://www.ojk.go.id/sustainable-finance/id/ publikasi/prinsip-dan-kesepakatan-internasional/Pages/ Tujuan-Pembangunan-Berkelanjutan.aspx, diakses 20 Oktober 2018)

tujuan SDGs, maka pemerintah memandang perlu menyelaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yang tentunya sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Menengah Daerah (RPJMD). Sebagai bentuk konsistensi pemerintah dalam menaungi agenda SDGs ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Salah satu tujuan yang tercantum dalam point 14 pada lampiran Perpres No. 59 Tahun 2017 tersebut adalah terkait dengan kehidupan bawah laut yaitu melestarikan dan memanfaatkan secara

(2)

berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan.

Di samping itu salah satu agenda prioritas nasional Presiden RI yang tercermin dalam program nawacita yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor – sektor strategis ekonomi domestik termasuk sektor pariwisata. Optimalisasi sektor pariwisata di Indonesia dapat dijadikan modal dasar dalam upaya pengembangan perekonomian nasional dikarenakan kondisi geografis negara Indonesia yang lebih luas lautan dibandingkan dengan daratan. Sebagai negara kepulauan yang di dukung dengan iklim tropis Indonesia memiliki keberagaman hayati dasar laut yang menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara serta panorama wisata bahari yang tak kalah elok. Keindahan pantai yang panjang dan membentang dengan pasir putih bersih, ombak dengan ketinggian yang nyaris sempurna menantang adrenalin para peselancar.

Destinasi pariwisata di Indonesia yang telah mendunia seperti Bali, Lombok dan Pulau Komodo. Kini pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata telah menetapkan 10 destinasi prioritas nasional yang lebih dikenal dengan “10 Bali Baru” yaitu Danau Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Bangka, Mandalika NTB, Wakatobi Sulawesi Tenggara, Morotai Maluku Utara, dan Labuan Bajo NTT. Serta empat destinasi di Pulau Jawa. Kepulauan Seribu Jakarta, Tanjung Lesung Banten, Borobudur Jawa Tengah, serta

Bromo-Tengger-Semeru Jawa Timur.2 Penentuan Kawasan Strategis

Pariwisata Nasional (KSPN) menyedot perhatian pemerintah pusat yang berdampak pada beralihnya fokus pemerintah provinsi dalam penentuan arah kebijakan pengembangan pembangunan pariwisata daerah padahal daerah tersebut sejatinya memiliki kawasan wisata yang sangat potensial untuk mendukung sektor pariwisata sebagai penggerak utama perekonomian Indonesia.

Salah satu daerah yang terkena dampak penetapan KSPN di antaranya adalah Kabupaten Nias Selatan (Nisel). Nisel adalah salah satu daerah dengan sejuta pesona pariwisata keindahan alam, budaya dan megalitik yang belum mendapatkan sentuhan dari pemerintah pusat maupun provinsi

secara optimal. Padahal Nisel terpilih sebagai venue

perhelatan bertaraf Internasional bagi para pecinta selancar pada bulan Agustus 2018. Terlebih lagi Kabupaten Nias Selatan sebagai hasil pemekaran

2 Kementerian Pariwisata, “10 Bali Baru Diperkenalkan ke

Selandia Baru Lewat Sales Mission”, (online), (http://www. kemenpar.go.id/post/news-10-bali-baru-diperkenalkan-ke-selandia-baru-lewat-sales-mission, diakses 20 Oktober 2018).

dari Kepulauan Nias yang telah disahkan oleh DPR

RI pada tahun 2008 belum memiliki master plan

pengembangan wilayah pemekaran khususnya dalam bidang pariwisata. Padahal, sektor pariwisata dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan pembangunan nasional.3 Artinya

sektor pariwisata merupakan sektor unggulan yang diharapkan di masa datang dapat dijadikan sebagai

leading sector.

Salah satu asas kepariwisatan yang termuat dalam Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah keberlanjutan. Sejalan dengan hal tersebut maka penting untuk menerapkan metode yang terpat untuk mencapai tujuan pembangunan daerah. Pembangunan

pariwisata yang berkelanjutan (Sustainable Tourism

Development) merupakan suatu proses pembangunan

yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan (segala sesuatu yang kita nikmati) sekarang dan selanjutnya

diwariskan kepada generasi mendatang.4 Kabupaten

Nisel yang hingga kini masih ditetapkan sebagai kawasan yang termasuk dalam salah satu wilayah daerah tertinggal di Kepulauan Nias membutuhkan perencanaan dengan konsep yang tepat sehingga upaya pengembangan wilayah dapat berjalan dengan maksimal tentunya dengan melibatkan berbagai pihak yang sangat berpengaruh pada kelancaran dan kesuksesan program pengembangan. Kesamaan persepsi dan tujuan antara pemerintah, masyarakat sekitar dan pihak – pihak yang berkepentingan

(stakeholder) sangat dibutuhkan untuk menghindari

segala bentuk gesekan kepentingan yang mungkin terjadi dan kebermanfaatan pengembangan pembangunan dapat dirasakan oleh semua pihak.

Pengembangan pariwisata daerah menjadi tanggungjawab tidak hanya oleh pemerintah daerah tetapi juga masyarakat dan para pelaku usaha sekitar kawasan wisata. Pengembangan potensi pariwisata pun tidak pula terlepas dari peran pemerintah pusat dan lembaga negara DPD RI dalam memberikan arahan, rekomendasi dan pengawasan kepada pemerintahan setempat dalam menetapkan peraturan daerah terkait sektor pariwisata yang masih belum ada sampai penelitian ini dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penting untuk dilakukan pengkajian untuk menggali potensi kawasan wisata di Nias Selatan dan kebijakan atas

3 Sefira Ryalita Primadany, Mardiyono, Riyanto, “Analisis

Strategi Pengembangan Pariwisata Daerah (Studi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Kabupaten Nganjuk)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP),1, 2013, pp. 135-143.

4 I Nengah Subandra dan Nyoman Mastiani Nandra, “Dampak

Ekonomi, Sosial – Budaya, dan Lingkungan Pengembangan

Desa Wisata di Jatiluwih-Tabanan”, Jurnal Manajemen

(3)

pengelolaan kepariwisataan yang sudah ada sehingga dapat memberikan rekomendasi terkait strategi yang tepat dalam menunjang pengembangan potensi kawasan wisata di Kabupaten Nias Selatan.

Dengan tagline “Pesona Pulau Impian” Nias

berhasil menyuguhkan pemandangan pariwisata yang epik bagi para wisatawan. Namun demikian penyediaan fasilitas sarana dan prasarana dipandang masih belum optimal dalam mengakomodir upaya gencaran promosi pariwisata pemerintahan setempat. Termasuk permasalahan aksesbilitas dan transportasi menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan daya tarik wisatawan, selain itu tata ruang yang belum optimal, ketersediaan air bersih

dan supply listrik, sarana akomodasi dan rumah

makan, serta ketertarikan masyarakat sekitar terhadap pariwisata.

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui potensi pariwisata apa saja yang berada di wilayah Kabupaten Nias Selatan. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana pengelolaan kelembagaan dan kebijakan yang ada terkait dengan upaya pengembangan potensi pariwisata dan bagaimana strategi pengembangan kawasan wisata di Kabupaten Nias Selatan.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris yaitu penelitian yang bersifat menjelajah (eksplorator), melukiskan (deskriptif)

dan menjelaskan (eksplanator).5 Penelitian empiris

juga merupakan penelitian yang berfokus meneliti suatu fenomena atau keadaan dari objek penelitian secara detail dengan menghimpun kenyataan yang

terjadi serta mengembangkan konsep yang ada.6

Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi yang berfokus kepada kebijakan dan pengelolaan yang telah dilakukan oleh pemerintah setempat dalam mengembangkan potensi kawasan wisata serta perilaku individu yang terlibat di dalamnya. Penggalian data dilakukan melalui wawancara kepada responden yang telah

ditentukan (purposive sampling) yang dianggap

sebagai pihak yang paling memahami terkait tema penelitian yaitu kepada subjek penelitian yaitu Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Kepemudaan Olahraga Nias Selatan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nias Selatan, pelaku usaha di kawasan wisata, wisatawan mancanegara, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Provinsi Sumatera

5 Hilman Hadi Kusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja

atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2013.

6 Zainal Asikin dan Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian

Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Utara. Selain itu pengumpulan data juga dilakukan dengan observasi lapangan dan studi pustaka untuk menambah literatur dan referensi penyusunan hasil penelitian.

Lokus penelitian diambil di wilayah Kabupaten Nias Selatan. Lokasi penelitian dipilih karena Nias Selatan yang masuk kategori daerah tertinggal yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang penetapan daerah tertinggal meskipun memiliki potensi wisata baik alam, budaya dan megalitik yang mendunia yang belum memperoleh dukungan yang optimal terkait dengan pengelolaan untuk kemajuan pariwisata. Jadwal kegiatan penelitian singkat ini dijadwalkan selama 3 (tiga) bulan dimulai pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2018. Pengumpulan data dilakukan selama 4 hari pada tanggal 4 – 7 September 2018.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografi, Sosial dan Ekonomi

Undang–Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Provinsi Sumatera Utara mengamanatkan Nias Selatan menjadi daerah otonom yang memiliki batas wilayah Sebelah Utara: Kecamatan Sirombu, Kecamatan Lolofitu Moi, Kecamatan Idanogawo, dan Kecamatan Bawolato, Kabupaten Nias; Sebelah Timur: Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal; Sebelah Selatan: Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat dan Samudera Hindia dan Sebelah Barat: Samudera Hindia. Kabupaten Nias Selatan terdiri dari 104 gugusan pulau besar dan kecil yang memanjang sejajar sepanjang Pulau Sumatera. Dari seluruh gugusan pulau itu, ada empat pulau besar, yakni Pulau Tanah Bala (39,67 km²), Pulau Tanah Masa (32,16 km²), Pulau Tello (18 km²), dan Pulau Pini (24,36 km²). Tidak seluruh pulau berpenghuni. Luas Kabupaten

Nias Selatan mencapai 2.487,98 km2 dengan jumlah

penduduk sebanyak 308.281 jiwa tersebar di 21 pulau dalam 35 kecamatan.

Masyarakat penduduk nias selatan mayoritas beragama Kristen Protestan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Nisel, jumlah penduduk yang memeluk agama Kristen Protestan berjumlah 373.719 jiwa, sebanyak 76.694 beragama Khatolik dan minoritas agama Islam sebanyak 7.344 jiwa. Sejalan dengan dominasi keyakinan beragama tersebut, sebaran jumlah tempat peribadatan umat Kristen Protestan mencapai 1.126 rumah ibadah gereja Kristen Protestan, 229 gereja Khatolik dan 21 masjid yang tersebar di 35 Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan.

(4)

Meskipun Nisel termasuk dalam wilayah kepulauan yang kaya akan sumber daya kelautan ternyata dilihat dari segi penunjang perekonomian mata pencaharian utama penduduk nias selatan masih berasal dari sektor pertanian dan perkebunan, terutama sebagai penghasil karet. Hasil perikanan yang melimpah tidak serta merta menarik minat penduduk lokal untuk beralih menjadi nelayan. Penangkapan ikan dengan metode yang tidak tepat telah merusak ekosistem perairan bawah laut yang berdampak pada kuantitas hasil tangkapan. Selain itu terbatasnya ketersediaan modal dan kurangnya sarana produksi juga semakin melejitkan harga jual hasil tangkapan yang beredar di pasaran yang cenderung relatif tinggi. Sungguh sangat ironi ketika sebuah daerah yang termasuk dalam wilayah kepulauan, tetapi daya beli penduduk lokal terhadap hasil perairan sumber daya bahari masih sulit.

Aksesibilitas dan Transportasi

Akses masuk utama menuju Kepulauan Nias adalah jalur udara melalui Bandar Udara Binaka yang terletak di Kota Gunung Sitoli. Bandar udara ini merupakan pintu gerbang Kepulauan Nias yang melayani penerbangan domestik dari Jakarta dan Medan. Sebagai akses utama menuju Kepulaun Nias sangat disayangkan bandar udara Binaka hanya melayani penerbangan pesawat perintis (baling). Saat ini bandar udara Binaka hanya melayani penerbangan dari 3 maskapai yaitu Garuda (Medan – Gunung Sitoli), Wings Air (Medan – Gunung Sitoli), dan Susi Air (Nias – Sibolga, Nias – Silangit dan Nias – Pulau Tello). Tarif penerbangan dari ibukota negara di Jakarta menuju Nias terbilang cukup mahal mulai 1.3 jutaan sampai 5.79 jutaan. Berikut beberapa tarif penerbangan rute Jakarta – Gunungsitoli diperoleh

melalui website https://www.traveloka.com, 2018

yang dapat berubah sewaktu – waktu sesuai dengan kebijakan maskapai:

1. Multi maskapai (Lion Air dan Wings Air) transit Medan mengenakan tarif perjalanan sekitar

1.300.000,-2. Multi maskapai (Batik Air dan Wings Air) transit Medan mengenakan tarif perjalanan sekitar

1.400.000,-3. Multi maskapai (Lion Air dan Garuda Indonesia) transit Medan mengenakan tarif perjalanan sekitar

1.430.000,-4. Multi maskapai (Citylink dan Garuda Indonesia) transit Medan mengenakan tarif perjalanan sekitar

1.780.000,-5. Maskapai Garuda Indonesia transit Medan mengenakan tarif perjalanan sekitar 1.850.000,-6. Multi Maskapai (Garuda Indonesia dan Wings

Air) transit Medan mengenakan tarif perjalanan sekitar

2.260.000,-7. Maskapai Garuda Indonesia transit Medan mengenakan tarif perjalanan sekitar 5.790.000,-Namun demikian, tingginya tarif pesawat ternyata tidak meredam minat para wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk menghabiskan waktu liburan ke Kabupaten Nias Selatan. Keberadaan bandar udara yang memungkinkan untuk pendaratan pesawat berukuran besar tentunya akan meningkatkan jumlah wisatawan seperti yang terjadi di daerah Banyuwangi dan Silangit. Untuk itu perlu adanya kerja keras dari pemerintah setempat untuk mempercepat kesiapan bandar udara Binaka utamanya menjadi bandar udara bertaraf internasional karena Nias Selatan sangat potensial menghasilkan devisa negara melalui sektor pariwisata.

Jalur darat digunakan untuk menempuh perjalanan menuju Kabupaten Nias Selatan. Untuk sampai tiba di Ibukota Kabupaten Nias Selatan di Teluk Dalam perjalanan darat ditempuh selama 2 sampai 3 jam dari bandar udara Binaka. Berbeda dengan kondisi ruas jalan dari bandar udara Binaka ke Teluk Dalam yang terbilang cukup mulus meskipun lebar ruas jalan hanya aman untuk dilalui oleh satu kendaraan roda empat. Beberapa akses jalan menuju lokasi wisata mengalami kerusakan yang memprihatinkan bahkan tergolong rusak parah. Belum ada pengaspalan jalan sehingga memperburuk keadaan jalan yang semakin sulit untuk dilalui khususnya bagi pengendara kendaraan roda dua. Alat transportasi umum yang banyak digunakan di Nisel adalah bentor (becak motor). Pemandangan menarik yang sudah jarang ditemui di daerah maju apalagi di kota – kota besar banyak pelajar mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) menempuh perjalanan ke sekolah mereka dengan jalan kaki meskipun sekolah berjarak hingga 2 km dari tempat tinggal.

Sarana dan Prasarana Akomodasi

Ketersediaan sarana dan prasarana akomodasi baik penginapan, rumah makan maupun fasilitas umum lainnya masih minim terutama yang berada di sekitaran lokasi wisata. Di salah satu lokasi wisata (Pantai Baloho) ditemukan hanya ada 1 tempat penginapan termasuk rumah makan dan fasilitas umum. Berbeda dengan fasilitas umum yang tersedia di destinasi wisata Pantai Sorake, jumlah penginapan dan rumah makan yang tersedia lebih

banyak. Penginapan pada umumnya berupa surf

(5)

asing yang terlihat begitu dekat dengan penduduk asli setempat. Seperti tampak tidak ada kendala berarti dalam berkomunikasi. Di wilayah Teluk Dalam juga belum tersedia fasilitas umum yang memadai, sebagai pusat kota jumlah penginapan masih terbilang sedikit. Jarang ditemukan pasar swalayan untuk mengakomodir kebutuhan baik pendatang wisatawan maupun warga lokal. Pasar tradisional dapat dtemukan di pusat kota. Ketersediaan fasilitas penginapan di pusat kota meskipun belum banyak namun sudah ada beberapa hotel yang memberikan pelayanan tak kalah dari hotel berbintang yang ada di daerah seperti adanya fasilitas kolam renang, air

hangat, bahkan tersedia jaringan free wi-fi meskipun

kekuatan konektivitasnya masih tergantung dari jenis layanan kartu provider yang digunakan. Kondisi lingkungan baik dalam kamar maupun sekitar hotel yang bersih menambah tingkat kenyamanan pengunjung apalagi dengan penjagaan oleh pengamanan pihak hotel yang tersedia 24 jam.

Masih perlu adanya campur tangan dari pemerintah setempat yang bekerja sama dengan investor pihak swasta sebagai pelaku usaha dan juga masyarakat dalam meningkatkan sebaran dan kemajuan sarana dan prasarana untuk menciptakan lingkungan pariwisata yang kondusif dan menambah daya tarik wisatawan. Belum banyak campur tangan pemerintah dan investor swasta dalam pengelolaan lokasi wisata. Hal ini dapat dlihat dari belum adanya sarana dan prasarana umum yang tersedia seperti toilet umum, minimarket, bahkan toko cinderamata masih dikelola oleh orang – per orang.

Potensi Kawasan Wisata di Kabupaten Nias Selatan

Pembangunan kepariwisataan yang tercantum dalam Undang – undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025 diarahkan untuk memperkuat perekonomian domestik yang berdaya saing. Oleh karena itu penting untuk menjadikan sektor pariwisata utamanya di daerah pelosok yang destinasi pariwisatanya potensial menjadi prioritas daerah. Sehingga dapat tercipta keseimbangan dan pemerataan kesejahteraan antara masyarakat ibukota dengan daerah. Potensi kepariwisataan dikembangkan untuk mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat melalui terbukanya peluang kewirausahaan (produksi), perluasan kesempatan kerja (distribusi) dan kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari (konsumsi). Pengembangan kepariwisataan dengan memanfaatkan pesona keindahan alam, keanekaragaman budaya dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur adat istiadat

mampu mengeksplorasi potensi kawasan wisata dan pengembangan budaya bangsa serta meningkatkan citra bangsa Indonesia di mata dunia.

Nias Selatan memiliki setidaknya 116 lokasi objek wisata yang tersebar di 35 Kecamatan dua di antaranya telah menjadi destinasi pariwisata yaitu Pantai Sorake dan Desa adat Bawomataluo. Karena itu, prioritas pengembangan kawasan wisata di Kabupaten Nias Selatan yang dilakukan oleh Disbudparpora kini berfokus pada dua destinasi pariwisata tersebut yang secara statistik sudah memberikan kontribusi kunjungan wisatawan meskipun belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun kedua destinasi wisata dimaksud adalah:

• Pantai Sorake

Pantai sorake terletak di Desa Botohilitano, Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Dahulu, pantai ini pernah disebut

masuk dalam 10 besar tempat surfing terbaik

di dunia bahkan didaulat memiliki ombak tertinggi kedua setelah Hawai. Pada bulan Juni – Juli pantai ini ramai dikunjungi oleh wisatawan

asing penggemar surfing, disebutkan bahwa

pada bulan tersebut ketinggian ombak dapat mencapai 10-12 m. Terjadinya bencana alam gempa dengan kekuatan 9.1 hingga 9.3 skala Richter yang melanda aceh pada tahun 2004 ternyata juga memiliki dampak pada Kepulauan Nias termasuk Nias Selatan. Pada 28 Maret 2005, gempa melanda kepulauan Nias dengan kekuatan 8,7 skala Richter yang melumpuhkan kegiatan pemerintahan dan pembangunan di daerah tersebut. Bencana ini juga menimbulkan tsunami yang menyebabkan batu karang naik ke permukaan daratan, dan air laut mulai surut dari bibir pantai sehingga keindahan fenomena alam Pantai Sorake tidak seindah dahulu.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah setempat untuk kembali mengangkat daya tarik pantai Sorake di mata wisatawan terutama mancanegara. Pembangunan sarana dan prasarana dilingkungan objek wisata juga semakin ditingkatkan meliputi penginapan, restoran dan juga fasilitas umum lainnya. Pemerintah setempat telah berupaya untuk membangkitkan kembali daya tarik pariwisata pantai Sorake dengan menyelenggarakan perhelatan kelas internasional yang bekerja

sama dengan World Surfing League Foundation

dengan tajuk “NIAS PRO 2018”. Kompetisi yang diikuti peselancar-peselancar hebat tingkat dunia ini kembali diselenggarakan setelah 2 tahun berhenti dikarenakan kondisi pantai yang belum memungkinkan akibat bencana alam

(6)

gempa. Pagelaran ini berhasil mengharumkan nama bangsa di mata dunia dengan munculnya

surfer asal Indonesia I Ketut Aditya sebagai

pemenang dalam event NIAS PRO 2018.

• Desa adat Bawomataluo

Bawomataluo adalah sebuah desa adat di Kecamatan Famayana Kabupaten Nias Selatan. Desa ini dihuni oleh penduduk asli yang menyebut

mereka dengan sebutan Omo niha (orang Nias).

Dalam bahasa Indonesia Bawomataluo berarti bukit matahari. Desa ini sering disebut sebagai desa di atas bukit yang terkena paparan sinar matahari sepanjang hari. Untuk mendapati desa ini, pengunjung harus menaiki anak tangga yang cukup tinggi kurang lebih 10 m karena desa ini terletak pada ketinggian 270 m dpl. Pada pintu gerbang desa Bawomataluo terdapat dua patung naga sebagai peninggalan masa Megalitik. Penduduk desa ini mendiami rumah adat yang berdiri sepanjang kanan dan kiri saling berhadapan yang dipisahkan oleh jalan dengan lebar sekitar 4 m sebagai akses utama. Bangunan rumah adat di

desa Bawomataluo sering disebut dengan Omo

Hada, sedangkan rumah adat bagi bangsawan

(Raja) disebut dengan Omo Sebua. Desain rumah

adat seperti rumah panggung yang menggunakan

bahan utama adalah kayu. Bagunan Omo Sebua

terletak di tengah-tengah desa berdekatan dengan lokasi batu yang digunakan dalam adat

fahombo. Bangunan Omo Sebua merupakan

bangunan yang paling menonjol, tinggi dan megah dibandingkan dengan bangunan lainnya.

Meskipun telah berusia ratusan tahun bangunan rumah adat di desa Bawomataluo ini masih berdiri kokoh. Bahkan tidak terkena dampak dari bencana gempa bumi yang melanda Nias

pada tahun 2005 silam. Meskipun demikian, pemugaran terhadap rumah adat di desa sudah sangat dibutuhkan melihat kondisi kayu yang sudah semakin lapuk. Pengajuan oleh BUMDes kepada pemerintah setempat terkait upaya perbaikan telah dilakukan namun sampai saat penelitian ini dilakukan belum ada tidak lanjut dari pemerintah. Dengan adanya pengesahan Undang Undang No. 6 Tahun 2004 Tentang Desa yang termuat dalam pasal 72 dijelaskan bahwa desa berhak memperoleh 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten kota, yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Desa Bawomataluo dapat dianggap sebagai desa istimewa atau disamakan dengan desa adat lainnya. Dengan adanya Undang-Undang tersebut sejatinya alokasi anggaran yang cukup besar telah ditetapkan tinggal bagaimana maksimalisasi dalam pengelolaan kawasan wisata.

Bentuk bangunan rumah adat serupa tapi tak sama, khususnya pada bagian depan berbeda-beda tergantung dengan level kasta di masyarakat. Bentuk dasar rumah adat yang menyerupai perahu yang konon filosofi pembangunannya terinspirasi oleh nenek moyang penduduk yang datang ke Pulau Nias dengan menggunakan perahu. Salah satu keunikan rumah adat ini Sumber: Observasi, 2018

(7)

adalah konstruksinya dibangun berderet tanpa memiliki sekat antar satu rumah dengan lainnya,

sehingga akan tampak seperti lorong panjang di bagian tengah yang menghubungkan antar satu rumah dengan lainnya. Filosofi yang mendasari

ini adalah Fabanuasa (semangat bekerjasama)

dan Falulusa (bergotong-royong). Salah satu

maksud dari pembangunan rumah adat dengan bentuk seperti ini adalah pada zaman dahulu untuk memberikan kemudahan dalam mencari tempat persembunyian khususnya pada saat menghadapi musuh. Dengan tidak adanya sekat antar rumah adat, akan memudahkan menghindari lawan.

Tradisi unik yang berasal dari desa Bawomataluo

adalah tradisi lompat batu (Fahombo). Tradisi ini

dilakukan oleh seorang pemuda dengan cara melompati batu setinggi kurang lebih 2 m dengan ketebalan mencapai 40 cm. Warisan budaya ini merupakan tatanan adat istiadat desa yang telah dilakukan turun temurun. Diyakini cerita

jaman dahulu Fahomo merupakan pembuktian

bagi seorang pemuda bahwa mereka sudah dianggap dewasa secara fisik sehingga dapat bergabung dengan tentara untuk berperang melawan musuh. Keunikan lain yang menambah daya tarik destinasi wisata desa Bawomataluo ini

tradisi Fahombo ini pernah menjadi gambar ada

mata uang Republik Indonesia pada mata uang kertas nomilal Rp 1.000,- . Namun demikian sekarang ini sudah tidak banyak lagi anak muda yang mampu melakukan atraksi ini sehingga

sangat berpotensi dalam penurunan jumlah generasi pemuda pelestari budaya.

Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Wisata

Pada umumnya destinasi wisata di Kabupaten Nias Selatan masih dikelola oleh masyarakat lokal. Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Kepemudaan Olahraga (Disbudparpora) sebagai instansi yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten untuk mengelola kawasan wisata senantiasa berusaha memberikan dorongan dan pendampingan kepada masyarakat dalam hal pengelolaan kawasan wisata. Adapun bentuk pendampingan antara lain terkait dengan penetapan berbagai pungutan di area wisata seperti biaya masuk lokasi wisata, tarif parkir, atraksi budaya dan tarif penyewaan baju adat yang dikenakan di kawasan lokasi wisata desa Bawomataluo.

Bentuk dukungan dari pemerintahan kabupaten terhadap pengembangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar desa Bawomataluo adalah dengan penetapan Peraturan Desa (Perdes) Bawomataluo Nomor 004 Tahun 2018 tentang Pungutan Desa. Salah satu jenis tarif pungutan yang tercantum dalam Perdes tersebut adalah pungutan bagi pengunjung sebagai wisatawan baik dari dalam maupun luar daerah. Pengunjung dengan kategori dewasa dikenakan pungutan masuk sebesar Rp 5.000,- sedangkan kategori anak dikenakan tarif Rp 2.000,-. Pungutan parkir dikenakan dengan tarif Rp 2.000,- untuk kendaraan roda dua; Rp 5.000,- untuk kendaraan roda empat dan Rp 10.000,- bus kota/pariwisata. Selain itu bagi pengunjung untuk Sumber: Observasi, 2018

(8)

memuaskan kegemaran pengunjung tentang fotografi, maka pengelola desa juga menyediakan fasititas penyewaan baju adat dengan tarif sebesar Rp 200.000,-. Sedangkan untuk dapat menikmati tradisi atraksi lompat batu maka pengunjung akan dikenakan tarif sebesar Rp 150.000,-. Dana yang terkumpul dari pungutan tersebut sepenuhnya digunakan untuk menunjang kelestarian desa adat.

Selain itu Disbudparpora juga sedang berusaha untuk menggiring komunitas masyarakat untuk memanfaatkan potensi asli daerah melalui pembangunan kemitraan. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung pada seberapa besar respon masyarakat sekitar dalam menanggapi kerjasama yang ditawarkan oleh Disbudparpora. Pengembangan UMKM terutama produksi cinderamata berupa ukiran menjadi salah satu bentuk usaha yang menjanjikan karena produk yang dihasilkan memiliki ciri khas Nias Selatan. Harga ukiran yang beraneka ragam mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah tergantung pada besaran dan motif ukiran. Sedikit penduduk asli yang menguasai bidang-bidang kerajinan ukiran. Selama observasi lapangan bahkan ditemukan hanya ada 1 orang di desa Bawomataluo yang memiliki keahlian sebagai pengrajin dan pemahat. Pengawasan dari pihak pemerintah diperlukan guna menjaga agar segala bentuk kegiatan perekonomian di lokasi wisata tidak dimanfaatkan oleh salah satu pihak yang tidak bertanggungjawab seperti monopoli penjualan cinderamata.

Penanganan perencanaan pembangunan daerah juga tidak terlepas dari peran serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Nias Selatan (Bappeda). Melalui Badan Penelitian dan Pengembangan saat ini telah dilakukan kajian terkait dengan program prioritas daerah. Pada saat pengumpulan data di lapangan penelitian ini, kajian prioritas daerah tersebut masih dalam proses. Kendala utama yang dihadapi dalam penyelesaian kajian ini adalah permasalahan klise yaitu terkait dengan alokasi ketersediaan anggaran.

Kebijakan Pengembangan Pariwisata

Disbudparpora yang sebelumnya masih tergabung dengan dinas teknis lainnya yaitu Dinas Perikanan sehingga memiliki ruang gerak yang terbatas. Akhir tahun 2016 Disbudparpora terpisah dari Dinas Perikanan dan awal 2017 secara resmi beroperasi sebagai satu dinas administratif yang berdiri sendiri. Sebagai dinas yang baru berusia 2 tahun, Disbudparpora telah mengambil langkah cepat dalam upaya dorongan terhadap pembentukan kebijakan terkait dengan usaha

pengembangan potensi dan pengelolaan kawasan pariwisata yaitu dengan melakukan penyusunan naskah akademik dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (Ripparkab) Nias Selatan yang bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung pada tahun 2017. Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Ripparda) Kabupaten Nias Selatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi kepariwisataan yang dimiliki oleh Kabupaten Nias Selatan untuk menyajikan gambaran kekuatan sebagai dasar penyusunan analisis dan rencana pengembangan kepariwisataan di masa yang akan datang sebagai salah satu sektor unggulan Kabupaten Nias Selatan.

Ruang lingkup yang masuk dalam muatan Ripparkap Nias Selatan meliputi isu strategis pembangunan di kabupaten Nias Selatan, prinsip – prinsip pembangunan kepariwisataan kabupaten Nias Selatan, visi pembangunan kepariwisataan, misi pembangunan kepariwisataan, tujuan dan sasaran pembangunan kepariwisataan, konsep pembangunan kepariwisataan, kebijakan pembangunan kepariwisataan, strategi pembangunan kepariwisataan, rencana pengembangan perwilayahan pariwisata, dan program pembangunan kepariwisataan kabupaten Nias Selatan. Hasil penelitian yang dilakukan menyajikan rekomendasi terkait 4 (empat) Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KPPK), terdiri dari kawasan strategis ekowisata bahari kepulauan batu dan sekitarnya; kawasan strategis pariwisata perkotaan pesisir Telukdalam – Lagundri – Sorake dan sekitarnya; kawasan strategis pariwisata perdesaan tradisional Bawomataluo dan sekitarnya, dan kawasan strategis pariwisata megalit gomo dan sekitarnya.

Naskah akademik beserta Ripparkab telah diserahkan oleh Disbudparpora kepada pemerintah setempat melalui DPRD Nias Selatan pada tahun 2017. Disampaikan oleh Kepala Dinas Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Kepemudaan Olahraga bahwa dokumen tersebut telah masuk ke dalam program legislasi daerah (prolegda), namun demikian sampai dengan bulan September 2018 masih menunggu penjadwalan untuk pembahasan sehingga belum ada timbal balik yang dirasakan. Sesuatu yang sangat bernilai apabila pemeritah menyegerakan proses tindak lanjut terhadap apa yang telah diusahakan oleh Disparbudpora. Legalitas Ripparkab sangat berpengaruh terhadap upaya mengangkat potensi wisata daerah menjadi destinasi pariwisata tingkat nasional sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah sebagai salah satu penggerak

(9)

perekonomian nasional, menyukseskan tujuan pembangunan daerah serta penyumbang devisa negara.

Dukungan Pemerintah Provinsi dalam Pengembangan Pariwisata

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara telah mengalokasikan anggaran untuk kemajuan setiap kabupaten/ kota. Begitu pula dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan alokasi anggaran bagi 10 daerah/ kawasan setiap tahunnya sebagai dana bantuan dalam penyelenggaraan event-event prioritas yang diselenggarakan di kabupaten/ kota. Bantuan diberikan senilai Rp100 juta khusus disalurkan

untuk membantu kelancaran dan kesuksesan event.

Namun demikian dukungan dari pemerintah provinsi terhadap pengembangan potensi destinasi wisata di kabupaten Nias Selatan masih terkendala oleh beberapa faktor, seperti:

• Kawasan wisata di Kabupaten Nias Selatan

belum termasuk dalam prioritas Nasional Pengembangan destinasi wisata di kawasan Nias Selatan sebenarnya telah dijadikan prioritas provinsi oleh pemerintah provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan ditetapkannya 9 kawasan lokasi wisata di Kepulauan Nias dalam Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi (KSPP) sebagai Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP)

Kepulauan Nias yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 – 2025. Adapun ke-9 KSPP tersebut adalah KSPP Gunungsitoli dan sekitarnya; KSPP Kepulauan Hinako, Sirombu Daratan dan sekitarnya; KSPP Teluk Lagundri dan sekitarnya; KSPP Kepulauan Telo dan sekitarnya; KSPP Bawomataluo dan sekitranya; KSPP Gomo dan Sekitarnya; KSPP Lahewa dan sekitarnya; KSPP Afulu dan sekitarnya dan KSPP Nias dan sekitarnya.

Penetapan kawasan kepulauan Nias sebagai kawasan strategis pariwisata provinsi ternyata belum berhasil menarik perhatian pemerintah khususnya dalam hal pengalokasian anggaran. Porsi anggaran masih tersedot dalam upaya pengembangan kawasan wilayah Danau Toba. Saat ini kawasan wisata Danau Toba telah ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dan Destinasi Pariwisata Unggul (DPU) di Provinsi Sumatera Utara. Danau Toba ditetapkan sebagai salah satu dari salah satu dari 10 destinasi pariwisata prioritas nasional oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya yang masuk kedalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Dukungan lintas sektor diperlukan dalam upaya pengembangan destinasi pariwisata, oleh karena itu sebagian besar sinergi di beberapa

Sumber: Peta Pengembangan Destinasi Pariwisata Nasional (PP No 50/2011 tentang RIPPARNAS)

(10)

kementerian seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta antara SKPD terarah pada pembangunan di kawasan pariwisata Danau Toba. Hal ini berakibat pada berkurangnya fokus dari pemerintah provinsi dalam upaya pembangunan kawasan destinasi wisata di kabupaten Nias Selatan. Padahal, pertumbuhan pariwisata seyogyanya memiliki peranan penting dalam memicu pertumbuhan sektor ekonomi lainnya seperti perusahaan penyedia jasa penginapan (hotel), makanan dan minuman (bar dan restoran),

pelayanan jasa perencanaan perjalanan (tour

& travel), jasa pramuwisata (tour guide), serta

mendorong berkembangnya home industry

cindera mata kawasan wisata. Dengan semakin meningkatnya perekonomian sebagai dampak adanya pariwisata akan berimplikasi positif pada peningkatan pendapatan asli daerah serta perbaikan terhadap sarana dan prasarana penunjang yang tidak kalah pentingnya seperti jalan-jalan, jembatan, lapangan udara, serta

tersedianya alat transportasi. Pariwisata sebagai salah satu sumber industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan pekerjaan,

peningkatan penghasilan dan taraf hidup serta mendorong pertumbuhan sektor produktif lainnya layak dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berbagai pihak lainnya yang terlibat di kabupaten Nias Selatan.

• Penetapan Kabupaten Nias Selatan sebagai

kawasan daerah tertinggal oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019 menyatakan bahwa beberapa daerah di provinsi Sumatera Utara termasuk kabupaten Nisel. Konotasi daerah tertinggal identik dengan rendahnya kemampuan penduduk lokal dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti kepedulian terhadap kesehatan, tingkat pendidikan serta kemiskinan. Elemen kunci kemiskinan terletak pada keterisolasian yang direpresentasikan oleh keterbatasan akses yang dimiliki masyarakat terhadap barang, fasilitas dan peluang untuk memenuhi kebutuhan dasar, sosial, dan

ekonomi.7 Salah satu contoh nyata yang

7 Roberto Akyuwen, “IRAP Sebagai Instrumen Partisipasi

Masyarakat Dalam Perencanaan Infrastruktur Perdesaan”, Seminar Nasional tentang Keberlanjutan Partisipasi

Masyarakat dalam Pembangunan, Yogyakarta, 2008.

Tabel 1. Jumlah Wisatawan Manca Negara dan Domestik di Kabupaten Nias Selatan di Lokasi Usulan DAK 2019 Tahun 2014 – 2017

No. Nama Objek Wisata

2014 2015 2016 2017

Domestik NegaraManca Domestik NegaraManca Domestik NegaraManca Domestik NegaraManca

1. Desa Bawomataulo 12.200 720 13.375 856 16.096 926 19.100 997 2. Pantai Sorake 1.500 320 1.950 420 2.347 507 3.976 1.500 3. Pantai Lagundri 1.750 150 2.224 250 2.658 329 2.900 500 4. Desa Orahili 135 17 170 26 230 32 230 30 5. Hilinawalo Mazino 218 22 412 30 514 60 450 65 6. Genasi 1.257 85 1.570 100 2.141 235 2.200 240 7. Pantai Baloho 2.000 50 3.000 100 3.000 200 3.001 190

8. Kawasan TPI Teluk Dalam 300 35 56 50 207 55 70 61

9. Pantai Walo Soaramba Ujung Batu 67 50 100 8 70 10 206 14

10. Pantai Moale 95 30 999 31 1.388 135 1.400 130 11. Pantai Ladeha 20 10 88 11 15 15 17 28 12 Pantai Talabu 30 10 100 11 23 21 15 27 13. Puncak Sogawunasi 30 10 100 11 24 11 16 22 14. Desa Lolomoyo 45 15 101 11 25 24 17 22 15. Boronadu 356 19 405 31 546 20 400 40 16. Tetegewo 376 25 402 39 500 50 500 100 17. Kepulauan Tello 556 476 687 498 870 566 1.000 1.207 JUMLAH 20.935 2.044 25.819 2.483 30.654 3.196 35.498 5.173

(11)

ditemukan dari narasumber bahwa di Pulau Tello yang terletak di kecamatan pulau-pulau batu, kabupaten Nias Selatan bahwa kegiatan perekonomian dari sektor perdagangan yang dilakukan di pulau tersebut justru mengambil bahan baku bukan dari Nias Selatan melainkan dari Padang ataupun Sibolga. Tentunya hal tersebut akan berdampak negatif pada tingkat penghasilan masyarakat lokal yang akan bermuara pada rendahnya pendapatan asli daerah.

Dengan segala keterbatasan yang ada Nias Selatan nyatanya masih menyimpan potensi unggulan terutama dalam bidang pariwisata yang telah menjadi pilihan sebagai salah satu destinasi wisata kelas dunia. Pantai Sorake dan desa adat Bawomataulo merupakan potensi destinasi wisata yang menarik minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Kedua destinasi wisata ini berhasil mendatangkan rombongan wisatawan mancanegara dengan menggunakan kapal pesiar pada tahun 2017. Jumlah wisatawan pengunjung semakin meningkat dari tahun ke tahun ke Nias Selatan dengan statistik data pengunjung sebagai berikut:

Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah wisatawan dengan intensitas kunjungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, potensi daerah yang ditawarkan oleh Nias Selatan ini belum dapat menjadikannya sebagai prioritas pengembangan kawasan pariwisata baik dari pemerintah setempat ataupun provinsi. Perlu penanganan secara makro dengan melibatkan berbagai pihak diperlukan dalam upaya pengembangan pariwisata yang optimal guna mendukung tujuan pengembangan pariwisata seperti meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menunjang peningkatan pendapatan asli daerah. Menurut Undang – Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Sehingga pengembangan tidak hanya terfokus pada infrastruktur tetapi ketersediaan sarana dan prasarana, akomodasi serta dukungan masyarakat sekitar lokasi kawasan wisata sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam menggali potensi pariwisata di kabupaten Nias Selatan. Dengan adanya penetapan kabupaten Nias Selatan sebagai kawasan daerah tertinggal ternyata melengahkan masyarakat Nias Selatan

yang seakan telah dimanjakan dengan adanya distribusi bantuan dari pemerintah melalui Kementerian Desa. Sepanjang kebijakan desentralisasi menghasilkan daerah otonomi baru, maka persoalan daerah tertinggal akan

mengikuti dengan pertumbuhan persoalannya.8

• Karakter Masyarakat Lokal Nias Selatan

Kondisi pertumbuhan pergerakan perekonomian di kabupaten Nias Selatan masih berkutat pada sektor pertanian, padahal perlu adanya penopang dari sektor lainnya seperti sektor industri dan sektor pariwisata sehingga pergerakan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat secara signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal Nias Selatan. Sektor pertanian masih menjadi primadona sebagai pusat pengembangan prioritas daerah untuk menunjang kemajuan daerah. Pariwisata merupakan fenomena kompleks, bukan sekedar kegiatan dengan objek utama industri pelayanan yang melibatkan produk dan pasar tetapi lebih dari itu merupakan proses dialog antara wisatawan sebagai tamu dan masyarakat sebagai tuan rumah sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang dapat membuka peluang untuk saling bertukar informasi untuk mendukung program pengembangan wilayah. Oleh karena itu penting untuk mengetahui karakteristik masyarakat lokal sekitar kawasan pariwisata karena mereka merupakan orang-orang yang paling mengetahui dan memahami kondisi sosial budaya setempat.

Strategi Pengembangan Kawasan Wisata

Pengembangan potensi destinasi pariwisata yang optimal merupakan salah satu usaha mumpuni yang dapat meningkatkan pertumbuhan pembangunan. Hal tersebut dikarenakan terdapat keterkaitan antara kepariwisataan dan pembangungan dengan karakteristik kepariwisataan,

pertama, merupakan bagian dari pembangunan

yang memiliki peran strategis dalam penyusunan

kebijakan; kedua, elemen strategis dari perencanaan

kebijakan harus mencakup penyediaan sarana dan

prasarana kepariwisataan; ketiga, pengembangan

kepariwisataan khusus, mencakup akomodasi,

dalam berbagai tipe, hotel, motel dsb; keempat,

prakiraan dampak (mencakup kajian carrying

capacity) pembangunan kepariwisataan ditinjau dari

8 Mandala Harefa & Juli Panglima S. Dkk, Prioritas Pembangunan Indonesia 2015 – 2019: Keberlanjutan

Pertumbuhan dan Percepatan Pengentasan Kemiskinan,

(12)

sisi ekonomi, lingkungan, sosial ekonomi masyarakat

lokal, budaya dan warisan; kelima, pembiayaan,

pemasaran, promosi dan sistem informasi;

keenam, kampanye Sadar Wisata bagi masyarakat.9

Oleh karena itu strategi yang dapat diambil oleh pemerintah dalam upaya mengembangkan potensi destinasi pariwisata di kabupaten Nias Selatan di antaranya (1) optimalisasi pembangunan

pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism

development); (2) Pembangunan pariwisata yang

berkelanjutan akan berpusat pada kelestarian sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan di masa yang akan datang. Dengan demikian pembangunan di kabupaten Nias Selatan dapat dilaksanakan sepenuhnya dengan memanfaatkan segala potensi pariwisata saat ini dengan tetap mengakomodir perubahan yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang. Pertumbuhan baik dari segi ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan hidup dapat selaras seiring dengan perkembangan pariwisata; (3) Penetapan kebijakan melalui pengesahan peraturan daerah terkait Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Nias Selatan sebagai

master plan dalam pengelolaan potensi destinasi

pariwisata; (4) Strategi pengembangan periwisata dengan merangkul partisipasi masyarakat dan pemberdayaan komunitas lokal sekaligus guna mendukung program pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan. Partisipasi masyarakat diperlukan dalam menjaga interaksi sosial dengan wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk menambah keanekaragaman budaya yang telah ada tanpa merusak nilai warisan budaya asli leluhur. Pemberdayaan komunitas lokal dilakukan dengan menjalin kemitraan kerja melibatkan

Corporate Social Responsibility (CSR). Seperti

yang diungkapkan Aziz Firdaus, dalam proceeding

simposium nasional otda tahun 2011 dikemukakan bahwa CSR merupakan komitmen yang berkelanjutan oleh para pembisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi pada pengembangan ekonomi, bahkan meningkatkan kualitas hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya sebagaimana halnya pada komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka menjalin kerja sama dengan pihak ketiga melalui CSR dapat diterapkan sebagai salah satu implementasi strategi dalam pengembangan pariwisata di Nias Selatan yang berorientasi pada pengembangan yang berkelanjutan; (5) Dukungan terhadap ketersediaan sumber daya manusia kepariwisataan yang memiliki

9 Abdillah Fitra dan Leksmono S. Maharani, “Pengembangan

Kepariwisataan Berkelanjutan”, Jurnal Ilmu Pariwisata, 6, 2001, pp. 87.

keahlian di bidang visiografis dan informasi teknologi (IT) juga sangat diperlukan dalam upaya menggencarkan publikasi destinasi wisata dalam era digital seperti sekarang ini.

PENUTUP Kesimpulan

Kabupaten Nias Selatan dengan segala potensi sumber daya alam layak dijadikan sebagai destinasi pariwisata skala internasional. Beberapa destinasi pariwisata yang memiliki daya tarik mendunia antara lain pantai Sorake dan desa adat Bawomataluo. Antusiasme wisatawan baik mancanegara maupun domestik yang secara statistik memberikan kontribusi dalam kunjungan ke Kabupaten Nias Selatan seharusnya dapat dijadikan sebagai salah satu penggerak bagi pemerintah setempat untuk menetapkan sektor pariwisata sebagai prioritas daerah dengan harapan dapat dibawa ke tingkat provinsi sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat sebagai pengambil keputusan baik terkait anggaran maupun penentuan kebijakan lainnya. Namun demikian kebijakan yang menghasilkan daerah otonomi baru akan menimbulkan persoalan daerah tertinggal yang diikuti dengan segala permasalahan dalam mendorong pertumbungan pembangunan daerah yang dapat mengakibatkan minimnya kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pendapataan asli daerah.

Penerapan konsep pengembangan pariwisata

yang berkelanjutan (Sustainable Tourism

Development) merupakan pilihan tepat untuk

mengembangkan potensi kawasan wisata di kabupaten Nias Selatan yang kaya akan nilai adat dan budaya. Implementasi pendekatan tersebut diharapkan upaya mengangkat sektor pariwisata sebagai prioritas pembangunan daerah kawasan Nias Selatan dapat mengembangkan kualitas seluruh potensi lingkungan daerah tujuan wisata dan warisan budaya leluhur yang dapat menjamin kebermanfaatan dari aktifitas kepariwisataan dan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat luas tidak hanya masa sekarang tetapi juga untuk kesejahteraan di masa yang akan datang. Selain itu, Implementasi strategi pengembangan kawasan wisata juga perlu didukung dengan percepatan pengesahan Naskah Akademik Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabuten Nias Selatan untuk memperkuat perencanaan pengembangan kepariwisataan kabupaten Nias Selatan yang telah tercantum dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Nias Selatan (Ripparkaba) sebagai legitimasi hukum dalam pengembangan kawasan wisata daerah untuk menggerakkan dan

(13)

meningkatkan perekonomian daerah

Saran

Demikian hasil penelitian terhadap strategi pengembangan potensi destinasi pariwisata di kabupaten Nias Selatan disusun. Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan guna mendukung terhadap upaya pengembangan yang telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan provinsi diantaranya: 1. Pemerintah daerah memberikan dukungan

penuh dalam upaya mendorong sektor pariwisata di kabupaten Nias Selatan sebagai prioritas pengembangan daerah untuk menunjang kemajuan perekonomian dan mengurangi ketergantungan terhadap sektor pertanian. Salah satu bentuk dukungan dapat dilakukan melalui pembentukan Generasi Pesona Indonesia (GenPi) tingkat kabupaten dalam menghadapi era dunia digital. Dengan pembentukan ini diharapkan promosi terhadap potensi pariwisata yang ada di daerah dapat menjangkau seluruh wilayah tanah air maupun mancanegara.

2. Perlu adanya regulasi dari pemerintah pusat yang sebagai payung hukum yang menaungi program prioritas provinsi dan daerah sehingga dapat berjalan selaras dan seimbang dengan program prioritas nasional untuk pemerataan pembangunan sampai ke wilayah pelosok. 3. Melalui tugas dan fungsi baru DPD RI oleh

Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) berkenan untuk melakukan pendampingan berupa mediasi antara pemerintah pusat dan daerah sehingga upaya tindak lanjut terhadap dokumen naskah akademik Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Nias Selatan yang telah diserahkan kepada DPRD kabupaten Nias Selatan agar segera ditetapkan menjadi peraturan daerah dapat dijadikan sebagai prioritas pengesahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah RI yang telah memberikan dana penelitian singkat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Zainal dan Amiruddin. (2004). Pengantar

Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Harefa, Mandala & Saragih, Juli Panglima, dkk. (2012).

Prioritas Pembangunan Indonesia 2015 – 2019: Keberlanjutan Pertumbuhan dan Percepatan

Pengentasan Kemiskinan. Jakarta. P3DI LIPI.

Kusuma, Hilman Hadi (2013). Metode Pembuatan

Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum. Bandung:

Mandar Maju.

Jurnal

Fitra, Abdillah dan Leksmono, S. Maharani. (2001). Pengembangan Kepariwisataan Berkelanjutan.

Jurnal Ilmu Pariwisata, 6.

Primadany, Sefira Ryalita; Mardiyono; & Riyanto. (2013). Analisis Strategi Pengembangan Pariwisata Daerah (Studi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Kabupaten Nganjuk).

Jurnal Administrasi Publik (JAP), 1, pp. 135-143.

Subandra, I Nengah dan Nandra, Nyoman Mastiani. (2006). Dampak Ekonomi, Sosial – Budaya, dan Lingkungan Pengembangan Desa Wisata

di Jatiluwih-Tabanan. Jurnal Manajemen

Pariwisata, 5.

Sumber Digital dan Seminar

Akyuwen, Roberto. (2008). IRAP Sebagai Instrumen Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan

Infrastruktur Perdesaan. Seminar Nasional

Tentang Keberlanjutan Partisipasi Masyarakat

dalam Pembangunan. Yogyakarta.

Kementerian Pariwisata. (2018). (online), (http://

www.kemenpar.go.id/post/news-10-bali-baru- diperkenalkan-ke-selandia-baru-lewat-sales-mission, diakses 20 Oktober 2018)

Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Keuangan

Berkelanjutan. (online), (https://www.ojk.

go.id/sustainable-finance/id/publikasi/prinsip- dan-kesepakatan-internasional/Pages/Tujuan-Pembangunan-Berkelanjutan.aspx, diakses 20 Oktober 2018)

Gambar

Gambar 1. Kawasan Wisata Pantai Sorake
Gambar 2. Kawasan Wisata Budaya Desa Bawomataluo
Gambar 3. Posisi Nias Selatan dalam Kepariwisataan Nasional
Tabel 1. Jumlah Wisatawan Manca Negara dan Domestik di Kabupaten Nias Selatan di Lokasi Usulan DAK 2019

Referensi

Dokumen terkait