• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR

TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT

MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)

ANDI ST HANIAH PRATIWI

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

(2)

ii

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR

TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT

MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi

disusun dan diajukan oleh

ANDI ST HANIAH PRATIWI

A31113508

kepada

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

(3)

iii

SKRIPSI

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR

TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT

MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)

disusun dan diajukan oleh

ANDI ST HANIAH PRATIWI

A31113508

telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Makassar, 2 Juni 2017

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. M. Christian Mangiwa, M.Si., Ak., CA Drs. Kastumuni Harto, Ak., M.Si., CPA., CA NIP. 19581110 198710 1 001 NIP. 19550110 198703 1 001

Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA. NIP. 19650925 199002 2001

(4)

iv

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR

TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT

MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)

disusun dan diajukan oleh

ANDI ST HANIAH PRATIWI A31113508

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 30 Mei 2017 dan

dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui, Panitia Penguji

No Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan

1 Drs. M. Christian Mangiwa, Ak., M.Si., CA Ketua 1... 2 Drs. Kastumuni Harto, Ak., M.Si., CPA., CA Sekretaris 2... 3 Dr. Arifuddin, S.E., Ak., M.Si., CA Anggota 3... 4 Drs. Muhammad Ishak Amsari, Ak., M.Si., CA Anggota 4... 5 Drs. Agus Bandang, Ak., M.Si., CA Anggota 5...

Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA NIP. 19650925 199002 2 2001

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : Andi St Haniah Pratiwi

NIM : A31113508

departeman/program studi : Akuntansi/Strata I

dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT

MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)

adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Makassar, 2 Juni 2017 Yang membuat pernyataan,

(6)

vi

Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan kemurahan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan judul: “Pengaruh Independensi dan Pengalaman Auditor terhadap

Ketepatan Pemberian Opini Audit Melalui Skeptisisme Profesional Auditor”

. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun dan di ajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Program Strata satu (S-1) Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti berikan kepada,

1. Kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Ir. Andi Pawennari, M.T., dan ibunda Ir. Rahmawati Suudi Sa’na, yang telah memberi dukungan, motivasi, pengorbanan, doa, dan kasih sayangnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi. Untuk saudara tercinta Andi Dwi Wahyuni P. dan Andi Ahmad Zul Fauzy P., terima kasih sudah beri dukungan, dan doa kepada peneliti.

2. Bapak Prof. Dr. Gagaring Pagalung, S.E., M.Si., Ak, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

3. Ibu Prof. Dr. Mediaty, S.E., Ak., M.Si., CA, dan Dr. Yohanis Rura, S.E., M.SA., Ak., CA, selaku ketua dan sekertaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

(7)

vii

4. Bapak Drs. Muhammad Ishak Amsari, Ak.,M.Si., CA, selaku Penasehat Akademik peneliti, terima kasih atas semangat dan bimbingannya bagi peneliti selama ini mulai dari semester satu hingga selesainya peneliti menempuh studi.

5. Bapak Drs. M. Christian Mangiwa, Ak., M.Si., CA, dan Bapak Drs. Kastumuni Harto, Ak., M.Si., CPA., CA, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan masukan dan bimbingannya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr. H. Arifuddin, S.E., Ak., M.Si., CA, Bapak Drs. Muhammad Ishak Amsari, Ak., M.Si., CA, dan Bapak Drs. Agus Bandang, Ak., M.Si., CA, selaku Tim Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak-Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin yang selama ini telah memberikan ilmunya terkhusus kepada peneliti serta kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis secara keseluruhan, Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan didikannya selama ini.

8. Kakek, Nenek, Tante, Om, Saudara peneliti yang banyak membantu peneliti baik dalam memberikan saran dan bantuan kepada peneliti serta doa yang tiada hentinya untuk peneliti.

9. Kantor Akuntan Publik yang bersedia menerima peneliti untuk meneliti yaitu KAP Usman dan Rekan, KAP Drs. Thomas, Blasius, Widartoyo dan Rekan, KAP Jojo Sunarjo, Ruchiat dan Arifin, KAP Drs. Rusman Thoeng, M.Com., BAP., KAP Yakub Ratan, CPA, KAP Richard Risambessy dan Rekan, serta KAP Khairunnisa. Terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk peneliti.

(8)

viii

Hasanuddin Pak Aso, Pak Asmari, Ibu Farida, Pak Bur, Ibu Susy, Pak Ical, Pak Yusuf, Pak Safar dan lainnya yang tidak peneliti sebutkan.

11. Kepada seluruh teman-teman 13ONAFIDE Akuntansi, Manajemen dan Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan namanya satu-satu. Terima kasih atas semua bantuannya.

12. Sahabat-sahabat peneliti Rizki Inmas, Shanaz, Reni, Hernaldy, Safi, Apri, Angga, Sulis, dan Firman yang telah menjadi keluarga baru bagi peneliti selama kuliah di Makassar.

13. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin yang juga telah menjadi tempat dipertemukannya peneliti dengan orang-orang hebat, rumah bagi peneliti untuk belajar, semoga IMA tetap jaya.

14. Keluarga besar KKN Gel.93 Kecamatan Watang Sidendreng, khususnya Keluruhan Sidendreng, yaitu kak Rusman, Ika, Ana, Fia,Tresno, Adi,dan kak Agung, yang sudah berbagi suka dan duka dengan peneliti selama kurang lebih dua bulan di lokasi KKN.

Semoga segala kebaikan diterima sebagai ibadah disisi-Nya, Amin. Akhirnya, peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Meski demikian, peneliti sadar skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Olehnya itu kritik dan saran dari pembaca menjadi harapan peneliti.

Makassar, 2 Juni 2017

(9)

ix

ABSTRAK

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN AUDITOR

TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT MELALUI

SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Makassar)

THE INFLUENCE OF INDEPENDENCE AND EXPERIENCE AUDITOR'S TO PRECISION OF AUDIT OPINION THROUGHT

AUDITOR’S PROFESSIONAL SCEPTICISM

(Empirical Studies of Public Accountant Firm in Makassar)

Andi St Haniah Pratiwi Christian Mangiwa

Kastumuni Harto

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh langsung dari variabel independensi dan pengalaman auditor terhadap ketepatan pemberian opini serta pengaruh tidak langsung antara variabel independensi dan pengalaman auditor terhadap Ketepatan pemberian opini melalui skeptisisme profesional auditor. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada auditor publik (Kantor Akuntan Publik di Makassar), sebanyak 35 kuesioner (79%) diisi lengkap dan dapat diolah. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa independensi dan pengalaman auditor memiliki pengaruh secara langsung terhadap ketepatan pemberian opini. Independensi dan pengalaman juga memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap ketepatan pemberian opini audit melalui skeptisisme profesional auditor.

Kata kunci: Independensi, pengalaman auditor, ketepatan pemberian opini audit, skeptisisme profesional auditor

This reseach is aimed to examine both direct and indirect effects from the defined number variable, i.e independency and experience toward the precision of audit opinion as a direct effect, and oppositely as well those similar defined variabel examined toward auditor professional scepticism as an indirect effect. The data sampling used in this research is a quessionare distributed to the public auditor (public accounting firm in Makassar), total of 35 quessionares (79%) that can be processed. The collected data is processed using SPSS. The results show that both auditor’s independency and experience haddirect effect on the precision of audit opinion. Auditor’s independency and experience also influence indirectly on giving opinions through the auditor's professional skepticism.

Key Words : auditor’s independence, auditor’s experience, precision of audit

(10)

x

halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.4 Kegunaan Penelitian ... 9 1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 9 1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9 1.5 Sistematika Penulisan... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Teori Disonansi Kognitif ... 11

2.1.2 Teori Atribusi ... 13

2.1.3 Teori Sikap ... 14

2.1.4 Skeptisisme Audit ... 15

2.1.4.1 Pengertian Skeptisisme ... 15

2.1.4.2 Skeptisisme Profesional Auditor dalam Auditing ... 16

2.1.5 Independensi ... 17 2.1.5.1 Pengertian Independensi ... 17 2.1.5.2 Klasifikasi Independensi ... 18 2.1.5.3 Indikator Independensi ... 19 2.1.5.4 Unsur-unsur Independensi ... 20 2.1.5.5 Ancaman Independensi ... 21 2.1.6 Pengalaman Auditor ... 22

2.1.6.1 Indikator Pengalaman Auditor ... 24

2.1.6.2 Dimensi Pengalaman Auditor ... 26

2.1.7 Ketepatan Pemberian Opini ... 27

2.2 Penelitian Terdahulu ... 31

2.3 Kerangka Pemikiran... 37

(11)

xi

2.4.1 Pengaruh Independensi Auditor terhadap Ketepatan

Pemberian Opini Audit ... 39

2.4.2 Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Ketepatan Pemberian Opini Audit ... 40

2.4.3 Pengaruh Skeptisisme terhadap Ketepatan Pemberian Opini ... 42

2.4.4 Pengaruh Independensi terhadap Ketepatan Pemberian Opini Melalui skeptisisme Profesional Auditor ... 42

2.4.5 Pengaruh Pengalaman terhadap Ketepatan Pemberian Opini melalui Skeptisisme Profesional Auditor ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Rancangan Penelitian ... 45

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

3.3 Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1 Populasi Penelitian ... 46

3.3.2 Sampel ... 47

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 47

3.4.1 Jenis Data ... 47

3.4.2 Sumber Data ... 48

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 48

3.7 Instrumen Penelitian ... 52

3.8 Analisis Data ... 53

3.8.1 Uji Kualitas Data ... 53

3.8.1.1 Uji Validitas ... 53

3.8.1.2 Uji Reliabilitas ... 54

3.8.2 Uji Asumsi Klasik ... 54

3.8.2.1 Uji Normalitas ... 54

3.8.2.2 Uji Multikolonieritas ... 54

3.8.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 55

3.8.2.4 Uji Autokorelasi ... 55

3.9 UjiHipotesis ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

4.1.1 Karakteristik Responden ... 58

4.2 Hasil Uji Kualitas Data ... 59

4.2.1 Uji Validitas ... 61

4.2.2 Uji Realibilitas ... 61

4.3 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 61

4.3.1 Uji Normalitas ... 62

4.3.2 Uji Multikolonieritas ... 63

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 64

4.3.4 Uji Autokorelasi ... 65

4.4 Hasil Pengujian Hipotesis ... 4.5 Pembahasan Uji Hipotesis ... 66

4.5.1 Pengaruh Independensi Auditor terhadap Ketepatan Pemberian opini ... 72 4.5.2 Pengaruh Pengalaman Audit terhadap Ketepatan

(12)

xii

4.5.3 Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor terhadap

Ketepatan Pemberian Opini ... 75

4.5.4 Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Melalui Skeptisisme Profesional Auditor .. 76

4.5.5 Pengaruh Pengalaman Audit terhadap Ketepatan Pemberian Opini Melalui Skeptisisme Profesional Auditor .. 77

BAB V PENUTUP ... 78 5.1 Kesimpulan ... 78 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 79 5.3 Saran-Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN ... 85

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 2.1 Peneltian Terdahulu ... 32

Tabel 3.1 Nama Kantor Akuntan Publik di Makassar ... 46

Tabel 4.1 Pengumpulan Data Primer Penelitian ... 57

Tabel 4.2 Ikhtisar Demografi Responden Penelitian ... 59

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas ... 60

Tabel 4.4 Hasil Uji Realibilitas ... 61

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Sminorv ... 63

Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolonieritas ... 64

Tabel 4.7 Hasil Uji Autokolerasi ... 66

Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis Tahap pertama ... 67

Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis Tahap Kedua ... 68

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Hipotesis ... 71

(14)

xiv

halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 37

Gambar 4.1 Uji Normalitas... 62

Gambar 4.2 Uji Heteroskedastisitas ... 65

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profesi akuntan telah menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak hanya itu, praktisi juga semakin kritis dengan selalu menganalisa kontribusi apa yang diberikan auditor. Auditor bertanggungjawab dalam pelaksanaan audit serta mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Pihak-pihak berkepentingan dalam perkembangan perusahaan ini akan diimbangi oleh perkembangan Kantor Akuntan Publik (KAP) sehingga kebutuhan akan jasa audit semakin bertambah. Peran pemerintah dalam memberikan peluang yang besar terhadap akuntan publik dibuktikan melalui peraturan menteri keuangan no. 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Februari 2008 tentang Jasa Akutan Publik menunjukkan perhatian pemerintah atas profesi akuntan publik.

Adanya kewajiban perusahaan baik yang go public di Bursa Efek Indonesia maupun perusahaan yang belum go public untuk menyampaikan laporan keuangannya yang telah diaudit oleh akuntan publik menjadi salah satu dasar bagi pertumbuhan kehidupan profesi akuntan publik di Indonesia. Keadaan ini menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa audit untuk memeriksa laporan keuangan perusahan-perusahaan tersebut. Kebutuhan akan jasa audit oleh perusahaan-perusahaan go publik maupun non go public yang semakin meningkat menyebabkan perkembangan profesi akuntan publik yang

(16)

meningkat pula. Hal ini dapat dilihat dari jumlah KAP yang ada di Indonesiatahun 2016 berjumlah 525 KAP (Direktori IAPI, 2016) termasuk KAP di Makassar sebanyak 11 KAP yang ada di Makassar.

Dengan banyaknya KAP yang beroperasi di Indonesia, maka semakin banyak alternatif bagi perusahaan untuk memilih atau menunjuk KAP yang akan mengaudit laporan keuangan perusahaannya. Laporan audit inilah yang digunakan oleh auditor untuk menyampaikan pernyataan atau pendapatnya kepada para pemakai laporan keuangan, sehingga bisa dijadikan acuan bagi pemakai laporan keuangan. Audit atas laporan keuangan merupakan jasa yang dilakukan oleh auditor. Profesi auditor adalah profesi yang dibutuhkan oleh para pelaku bisnis untuk memberikan pelayanan jasa yang berupa informasi, baik informasi keuangan maupun informasi non keuangan yang nantinya bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Jasa yang diberikan oleh akuntan publik adalah melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan dan memberikan opini, apakah laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (Suraida, 2005). Laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) akan dipakai oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan (pimpinan perusahaan, pemegang saham, pemerintah, debitur, kreditur dan karyawan). Setelah laporan keuangan telah selesai diaudit, maka akuntan publik dapat memberikan opini audit yang merupakan hasil akhir dari proses audit oleh akuntan publik.

Pemberian opini audit yang tepat dan sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2011) sangat penting agar hasil audit tidak menyesatkan para pengguna yang berkepentingan (pimpinan perusahaan, pemegang saham, pemerintah, kreditur dan karyawan)

(17)

3 dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, audit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Begitu pentingnya opini yang diberikan oleh auditor bagi sebuah perusahaan, maka seorang auditor disyaratkan memiliki independensi yang baik agar mampu mengumpulkan dan menganalisa bukti-bukti audit sehingga dapat memberikan opini yang tepat. Kurangnya independensi auditor dan maraknya rekayasa laporan keuangan korporat, telah menurunkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditor mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak yang independen. Beberapa kasus dalam dunia bisnis terkait kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti kasus Enron, Xerox, World Com, Walt Disney, Merck, dan Tyco.

Seperti dalam kasus auditor yang tidak independen terhadap pemberian opini, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hasan Bisri mengaku khawatir praktik manipulasi dan rekayasa yang dilakukan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) pada periode 1998-1999 bakal terulang. Perkiraan ini timbul terutama bila uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terkait dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Salah satu gugatan dari pemohon uji materi adalah kekayaan BUMN/BUMD seharusnya lepas dari kekayaan negara dan keuangan negara. Dengan begitu, nantinya BPK tidak lagi berwenang memeriksa keuangan BUMN termasuk mengevaluasi kantor akuntan publik yang mengaudit perusahaan pelat merah tersebut. “Kami perkirakan berbagai manipulasi dan rekayasa yang dilakukan oleh direksi BUMN tidak akan terungkap, seperti tahun 1998-1999,” kata Hasan setelah memberi keterangan di

(18)

Mahkamah Konstitusi, kemarin. Saat itu, kata dia, kantor akuntan publik selalu memberikan opini baik untuk laporan keuangan BUMN, tapi faktanya terjadi rekayasa transaksi jauh sebelum krisis terjadi. Akibatnya, pemerintah harus menyelamatkan BUMN guna mendorong pertumbuhan ekonomi, padahal pemerintah tidak mempunyai cukup dana untuk menyuntik modal kepada perusahaan(TEMPO.CO,2013).

Kasus PT. Telekomunikasi Indonesia yang melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Sahari dan Rekan serta KAP Eddy Pianto dan Rekan yang terlambat melakukan penyerahan hasil audit ke Bapepam. Keterlambatan tersebut diakibatkan karena KAP Haryanto Sahari melakukan penolakan atas izin sebagai first layer. Penolakan tersebut membuat KAP Eddy Pianto kesulitan dalam mendapatkan opini hasil keuangan sebelumnya. Padahal jika dilihat dari sisi pengalaman mengaudit yang dilakukan KAP tersebut sangat banyak karena dalam satu tahun saja KAP tersebut mengaudit 332 perseroan (Wasono, 2013).

Kasus PT. Kimia Farma di Indonesia yang dikemukakan beberapa tahun silam adalah kasus mark-up laporan keuangan PT. Kimia Farma (2001) yang

overstated di mana terjadi penggelembungan laba bersih tahunan senilai Rp. 32,668 miliar, telah menyebabkan tuntutan pengadilan terhadap sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi auditor perusahaan tersebut. Selain itu di tahun 2001 kasus penggelapan pajak oleh KAP “KPMG Sidharta & Harsono” yang menyarankan kepada kliennya (PT. Easman Christensen/PTEC) untuk melakukan penyuapan kepada aparat perpajakan Indonesia untuk mendapatkan keringanan atas jumlah kewajiban pajak yang harus dibayarkan (Ludigdo, 2006). BPKP juga menemukan bahwa 10 KAP yang mengaudit 37 bank bermasalah (bank penerima BLBI, bank-bank beku usaha (BBU) dan bank beku operasi (BBO)) melanggar Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Dengan indikasi

(19)

5 KAP tidak melakukan pengujian yang memadai, dokumentasi audit kurang memadai dan tak memahami peraturan perbankan.

Berdasarkan kasus-kasus di atas dan kemudian dihubungkan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, akuntan seolah menjadi profesi yang harus/paling bertanggung jawab. Hal ini disebabkan karena peran pentingnya akuntan dalam masyarakat bisnis. Akuntan publik bahkan dituduh sebagai pihak yang paling besar tanggung jawabnya atas kemerosotan perekonomian Indonesia (Ludigdo, 2006).

Auditor harus senantiasa menggunakan skeptisisme profesionalnya dalam mengumpulkan bukti audit. Sehingga tujuan auditor untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup dan memberikan basis yang memadai dalam merumuskan pendapat dapat tercapai dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh SEC (Securities and Exchange Commissions) menemukan bahwa urutan ketiga dari penyebab kegagalan audit adalah tingkat skeptisisme professional yang kurang memadai. 40 kasus audit yang diteliti SEC, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisisme profesional yang memadai . Hal ini membuktikan bahwa skeptisisme profesional harus dimiliki dan diterapkan oleh auditor sebagai profesi yang bertanggungjawab atas opini yang diberikan pada laporan keuangan.

Skeptisisme berasal dari kata skeptis yang berarti kurang percaya atau ragu-ragu (KBBI, 2016). Skeptisisme profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara skeptis terhadap bukti audit (Gusti dan Ali, 2008). Seorang auditor yang skeptis tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai objek yang dipermasalahkan. Auditor harus menyadari bahwa kemungkinan terjadinya salah

(20)

saji material dalam laporan keuangan bisa saja terjadi. Sikap skeptisisme profesional akan membawa auditor pada tindakan untuk memilih prosedur audit yang efektif sehingga diperoleh opini audit yang tepat (Noviyanti, 2008). Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain independensi, keahlian, pengalaman, situasi audit yang dihadapi dan etika.

Pengalaman auditor juga berpengaruh terhadap pemberian opini audit ditunjukkan dengan jam terbang auditor dalam melakukan prosedur audit terkait dengan pemberian opini atas laporan auditnya. Pengalaman seorang auditor juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi skeptisisme profesional auditor karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi adanya kecurangan-kecurangan pada laporan keuangan perusahaan seperti siklus persediaan dan pergudangan, hal ini disebabkan karena auditor berpengalaman lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman.

Literatur psikologi dan auditing menunjukkan bahwa dalam auditing bisa berkurang oleh auditor yang berpengalaman karena struktur pengetahuan yang baik dari auditor yang berpengalaman menyebabkan mereka mengabaikan informasi yang tidak relevan. Kompleksitas tugas yang dihadapi sebelumnya oleh seorang auditor akan menambah pengalaman serta pengetahuannya. Pendapat ini didukung oleh Herliansyah dan Ilyas (2006), yang menunjukkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan yang lebih signifikan dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman.

Selain itu, dalam memberikan opini terhadap kewajaran sebuah laporan keuangan perusahaan, seorang auditor harus memiliki sikap atau pikiran yang dinamakan skeptisisme profesional. Skeptisisme profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu menanyakandan melakukan evaluasi secara skeptis terhadap bukti audit (SPAP, 2011). Auditor dalam merumuskan opini

(21)

7 harus didukung dengan bukti audit yang dikumpulkan yang nantinya dievaluasi. Dalam pelaksanaan praktik jasa auditing yang dilakukan, sebagian masyarakat masih ada yang meragukan tingkat skeptisisme profesional yang dimiliki oleh para auditor yang selanjutnya berdampak pada keraguan masyarakat terhadap pemberian opini yang diberikan (Pratiwi, 2013).

Sederhananya, sikap skeptis auditor merupakan sikap yang tidak percaya seutuhnya terhadap informasi yang diberikan oleh auditee sebelum menemukan kebenaran dari informasi tersebut. Hal ini bukan berarti auditor dilarang untuk memepercayai informasi dari auditee tetapi auditor harus bersikap hati-hati dalam setiap tindakan dan keputusan yang akan diambil. Pernyataan tersebut sesuai dengan konsep independensi auditor. Menurut Standar Auditing Seksi 220.1 (SPAP, 2011) menyebutkan bahwa independen bagi seorang akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Penelitian Gusti (2008), menyatakan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi skeptisisme profesional auditor yaitu, keahlian, pengetahuan, kecakapan, pengalaman, situasi audit yang dihadapi dan etika. Sehingga dalam penelitian ini, skeptisisme profesional auditor dijadikan variabel mediasi yang menghubungkan independensi auditor dan pengalaman audit terhadap pemberian opini.

Penelitian ini mengacu dari penelitian Hernama (2016) tentang pengaruh independensi akuntan publik terhadap opini audit (studi kasus pada 12 kantor akuntan publik (KAP) di kota Bandung). Dimana terdapat perbedaan pertama yaitu daripeneliti menambah variabel pengalaman (Suraida, 2005) dan peneliti juga menambah variabel skeptisisme profesional auditor sebagai variabel mediasi atau variabel intervening (Suraida, 2005). Penelitian ini di fokuskan untuk melihat bagaimana pengaruh independensi auditor dan pengalaman audit dalam

(22)

pemberian opini melalui skeptisisme profesional auditor. Objek penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) di Makassar.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian diberi judul “Pengaruh Independensi dan Pengalaman Auditor terhadap Ketepatan Pemberian

Opini melalui Skeptisisme Profesional Auditor (Studi Empiris Kantor

Akuntan Publik di Makassar)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengemukakan pokok permasalahan sebagai berikut.

1 Apakah independensi auditor mempunyai pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini.

2 Apakah pengalaman auditor mempunyai pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini.

3 Apakah skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit.

4 Apakah independensi auditor mempunyai pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini melalui skeptisisme profesional auditor.

5 Apakah pengalaman auditor mempunyai pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini melalui skeptisisme profesional auditor.

1.3 Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah.

1. Untuk mengetahui apakah independensi auditor berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini.

(23)

9 2. Untuk mengetahui apakah pengalaman berpengaruh terhadap ketepatan

pemberian opini.

3. Untuk mengetahui apakah skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit.

4. Untuk mengetahui apakah independensi auditor berpengaruh terhadap ketepatan pemberi opini melalui skeptisisme profesional auditor.

5. Untuk mengetahui apakah pengalaman berpengaruh terhadap ketetapan pemberi opini melalui skeptisisme profesional auditor.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan pengetahuan bagi akademisi, mengenai hasil penguatan teori dan menambah wawasan di bidang akuntansi khususnya ilmu perilaku terutama di bidang audit.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi. 1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin

Bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan pelaksanaan pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

2) Instansi

Bagi instansi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan keahliannya dalam melakukan audit dalam hal ini Kantor Akuntan Publik(KAP) di Makassar.

(24)

3) Peneliti dan Mahasiswa

Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya demi pengembangan ilmu pengetahuan. 4) Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada akuntan publik dalam melakasanakan audit..

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, maka peneliti menguraikan sistematika penulisan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan mengenai tinjauan pusataka yang berisi landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan metode analisis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan pembahasan hasil penelitian

BAB V PENUTUP

(25)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Pada bab ini akan dijelaskan beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : Teori Disonansi Kognitif, Teori Atribusi, Teori Sikap, Independensi, dan Pengalaman, Skeptisisme Profesional Auditor, dan Opini Audit.

2.1.1 Teori Disonansi Kognitif

Menurut Roger Brown (1965) dalam Raya (2014) teori disonansi kognitif ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana “keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebuah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Oleh karena itu, individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit ketidakseimbangan.

Festinger (1957) dalam Agung (2007) menjelaskan bahwa disonansi kognitif adalah diskrepansi atau kesenjangan yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten, menciptakan ketidaknyamanan psikologis. Kognitif menunjuk pada setiap bentuk pengetahuan opini keyakinan, perasaan mengenai seseorang maupun lingkungannya. Menurut Noviyanti (2008) dalam Kushasyandita (2012) teori ini mampu untuk memprediksi kecenderungan individu dalam merubah sikap dan perilaku dalam rangka untuk mengurangi disonansi yang terjadi.

(26)

Teori disonansi kognitif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh interaksi antara independensi auditor, pengalaman auditor, melalui skeptisisme profesional auditor terhadap ketepatan pemberian opini auditor dan persyaratan profesional auditor memiliki sikap skeptisisme profesional, sehingga dapat mengumpulkan bukti audit yang memadai dan tidak dengan mudah menerima penjelasan dari klien sebagai dasar untuk memberi opini audit yang tepat dalam laporan keuangan.

Disonansi kognitif terjadi ketika auditor mudah percaya dan mudah dipengaruhi sehingga hasil opini yang diberikan tidak independen, perbedaan yang ditimbulkan ketika seorang auditor memiliki pengalaman yang banyak, serta auditor yang mempunyai kepercayaan tinggi terhadap klien, sehingga tidak skeptis dalam melakukan proses audit, padahal dalam standar profesional akuntan publik menghendaki agar auditor bersikap skeptis. Kejadian situasional seperti ditemukannya adanya kecurangan pada laporan keuangan atau situasi seperti masalah komunikasi antara auditor lama dengan auditor baru yang mengaudit suatu perusahaan juga akan berpengaruh terhadap opini yang diberikan pada perusahaan tersebut.

Disonansi terjadi apabila terdapat hubungan yang bertolak belakang akibat penyangkalan dari satu elemen kognitif terhadap elemen lain, antara elemen-elemen kognitif dalam diri individu atau inkonsistensi antara perilaku dan sikap. Dalam teori disonansi kognitif, unsur kognitif adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa saja yang dipercayai orang mengenai lingkungan, diri sendiri atau perilakunya. Menurut Noviyanti (2008) teori ini mampu membantu untuk memprediksi kecenderungan individu dalam merubah sikap dan perilaku dalam rangka untuk mengurangi disonansi yang terjadi.

(27)

13 Teori disonansi kognitif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh interaksi antara skeptisisme profesional auditor dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan pemberian opini auditor.

2.1.2 Teori Atribusi

Teori atribusi adalah teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, dan lain-lain ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu.

Lubis (2010:90) mengemukakan bahwa teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini terdiri dari dua komponen yaitu tempat pengendalian internal dan eksternal. Tempat pengendalian internal adalah perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu memengaruhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya. Sementara, tempat pengendalian eksternal adalah perasaan yang dialami seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kendalinya. Berdasarkan hal di atas peneliti beranggapan bahwa independensi dan pengalaman auditor merupakan faktor internal yang akan mempengaruhi perilaku auditor dalam melakukan audit. Hal tersebut karena independensi merupakan suatu sikap atau karakter yang ada pada diri auditor dan pengalaman auditor merupakan suatu keadaan yang tercipta melalui usaha yang dilakukan auditor untuk meningkatkan kemampuannya.

(28)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori atribusi karena dapat dihuhubungan dengan pemberian opini audit (pengembalian keputusan) di pengaruhi faktor dari dalam auditor sepertiindependensi auditor dan pengalaman auditor sebagai faktor dari skeptisisme profesional auditor.

2.1.3 Teori Sikap

Sikap adalah pernyataan evaluatif seseorang berkaitan dengan suatu objek, orang, atau peristiwa (Robbins, 2008). Sikap merupakan konsepsi yang bersifat abstrak tentang pemahaman perilaku manusia. Seseorang akan lebih mudah memahami perilaku oran lain apabila terlebih dahulu mengetahui sikap atau latar belakang terbentuknya sikap pada orang tersebut. Objek sikap itu terdiri dari pengetahuan, penilaian, perasaan dan perubahan sikap.

Menurut Elmubarok (2009;46) ada beberapa komponen pembentuk sikap sebagai berikut.

1. Cognitive component (komponen kognitif) yaitu komponen yang terdiri dari pengetahuan, pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap.

2. Effective component (komponen afektif) yaitu komponen yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang sehingga evaluative. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap.

3.Conatif component (komponen konatif) yaitu komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap.

Teori ini membantu menjelaskan sikap skeptis auditor yang dibentuk oleh independensi auditor dan pengalaman auditor.

(29)

15

2.1.4 Skeptisisme Audit

2.1.4.1 Pengertian Skeptisisme

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1324) skeptisisme diartikan sebagai “aliran atau paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti, meragukan, dan mencurigakan”. Sikap skeptisisme profesional auditor sangat dibutuhkan untuk penilaian yang kritis terhadap bukti-bukti audit, yaitu auditor harus memiliki pikiran yang selalu mempertanyakan kehandalan dokumen-dokumen yang diperoleh dari pihak manajemen dan juga mempertimbangkan kecukupan dan kesesuaian bukti yang diperoleh.

Berdasarkan Standar Profesi Akuntan Publik (2011) menyatakan.

“Skeptisisme profesional auditor adalah sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit” (SA 230, paragraph 06 : 230.2).

Shaub dan Lawrence (1996) dalam Suraida (2005) menyebutkan definisi skeptisisme profesional tersebut sebagai berikut.

“Professional skepticism is a choice to fulfill the professional auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person’s behavior”.

Definisi tersebut dapat diartikan, bahwa skeptisisme profesional adalah adanya suatu sikap yang kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan, dan ketidaksetujuan dengan pernyataan klien atau kesimpulan yang dapat diterima umum.

Persyaratan profesional auditor memiliki sikap skeptisisme profesional, sehingga dapat mengumpulkan bukti audit yang memadai dan tidak dengan mudah menerima penjelasan dari klien sebagai dasar untuk memberi opini audit yang tepat dalam laporan keuangan. Teori ini juga membantu menjelaskan

(30)

apakah skeptisisme profesional auditor berpengaruh pada ketepatan pemberian opini auditor. Auditor yang dengan disiplin menerapkan skeptisisme profesional, tidak akan terpaku pada prosedur audit yang tertera dalam program audit. Skeptisisme profesional akan membantu auditor dalam menilai dengan kritis risiko yang dihadapi dan mempertimbangkan resiko tersebut dalam bermacam-macam keputusan seperti menerima atau menolak klien, memilih metode dan teknik audit yang tepat dan menilai bukti-bukti audit yang dikumpulkan (Theodorus, 2011;78).

2.1.4.2. Skeptisisme Profesional Auditor dalam Auditing

International Federation of Accountant (IFAC) dalam Tuanakotta (2011:78) mendefinisikan professional skepticism dalam konteks evidence assessment atau penilaian atas bukti audit. Menurut IFAC skeptisisme merupakan tindakan auditor yang selalu melakukan penialaian kritis, terus mempertanyakan keaslihan dari bukti audit yang diperoleh, waspada terhadap bukti audit yang kontradiktif, dan mempertanyakan keandalan dokumen dan jawaban atas pertanyaan serta informasi lain yang diperoleh dari manajemen dan mereka yang berwenang dalam pengelolaan perusahaan/instansi (SA 200.16).

Standar umum ketiga dari standar auditing menyatakan bahwa. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (SA 230,Paragraf 01). Dalam standar ketiga ini terlihat bahwa auditor dituntut untuk menggunakan sikap profesionalnya dalam melaksanakan tugasnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama menekankan bahwa adanya tanggung jawab setiap auditor yang bekerja dalam

(31)

17 organisasi auditor independen untuk mengamati standard pekerjaan lapangan dan standard pelaporan (SA 230 paragraph 02). Sikap skeptisisme auditor diperlukan terutama untuk menjaga citra profesi akuntan publik. Skeptisisme profesional mewajibkan bahwa auditor harus dirancang sedemikian rupa agar dapat memberikan keyakinan yang tinggi dan memadai untuk mendeteksi baik kekeliruan maupun kemungkinan terdapat kcurangan yang bersifat material dalam laporan keuangan

Dalam hal pengumpulan nilai dan bukti audit secara objektif menuntut auditor untuk memiliki kecukupan bukti dan pertimbangan kompetensi. Kompetensi dan kecukupan bukti audit tersebutlah yang akan dinilai dalam proses audit dengan menggunakan skeptisisme profesional selama proses tersebut berlangsung (Arens dkk, 2008).

Skeptisme profesional yang dimaksud disini adalah sikap skeptis yang dimiliki seorang auditor yang selalu mempertanyakan dan meragukan bukti audit. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisisme profesional. Dapat diartikan bahwa skeptisisme profesional menjadi salah satu faktor dalam menentukan kemahiran profesional seorang auditor. Kemahiran profesional akan sangat mempengaruhi ketepatan pemberian opini oleh seorang auditor. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat skeptisisime seorang auditor dalam melakukan audit, maka diduga akan berpengaruh pada ketepatan pemberian opini auditor tersebut (Noviyanti, 2008).

2.1.5 Independensi

2.1.5.1 Pengertian Independensi

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa “independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terkait dengan pihak manapun”, artinya keberadaan kita adalah mandiri, tidak mengurus kepentingan

(32)

pihak tertentu atau organisasi tertentu. Standar Auditing 220.1 SPAP (2011) menyebutkan bahwa independen bagi seorang akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian, auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

Dengan demikian, auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang auditor miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Auditor mengakui kewajiban untuk jujur yang tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor independen, seperti calon pemilik dan kreditur.

Dalam Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa.

“independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas”

2.1.5.2 Klasifikasi Independensi

Menurut Arens (2008) Independensi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga aspek, yaitu.

a. Independen dalam fakta (independence infact)

Independensi dalam fakta adalah independen dalam diri auditor, yaitu kemampuan auditor untuk bersikap bebas, jujur, dan objektif dalam melakukan penugasan audit. Contohnya auditor harus memiliki kejujuran yang tidak memihak dalam menyatakan pendapatnya dan dalam mempertimbangkan fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar pemberian pendapat.

(33)

19

b. Independen dalam penampilan (independence in appearance)

Independen dalam penampilan adalah independen yang dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang diaudit yang mengetahui hubungan antara auditor dengan klienya. Contohnya auditor akan dianggap tidak independen apabila auditor tersebut mempunyai hubungan tertentu (misalnya hubungan keluarga, hubungan keuangan) dengan klienya yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak klienya atau tidak independen.

c. Independen dari keahlian atau kompetensinya (Independence in competence)

Independensi dari dari sudut keahlian behubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

2.1.5.3 Indikator Independensi

Buku “The Phylosophy of Auditing” karya Mautz dan Sharaf yang dikutip

oleh Sawyer (2006) memberikan beberapa indikator independensi profesional bagi akuntan publik, sebagai berikut.

a. Independensi dalam Program Audit

1. Bebas dari intervensi manajerial dalam program audit. 2. Bebas dari segala intervensi dalam prosedur audit.

3. Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.

b. Independensi dalam Verifikasi

1. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan.

(34)

2. Mendapat kerjasama yang aktif dari karyawan manajemen selama verifikasi audit.

3. Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktifitas yang diperiksa atau membatasi perolehan bahan bukti.

4. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi Audit.

c. Independensi dalam Pelaporan

1. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikansi dari fakta-fakta yang dilaporkan.

2. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam laporan audit.

3. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta, opini, dan rekomendasi dalam interpratasi auditor.

4. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal.

2.1.5.4 Unsur-unsur Independensi

Atas dasar beberapa definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-unsur pengertian independensi akuntan publik sebagai berikut.

a. Kepercayaan masyarakat terhadap integritas, obyektivitas dan kebebasan akuntan publik dari pengaruh pihak lain.

b. Kepercayaan akuntan publik terhadap diri sendiri yang merupakan integritas profesionalnya.

c. Kemampuan akuntan publik meningkatkan kredibilitas pengetahuannya terhadap laporan keuangan yang diperiksa.

(35)

21 d. Suatu sikap mental akuntan publik yang jujur dan ahli, serta tindakan yang bebas dari bujukan, pengaruh dan pengendalian pihal lain dalam melaksanakan perencanaan, pemeriksaan, penilaian, dan pelaporan hasil pemeriksaannya.

2.1.5.5 Ancaman Independensi

IFAC dalam Tuanakotta (2013), menjelaskan tentang ancaman terhadap independensi dapat terbentuk dari hal berikut.

1. Kepentingan Diri (Self-Interest)

Kepentingan diri (self-interest) adalah wujud sifat yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau keluarga di bandingkan dengan kepentingan publik yang luas. Contoh langsung kepentingan diri untuk akuntan publik, antara lain.

a) Kepentingan keuangan dalam perusahaan klien, atau kepentingan keuangan bersama pada suatu perusahaan klien.

b) Kekhawatiran berlebihan bila kehilangan suatu klien.

2. Review Diri (Self-Review)

Contoh ancaman review diri untuk akuntan publik antara lain. a. Temuan kesalahan material saat dilakukan evaluasi ulang.

b. Pelaporan operasi sistem keuangan setelah terlibat dalam perancangan dan implementasi sistem tersebut.

3. Advokasi (Advocacy)

Ancaman advokasi dapat timbul bila akuntan profesional mendukung suatu posisi atau pendapat sampai titik di mana objektivitas dapat di kompromikan. Contoh langsung ancaman untuk akuntan publik antara lain.

(36)

a. Mempromosikan saham perusahaan publik dari klien, dimana perusahaan tersebut merupakan klien audit.

b. Bertindak sebagai pengacara (penasihat hukum) untuk klien penjaminan dalam suatu litigasi atau perkara perselisihan dengan pihak ketiga.

4. Kekerabatan (Familiarity)

Ancaman kekerabatan (Familiarity) timbul dari kedekatan hubungan sehingga akuntan profesional menjadi terlalu bersimpati terhadap kepentingan orang lain yang mempunyai hubungan dekat dengan akuntan tersebut.

Contoh langsung ancaman kekerabatan untuk akuntan publik, antara lain. a. Anggota tim mempunyai hubungan keluarga dekat dengan seorang

direktur atau pejabat perusahaan klien.

b. Anggota tim mempunyai hubungan dekat dengan seorang karyawan klien yang memiliki jabatan yang berpengaruh langsung dan signifikan terhadap pokok dari penugasan.

5. Intimidasi(Intimidation)

Ancaman intimidasi (Intimidation) dapat timbul jika akuntanprofesional dihalangi, untuk bertindak objektif, baik secara nyata maupun dipersepsikan. Contoh ancaman intimidasi untuk akuntan publik, antara lain.

a. Diancam dipecat atau diganti dalam hubungannya dengan penugasan klien,

b. Diancam dengan tuntutan hukum.

Ditekan secara tidak wajar untuk mengurangi ruang lingkup pekerjaan dengan maksud untuk mengurangi fee.

2.1.6 Pengalaman Auditor

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pengalaman didefinisikan sebagai sesuatu yang pernah dialami dalam kehidupan ini. Pengalaman auditor

(37)

23 yang dimaksudkan adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang diukur dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Suraida (2005) menyatakan bahwa auditor dengan tingkat pengalaman dalam auditing yang tinggi memiliki skeptisisme profesional yang jauh lebih baik sehingga mereka dapat menemukan dan mengerti kesalahan atau ketidakwajaran yang terdapat dalam laporan keuangan. Pramudita (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa auditor yang berpengalaman akan membuat judgement

yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesionalnya, dari pada auditor yang kurang berpengalaman. Seorang auditor yang lebih berpengalaman akan memiliki tingkat skeptisisme profesional yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman. Pengalaman audit ditunjukkan dengan jam terbang auditor dalam melakukan prosedur audit terkait dengan pemberian opini atas laporan auditnya. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Semakin banyak seorang auditor melakukan pemeriksaan laporan keuangan, maka semakin tinggi tingkat skeptisisme profesional auditor yang dimiliki. Seorang auditor harus terlebih dahulu mencari pengalaman profesi di bawah pengawasan auditor senior yang lebih berpengalaman.

Landasan teori ini dapat menjelaskan faktor-faktor skeptisisme profesional auditor dan pengaruhnya terhadap ketepatan pemberian opini. Hasil penelitian Suraida (2005) memberikan bukti empiris bahwa Pengalaman berpengaruh terhadap Skeptisime Profesional Auditor walaupun pengaruhnya kecil secara parsial.

(38)

2.1.6.1 Indikator Pengalaman Auditor

Menurut Mulyadi (2010) ada tiga faktor dalam pengalaman auditor diantaranya adalah.

a. Pelatihan profesi

Pelatihan profesi dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, symposium, lokakarya dan kegiatan penunjang keterampiran yang lain. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor junior juga bias dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui struktur pengetahuan auditor yang berhubungan dengan pendeteksian kekeliriuan mungkin akan berkembangan dengan adanya progam pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnyan pengalaman auditor. Akuntan baru mengikuti perkembangan yang terjadi dalam usaha dan profesinya agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segerah menjalani pelatihan teknis dalam profesinya Pemerintahan mensyaratkan pengalaman audit sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah keahlian dalam akuntansi dan auditing dimulai dengan pendidikan formal yang diperluas dengan pengalaman praktik audit. Pendidikan dalam arti luas dengan pendidikan formal, pelatihan, atau pendidikan lanjut. Pendidikan formal, pelatihan atau pendidikan lanjut yang dibutuhkan untuk menjadi akuntan publik adalah.

(39)

25 a. Sudah menempuh pendidikan di bidang akuntansi (S1 Akuntansi +PPAK) b. On the job training selama 1.000 jam sebagai ketua tim audit /supervisor c. Lulus ujian sertifikasi akuntanpublik

d. Mengurus izin akuntan publik kepada Depatemen Keuangan untuk dapat melakukan kegiatan usahanya secara independen (membuka KAP)

c. Lama Kerja

“Lama kerja adalah pengalaman seseorang dan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan”. Lama kerja auditor ditentukan oleh seberapa lama waktu yang digunakan oleh auditor dalam mengaudit industri klien tertentu dan seberapa lama auditor mengikuti jenis penugasan audit tertentu.

Pengalaman dapat dilihat melalui berbagai sudut pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan pengalaman dari sudut auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subjek yang melakukan audit. Penelitian yang dilakukan oleh Puri (2011) ditemukan bahwa “pengalaman yang dibutuhkan auditor dalam tugas auditnya antara lain pengalaman umum (general experience), pengalaman tentang industri (industry experience), dan pengalaman tentang tugas audit tertentu (task-spesific experience).”

a)

Penjelasan ketiga pengalaman tersebut

b)

Pengalaman umum (general experience)

c)

Pengalaman umum ini diperoleh dari lamanya auditor bekerja di bidang audit.

d)

Pengalaman tentang industry (industry experience)

e)

Pengalaman tentang industri ini diperoleh dari lamanya auditor mengaudit industri klien tertentu.

(40)

f)

Pengalaman tentang tugas audit tertentu (task-spesific experience) Pengalaman tentang tugas audit diperoleh dari lamanya auditor mengikuti jenis penugasan audit tersebut.

2.1.6.2 Dimensi Pengalaman Auditor

2.1.6.2.1 Lamanya Bekerja Sebagai Auditor

Pengalaman kerja di pandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan kedalam persyaratan dalam memperoleh izin menjadi Akuntan Publik (SK Menkeu No.470/KMK.017.1999) yaitu.

“Seorang akuntan publik memperoleh izin khusus harus memliki pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai akuntan dan pengalaman audit umum, sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) jam sebagai akuntan dan pengalaman dengan reputasi baik”.

2.1.6.2.1 Banyaknya Tugas yang Dilakukan

Arens, dkkl (2012:289) bahwa.

The engagement may require more experienced staff, CPA firms, should staff all engagement with qualified staff. For low acceptable audit risk clients, special care is appropriate in staffing and the importance of professional skepticims should be emphasized.”

Keterlibatan memerlukan staf yang lebih berpengalaman, Semua staff Kantor Akuntan Publik harus berkualitas. Untuk hukum yang dapat diterima risiko audit, perhatian khusus harus diberikan dalam memilih staf dan pentingnya skeptisisme profesional dalam mengaudit.

Russo (2002:252) menyatakan mengenai pengalaman tugas seseorang yaitu.

Experience in a task will increase knowledge accessibility, because of the possibility of differential effect on each of the knowledge properties”

(41)

27 Pengalaman dalam tugas akan meningkatkan aksebilitas pengetahuan karena kemungkinan yang berbeda pada masing-masing sifat pengetahuan.

Dari pernyataan mengenai pengalaman tugas seseorang untuk setiap penugasan, Kantor Akuntan Publik harus menugaskan staf yang berkualifikasi guna mendapat risiko audit yang diterima rendah dengan cara perhatian khusus harus diberikan dalam memilih staf dan pentingnya skeptisme profesional dalam mengaudit.

2.1.7 Ketepatan Pemberian Opini

Opini audit merupakan opini yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukan audit. Ikatan Akuntan Indonesia (2011) menyatakan bahwa laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal jika nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab auditor bersangkutan. Terdapat lima pendapat yang mungkin diberikan oleh akuntan publik atas laporan keuangan yang diauditnya Halim (2015:77). Pendapat tersebut adalah sebagai berikut.

2.1.7.1 Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum dan

(42)

tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.

Dalam SA 411 par 04 dikatakan bahwa laporan keuangan yang wajar dihasilkan setelah melalui pertimbangan apakah.

a) Prinsip akuntansi yang dipilih dan diterapkan telah berlaku umum. b) Prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan. c) Laporan keuangan beserta catatannya memberikan informasi cukup yang

dapat mempengaruhi penggunaan, pemahaman dan penafsiran

d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan dan diikhtisarkan dengan semestinya yang tidak terlalu rinci ataupun telah diringkas

e) Laporan keuangan mencerminkan peristiwa dan transaksi yang mendasarinya dalam suatu cara yang menyajikan posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas dalam batas yang dapat diterima yaitu batas-batas yang layak dan praktik untuk di capai dalam laporan keuangan

2.1.7.2 Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan

(Unqualified Opinion Report with Explanatory Language)

Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.

(43)

29 2. Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI. Penyimpangan tersebut adalah penyimpangan yang terpaksa dilakukan agar tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan auditan. Auditor harus menjelaskan penyimpangan yang dilakukan berikut taksiran pengaruh maupun alasan penyimpangan dilakukan dalam satu paragraf khusus.

3. Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material.

4. Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

5. Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode akuntansi.

2.1.7.3 Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Dalam opini ini, auditor eksternal menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasilusaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Sesuai dengan SA 508 par.20 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila.

a) Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.

b) Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia,

(44)

yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.

c) Auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat.

2.1.7.4 Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bila, menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Bila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat dalam laporannya (a) semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar, dan (b) dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas, jika secara praktis untuk dilaksanakan. Jika dampak tersebut tidak dapat ditentukan secara beralasan, laporan audit harus menyatakan hal itu.

2.1.7.5 Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Pertanyaan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini layak diberikan apabila.

1. Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu.

(45)

31 Pertanyaan ini tidak dapat diberikan apabila auditor yakni bahwa terdapat penyimpangan yang material dari prinsip akuntansi yang berterima umum. Auditor tidak dipertahankan mencantumkan pragraf lingkup audit apabila ia menyatakan untuk tidak memberikan pendapat. Ia harus menyatakan alasan mengapa auditnya tidak berdasarkan standar auditing yang diterapkan IAI dalam satu paragraf khusus dalam pragraf pendapat.

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian Gusti (2008) dan Kautsarrahmelia (2013), perbedaan terletak pada (1) objek penelitian; (2) tidak adanya variabel mediasi; dan (3) beberapa variabel independen yang tidak dipakai, dimana terdapat variabel situasi, etika,keahlian pada penelitian Gusti dan variabel pengetahuan akuntansi dan auditing pada penelitian Kautsarrahmelia.

Pada penelitian Suraida (2005) terdapat perbedaan yaitu pertama pada obejek penelitian, yang kedua tidak adanya variabel mediasi, yang ketiga beberapa variabel independen yang tidak di pakai, di mana terdapat,etika, kompetensi dan risiko audit

Pada penelitian Wahyuni (2013) terdapat perbedaan pada variabel independen dimana pada penelitian ini memakai variabel intervening. Pada penelitian Wahyuni(2013) terdapat pada daerah objek penelitian Akuntan Publikdi Riau.

Penelitian Dilaga (2015) terdapat perbedaan yaitu tambahan variabel independennya yaitu keahlian. Pada penelitian Dilaga (2015) terdapat pada daerah objek penelitiannya yaitu BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian Kushasyandita (2012) terdapat perbedaan pada variabel independen, yaitu menambahkan variabel independen, dan memakai beberapa

(46)

variabel indenpenden yang terdapat pada penelitian Kushasyandita seperti variabel pengalaman, etika, dan situasi audit. Pada penelitian Kushasyandita (2012) terdapat perbedaan pada daerah objek penelitian yaitu KAP Big Four Jakarta.

Penelitian Fajri (2014) berbeda dengan penelitian ini karena peneliti menambahkan variabel intervening yaitu variabel skeptisisme profesional auditor dan ada juga perbedaannya pada objek penelitian di KAP Bandung.

Penelitian Hernama (2016) terdapat perbedaan yang pertama yaitu pada objek penelitian, yang kedua tidak ada variabel mediasi, yang ketiga itu terletak pada perbedaan variabel independennya yaitu variabel pengalaman.

Ikhtisar penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat dalam tabel sebagai berikuti ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti, tahun Judul penelitian Variabel penelitian

Hasil penelitian

Maghfirah Gusti dan Syahril Ali (2008) Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor olehAkuntan Publik Variabel Independen: Skeptisisme Profesional Auditor Faktor Situasi Audit Faktor Etika Pengalaman Keahlian Audit Skeptisisme profesional auditor mempunyai hubungan yang signifikan dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik. Hanya variabel situasi audit

saja yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik. Tiga variabel

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 3.1 Nama Kantor Akuntan Publik di Makassar

Referensi

Dokumen terkait

Karena berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa peranan kepala sekolah sebagai pendidik (edukator) yangtugasnya untuk memberikan nasihat terhadap guru dalam

Citra Merek adalah keyakinan tentang suatu merek dengan melihat produk, kualitas dan persepsi yang telah ada selama ini dan dengan adanya keyakinan maka rasa

Sampel dari penelitian ini ditentukan secara purposive sampling yaitu dengan kriteria terdapat tanah hak guna bangunan yang diindikasikan terlantar atau telah ditetapkan

Selain tipe kelapa Dalam dan Genjah, beberapa jenis kelapa yang dianggap unik adalah (1) kelapa Hibrida, adalah jenis kelapa hasil persilangan antara tipe kelapa Genjah dan

harapkan dapat Menjelaskan Tujuan Keselamatan Kerja, Menjelaskan Alat-alat Penyelamatan, Menjelaskan Faktor-faktor yang memengaruhi Kesehatan Kerja, Menjelaskan Usaha-usaha

Dari Pasal 28 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapat ditafsirkan bahwa terhadap suami istri yang bertindak dengan itikad

Akibat hukum ini telah ada sejak perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan adanya hubungan pelamaran yang PHUXSDNDQ ³UDVDK VDQDN´ (hubungan anak-DQDN EXMDQJ JDGLV

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bimbingan klasikal dengan metode jigsaw untuk kontrol diri dalam penggunaan handphone siswa kelas IX