• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN. Gambar 4 Lokasi penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN. Gambar 4 Lokasi penelitian"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April – Juni 2009 di Sungai Metro, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur (Gambar 4). Pemilihan daerah penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perairan Sungai Metro pada saat ini merupakan tempat pembuangan dari aktifitas industri (PG Kebon Agung dan CV Singkong Artha Mas) serta limbah peternakan babi, sehingga menurunkan nilai pemanfaatan airnya. Selain itu, Sungai Metro dijadikan masyarakat di sekitarnya sebagai sarana MCK dan airnya cukup keruh.

Gambar 4 Lokasi penelitian

Penentuan Stasiun

Penelitian ini menggunakan metode penelitian expost facto, yaitu suatu metode yang menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel (parameter kualitas air) yang telah nyata terjadi di lapangan (fenomena alami) sehingga peneliti tidak perlu memberi perlakuan lagi tetapi tinggal melihat efeknya pada variabel (dalam penelitian ini adalah makrozoobenthos) (Sudjana 1989). Dasar pendekatan sistematik penelitian adalah hubungan kausal tuntas (causal finalis) dari objek yang dinilai, yaitu limbah bahan organik terhadap struktur komunitas makrozoobenthos yang terdapat di setiap stasiun. Sebagai variabel tidak bebas

(2)

(terikat) dalam penelitian ini adalah kepadatan makrozoobenthos, sedangkan variabel bebas adalah parameter kualitas air. Substrat merupakan faktor kondisional dari terjadinya keterkaitan hubungan antara kedua variabel tersebut.

Pengambilan contoh bahan penelitian dilakukan di enam stasiun pengamatan di sepanjang Sungai Metro. Penentuan letak stasiun didasarkan atas : 1) Sistem badan air penerima limbah, 2) Sistem pembuangan dan pengendalian air limbah, 3) Kondisi lingkungan dan tataguna lahan di sekitar badan air penerima maupun pembuangan limbah, 4) Jarak dari pengaruh aliran masuk limbah, 5) Mudahnya medan yang ditempuh agar pelaksanaan pengambilan contoh dapat berjalan dengan lancar. Penentuan stasiun pengambilan contoh seperti disebutkan di atas diharapkan dapat mewakili perairan Sungai Metro. Lokasi setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 5.

Tabel 2 Stasiun pengambilan contoh air dan makrozoobenthos di sepanjang Sungai Metro

Stasiun Lokasi Deskripsi Area

1 Desa Guyangan, Kec. Lowokwaru

Daerah ini merupakan bagian hulu Sungai Metro. Di daerah ini terdapat pemukiman penduduk dan areal pertanian.

2 Desa Kebon Agung, Kec. Pakisaji

Di daerah ini terdapat Industri PG Kebon Agung dan pemukiman penduduk.

3 Desa Ngadilangkung, Kec. Ngajum

Daerah sekitar stasiun 3 adalah lahan pertanian dan banyak ditumbuhi vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu dan sengon.

4 Desa Talangagung, Kec. Kepanjen

Di daerah ini terdapat pabrik penggilingan ketela CV Singkong Artha Mas, lahan disekitarnya adalah lahan pertanian kering dan banyak vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu.

5 Desa Cempokomulyo, Kec. Kepanjen

Di daerah ini terdapat peternakan babi dan pemukiman penduduk. Lahan disekitar sungai adalah persawahan dan banyak vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu.

6 Desa Panggungrejo, Kec. Kepanjen

Daerah ini merupakan bagian dari hilir sungai metro. Lahan disekitarnya banyak ditumbuhi vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu dan mahoni.

(3)

Gambar 5 Denah lokasi pengambilan sampel

Metode Pengambilan dan Penanganan Contoh Makrozoobenthos

Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan pada tiap stasiun sebanyak lima kali ulangan dengan mengikuti arus sungai. Pengambilan contoh dilakukan ±10 hari sekali sebanyak 6 kali berturut-turut. Hal ini lebih didasarkan atas pertimbangan bahwa satu daur perkembangan insekta air (Chironomidae) dari telur menetas sampai dewasa berkisar 30 hari (Suwignyo et al. 2005).

Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan surber (ukuran 30 cm x 30 cm). Surber diletakkan dengan bukaan jaring menghadap arah arus yang datang (Gambar 6). Bagian surber yang berupa bingkai diletakkan di dasar perairan di muka bukaan jaring. Substrat dalam bingkai diganggu kurang lebih selama 5 menit sehingga biota yang bersembunyi di

(4)

sekitarnya akan hanyut ke arah jaring. Kemudian surber diangkat, makrozoobenthos yang terbawa di dalam jaring surber diletakkan ke baki kemudian dipisahkan antara serasah dengan makrozoobenthos. Setelah itu contoh yang didapat dimasukan dalam botol contoh yang telah diberi label untuk membedakan tiap stasiun. Contoh makrozoobenthos diawetkan dengan alkohol 96% dan disimpan dalam icebox untuk dibawa ke laboratorium.

Gambar 6 Sketsa penggunaan surber

Sebelum pencacahan dan identifikasi, contoh makrozoobenthos dibersihkan dahulu dari lumpur, sampah dan pasir dengan cara memasukkan contoh ke dalam saringan benthos yang berukuran mata jala (mesh size) sebesar 0,5 mm. Setelah pencucian dengan air untuk menghilangkan lumpur dan sampah kemudian dilakukan penyortiran makrozoobenthos. Penyortiran dilakukan di laboratorium dengan menggunakan mikroskop bedah. Makrozoobenthos yang terlihat di mikroskop diambil dengan pinset dan pipet kemudian disimpan pada botol yang berisi larutan alkohol 96%. Setelah itu, diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop majemuk perbesaran hingga 40 x 10. Identifikasi menggunakan buku identifikasi dari Edmonson (1959), Quigley (1977), Pennak (1978) dan Mc Caffery (1981).

(5)

Parameter Fisika Kimia Air

Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu yang sama dengan pengambilan contoh makrozoobenthos. Pada setiap stasiun dilakukan pengambilan contoh air sebanyak satu kali tanpa adanya pengulangan. Contoh air diambil pada lapisan permukaan air atau kedalaman ± 30 cm di tiap stasiun sebanyak 2 liter. Contoh air yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh dan diberi label. Pada label dicantumkan keterangan mengenai lokasi pengambilan, tanggal serta jam pengambilan dan kondisi cuaca. Contoh air kemudian dimasukkan ke dalam icebox untuk dibawa ke laboratorium guna dianalisis. Beberapa parameter pengukurannya dilakukan secara in situ (dianalisis di lapangan), sedangkan lainnya secara ex situ (dianalisis di laboratorium). Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Ilmu-Ilmu Perairan dan Bioteknologi Kelautan FPIK Unibraw, Malang. Parameter fisika-kimia air yang diukur serta metode yang digunakan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Parameter dan metode pengukuran fisika kimia air

Parameter Satuan Alat/Bahan/Metode Keterangan Fisika : - Lebar Sungai - Kedalaman - Kecepatan Arus - Suhu air - Kekeruhan - Tipe Substrat Kimia : - pH air - Kesadahan - DO - BOD5 - COD - Amonia (NH3) m cm m/dt oC FTU - - mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Tali berskala/Visual Tongkat berskala/Visual Benda terapung/Visual Termometer/Pemuaian Spektrofotometer/Spectrofotometric Visual pH meter/Digital analyzer Peralatan titrasi/Titimetrik

Peralatan titrasi/ Titimetrik-Winkler Peralatan titrasi/ Titimetrik-Winkler Spektrofotometer/Spectrofotometric Spektrofotometer/Spectrofotometric In situ In situ In situ In situ Ex situ In situ In situ Ex situ In situ Ex situ Ex situ Ex situ

(6)

Analisis Data Analisis Struktur Komunitas Makrozoobenthos 1. Kepadatan Makrozoobenthos

Kepadatan jenis makozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu satu jenis per stasiun, biasanya dalam satuan meter persegi. Dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut :

Ki = (ai/b) x 10.000

Keterangan :

Ki : Kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (individu/m2)

ai : Jumlah individu makrozoobenthos jenis ke- i pada setiap bukaan surber

b : luas bukaan surber (30 x 30) cm2 10.000 : Nilai konversi dari cm2 ke m2

2. Uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis

Untuk menentukan adanya perbedaan kepadatan antar stasiun pengamatan digunakan uji non parametrik Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis dengan menggunakan software Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 13.0. Uji statistik non parametrik adalah suatu uji statistik yang belum diketahui sebaran datanya dan tidak perlu harus berdistribusi normal. Uji Mann- Whitney digunakan untuk menetapkan apakah nilai variabel tertentu berbeda diantara dua kelompok sedangkan uji Kruskal- Wallis digunakan untuk menetapkan apakah nilai variabel tertentu berbeda diantara beberapa kelompok.

Dengan hipotesis :

H0 : Antar stasiun adalah sama

H1 : Antar stasiun tidak sama

Dasar pengambilan keputusan :

Berdasarkan nilai probabilitas dengan selang kepercayaan 80% 1. Jika p > 0,20 maka H0 diterima

(7)

3. Indeks Keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman atau indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menunjukkan keanekaragaman makrozoobenthos yang ada di suatu komunitas perairan. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman suatu komunitas dapat digunakan rumus di bawah ini (Krebs 1989) :

= = s 1 i i 2P log -' Pi H ; N i n Pi= Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Pi = Proporsi jenis ke- i terhadap jumlah total

S = Jumlah total spesies di dalam komunitas N = Jumlah total individu

n = Jumlah individu tiap jenis ke-i

4. Indeks Keseragaman (E)

Keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989). Hal ini didapat dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai keanekaragaman maksimumnya, yaitu :

max H' H' = E ; H max = log2 S Keterangan : E = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman

H’ max = Nilai keanekaragaman maksimum S = Jumlah spesies

Dari perbandingan tersebut maka akan didapat suatu nilai yang besamya antara 0 dan 1 semakin rendah nilai E akan semakin rendah pula keseragaman populasi spesies, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak merata dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi. Semakin besar nilai E maka penyebarannya cenderung merata dan tidak ada spesies yang mendominasi (Krebs 1989).

(8)

Indeks Biologi

1. LQI (Lincoln Quality Index)

Organisme yang ditemukan dan telah diidentifikasi sampai dengan famili, kemudian diberi skor berdasarkan data, kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP (Biological Monitoring Working Party). Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel, kemudian dilihat nilai X dan Y nya. Nilai X dan Y tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overal Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut :

OQR = (X+Y)/2

Nilai OQR di gunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Indices (LQI) yang terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai OQR (Overal Quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya

Nilai OQR Indeks Interpretasi

6+ A++ kualitas excellent

5,5 A+ kualitas excellent 5 A kualitas excellent 4,5 B kualitas baik 4 C kualitas baik 3,5 D kualitas sedang 3 E kualitas sedang 2,5 F kualitas rendah 2 G kualitas rendah

1,5 H kualitas sangat rendah.

1 I kualitas sangat rendah.

Sumber : Mason (1993)

2. FBI (Family Biotic Index)

Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan, berdasarkan famili pada tiap pengamatan dengan skor pada Lampiran 3. Kemudian jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas yang dapat dilihat dalam Tabel 5.

(9)

Tabel 5 Penggolongan kriteria kualitas air oleh Hinselhoff (l988) in Hauer dan Lamberti (1996)

Indeks Kualitas Air

0-3,75 Excellent 3,76-4,25 Sangat baik 4,26-5,00 Baik 5,01-5,75 Sedang 5,76-6,50 Agak buruk 6,51-7,25 Buruk 7,26-10,00 Sangat buruk 3. Indeks Saprobitas

Perbedaan kandungan organik dalam perairan akan dicirikan oleh kehadiran spesies tertentu di perairan tersebut. Tingkat pencemaran yang terjadi dalam suatu perairan dapat dilihat dari Indeks Saprobitas, yaitu dengan menggunakan data parameter biologi (makrozoobenthos). Makrozoobenthos yang telah diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan daya toleransinya terhadap bahan pencemar yaitu, kelompok indikator oligosaprobik (intoleran), kelompok indikator ß mesosaprobik, dan a mesosaprobik (fakultatif) dan kelompok indikalor polisaprobik (toleran).

Indeks Saprobitas dapat dihitung dengan rumus (Pantle dan Buck 1955 in Persoone dan Pauw 1979) sebagai berikut:

= h h s Is . Keterangan : Is : Indeks Saprobitas

s : Tingkat saprobitas tiap spesies h : Frekuensi kehadiran relatif spesies

Langkah- langkah analisis Indeks Saprobitas adalah sebagai berikut : a. Menentukan nilai s (Tingkat saprobitas makrozoobenthos)

Makrozoobenthos yang dijumpai dikelompokkan jenisnya berdasarkan kepekaannya terhadap polusi organik. Apabila organisme tersebut termasuk dalam organisme sensitif maka organisme tersebut mempunyai nilai s : 1 (oligosaprobik), bila organisme intermidiate atau fakultatif mempunyai nilai s :

(10)

2 (ß mesosaprobik) atau nilai s : 3 (a mesosaprobik) dan bila toleran mempunyai nilai s : 4 (polisaprobik).

Tabel 6 Tingkat saprobitas makrozoobenthos (s)

Tingkat Saprobitas (s) Jenis makrozoobenthos 1 2 3 4 Indikator oligosaprobik Indikator ß mesosaprobik Indikalor a mesosaprobik Indikator polisaprobik b. Menentukan nilai h

Dari data pada setiap stasiun dilakukan perhitungan jumlah individu rata-rata tiap pengamatan. Untuk genus atau spesies yang jarang ditemukan (<2 individu) diberi bobot 1, untuk genus atau spesies yang cukup sering ditemukan (2-4 individu) diberi bobot 3 dan untuk genus atau spesies yang sering ditemukan (>4 individu) diberi bobot 5. Kisaran nilai h dan keterangan dapat dilihat di Tabel 7.

Tabel 7 Nilai h berkisar antara 1 - 5 dan interpretasi

h Keterangan

1 3 5

Spesies jarang ditemukan Spesies cukup sering ditemukan Spesies sering ditemukan

c. Setelah proses perhitungan diatas nilai s dan h tersebut dimasukan kedalam rumus Is untuk semua organisme yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan. Dengan demikian status perairan dapat diduga dengan melihat nilai indeks saprobitasnya (Is), kisaran nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai indeks saprobitas (Is) dan interpretasi

Is Tingkat Pencemaran 1,0 - 1,5 1,5 - 2,5 2,5 - 3,5 3,5 - 4,5 Sangat ringan Ringan Sedang Berat

(11)

4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level)

SIGNAL 2 merupakan indeks biotik yang sederhana untuk makrozoobenthos, dikembangkan pertamakali di Australia bagian timur khususnya sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003). Adapun langkah- langkah dalam perhitungan SIGNAL 2 adalah sebagai berikut :

1. Organisme yang ditemukan dan sudah diidentifikasi sampai tingkat famili atau tingkat ordo diberi nilai l-10 berdasarkan penetapan nilai SIGNAL 2. Skor untuk penetapan nilai SIGNAL 2 ada di Lampiran 4. Dalam penelitian ini pemberian nilai skor berdasarkan hasil jumlah famili rata-rata dari 6 stasiun dengan enam kali ulangan.

2. Penentuan faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili atau ordo. Nilai faktor pembobotan untuk jumlah famili yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 9. Dalam penelitian ini jumlah famili rata-rata yang nilainya < l tidak diberi skor dan faktor pembobotan.

3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara keseluruhan.

4. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan, dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3-7 (Chessman 2003).

5. Nilai SIGNAL 2 didapatkan dan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan. Contoh grafik dapat dilihat pada Gambar 7.

6. Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan dari nilai SIGNAL 2 tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sampel makrozoobenthos. Dari kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungan.

(12)

Tabel 9 Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan Jumlah individu pada tiap famili Faktor pembobotan

1-2 1 3-5 2 6- l0 3 11-20 4 > 20 5 Sumber : Chessman (2003)

Gambar 7 Contoh grafik dan kuadaran untuk nilai SIGNAL 2

Menurut Chessman (2003), interpretasi dari kuadaran yaitu sebagai berikut: a. Kuadran 1 sering mengindikasikan habitat yang baik.

b. Kuadran 2 sering mengindikasikan salinitas dan tingkat nutrien yang tinggi (mungkin alami).

c. Kuadran 3 sering mengindikasikan polusi racun atau kondisi perairan yang buruk (atau sampling yang kurang teliti).

d. Kuadran 4 sering mengindikasikan adanya polusi rumah tangga, industri, atau pertanian atau efek drainase dari suatu bendungan.

Analisis Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter fisika-kimia perairan yang terukur dianalisa secara deskriptif yaitu membandingkan parameter kualitas air dengan baku mutu air menurut PP. RI. No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas III yaitu air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan air untuk pertanaman. Analisis

(13)

parameter kualitas air dikaji dengan pola perbandingan (comparison). Data yang sudah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

Tahapan analisa kualitas air secara deskriptif adalah sebagai berikut: 1. Mencari rata-rata dari masing-masing parameter pada setiap stasiun. 2. Menyajikan data dalam bentuk grafik untuk distribusi secara spasial.

3. Membandingkan data dengan baku mutu kualitas perairan dan literatur yang ada untuk melihat kualitas perairan.

Analisis Pengelompokan Komunitas dan Habitat Makrozoobenthos

Analisis statistik multivariat Correspondence Analysis (CA) disebut juga Analisis faktorial koresponden diterapkan guna mengetahui adanya pengelompokan komunitas makrozoobenthos pada setiap stasiun pengamatan. Analisis faktorial koresponden adalah suatu metode statistik yang bertujuan untuk mencari hubungan yang erat antara modalitas dari dua karakter/variabel pada variabel matriks data kontigensi serta mencari hubungan yang erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan antara individu berdasarkan konfigurasi jawabannya pada matriks data (Bengen 2000). Untuk membandingkan 2 objek, maka perlu diberikan suatu pengukuran yang dapat mengkarakteristikan kemiripan atau ketidakmiripan. Dalam hal ini Analisis faktorial koresponden menggunakan jarak khi-kuadrat.

Jarak khi kuadrat diformulasikan sebagai berikut:

− = [( / / )] ) ' , ( ' ' 2 i j i i ij X X X X i i d Keterangan:

Xi = Jumlah baris i untuk semua kolom

Xij = Jumlah kolom j untuk semua baris

Pada matriks data, terdiri dari baris-i (genera makrozoobenthos) dan kolom-j (stasiun pengamatan), dimana pada baris ke- i dan kolom ke- j ditemukan kelimpahan makrozoobenthos.

Principal Components Analysis (PCA) disebut juga analisis komponen utama merupakan teknik ordinasi langsung yang telah secara luas digunakan dalam model ekologi guna karakterisasi hubungan diantara variabel lingkungan yang mempengaruhi spesies dan lokasi sampling. Analisis komponen utama

(14)

merupakan metode statistik deskriptif yang memberikan gambaran lebih mudah dibaca atau diinterpretasikan dalam bentuk grafik, informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun pengamatan sebagai individu statistik (baris) dan parameter fisika kimia air sebagai variabel kuantitatif (kolom). Tujuan utama penggunaan analisis komponen utama antara lain untuk mempelajari suatu matriks data dari sudut pandang kemiripan antara individu (stasiun) dan hubungannya dengan variabel lingkungan serta menghasilkan suatu representasi grafik yang memudahkan interpretasi (Bengen 2000). Pada Analisis komponen utama digunakan jarak Euclidean yang didasarkan pada rumus dibawah ini:

= − = p j i ij X X i i d 1 2 ' 2 ) ( ) ' , ( Keterangan: d2(i,i’) = 2 baris

i & i’ = indeks untuk baris, dari baris ke- i sampai dengan ke- i’ j = indeks untuk kolom

Semakin kecil jarak Euclidean antar stasiun pengamatan, maka semakin mirip karakteristik antara stasiun tersebut. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Multivariate Statistical Package (MVSP) versi 3.1.

Analisis Keterkaitan Makrozoobenthos dan Parameter Kualitas Air 1. Koefisien Korelasi Pearson

Untuk korelasi antara makrozoobenthos dan parameter kualitas air digunakan analisis Pearson Correlation Coefficient (Koefisien Korelasi Pearson). Dimana analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan makrozoobenthos dengan parameter kualitas air, apakah kuat atau lemah.

Menurut Hasan (2008), koefisien korelasi Pearson (r) diinterpretasikan sebagai berikut:

r : 0 = tidak ada korelasi; 0 < r < 0,20 = korelasi sangat lemah 0,20 < r < 0,40 = korelasi lemah; 0,40 < r < 0,70 = korelasi cukup 0,70 < r < 0,90 = korelasi kuat; r : 1 = korelasi sempurna

(15)

Formulasi koefisien korelasi Pearson adalah:

( )( )

( )

(

)

− = ) )( ) ( (n X2 X 2 n Y2 Y 2 Y X XY n r Keterangan :

r = Korelasi antara makrozoobenthos dengan kualitas air X = Parameter makrozoobenthos

Y = Parameter kualitas air n = Jumlah data

2. Uji lanjut LSD (Least Significant Difference)

Uji lanjut LS D ini disebut juga uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Matjik dan Sumertajaya 2002), digunakan untuk menguji perlakuan secara berpasang-pasangan. Hipotesis dari perbandingan metode ini adalah:

H0 : µi = µi'; H1 : µi ? µi'

) 1 1 ( ) , 2 ( TB TA KTS dbs t LSD= α + Keterangan : LSD : uji lanjut

t(a/2) : nilai selang kepercayaan (95%)

dbs : derajat bebas sisa TA,TB : Nilai yang ingin di uji KTS : Kuadrat tengah sisa

3. Regresi Linier Berganda

Untuk mengetahui hubungan fungsional antara kadar bahan organik yang dinyatakan dalam nilai DO, BOD dan COD dengan kepadatan makrozoobenthos, maka dilakukan analisis keeratan hubungan dalam bentuk model regresi berganda. Model hubungan fungsional tersebut disajikan sebagai:

(16)

atau dengan persamaan regresi berganda sebagai berikut: YMZB : ßo ± ß1 X1 ± ß2 X2 ± ß3 X3 + e dengan: YMZB : Kepadatan makrozoobenthos X1 : DO perairan X2 : BOD perairan X3 : COD perairan ßo : Intersep

ß1-n : Koefisien regresi parsial dari parameter ke-i sampai ke-n

e : Nilai kesalahan/error

Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besarnya peranan dari peubah X terhadap Y. Nilai R2 berkisar antara 0 - l. Apabila nilainya lebih besar dari 0,6 (60%) atau mendekati l, maka dapat diartikan bahwa X memiliki peranan yang besar terhadap Y.

Besarnya pengaruh dari peubah bebas dapat dilihat dari nilai koefisien regresi (ß) dari masing-masing parameter peubah bebas tersebut. Koefisien tersebut digunakan untuk mengukur kenaikan atau penurunan peubah tak bebas (kepadatan makrozoobenthos) sebagai akibat dar i perubahan nilai peubah bebas. Penghitungan koefisien korelasi Pearson, uji lanjut LSD, uji regresi linier berganda dilakukan menggunakan software SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 13.0.

Gambar

Gambar 4  Lokasi penelitian
Gambar 5  Denah lokasi pengambilan sampel
Gambar 6 Sketsa penggunaan surber

Referensi

Dokumen terkait

N., (2016) Perbandingn Efektivitas Pendidikan Kesehatan Gigi Menggunakan Media Video dan Flip Chart Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak.. Jurnal

Pen- gukuran daya dukung habitat dilakukan secara kuantitatif melalui pengukuran produktivitas tumbuhan pakan MEP yang dalam hal ini dibatasi pada produktivitas buah dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sembelit pada ibu post partum 3 hari di Desa Margorejo

Meski ada perubahan kewenangannya yang luar biasa namun masih ada kewenangan-kewenangan yang masih perlu dibanggakan oleh MPR seperti Pasal 3 Ayat 1 berbunyi:

Dalam metode heijunka , volume produksi yang telah direncanakan besarnya masing-masing periode bulanan diturunkan ke periode harian dengan cara merata- ratakannya (untuk

Upaya humas sekolah dalam mengevaluasi kerjasama dengan pihak dunia usaha dan dunia industri (DUDI) di SMK Negeri 5 Surabaya akan efektif jika didukung sinergi peran kedua

hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup NOC :  Cardiac Pump effectiveness  Circulation Status  Vital Sign Status Kriteria Hasil: o Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan

Pokok Bahasan : Ruang lingkup, Sistem, Peran Dan Fungsi Manajemen SDM Dalam Organisasi Sub Pokok Bahasan : Ruang Lingkup dan Sistem Manajemen SDM (Sesi 2)1. Kegiatan Pembelajaran