• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 15 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha 45,8 44,9 45,01

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 15 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha 45,8 44,9 45,01"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

EKSTERNALITAS, LAJU EKSTRAKSI OPTIMAL DAN PAJAK LINGKUNGAN PENAMBANGAN PASIR BESI

7.1 Penurunan Produksi Perikanan Tangkap

Pemanfaatan potensi bisnis kelautan Kabupaten Tasikmalaya masih sangat kecil, yaitu kurang dari 3% dibandingkan dengan potensi sesungguhnya. Kontribusi sektor kelautan terhadap PDRB sangat rendah jika dibandingkan dengan sektor lain yaitu kurang dari 3%, padahal potensi bisnis kelautan khususnya perikanan cukup besar. Tabel 15 memperlihatkan bagaimana sektor perikanan Kabupaten Tasikmalaya tidak mampu memberikan kontribusi signifikan pada struktur PDRB.

Tabel 15 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha No Lapangan Usaha 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) 1 45,8 44,9 45,01

a. Tanaman Bahan Makanan 30,2 29,57 29,55

b. Tanaman Perkebunan 6,01 6,07 6,13

c. Peternakan dan hasilnya 3,46 3,4 3,4

d. Kehutanan 3,66 3,51 3,49

e. Perikanan 2,49 2,44 2,44

2 Pertambangan dan Penggalian 0,24 0,23 0,23

3 Industri Pengolahan 7,45 7,48 7,37

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,98 1,02 1,04

5 Bangunan 0,73 0,74 0,73

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 21,3 22,14 22,14

7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,72 4,66 4,85

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,8 3,84 3,83

9 Jasa - Jasa 15 14,87 14,77

Produk Domestik Regional Bruto 100 100 100

Sumber. BPS Kabupaten Tasikmalaya (2011)

Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Pemanfaatan potensi bisnis kelautan merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat Tasikmalaya Selatan yang masih sangat rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15 diatas, pada tahun

(2)

2008 – 2010, kontribusi sektor perikanan hanya berkisar 2.4% atau yang terkecil

jika d nan

dan juga petern

yang cukup besar, sehingga sulit terjangkau oleh nelayan kecil. Disam

dengan lautan samudra hindia yaitu Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal dan Cikalong yang merupakan termasuk dalam daerah pesisir, sehingga banyak masyarakat di daerah ini bermata pencaharian nelayan. Di daerah ini terdapat dua TPI (Tempat Pelelangan Ikan), TPI Pamayangsari berdiri pada tahun 2009, TPI Cimanuk yang baru didirikan tahun 2011 dan masih tahap pra operasi. Kedua TPI ini dikelola oleh Koperasi Mina Bangkit. Koperasi ini sendiri memiliki program yaitu pelelangan ikan dan simpan pinjam bagi nelayan di daerah Pamayangsari. Jumlah anggota koperasi sekitar 30 orang bakul 2500 nelayan. Selama ini Koperasi Mina Bangkit sangat berperan penting dalam pengembangan pembangunan nelayan di Pamayangsari dengan bantuan dan sokongan dana dari pemerintah.

Beberapa tahun lalu daerah Pamayangsari Kecamatan Cipatujah menjadi salah satu tempat korban bencana tsunami yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan perahu nelayan mengalami kerusakan. Hal ini juga yang mendasari kucuran dana APBN dari pemerintah pusat untuk para nelayan Pamayangsari berupa bantuan perahu. Pemberian bantuan perahu ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan produksi nelayan di Pamayangsari. Produksi ikan di

amayangsari tiap bulannya tidak menentu, selain sangat tergantung musim, ibandingkan dengan PDRB tanaman bahan makanan, tanaman perkebu

akan.

Permasalahannya pengembangan bisnis kelautan berkaitan dengan investasi ping ketersediaan sarana dan prasarana seperti perahu, dermaga dan alat pancing masih minim. Kondisi ini sebenarnya adalah peluang bagi penanam modal dalam dan luar negeri untuk memanfaatkannya. Pembangunan sektor kelautan atau lebih banyak dikenal sebagai bisnis kelautan merupakan salah satu program prioritas pemerintah propinsi Jawa Barat, termasuk Kabupaten Tasikmalaya.

Kabupaten Tasikmalaya memiliki tiga Kecamatan yang berbatasan langsung

P

faktor kondisi perairan juga berperan terhadap jumlah produksi perikanan. Kegiatan penambangan pasir besi mengakibatkan turunnya kualitas perairan, hal ini berdampak kepada kehidupan beberapa jenis biota perairan tangkapan nelayan.

(3)

Hasi dibanding ikan tangk habitat ik berbatasan sebagai su dilihat pad Nela beberapa a alat tangka No 1 J 2 P 3 G Sumber : D Tabel 16 Untu sampan y lebarnya s tempel ber berlayar y mengguna ikan. Pera Gamb il perikana gkan dengan kapan nelay kan yang ti n langsung umber mak da lampiran ayan di Pa alat tangkap ap yang ses J aring Pancing Gilnet Data Primer Jenis Alat T uk jenis per yang terbua sekitar 2 me rkapasitas 1 yaitu mesin akan layar, alatan penan ar10 Suasan an Pamaya n harga ikan yan yang t nggal pada dengan Sam kanan ikan.U n 2. amayangsari p yang mas suai dapat d Jenis Ikan (2012) Tangkap Ne rahu yang d at dari fibe eter. Perahu 1 GT. Peral n untuk me stereofoam ngkapan lai na pelelang ngsari mem n di daerah tinggi. Kua a daerah la mudera Hin Untuk kisar i masih me ih , seperti ilihat pada T elayan Keca digunakan o er dengan u tersebut d atan dan ke enjalankan p untuk temp innya terdir

an di TPI PPamayangsaari miliki harg lainnya. H alitas ikan y aut yang m ndia yang ka ran harga ik enggunakan pancing, ja Tabel 16 di ga jual yan Hal ini dika yang tinggi memiliki aru aya akan pl kan di Pam n alat-alat aring, gilne bawah ini. ng cukup t arenakan ku i ini diseba us tinggi k lankton-plan mayangsari yang tradis et).Jenis ikan tinggi ualitas abkan karena nkton dapat sional n dan amatan Cipa Manyung, T Kakap putih Lobster, ton atujah Jenis Ik oleh para ne ukuran pan dilengkapi d elengkapan perahu, kar pat ikan, to ri dari jaring Tengiri, Baw h, merah, pa ngkol, kemb kan wal, Cakala elayan yaitu njang sekit dengan mes lain yang d rena perahu ong besar un g, tambang ari bung u sejenis pe tar 9 meter sin perahu m di bawa pada u jenis ini ntuk menyi untuk men ang erahul r dan motor a saat tidak mpan ngikat

(4)

jaring deng secuk terse pena tebar terten yaitu tangk tangk karen dilak kuran GaG sang bada kehid tangk ikan secar kond produ juml g dan bens gan durasi kupnya untu Daerah p ebut kedalam angkapan. C r langsung a ntu (gillnet u bulan ma kapan cum kapan yang na hasil ya kukan deng ng lebih 10-Gambar 11 A Aktivitas at mempen an air di Ke dupan biota kapan yang juga meng ra kumulati disi pada tah uksi penuh, ah tangkapa sin yang di waktu ber uk perbekal penangkapan man laut y Cara pengop angkat dan j t). Menurut aret sedang mi lebih me g didapat leb ang didapa gan menggu -15 jam. Alat tangkap s penamban ngaruhi kua camatan Ci a sungai da g semakin b galami pen if mulai di hun tersebut , walaupun an pada jeni i bawa unt rlayar sekit lan selama m n ikan bera yang terdal perasian ala jaring yang t nelayan y musim ika elimpah. B bih sedikit at tidak seb unakan jen p Gilnet ngan pasir alitas air, sa ipatujah. Ke an biota lau berkurang. nurunan.Pad irasakan pa t eksploitas pada tahun is biota yan tuk sekali b tar 13 jam melaut. ada sekitar am sekitar at tangkap i g ditebar dan yang saya t an tongkol, iasanya saa sehingga ba banding de nis perahu Ga besi di pes alah satuny ekeruhan in ut.Akibatny Selain jum da Tabel 1 ada tahun 2 i pasir besi n sebelumny ng ditangkap berlayar ya m serta mak 1-2 km da lebih dari ini terbagi m n didiamkan tanyakan bi , sedangkan at bulan p anyak nelay engan biay yang masi ambar 12 Pe isir pantai a menyebab nidiperkirak ya sangat m lah tangkap 7 penuruna 2009. Hal berada pad ya sudah m p dengan ala aitu sebanya kanan dan ari pantai. 10 meter menjadi 2 y n dalam jan iasanya pad n bulan agu purnama pe

yan yang tid ya operasi. ih sederhan erahu ukura dan sempad bkan keker kan telah me mempengaru pan, ukuran an jumlah ini berkait da tahapan o menunjukkan at tangkap t ak 30 liter minuman Di daerah di daerah yaitu jaring ngka waktu da saat ini ustus hasil enuh, hasil dak melaut Pelayaran na selama an 1 GT dan sungai ruhan pada engganggu uhi jumlah n dan jenis tangkapan an dengan operasional n pengaruh tertentu.

(5)

Tabel 17 Jumlah Produksi Perikanan Tangkap TPI Pamayang Sari

Tahun Produksi (Kg) Nilai (Rp) Nilai Riil (Rp)

2007 292.006 2.521.438.100 2.521.438.100 2008 612.252 6.046.944.800 5.212.883.448 2009 484.065 4.922.563.800 4.207.319.487 2010 451.143 4.435.775.000 3.606.321.138 2011 515.326 4.697.545.900 3.669.957.734 Total 2.354.793 22.624.267.600 19.217.919.908

Sumber : Koperasi Mina Bangkit (2012)

Kondisi ini diperparah dengan kemampuan nelayan yang beroperasi dengan peralatan tradisional sehingga tidak dapat melaut lebih jauh.Dari data yang didapatkan dari Koperasi Mina Bangkit memang menunjukkan kecenderungan penurunan produksi tangkapan nelayan seperti terlihat pada Tabel 17.

Pada tahun 2008, dua tahun setelah terjadi tsunami, data menunjukkan bahwa produksi perikanan mulai naik, dan mencapai titik maksimum, namun pada saat tahun 2009 penambangan pasir besi mulai marak, nelayan sudah merasakan dampaknya dengan terjadinya penurunan jumlah produksi hingga mencapai 20%. Penurunan ini berlajut hingga tahun 2010 dimana tangkapan nelayan semakin berkurang dari 484.065 ton menjadi 451.143 ton.

Jumlah Produksi  Perikanan TPI Pamayangsari 600,000 700,000 0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 2007  2008  2009  2010  2011  Ju m la h  (Kg ) Produksi (Kg)

Gambar13 Jumlah produksi perikanan tangkap Tpi Pamayangsari

Pada tahun 2011 memang kembali terjadi peningkatan, namun peningkatan ini lebih disebabkan oleh salah satu dampak pengembangan Kabupaten Tasikmalaya menjadi salah satu kawasan minapolitan di Indonesia sehingga banyaknya bantuan dari APBN dalam rangka peningkatan armada tangkap.

(6)

Sebagai perbandingan jumlah armada tangkap nelayan pada saat ini me

perahu perahu motor lengkap dengan peralatan tangkap seperti pancing, jaring dan et dibandingkan dengan jumlah perahu motor pada tahun 2007 yang hanya sekitar 85 unit. Jika kita perhatikan jumlah tangkapan 2011 sebanyak 515.325 ton

sih belum mencapai jumlah tangkapan tertinggi pada saat arma

ahnya jauh lebih sedikit dari kondisi saat ini. Untuk melihat lebih jauh ncapai 150 gilln

ma da tangkap

juml

penurunan produksi ini terjadi pada jenis alat tangkap apa saja, maka dapat dilihat is alat tangkap yang digunakan oleh

Pada tahun 2009

unakan perahu tanpa motor dan beroperasi ditepi pantai dapat melaut lebih jauh ketengah laut untuk mendapatkan hasil tangkapan. Tentu saja hal ini secara semu akan mengurangi dampak pencemaran oleh limbah pencucian pasir besi ditepi pantai.

pada penjelasan tingkat produksi perjen nelayan Kecamatan Cipatujah berikut ini. a. Jaring

Produksi tahun 2007 produksi alat tangkap jaring sebanyak 55.704 ton namun mengalami penurunan menjadi 42.986 ton pada tahun 2008.

kembali terjadi kenaikan produksi alat tangkap jaring menjadi 47.497 ton, kenaikan yang lebih besar juga kembali terjadi pada tahun 2010 yaitu mencapai 74.018 ton atau kenaikan hingga mencapai 50%. Kenaikan ini lebih disebabkan oleh meningkatnya jumlah armada tangkap perahu nelayan dalam skema bantuan nelayan yang diberikan Dinas Kelautan dan Perikanan Tasikmalaya. Bantuan ini menjadikan nelayan yang biasanya hanya mengg

55.704  42.986  47.497  74.018  56.668  0  20.000  40.000  60.000  80.000  2007  2008  2009  2010  2011 

Jaring

Produksi

Gambar 14 Perkembangan produksi alat tangkap jaring

Pada tahun 2009 dengan bertambahnya izin penambangan pasir besi secara resmi dari dinas terkait, menyebabkan terjadi penurunan yang tajam produksi perikanan tangkap menggunakan jaring. Peningkatan produksi memang terjadi lagi pada tahun 2010 dan 2011, namun jumlah produksi belum mencapai titik tertinggi seperti pada saat tahun 2008, ketika belum marak terjadi penambangan

(7)

pasir besi. Jika dijumlahkan kerugianriil tahunan penangkapan dengan alat tangkap jaring mencapai Rp. 123 juta/ tahun.

b. Pancing/ Rawe

Alat tangkap pancing, secara agregat dari tahun 2007-2011 merupakan alat tangkap yang tidak terlalu terpengaruh besar oleh kegiatan penambangan pasir besi.Jumlah produksi perikanan pada jenis alat tangkap pancing/ rawe kecenderungannya juga tidak jauh berbeda dengan jaring. Produksi mengalami kenaikan pada tahun 2008 mencapai 113.623 ton jika dibandingkan dengan tahun 2007sebanyak 103.365 ton.Pada tahun 2009 ketika penambangan pasir besi

marak, hasil penangkapan menggunakan pancingturun hingga 60 % menja berizin mulai di 85.271 ton. 103.365  113.623  85.271  102.728 111.897  0  100.000  200.000  2007  2008  2009  2010  2011 

Pancing

Produksi

Gambar 15 Perkembangan produksi alat tangkap pancing

Pada tahun 2010 dan 2011 program bantuan nelayan berupa armada dan alat tangkap digulirkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Tasikmalaya, namun jumlah produksi alat tangkap pancing,masih belum mencapai titik tertinggi seperti pada tahun2008. Hasilnya pada akhir tahun 2011 nilai kerugian riil dari produktivitas alat tangkap pancing hanya Rp.13 juta.

c. Gillnet

Alat tangkap gillnet adalah alat tangkap yang paling dirugikan oleh kegiatan penambangan pasir besi. Secara umum, alat tangkap ini digunakan untuk menangkap jenis ikan berada diperairan pa i tinggi seperti lobster dan ikan tongkol. Alat tangkap gillnet memiliki harga yang mahal, sehin

ntai dan bernilai ekonom

gga tidak semua nelayan dapat dengan mudah memilikinya. Pada tahun 2007 produksi alat tangkap gillnet sebanyak 74.561 ton, pada tahun 2008 terjadi peningkatan produksi hampir seratus persen hingga mencapai 146.365 ton. Ini adalah salah satu akibat dari dimulainya bantuan peralatan dan armada tangkap

(8)

untuk nelayan setelah kejadian gelombang tsunami pada tahun 2006. Pada tahun 2009 jumlah produksi alat tangkap gilnet kembali mengalami penurunan hingga ulai maraknya penam

mencapai 106.531 ton. Penurunan ini diperkirakan karena m

bangan pasir besi sehingga kondisi perairan pantai tercemar dan kehilangan beberapa biota air.

74.561  146.365  106.531  71.940  121.572  0  100.000  200.000  2007  2008  2009  2010  2011 

Gilnet

Produksi

rkembangan produksi alat tangkap gillnet

Penurunan ini berlanjut pada tahun 2010 hingga mencapai titik produksi terendah dalam tiga tahun terakhir yaitu mencapai 71.940 ton.Penurunan yang mencapai 30 % ini lah yang mendorong terjadinya aksi demonstrasi nelayan pada awal hingga pertengahan tahun 2011menuntut berhentinya kegiatan penambangan

pasir besi yang m kan gilnet

kembali naik menjadi 121.572 ton pada tahun 2011, namun ini lebih disebabkan karen

a kerugian riil mencapai Rp. a lima tahun.

d.

Gambar 16 Pe

erugikan nelayan.Hasil perikanan tangkap mengguna

a pada tahun tersebut Dinas Kelautan dan Perikanan Tasikmalaya kembali menggulirkan program bantuan alat tangkap dan perahu nelayan. Bantuan yang meningkatkan kemampuan nelayan melaut lebih jauh ketengah dan menyisiri pantai yang belum tercemar limbah pencucian pasir besi. Dari hasil analisis perubahan produktivitas alat tangkap gilnent menderit

168 juta selam

Nilai Perubahan Total Penangkapan Ikan

Hasil perhitungan ketiga alat tangkap tersebut, dengan menggunakan data series tahun 2007-2011, menunjukkan sektor perikanan tangkap kabupaten tasikmalaya telah mengalami kerugian riil mencapai lebih dari Rp. 305 juta rupiah setiap tahunnya. Nilai kerugian untuk setiap jenis alat tangkap yang disebabkan oleh aktivitas pasir besi dapat dilihat pada Tabel 18. Kerugian ini sebagian besar berasal dari pola penangkapan menggunakan gilnet, yang merupakan pola penangkapan nelayan tradisional ditepi pantai. Dimana jenis tangkapan gillnet

(9)

menurut nelayan yang dominan adalah jenis lobster, ikan tongkol dan layur. Jenis biota ini banyak hidup dan berkembang biak ditepi pantai. Jumlah tangkapan ketiga jenis biota tersebut menurun sejak banyaknya perusahaan pasir besi yang membuang limbah ke perairan. Biota tersebut diperkirakan mengalami penurunan populasi atau bermigrasi keperairan menjauhi pantai Cipatujah.

Tabel 18 Kehilangan Produktivitas Perikanan Peralat Tangkap

Jumlah Produksi (Kg) Nilai Riil (x1000 Rp) Jumlah Produksi (Kg) Nilai Riil (x1000 Rp ) Jumlah Produksi (Ton) Nilai Riil

(Rpx1000 ) Jaring Pancing Gillnet 2007 55.703,8 103.364,5856.503 702.683 74.561,2 1.227.294 5.064 -83 -487.761 2008 42.985,9 113.622,8774.024 740.104 146.365,5 1.830.550 -223.073 66.739 527.427 2009 47.496,8 85.271,2797.585 654.183 106.531,0 1.436.812 -132.283 -138.902 31.520 2010 74.018,0 102.728,0834.368 762.882 71.939,6 869.797 210.160 -4.817 -389.976

2011 5 63.388 150.726

Total Kerugian Peralat tangkap -123.722 -13.675 -168.064

Total Kerugian Perikanan -305.461

Sumb

Jarin

6.667,5 111.897,2719.161 832.470 121.572,5 1.054.415 16.410

er. Data sekunder diolah (2012)

g Pancing Gillnet

Tahun

Kerugian Riil (Rpx1000)

Pada Tabel 18 kolom 8-10 tanda negatif menunjukkan telah terjadi degradasi yang merugikan sektor perikanan, sedangkan tanda positif menunjukkan sektor perikanan terapresiasi. Terjadinya apresiasi pada sektor perikanan disebabkan metode perkiraan kerugian ini sangat sederhana yang didasarkan hanya pada data produksi ikan, tanpa memperhitungkan peningkatan biaya produksi perikanan semenjak kegiatan penambangan pasir besi marak. Terlebih lagi pada tahun 2008 dan 2011 terjadinya apresiasisektor perikanan, terutama pada jenis alat tangkap pancing, dan gillnet. Apresiasi ini disebabkan pemberian bantuan armada dan alat tangkap kepada nelayan sehingga nelayan dapat lebih jauh dari daerah pantai yang sudah tercemar. Secara kumulatif sektor perikanan

juta. Cipatujah mengalami kerugian riil mencapai Rp.305 7.2 Kerugian Akibat Kerusakan Jalan

7.2.1 Nilai Kehilangan Waktu Tempuh

Penambangan pasir besi secara besar-besaran menggunakan alat berat seperti excavator, bulldozer dan truk-truk pengangkut pasir berukuran besar. Pada saat mobilisasi peralatan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada infrastruktur jalan, ditambah lagi dengan kegiatan pengangkutan hasil penambangan menggunakan jalan umum setiap hari dan terus-menerus.

(10)

Kerusakan infrastruktur jalan terjadi pada beberapa titik ruas jalan yang diakibatkan oleh kegiatan/ penjualan hasil pengangkutan pengolahan pasir besi berupa konsentrat dari aktivitas penambangan. Kegiatan pengangkutan/ penjualan ini juga mengganggu arus lalu lintas orang dan barang lainnya, yang menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. Rute pengangkutan/ penjualan berupa hasil pengolahan pasir besi yang dilakukan adalah jalan lintas Jawa Barat Selatan Cipatujah – Cikalong – Cimerak – Parigi – Kalipucang – Cilacap. Menurut petugas bina marga di Kecamatan Cipatujah menyatakan bahwa, konstruksi ruas jalan Cipatujah ini hanya mampu menahan beban kendaraan dengan kapasitas maksimal 5 ton, padahal secara aktualnya satu rit kendaraan pengangkut konsentrat pasir besi bisa mengangkat 10-12 ton. Proses pengangkutan pasir besi inilah yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan gangguan fungsi jalan. Survei di lokasi terhadap responden pengguna jalan,

engan sampel pada ruas jalan Jawa Barat Selatan Cipatujah-Kalapagenep, nu

d

me njukkan bahwa tidak ada seorang responden pun yang mengatakan bahwa kondisi jalan dalam keadaan bagus. Tabel 19 memberikan gambaran mengenai pendapat responden mengenai kondisi ruas jalan Cipatuah-Kalapagenep. Sebagian besar responden mengungkapkan bahwa kondisi jalan adalah jelek dan sangat jelek.

Tabel 19 Kondisi Jalan Menurut Responden

Roda 2 Roda 4

Sangat jelek 10 7 25%

Jelek 39 3 63%

Cukup Bagus 7 1 12%

Bagus 0 0

Kategori Jenis Kendaraan %

0%

Jumlah Responden (Org) 56 11 100%

b

Sum er : Data primer (2012)

Pada tahap awal dapat kita lihat dari Tabel19diatas,63% responden menjawab bahwa kondisi jalan jelek, sedangkan yang menjawab sangat jelek adalah 25% dan hanya 12% yang menganggap kondisi jalan cukup bagus. Ini menandakan bahwa responden setuju bahwa kondisi infrastruktur jalan dalam keadaan tidak berfungsi dengan semestinya. Jawaban responden yang mengatakan

(11)

jalan cukup bagus ini lebih disebabkan responden yang diambil berdomisili dan sering melalui beberapa ruas jalan yang kondisinya memang tidak rusak parah.

Responden juga dimintai pendapat mengenai penyebab kerusakan jalan yang terjadi. Hasil keterangan responden dapat dilihat dari Tabel 20 berikut ini. Responden mengungkapkan bahwa kerusakan jalan disebabkan oleh aktivitas pengangkutan pasir besi, tidak dirawat dengan benar oleh pemerintah, serta faktor lain seperti cuaca dan kondisi perkerasan jalan. Sebagian besar responden, sebanyak 88% mengungkapkan bahwa kerusakan infrastruktur ini disebabkan oleh maraknya penambangan pasir besi beberapa tahun terakhir. Responden juga menyatakan bahwa tiga atau empat tahun yang lalu kondisi jalan masih bagus dan dapat dilewati dengan kecepatan tinggi.

Tabel 20 Penyebab Kerusakan Jalan Menurut Responden

Roda 2 Roda 4

Truk Pengangkut Pasir Besi 49 10 88%

Tidak dirawat pemerintah 5 1 9%

lain - lain 2 0 3%

Jumlah Responden (Org) 56 11 100%

Sumber : Data primer (2012)

Jenis Kendaraan

% Kategori

Hanya sebagian kecil responden, yaitu sebanyak 9% mengungkapkan bahwa kerusakan lebih dikarenakan oleh pemerintah tidak peduli dengan kondisi jalan. Menurut responden pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab tidak pernah melakukan perbaikan jalan secara sungguh-sungguh, namun hanya bersifat tambal sulam sehingga jalan mudah rusak kembali apabila dilalui oleh kendaraan berat dengan tonase tinggi. Faktor lain seperti cuaca dan konstruksi perkerasan jalan, kendaraan lain seperti truk bahan tambang lain atau kendaraan barang sebagai penyebab kerusakan hanya mendapatkan proporsi 3% dari pendapat responden. Gangguan fungsi jalan sebagai akibat aktivitas penambangan pasir

kecepatan kendaraan jauh dari ketentuan yang diatur dalam manual kapasitas jalan besi juga dibuktikan dengan penurunan kinerja ruas jalan Cipatujah-Kalapagenep. Hasil wawancara dengan responden pengguna jalan terutama sepeda motor dan kendaraan roda empat menunjukkan bahwa kualitas pelayanan jalan masih jauh dari standar yang telah ditetapkan. Pencahanan terhadap 67 responden terangkum dalam Tabel 21 berikut. Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa waktu tempuh,

(12)

Indonesia. Pada kategori waktu tempuh rata – rata responden kendaraan roda 2 pada awalnya sebelum maraknya kegiatan penambangan pasir besi membutuhkan waktu 14,8 menit untuk jarak tempuh 11 Km. Setelah kegiatan penambangan pasir besi mulai marak pada tahun 2007, maka pada akhir tahun 2011 harus menempuh perjalanan selama 29 menit untuk jarak yang sama. Artinya waktu tempuh setelah penambangan pasir besi bertambah selama 18 menit jika dibandingkan dengan waktu tempuh seharusnya berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) untuk kelas jalan IIIC Cipatujah - Kalapagenepyaitu 11 menit.

Tabel 21 Statistik Kinerja Jalan dan Pendapatan Responden

Kategori Jenis Kendaraan

Roda 4 Roda 2

Waktu tempuh rata stlh pb (Menit) 34,1 29

Waktu tempuh seharusnya (Menit) 13,5 11

Waktu tempuh sblm pb (Menit) 18 14,8

Tambahan waktu tempuh rata2 stlh pb (menit) 20,566 18

Tambahan waktu tempuh rata2 sebelum pb(menit) 4,5 3,8

Kecepatan rata - rata sblm pb (Km/jam) 31,3 44,6

Kecepatan rata - rata stlh pb (Km/jam) 16,5 22,8

Kecepatan standard MKJI (Km/jam) 50,0 60,0

Kehilangan kecepatan rata2 stlh pb (Km/jam) 33,5 37,2

Kehilangan kecepatan rata2 sblm pb(Km/jam) 18,7 15,4

rak umla

Ja tempuh rata2 (Km) 11,27 11

J h perjalanan rata2/ bln(Kali) 18 14

Jumlah Responden (Org) 11 56

Keterangan: pb; pasir besi

Sumber. Data primer diolah (2012)

Kehilangan waktu tempuh ini berkaitan dengan kehilangan kecepatan rata- rata akibat kerusakan jalan disepanjang ruas Cipatujah-Kalapagenep. Untuk kendaraan roda 2 sebelum aktivitas penambangan marak terjadi, sepeda motor responden dapat dipacu dengan kecepatan rata-rata 44,6 Km/jam. Setelah pasir besi marak semenjak tahun 2007, maka pada tahun 2011 kendaraan roda 2 milik responden hanya mampu dipacu dengan kecepatan rata-rata 22,6 Km/jam atau hampir setengahnya. Padahal untuk ruas jalan Cipatujah-Kalapagenep jika merujuk pada standar MKJI, seharusnya responden dapat memacu kendaraan hingga kecepatan 60 Km/jam. Artinya kegiatan pasir besi telah menyebabkan kehilangan kecepatan dijalan hingga mencapai 37,2 Km/jam.

Kendaraan roda 4 atau lebih juga mengalami keadaan yang sama dengan kendaraan roda 2. Pada kategori waktu tempuh rata-rata responden kendaraan

(13)

roda 4 pada awalnya, sebelum maraknya kegiatan penambangan pasir besi membutuhkan waktu 18 menit untuk jarak tempuh 11,27 Km. Setelah kegiatan penambangan pasir besi mulai marak pada tahun 2007, maka pada akhir tahun 2011 harus menempuh perjalanan selama 34,1 menit untuk jarak yang sama. Artinya waktu tempuh setelah penambangan pasir besi bertambah selama 20,5 menit jika dibandingkan dengan waktu tempuh seharusnya berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) untuk kelas jalan IIIC Cipatujah-Kalapagenep yaitu 13,5 menit.

Kehilangan waktu tempuh ini juga berkaitan dengan kehilangan kecepatan rata -rata akibat kerusakan jalan disepanjang ruas Cipatujah-Kalapagenep. Untuk kendaraan roda 4 sebelum aktivitas penambangan marak terjadi, responden dapat memacu kendaraan dengan kecepatan rata–rata 31,3 Km/jam. Setelah pasir besi marak semenjak tahun 2007, maka pada tahun 2011 kendaraan roda 4 milik responden hanya mampu dipacu dengan kecepatan rata–rata 16,5 Km/jam atau hampir setengahnya. Padahal untuk jalan Cipatujah-Kalapagenep jika merujuk pada standar MKJI, seharusnya responden dapat memacu kendaraan hingga kecepatan 50 Km/jam. Artinya kegiatan pasir besi telah menyebabkan kehilangan kecepatan dijalan hingga mencapai 33,2 Km/jam. Semua ini akibat dari kerusakan jalan kelas IIIC dengan muatan sumbu terberat 8 ton, namun dilalui oleh kendaraan pengangkut pasir besi dengan muatan 10 – 12 ton. Akibatnya setiap

kat pengguna jalan harus kehilangan waktu tempuh menuju tempat tivi

uk tahun 2008-2011 adala

hari masyara ak tasnya.

Perkiraan kerugian akibat peningkatan waktu tempuh dapat dilihat pada Tabel 22. Asumsi yang digunakan adalah keadaan sebelum penambangan pasir besi pada tahun 2006, maka distribusi kehilangan kecepatan dan peningkatan waktu tempuh pada tahun 2007-2010 dinterpolasi menggunakan basis data tahun 2006 dan 2011 (perhitungan interpolasi lihat pada lampiran 12 dan 13 ).

Hasil pengamatan dan perhitungan volume kendaraan roda 2 mencapai 800 unit kendaraan/ hari melewati ruas jalan Cipatujah-Kalapagenep. Tambahan waktu tempuh akibat kerusakan jalan setelah adanya kegiatan penambangan pasir besi pada tahun 2007 adalah 0,1 menit dan berturut-turut unt

(14)

ditumpangi rata-rata 1,5 orang maka setiap sepeda motor yang melintas akan kehilangan waktu tempuh berturut–turut dari tahun 2007-2011 adalah selama 0,2; 1,5; 5,6; 7,4; dan 21,3 menit setiap harinya. Kehilangan waktu tempuh tersebut dapat dikonversi kedalam nilai rupiah, dengan acuan pendapatan rata – rata responden kendaraan roda dua perjam tahun 2011 adalah Rp.7.700. Pendapatan responden 2007-2010 diperkirakan berdasarkan tingkat perbandingan pendapatan perjam tahun 2011 dengan upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2011. Hasil dari nilai perbandingan UMK terhadap pendapatan responden kendaraan roda 2 dijadikan perbandingan pendapatan tahun sebelumnya (proses perbandingan lihat lampiran 14). Pertumbuhan jumlah sepeda motor di Kabupaten Tasikmalaya diasumsikan sama dengan jumlah pertumbuhan sepeda motor propinsi Jawa Barat yaitu 15% pertahun maka kita dapat mengestimasi kerugian riil akibat peningkatan waktu tempuh selama lima tahun kebelakang, hasil secara lengkap dapat dilihat dari tabel pada Tabel 22.

Tabel 22 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 2

Kategori 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah

Jumlah Kendaraan/ hari 417 491 578 680 800 2966

Upah/ jam kerja (Rp) 5.391,0 5.580,0 6.335,0 6.964,0 7.700,0

Nilai Kerugian/tahun x1000 Tambahan waktu @ 1.5 penumpang/motor (menit) Kerugian waktu tempuh/ kendaraan/1 jam kerja (Rp) Tambahan waktu tempuh/ motor (menit) 586,0 853,1 2.733,5 0,2 1,5 5,6 7,4 21,3 4.325,6 4,9 14,2 0,1 1,0 3,7 13,5 139,5 23,9 35,9 (Rp) 1.686,0 20.548,4 101.610,2 174.030,4 656.040,0 953.915,0 Kerugian Riil/ tahun x1000

(Rp) 1.686,0 17.714,1 86.846,4 141.488,1 512.531,3 760.265,8

Sumber : Data primer diolah (2012)

Terus bertambahnya jumlah sepeda motor maka akan semakin banyak waktu tempuh yang hilang dalam perjalanan pengendara sepeda motor yang

elal

m ui ruas Cipatujah-Kalapagenep, dimana terdapat kerusakan jalan akibat proses pengangkutan hasil tambang pasir besi. Kerugian ini akan menyebabkan meningkatnya pendapatan potensial pengguna jalan yang hilang selama perjalanan. Secara kumulatif perkiraan total kehilangan pendapatan riil selama lima tahun untuk pengendara kendaraan roda dua adalah Rp. 760 juta.

(15)

Penghitungan yang sama juga dilakukan terhadap kerugian akibat peningkatan waktu tempuh kendaraan roda 4 yang dapat dilihat pada Tabel 23. Asumsi keadaan sebelum penambangan pasir besi adalah pada tahun 2006, maka distribusi kehilangan kecepatan dan peningkatan waktu tempuh pada tahun 2007-2010 dinterpolasi menggunakan basis data tahun 2006 dan 2011 (perhitungan interpolasi lihat pada lampiran 12 dan 13 ).

Hasil pengamatan dan perhitungan volume kendaraan roda 4 mencapai 250 unit kendaraan/ hari melewati ruas jalan Cipatujah. Tambahan waktu tempuh akibat kerusakan jalan setelah adanya kegiatan penambangan pasir besi pada tahun 2007 adalah 2,1 menit dan berturut-turut untuk tahun 2008-2011 adalah 3,2; 6,2; 7,6; 18,1 menit. Setiap kendaraan roda 4 diasumsikan ditumpangi rata-rata 4 orang, maka setiap mobil yang melintas akan kehilangan waktu tempuh berturut-turut dari tahun 2007-2011 adalah selama 8,4; 12,8; 24,7; 30,4; dan 72,5 menit setiap harinya. Kehilangan waktu tempuh tersebut dapat dikonversi kedalam nilai rupiah, dengan acuan pendapatan rata-rata responden kendaraan roda empat perjam tahun 2011 adalah Rp.16.500. Pendapatan responden 2007-2010 diperkirakan berdasarkan tingkat perbandingan pendapatan perjam tahun 2011 dengan upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2011. Hasil dari nilai perbandingan UMK terhadap pendapatan responden kendaraan roda 4 dijadikan perbandingan pendapatan tahun sebelumnya (proses perbandingan lihat lampiran 14). Pertumbuhan jumlah sepeda motor di Kabupaten Tasikmalaya diasumsikan sama dengan jumlah pertumbuhan kendaraan roda empat propinsi Jawa Barat yaitu 3% pertahun maka kita dapat mengestimasi kerugian riil akibat peningkatan waktu tempuh selama lima tahun kebelakang, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 23. Terus bertambahnya jumlah kendaraan roda empat maka akan semakin banyak waktu tempuh yang hilang dalam perjalanan pengendara kendaraan roda empat yang melalui ruas Cipatujah-Kalapagenep, dimana terdapat kerusakan jalan akibat proses pengangkutan hasil tambang pasir besi. Kerugian ini akan menyebabkan meningkatnya pendaptan potensial pengguna jalan yang hilang selama perjalanan. Secara kumulatif perkiraan total kehilangan pendapatan riil selama lima tahun untuk pengendara kendaraan roda empat adalahRp. 2,2 milyar.

(16)

Ta 23 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 4

Kategori 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah

Jumlah Kendaraan/ hari (unit) 221 228 235 243 250 1.177,0

U

bel

pah/ jam kerja (Rp) 11.500 11.950

Tambahan waktu (@ 4 penumpang/kendaraan) Tambahan waktu tempuh/

motor (menit) 2,1 3,2 6,2 7,6 18,1

8,4 12,8 24,7 30,4 72,5 148,8 37,2

13.570 14.900 16.500

K ian waktu tempuh/

kendaraan (Rp) 1.616,6 2.550,9 5.577,1 7.555,9 19.925,4 37.225,8 erug

Nilai Kerugian/tahun Rp

x1000 107.179 174.481 393.183 550.824 1.494.405 2.720.072

Kerugian Riil/ tahun Rp

x1000 107.179 150.414 336.054 447.824 1.167.504 2.208.976

Sumber : Data primer diolah (2012)

7.2.2 Nilai Peningkatan Konsumsi BBM

Kerusakan jalan selain menyebabkan kerugian kehilangan pendapatan akibat peningkatan waktu tempuh rata-rata, juga berakibat pada peningkatan konsumsi BBM kendaraan roda 2 dan roda 4. Hasil pengamatan dilapangan dan analisis data diperoleh gambaran peningkatan konsumsi BBM dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 24. Kendaraan roda 2 yang memanfaatkan akses jalan ruas Cipatujah-Kalapagenep, mencapai 800 unit perhari. Berdasarkan nilai kehilangan waktu tempuh dan kecepatan dijalan yang sama dengan analisis kehilangan waktu tempuh pada subbab sebelumnya, maka pada tahun 2007 hingga tahun 2011 total kehilangan jarak (Km) akibat kerusakan jalan oleh aktivitas penambangan pasir besi untuk setiap kendaraan/ hari adalah berturut-turut 0,00019; 0,02664; 0,34654; 0, 61872; dan 5,16785. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 24.

(17)

Tabel 24 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 2

Kategori 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah

Jumlah kendaraan/ hari 417 491 578 680 800 2.966

Kehilangan Kecepatan Km/jam 0,1 1,6 5,6 7,6 21,8 37

Total Kehilangan KM/ hari 0,00019 0,02664 0,34654 0,61872 5,16785 6

Konsumsi bahan bakar 28

km/liter 0,00001 0,00095 0,01238 0,02210 0,18457 0

Harga BBM (Rp) 6.000 5.500 4.700 4.500 4.500

Nilai Kerugian/ Hari (Rp) 0,0 5,2 58,2 99,4 830,5 993

Nilai Kerugian/tahun x1000 (Rp) 6,2 937,9 12.271,8 24.680,5 242.519,7 280.416

Kerugian Riil/ tahun x1000 (Rp) 6,2 808,6 10.488,7 20.065,4 189.468,5 220.837

Sumber : Data primer diolah (2012)

Tambahan waktu tempuh/

kendaraan/ hari (menit) 0,1 1,0 3,7 4,9 14,2 24

Asumsi pemakaian bahan bakar untuk kendaraan roda 2 adalah sebanyak 28 liter/

Jumlah kehilangan waktu tempuh dan kecepatan dijalan yang sama dengan analisis kehilangan waktu tempuh pada subbab sebelumnya, maka pada tahun 2007 hingga tahun 2011 total kehilangan jarak (Km) akibat kerusakan jalan oleh aktivitas penambangan pasir besi untuk setiap kendaraan/ hari adalah berturut-turut 0,00273; 0,05773; 0,39070; 0, 64993; dan 4,46081. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 25.Pemakaian bahan bakar untuk kendaraan roda 4 diasumsikan sebanyak 10 liter/ Km, maka sehari satu unit kendaraan roda 2 akan kehilangan bahan bakar minyak sebanyak berturut-turut dari tahun 2007-2011 adalah 0,00027; 0, 00577; 0, 03907; 0,06499; 0,44608 liter.

Km, maka sehari satu unit kendaraan roda 2 akan kehilangan bahan bakar minyak sebanyak berturut-turut dari tahun 2007-2011 adalah 0,00001; 0,00095; 0,01238; 0,02210; 0,18457 liter. Jumlah kehilangan bahan bakar ini dapatdikonversi kedalam satuan rupiah harga bahan bakar minyak, sehingga selama lima tahun akan terjadi kerugian riil penambahan konsumsi BBM oleh kendaraan roda 2 senilai Rp.220 juta.

Kerugian peningkatan konsumsi BBM berikutnya adalah pada kendaraan roda empat yang menggunakan akses jalan Cipatujah-Kalapagenep. Hasil pengamatan dilapangan dan analisis data diperoleh gambaran peningkatan konsumsi BBM sebagai berikut.Jumlah kendaraan roda 4 yang memanfaatkan akses jalan ruas Cipatujah-Kalapagenep mencapai 250 unit perhari.

(18)

Tabel 25 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 4

Kategori 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah

Jumlah kendaraan/ hari 221 228 221 243 250 1.163

Kehilangan Kecepatan Km/jam 0,1 1,1 3,8 5,1 14,8 25

Total Kehilangan KM/ hari 0,00273 0,05773 0,39070 0,64993 4,46081 6

Konsumsi bahan bakar 10

km/liter 0,00027 0,00577 0,03907 0,06499 0,44608 1

Harga BBM (Rp) 6.000 5.500 4.700 4.500 4.500

Nilai Kerugian/ Hari (Rp) 2 32 184 292 2.007 2.517

Nilai Kerugian/tahun x1000 (Rp) 132 2.642 14.823 25.941 183.172 226.710

Kerugian Riil/ tahun x1000 Rp) 132,1 2.277,8 12.669,3 21.090,0 143.103,1 179.272

umber : Data primer diolah (2012) Tambahan waktu tempuh/

kendaraan/ hari (menit) 2,1 3,2 6,2 7,6 18,1 37

S

Jumlah kehilangan bahan bakar ini jika dikonversi ke dalam satuan rupiah harga bahan bakar minyak, maka selama lima tahun akan terjadi kerugian riil penambahan konsumsi BBM oleh kendaraan roda 4 senilai Rp.179 juta. Nilai ini menunjukkan bahwa terjadi perlambatan dalam berkendara menjadikan perjalanan tidak efektif dan boros BBM akibat rusaknya jalan.

Perhitungan ini menunjukkan bahwa kerusakan jalan sangat mempengaruhi waktu tempuh berkendara dan peningkatan konsumsi BBM, baik kendaran roda dua maupun kendaraan roda empat. Secara kumulatif kita dapat perhatikan pada Tabel 26 berikut ini. Nilai kehilangan waktu tempuh untuk kendaraan roda dua maupun roda empat jauh lebh besar daripada kehilangan BBM.

Tabel 26 Kerugian Kerusakan Jalan Akibat Penambangan Pasir Besi

Tahun Nilai Kehilangan Waktu Tempuh Riil Roda 2 (Rp) Nilai Kehilangan BBM Riil Roda 2 (Rp) Nilai Kehilangan Waktu Tempuh Riil Roda ≥ 4 (Rp) Nilai Kehilangan BBM Riil Roda ≥ 4 (Rp) Nilai Kerusakan Jalan Riil (Rp) 2007 1.686.035,3 6.240 107.179.333 132.117 109.003.725 2008 17.714.094,8 808.562 150.414.392 2.277.809 171.214.858 2009 86.846.352,6 10.488.729 336.053.776 12.669.303 446.058.160 2010 20.065.430141.488.097,6 447.824.248 21.089.965 630.467.740 2011 189.468.503512.531.250,0 1.167.503.906 143.103.082 2.012.606.742 Jumlah 220.837.464760.265.830,2 2.208.975.655 179.272.277 3.369.351.226

(19)

Nilai total kehilangan waktu tempuh kendaraan roda dua dan empat masing-masing sebesar Rp. 760 juta dan Rp. 2,2 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa jalan ruas Cipatujah-Kalapagenep sangat penting bagi pergerakan penduduk, sehingga kerusakan jalan mengakibatkan responden kehilangan pendapatan potensialnya akibat waktu tempuh lebih lama. Jika digabungkan dengan nilai peningkatan konsumsi BBM maka nilai kerusakan jalan di Kecamatan Cipatujah adalah Rp 3,369 milyar selama lima tahun dari 2007-2011. 7.3 Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi

7.3.1 Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi Tanpa Eksternalitas Sumberdaya non renewable menghadapi kendala stok dalam melakukan ekstraksi artinya karena tidak adanya proses regenerasi, maka pada waktu tertentu

n sungai, laut dan jalan dari

biaya produksi marjinal. Selama biaya eksternal tidak dimasukkan dalam pengambilan keputusan privat, maka biaya privat marginal (MPC)lebih rendah dari biaya oportunitas produksi, dan jumlah output yang diproduksikan menjadi terlalu banyak.

Berdasarkan data produksi nasional yang dikeluarkan BKPM (2010) untuk sumberdaya pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya adalah 6.6 juta ton.Laporan dinas pertambangan dan energi kabupaten Tasikmalaya, jumlah cadangan pasir besi yang telah dikeruk selama ini adalah sebanyak 1.438.679 ton. Secara matematis jumlah pasir besi yang tersisa pada akhir tahun 2011 adalah sekitar 5,1 juta ton. Selengkapnya volume ekstraksi pasir besi dari tahun 2007 sampai tahun

011 di Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat pada Tabel 27.

stok tersebut akan habis. Hal ini berarti bahwa pengambilan dan pengkonsumsian pada barang sumberdaya alam saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut di kemudian hari.Perusahaan penambangan pasir besi mempunyai motivasi untuk mengejar keuntungan privat, bukan keuntungan sosial. Walaupun perusahaan pasir besi sadar akan akibat pencemara

kegiatan produksinya, namun tidak ada dorongan (keinginan) untuk menanggulangi biaya ini.Tingkat keseimbangan produksi privat tidak mempertimbangkan biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat karena produksi penambangan mengakibatkan air sungai tercemar dan karena efisiensi alokatif mensyaratkan manfaat marjinal sama dengan semua

(20)

Tabel 27 Jumlah Produksi Pasir Besi Tahun Jumlah Produksi Kab.

Tasikmalaya (Ton)

Jumlah Produksi Perusahaan Penambang Pasir Besi (Ton)

2007 1.960,5 972,9 2008 27.297 13.548,9 2009 42.154 47.627,6 2010 183.114 64.211,6 2011 1.184.173 185.069,0 Total 1.436.736 311.430,0

Sumber. Dinas ESDM Kab. Tasikmalaya (2012)

Tabel 27menunjukkan jumlah produksi perusahaan penambangan pasir besi yang berada pada Kecamatan Cipatujah pada kolom ketiga.Volume ekstraksi penambangan pasir besi mengalami peningkatan dari tahun ketahun, bahkan peningkatannya melebihi dua kali lipat. Hal ini terlihat pada Kecamatan Cipatujah maupun Kabupaten Tasikmalaya secara keseluruhan. Laju ekstraksi seperti ini jika dibandingkan dengan keputusan laju ekstraksi berdasarkan formula Hotelling tentunya tidak akan menghasilkan keuntungan maksimal sepanjang waktu. Dimana Hotelling mensyaratkan bahwa laju ekstraksi menurun sepanjang waktu dan rente ekonomi meningkat sebesar tingkat bunga.

Pengumpulan data perusahaan penambangan, terutama pada PT P dengan luas izin usaha pertambangan 14,6 Ha. PT Pmemiliki lama izin 2 tahun yang akan berakhir pada bulan februari 2013. PT P memiliki cadangan terbukti sekitar 300.000 ton.Jumlah tersebut hingga akhir tahun 2011 telah diekstraksi sebesar 276.000 ton. Perusahaan lainnya yang beroperasi di Kecamatan Cipatujah adalah PT R. PT R memiliki izin usaha pertambangan 12 Ha selama 3 tahun dan berakhir pada

an ini dilakukan bulan agustus 2012. Perkiraan secara kasar terhadap stok perusahaan ini adalah 100.000 ton

Kenyataan diatas menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam alokasi sumberdaya pasir besi tidak berdasarkan kaidah penambangan yang optimal. Proses ekstraksi dilakukan hanya berdasarkan kemampuan teknis produksi perusahaan tanpa mempertimbangkan situasi pasar secara cermat. Oleh sebab itu agar keadaan ini tidak berlanjut, maka dalam peneliti

(21)

estimasi volume ekstraksi yang optimal agar keuntungan yang didapatkan menjadi maksimal. Langkah pertama adalah dengan menentukan kurva biaya total perusahaan. Kurva biaya ini didapatkan dari hasil survei terhadap lima perusahaan (daftar perusahaan ada pada lampiran 1). Hasil regresi jumlah produksi (Q) kelima perusahaan terhadap biaya variabel (VC) ditambah biaya tetap (FC) maka fungsi total biaya (TC) produksi selama 5 tahun adalah :

TC = 1.180.000.000 + 158.733 Q + 0,262 Q2 ………(1)

Fungsi diatas dapat digunakan dalam proses optimasi dengan kendala cadangan pasir besi menggunakan program solver excel. Harga dasar yang digunakan dalam proses optimasi adalah harga pertonase rata-rata pasir besi tahun yaitu Rp. 331.829,-. Tingkat bunga yang digunakan adalah suku bunga bank indonesia selama 5 tahun dari tahun 2007-2011 yaitu sebesar 7,4%.

Proses optimasi yang pertama untuk mendapat volume ekstraksi tahunan, dan net present value yang dilakukan dengan tanpa mempertimbangkan eksternalitas dengan bentuk persamaan sebagai berikut.

1

1 0,074

331.829 1.180.000.000 158.733 0,262

Kendala cadangan pasir besi 5.100.000 ton Q Q … Q …...(2) Model maksimisasi keuntungan Hotelling dapat digunakan untuk menyelesaikan fungsi diatas, sehingga didapatkan laju ekstraksi pasir besi dengan dan tanpa mempertimbangkan eksternalitas. Laju ekstraksi pasir besi tanpa mempertimbangkan eksternalitas memiliki daur selama 27 tahun, dengan kendala jumlah cadangan awal 5,1 juta ton. Jumlah ekstraksi pada tahun 2012 adalah 282.584 ton dengan nilai penerimaan bersih sekarang adalah Rp.26.812.509.726 

7.3.2 Laju Ekstraksi Optima

tersebut dengan nilai kerusakan (TCeks) yang terjadi selama perusahaan tersebut l Dengan Eksternalitas

Memodelkan biaya eksternal dalam struktur biaya produksi perusahaan penambangan pasir besi akan mengubah keuntungan perusahaan.Untuk menentukan pola biaya eksternalitas yang disebabkan oleh penambangan pasir besi bisa dilakukan dengan meregresikan jumlah produksi (Q) kelima perusahaan

(22)

beroperasi. Hasil dari regresi dapat dilihat pada hubungan eksternalitas dengan produksi pasir besi sebagai berikut ini.

TCeks = 211.000.000+7.969Q + 0,00258 Q 2 ...……..(3) Biaya sosialharuslah diperhitungkanuntuk mencapai tingkat ekstraksi optimal.Kenyataan yang demikian ini seharusnya tidak menghalangi usaha masyarakat untuk memecahkan masalah kerusakan lingkungan. Eksternalitas yang

alaya adalah umum

ptimasi jika ekster

terjadi pada produksi penambangan di Kabupaten Tasikm

eksternalitas yang merusak sumber daya air (sungai dan pantai) serta sarana jalan . Selama ini biaya eksternalitas ini ditanggung oleh pihak yang berada di luar transaksi pasar, maka ia tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya penambangan perusahaan. Laju ekstraksi optimal dengan eksternalitas, mengharuskan kita dapat membuat model formal untuk eksternalitas lingkungan yang bersifat negatif pada biaya penambangan pasir besi. Proses o

nalitas dipertimbangkan dengan menginternalisasikan eksternalitas dengan fungsi biaya penambangan pasir besi dapat dilihat pada formula optimasi yang berubah menjadi bentuk berikut ini.

1 1 0,074

331.829 1.180.000,000 158.733 0,262 211.000.000 7.969 0,00258 2

yaitu kerugian perikanan dan gangguan fungsi jalan. Ini menunjukkan bahwa tan biaya produksi akan mend

Kendala cadangan pasir besi 5. 100.000 ton Q Q … Q ...(4) Laju ekstraksi pasir besi dengan mempertimbangkan eksternalitas memiliki daur selama 28 tahun dengan asumsi cadangan awal 5,1 juta ton. Secara sederhana dapat kita lihat bahwa umur daur hampir sama dengan ekstraksi optimal tanpa mempertimbangkan eksternalitas, namun volume ekstraksi tahunannya lebih terdistribusi merata sepanjang tahun daripada tanpa mempertimbangkan eksternalitas. Ditambah lagi eksternalitas disini masih terbatas pada dua aspek pertimbangan eksternalitas yang berakibat peningka

orong produsen agar tidak terburu-buru melakukan ekstraksi. Hasil proses optimasi adalah kuantitas ekstraksi dengan pertimbangan eksternalitas 270.221 ton pada tahun 2012 dan nilai present value Rp. 23.910.331.861 dan nilai total penerimaan bersih pada tahun 2039 adalah Rp.264.293.419.672, dengan asumsi

(23)

harga jual pasir besi yang dipakai adalah harga jual rata-rata, yaitu Rp. 331.829/ ton dan dengan suku bunga pinjaman bank rata-rata 5 tahun adalah 7,4%.  

ur penam

Kedua optimasi diatas, memang menunjukkan bahwa umur da bangan hanya berbeda satu tahun. Perbedaan umur ini menyebabkan total penerimaan optimasi dengan mempertimbangkan eksternalitas memiliki nilai penerimaan bersih lebih kecil sekitar Rp. 26,49 milyar daripada total penerimaan bersih ekstraksi tanpa pertimbangan eksternalitas. Nilai ini menunjukkan bagian penerimaan dari perusahaan tambang yang berkurang akibat internalisasi eksternalitas negatif. 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 Ju m la h  Pr o d uks i (T o n ) Qt dengan Eks Qt tanpa Eks 20 12 20 14 20 16 20 18 20 22 24 26 28 30 32 34 20 36 20 38 20 20 20 20 20 20 20 20

Gambar 17 Laju ekstraksi optimal pasir besi dengan dan tanpa eksternalitas a lihat bahwa jalur ekstraksi tan

Secara grafis dapat kit pa pertimbangan

eksternalitas, sedikit lebih curam daripada dengan pertimbangan eksternalitas, sehingga sumberdaya lebih cepat dieksploitasi dan beberapa pihak yang terkena dampak negatif tidak dikompensasi. Jika kita bandingkan dengan lama izin usaha produksi yang diberikan oleh dinas energi dan sumberdaya mineral Kabupaten Tasikmalaya yang hanya berkisar 1-5 tahun. Terlihat jelas bahwa izin usaha pertambangan pasir besi tidak didasarkan pada pengelolaan sumberdaya tidak terbarukan dalam pandangan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Keadaan ini mendorong para pengusaha pemegang izin untuk secara besar-besaran dan secepat mungkin menghabiskan sumberdaya pasir besi yang mereka kuasai. Akibatnya kemampuan atau daya dukung lingkungan menjadi terabaikan dan banyak pihak lain yang menanggung kerugian.

(24)

7.4 Solusi Eksternalitas Dengan Nilai Pajak Lingkungan

Total nilai eksternalitas negatif akibat penambangan pasir besi, terutama ekster

(MC), kedua nilai tersebut diturunkan dari kurva biaya dan kurva eksternalitas persamaan (1) dan (3) di subbab laju ekstraksi optimal.

Setelah diketahui total eksternalitas akibat pertambangan pasir besi ini, maka dapat ditentukan marginal eksternalitasnya (MD) dengan menurunkan nilai total eksternalitas tersebut terhadap jumlah kuantitas ekstraksi pasir besi (Q), sehingga persamaan (3) menjadi

MD= 7.969 + 0,00516Q………….………..(5) Nilai marginal ini akan sangat menentukan dalam menentukan berapa tingkat ekstraksi pasir besi yang optimal dengan adanya kerusakan lingkungan.

nalitas yang menyebabkan kerugian yang dialami oleh nelayan dan pengguna jalan sebesar Rp. 3,6 milyar. Nilai tersebut dapat diturunkan dalam bentuk pajak yang ditarik untuk setiap tonase pasir besi yang diproduksi oleh perusahaan. Untuk menentukan tingkat pajak berdasarkan hasil survei terhadap lima perusahaan pasir besi yang beroperasi di Kecamatan Cipatujah. Survei ini telah berhasil mengestimasi nilai marginal kerusakan (MD) dan nilai biaya marginal perusahaan 2000000000 200000 150000 100000 50000 0 1500000000 1000000000 500000000 0 Q E

Gambar 18 Kurva eksternalitas penambangan terhadap jumlah produksi

Secara grafis dapat kita lihat pada gambar diatas bahwa hubungan antara eksternalitas dengan jumlah produksi pasir besi bersifat non linear positif, sehingga dengan semakin banyak produksi semakin meningkat jumlah

biaya marginal (MC) eksternalitas yang diakibatkannya. Dalam menentukan nilai

(25)

dari fungsi biaya tersebut ini harus dilakukan proses derivatif total biaya (persa

s kurva maan 1) terhadap quantitas ekstraksi (Q). Sehingga dari proses tersebut dihasilkan nilai biaya marginal sebagai berikut :

MC = 158.733+ 0,52Q………….………...(6)

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa, biaya variabel produksi pasir besi akan meningkat dengan semakin banyak produksi pasir besi yang dihasilkan. Kurva biaya marginal ini diasumsikan adalah kurva penawaran dari pasir besi.Secara grafis kurva penawaran berslope positif, sedangkan kurva biaya marginal dengan sifat non linearnya memiliki arah kurva yang berslope negatif, sehingga kurva penawaran hanyalah kurva marginal cost yang berada diata

biaya rata – rata penambangan pasir besi. 3.0000E+10 2.5000E+10 2.0000E+10 1.5000E+10 0 TC 1.0000E+10 5000000000 200000 150000 100000 50000 0 Q

Gambar 19 Kurva total biaya terhadap jumlah produksi penambangan besi

Penjumlahan persamaan 5 dan 6 maka akan didapatkan total biaya sosial marginal (MSC), yaitu biaya produksi perusahaan dengan nilai marginal kerusakan/ eksternalitas (MD dari aktivitas penambangan pasir besi.

MSC = 166.702 + 0,59916Q………(7)

Biaya sosial marginal ini dapat digunakan untuk menentukan jumlah negatif yang diakibatkannya.Sebelumnya kita harus menentukan terlebih dahulu nilai manfaat socia

ekstraksi pasir besi dengan mempertimbangkan nilai eksternalitas

ldaripenambangan pasir besi. Nilai manfaat sosial atau MSB dapat diestimasi dengan menurunkan fungsi penerimaan total (TR) penambangan pasir besi terhadap jumlah ekstraksi (Q) pasir besi.

(26)

Hasil regresi total penerimaan dengan jumlah ekstraksi pasir besi maka didapatkan fungsi total penerimaan adalah

TR = 331.829 Q………..………(8)

P semp

ernalitas positif adalah nol. Kurva total penerimaan adalah seperti gambar dibawah ini.

enambangan pasir besi diasumsikan berada pada pasar persaingan urna sehingga perusahaan bersifat sebagai penerima harga (price taker), maka penurunan kurva total penerimaan yaitu marginal penerimaan (MR) adalah bersifat linear positif. Kurva MR inidapat dijadikan kurva yang mengestimasi jumlah permintaan pasir besi.

MR=331.829……….(9)

Persamaan MR dapat dijadikan sebagai kurva permintaan atau marginal sosial benefit dengan asumsi nilai marginal ekst

200000 150000 6.0000E+10 5.0000E+10 4.0000E+10 3.0000E+10 2.0000E+10 1.0000E+10 0 10 50000 0000 0 Q (ton) TR ( R p ) kita dapat men nt kan b rapa

ekster

k menentukan jumlah ekstraksi aktual

Gambar 20 Kurva total penerimaan terhadap jumlah produksi Setelah mendapatkan kurva dan persamaan-persamaan diatas

e u e jumlah ekstraksi pasir besi dengan mempertimbangkan nalitas. Jumlah ekstraksi teresebut didapatkan dari penyelesaian persamaan MSB = MSC yaitu.

331.829 = 166.702 + 0,52916Q………..……(10)

Hasil penyelesaian persamaan (10) diatas didapatkan jumlah ekstraksi optimal pasir besi dengan mempertimbangkan adanya eksternalitas adalah sebanyak 312.054 ton. Berikutnya untu

(27)

tanpa

33

tas. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan

bahw g

Tingkat pajak didapatkan dengan mensubstitusikan jumlah produksi pasir besi dengan mempertimbangkan eksternalitas ke persamaan (6) sehingga secara matematis persamaan tersebut berubah menjadi biaya marginal eksternalitas (MCeks).

MCeks = 158.733 + 0,52 Q………12)

Penyelesaian persamaan diatas didapatkan nilai MCeks adalah sebesar Rp. 322.249. Nilai pajak didapatkan dari hasil pengurangan nilai marginal eksternalitas dengan permintaan pasir besi dengan pertimbangan eksternalitas. Perlu diingat karena pasar pasir besi berada pada pasar persaingan sempurna, sehingga perusahaan berperan sebagai price taker. Akibatnya kurva permintaan

pas b esar Rp.

331.829. Pajak lingkungan (Etax) untuk setiap tonase pasir besi dari perhitungan diatas

emerintah setiap tahun. Jumlah pajak yang dapat ditarik

adalah perkali s

yaitu

mempertimbangkan adanya eksternalitas adalah dengan menyelesaikan fungsi permintaan social MSB = MC.

1.829 = 158.733+ 0,52Q ………..(11)

Penyelesaian persamaan (11) didapatkan jumlah produksi pertahun pasir besi yang seharusnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna saat sekarang ini adalah 330.335 ton. Dapat kita lihat bahwa jumlah produksi dengan mempertimbangkan eksternalitas lebih kecil daripada jumlah produksi tanpa mempertimbangkan eksternali

a peningkatan jumlah biaya, dalam hal ini biaya eksternalitas yan diinternalisasi dalam bentuk pajak akan mendorong produsen mengurangi jumlah produksinya.

ir esi adalah sama dengan slope dari penerimaan marginal yaitu seb adalah Rp. 9.579 yang didapatkan dari persamaan (13).

Etax = 331.829-322.249……….(13) Nilai tersebut, dijadikan dasar perhitungan pajak lingkungan yang dapat dikumpulkan oleh p

an jumlah ekstraksi pasir besi dengan pertimbangan eksternalita 312.054 ton dengan nilai pajak lingkungan Rp.9.579. Hasilnya perkiraan penerimaan pemerintah adalah sebesar Rp. 2,98 milyar.

(28)

Gambar 21Kurva pergeseran produksi dengan adanya eksternalitas Secara grafis dapat dilihat pada gambar 21, dimana MB adalah manfaat marginal,

Nilai Kerusakan (Rp) 

MC adalah biaya produksi perusahaan, MD adalah biaya eksternalitas atau kerusakan lingkunga

biaya

Perbedaan jum h eks prose

ada penetapan nilai pajak dihitung pada saat sekarang maka jumlahnya tidak akan jauh berbeda. Sebagai catatan penting adalah bagaimana penetapan nilai tingkat bunga, dimana sudut n dan MSC adalah penjumlahan biaya produksi dan kerusakan lingkungan.Kompensasi akibat adanya eksternalitas yang diterjemahkan dalam bentuk pajak yang harus dibayarkan oleh produsen pasir besi kepada pihak yang menderita eksternalitas negatif. Kondisi ini menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan dalam proses produksi adalah senilai dengan biaya produksi privat ditambah dengan biaya kerusakan lingkungan atau biaya sosial. Hal ini menyebabkan kurva marginal cost sebagai kurva biaya produksi akan bergerak kearah kiri menjadi kurva marginal sosial yang akan menurunkan level produksi dari kondisi aktual.

la traksi optimal dengan dan tanpa eksternalitas dengan dur optimasi Hotelling dengan jumlah ekstraksi dalam perkiraan nilai pajak disebabkan oleh ekstraksi optimal didasarkan pada aspek intertemporal. Dimana aspek waktu yang secara ekonomi diterjemahkan dengan penetapan tingkat bunga yang berlaku diperhitungkan. Penggunaan tingkat bunga ini tidak diterapkan dalam penghitungan pajak. Secara umum jika ekstraksi p

(29)

pandang perusahaan tentunya akan berbeda apakah menentukan tingkat bunga secara sosial atau privat.

7.5 Implementasi Pajak Lingkungan

Pada dasarnya berbagai pungutan dan retribusi telah diterapkan pada kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya. Namun berbagai macam pungutan dan retribusi tersebut belum mencakup kerusakan lingkungan yang diakomodasi dengan pajak lingkungan atau Pajak Pigou. Menurut UU 32 tahun 2008, Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Diantaranya yang berlaku di Kabupaten

Tasik ha

pertambangan eksploitasi sebesar Rp. 45.000/ Ha; Iuran tetap Rp. 15000/ Ha/ Tahu

malaya untuk penambagan pasir besi adalah pungutan retribusi izin usa n; Leges Rp. 5.000; dan membayar royalti ke kas negara.Royalti adalah kewajiban yang harus dilakukan perusahaan pertambangan. Royalti harus dibayarkan sebesar 3,75 % berdasarkan harga logam pada saat ekspor.Untuk tingkat desa pungutan penambangan pasir besi juga bermacam-macam dengan besaran yang berbeda-beda setiap desa. Hasil penelitian pungutan pada tingkat desa hanya mencakup kategori iuran desa, bantuan pembangunan desa, dan pada beberapa desa terdapat iurankontribusi lingkungan. Iuran kontribusi lingkungan ini mencakup pembayaran jalur jalan desa, dana bising, dana debu, kas lingkungan, bantuan keagamaan, namun belum ada iuran desa yang mencakup kompensasi kehilangan waktu tempuh dan peningkatan konsumsi BBM pengguna jalan dan kerugian nelayan. 

Eksternalitas negatif dalam kegiatan penambangan terhadap pihak lain diluar perusahaan dapat diatasi salah satunya dengan penerapan pajak lingkungan. Pajak lingkungan adalah ekspresi peraturan terhadap prinsip pembayar oleh poluter: dimana siapa yang melakukan pencemaran harus membayarnya. Perkiraan pajak lingkungan untuk kompensasi kerusakan jalan dan kerugian nelayan sebesar Rp. 9.579/ ton pasir besi dapat dijadikan solusi nilai pungutan pajak lingkungan yang belum terakomodasi pada iuran-iuran yang telah ada di desa maupun kabupaten. Implementasi pemberian kompensasi ini tentunya tidak

(30)

mudah, mengingat para pengguna jalan tidak dapat diidentifikasi dengan tepat. Pada sektor perikanan jumlah nelayan yang benar-benar terpengaruh juga belum embayarkan kan metode pemberian kompensasi ada dapat dipastikan. Dilain pihak belum tentu perusahaan bersedia m

enyelesai pajak tersebut, sehingga untuk m

beberapa langkah yang bisa ditempuh yaitu perubahan Kelembagaan

Perusahaan tentunya akan mempertimbangkan seberapa besar tambahan biaya yang harus dikeluarkan dalam bentuk pajak jika dibandingkan dengan terus meningkatkan produksi. Jika tambahan pajak tersebut lebih besar daripada tambahan manfaat yang diterima perusahaan tentunya peruahaan tidak akan meningkatkan jumlah produksinya. Diperlukan semacam aturan main yang mengikat dan disepakati bersama oleh perusahaan penambangan pasir besi dan masyarakat yang terkena dampak mengenai aturan kewajiban membayar pajak terhadap masyarakat. Peraturan ini akan menjadi penegasan akan hak masyarakat akan akses jalan umum yang baik dan kondisi perairan yang tidak tercemar.

Aturan main harus diarahkan untuk mengendalikan perilaku masyarakat dan perusahaan agar tidak melakukan penambangan secara berlebihan dan ketaatan perusahaan memenuhi kewajibannya. Oleh karena itu hak kepemilikan dan pengawasan yang efektif harus dilakukan dalam mencegah kerusakan lingkungan. Perubahan institusi dengan cara menerapkan kebijakan kepemilikan yang sistematikanya memenuhi unsur-unsur hak konkrit.

Aturan main ini harus diawasi dengan ketat, sehingga perusahaan tambang harus melaporkan jumlah produksi pasir besi dengan benar. Hal ini bertujuan agar nilai kompensasi tidak dimanipulasi oleh perusahaan dengan cara melaporkan hasil produksi yang lebih rendah daripada yang sebenarnya. Kegiatan penyusunan aturan main, pengawasan dan perundingan antara para pihak ini tentunya tidak akan lepas dari munculnya biaya transaksi. Keterkaitan antara biaya transaksi dengan dampak negatif penambangan pasir besi terlihat dari telah munculnya demonstrasi dari masyarakat, terutama nelayan yang menentang kegiatan penambangan pasir besi. Demonstrasi itu seringkali harus diselesaikan dengan beberapa kali perundingan dan negosiasi antara perwakilan nelayan dan perusahaan. Tentunya proses seperti ini akan membutuhkan biaya besar, apalagi kesepakatan tidak kunjung dihasilkan sehingga membutuhkan negosiasi panjang.

Gambar

Tabel 17 Jumlah Produksi Perikanan Tangkap TPI Pamayang Sari
Tabel 22 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 2
Tabel 25 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 4
Gambar 17 Laju ekstraksi optimal pasir besi dengan dan tanpa eksternalitas  a lihat bahwa jalur ekstraksi tan
+2

Referensi

Dokumen terkait

kemudian dari hasil uji korelasi secara keseluruhan di sektor jasa ada hubungan antara transaksi asing terhadap return saham, dengan hubungan yang sangat rendah dengan

Inilah yang membuat Muhamad Arafik, dosen Universitas Negeri Malang (UM), memilih tema mengajarkan puisi dengan menyenangkan pada siswa kelas V SDN Tanjunganom 2,

Hasil dari perhitungan algoritma gajah mada dinyatakan stroke hemoragik (perdarahan intraserebral) jika didapatkan ketiganya (+)/2 dari 3 kriteria (+), jika

Judul Skripsi : Analisis Infiltrasi Tanah Untuk Evaluasi Sumur Resapan di Kampus Kentingan Universitas Sebelas Maret Tahun 2016 (Sebagai Implementasi Pembelajaran Geografi

Penelitian sebelumnya diperoleh nilai sensitivitas yang lebih tinggi (86,6%) sehingga penderita suspek malaria yang tidak mengalami demam dengan hasil mikroskopis positif lebih

Kuliah Minggu 14 dan 15 : Pertemuan ke empat belas dan lima belas diawali dengan mengingatkan materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya dilanjutkan dengan

Diverter damper terdapat pada sistem Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang digunakan untuk mengalihkan gas buang turbin, apakah gas buang tersebut digunakan

- Pembangunan Jalan usaha tani Tepus, Tepus Tepus, Tepus, Gunungkidul 50,000,000 Manual - Pembangunan Jalan usaha tani Giripangung, Tepus Giripanggung,Tepus,Gunungkidul