• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Efektifitas Pupuk Hayati Majemuk pada Tanaman Kedelai (Glycine max)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Efektifitas Pupuk Hayati Majemuk pada Tanaman Kedelai (Glycine max)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK HAYATI

MAJEMUK PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max)

NUR SYAHRIYAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Efektivitas Pupuk Hayati Majemuk pada Tanaman Kedelai (Glycine max) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(6)

ABSTRAK

NUR SYAHRIYAH. Pengujian Efektivitas Pupuk Hayati Majemuk pada Tanaman Kedelai (Glycine max). Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan BUDI NUGROHO.

Pupuk hayati merupakan bahan yang mengandung bakteri fungsional yang penambahannya dimaksudkan untuk memfasilitasi penyediaan hara bagi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas pupuk hayati majemuk pada tanaman kedelai (Glycine max). Metode perhitungan biomassa dan pertumbuhan tanaman dilakukan pada skala lapang. Populasi mikrob dihitung menggunakan metode agar tuang. Hara N dianalisis dengan metode Kjeldahl dan P menggunakan alat spektrofotometer. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, uji lanjut menggunakan uji Duncan taraf 5%. Dosis pupuk hayati majemuk yang digunakan sebesar 50 kg/ha, dosis pupuk mineral meliputi urea 50 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Pupuk Dasar terdiri dari kompos dan dolomit diberikan masing-masing adalah 7.5 ton/ha (BKM) dan 5.79 ton/ha (1.5xAldd). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan PH nyata meningkatkan tinggi tanaman saat panen, bobot kering tanaman, serapan nitrogen, kadar nitrogen, serapan fosfor, dan bintil akar efektif dibandingkan pupuk standar maupun kontrol. Pemberian pupuk hayati tidak nyata meningkatkan bobot kering biji, bobot basah biji, jumlah biji per tanaman serta bobot 100 biji dibandingkan dengan pupuk standar maupun kontrol. Pupuk hayati cenderung meningkatkan populasi fungi, bakteri, Rhizobium, dan MoPF lebih besar dibandingkan pupuk standar. Populasi mikrob tanah menurun dari 45 HST menuju 90 HST.

Kata kunci : pupuk hayati, nitrogen, fosfor,Rhizobium,MoPF

ABSTRACT

NUR SYAHRIYAH. Effectivity Evaluation of Compound Biofertilizer on Soybean Plant (Glycine max.). Supervised by RAHAYU WIDYASTUTI and BUDI NUGROHO.

Biofertilizer is made from materials with containing functional bacterias to facilitate nutrient providing for plants. This study aims to evaluate the effective of using biofertilizer on soybean plants (Glycine max).

Plant’s biomass and rate of growth were tested and evaluated on field scale.

Microbe population was calculated using plate count method. Nitrogen nutrient were analysed using Kjeldahl, and P method using spectrophotometer device. Data were analysed using full random program. The significance rate was evaluated using DMRT 5%. Thefertilizer’s dosis

(7)

nitrogen uptake, the levels of nitrogen, phosphorus uptake, and effective nodule as well as effective than the control and standard fertilizers. Statistically, provision of biofertilizer doesn’t affect the dry weight of wet weight of seed, seed, seed number per plant as well as the weight of 100 seeds compared with standard fertilizers as well as controls. Biological fertilizers tend to increase the population of fungi, bacteria, Rhizobium, and larger than MoPF standard fertilizers. The soil microbe population decreases from 45 DAP into 90 DAP.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK HAYATI

MAJEMUK PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max)

NUR SYAHRIYAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

Judul Skripsi : Pengujian Efektifitas Pupuk Hayati Majemuk pada Tanaman Kedelai (Glycine max)

Nama : Nur Syahriyah NIM : A14090003

Disetujui oleh

Dr Rahayu Widyastuti MSc Pembimbing I

Dr Ir Budi Nugroho MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Baba Barus MSc Ketua Departemen

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala

atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Skripsi yang berjudul “Pengujian Efektivitas Pupuk Hayati Majemuk pada

Tanaman Kedelai (Glycine max) dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai bulan November 2013.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Rahayu Widyastuti, MSc dan Dr Ir Budi Nugroho, MSi selaku pembimbing atas bimbingan dan motivasi selama penelitian dan penulisan karya tulis ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Lilik Tri Indriyati MSc sebagai dosen penguji atas saran dan masukannya dalam perbaikan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para laboran Laboratorium Bioteknologi Tanah, laboran Laboratorium Kimia & Kesuburan Tanah, staff Kebun Percobaan Cikabayan yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayangnya dan bantuan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman Ilmu Tanah 46, rekan-rekan DPM KM IPB, MPM KM IPB atas semangat dan perhatiannya.

Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Bhakti BCA, Beasiswa BNI Syariah, dan PPA atas bantuan beasiswa yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ii

PRAKATA ... ii

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

PENDAHULUAN ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Pupuk Hayati ... 2

Tanaman Kedelai (Glycine max) ... 5

METODE... 6

Waktu dan Tempat... 6

Bahan ... 7

Alat ... 7

Metode ... 7

Pengolahan Data ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati dan Pupuk Standar Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 10

Pengaruh Pemberian Pupuk Standar dan Hayati Terhadap Jumlah Bintil Akar Kedelai dan Populasi Mikrob Tanah ... 13

SIMPULAN DAN SARAN... 17

Simpulan ... 17

Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Dosis Perlakuan Pupuk yang Dicobakan………….... 11 Tabel 2 Bobot biji kedelai setelah pemberian pupuk hayati

dan pupuk standar……….. 12

Tabel 3 Kadar dan serapan nitrogen tanaman kedelai yang diberi pupuk hayati dan pupuk standar………. 15 Tabel 4 Kadar dan serapan fosfor tanaman yang diberi pupuk

hayati dan pupuk standar……….……… 16

Tabel 5 Jumlah dan bobot bintil akar kedelai setelah

pemberian pupuk hayati dan pupuk standar………… 17

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tinggi tanaman kedelai umur 13 MST pada perlakuan berbagai dosis pupuk standar dan pupuk hayati………..…. 13 Gambar 2 Populasi Rhizobium setelah pemberian pupuk pada

pertengahan masa tanam (45 HST) dan panen (90

HST)…... 18

Gambar 3 Populasi Mikrob Pelarut Phospat (MoPF) setelah pemberian pupuk pada pertengahan masa tanam (45

HST) dan panen (90

HST)……… 18

Gambar 4 Populasi fungi setelah pemberian pupuk pada pertengahan masa tanam (45 HST) dan panen (90

HST)……... 19

Gambar 5 Populasi total mikrob setelah pemberian pupuk pada pertengahan masa tanam (45 HST) dan panen (90 HST)... 19

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

Lampiran 13 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 7 MST………... 23

Lampiran 14 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 8 MST………... 23

Lampiran 15 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 9 MST………... 24

Lampiran 16 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 10 MST………. 24

Lampiran 17 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 11 MST………. 24

Lampiran 18 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 12 MST………. 24

Lampiran 19 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 13 MST………. 24

Lampiran 20 Hasil analisis ragam kadar nitrogen……… 25

Lampiran 21 Hasil analisis ragam serapan nitrogen……… 25

Lampiran 22 Hasil analisis ragam kadar fosfor……….. 25

Lampiran 23 Hasil analisis ragam serapan fosfor……… 25

Lampiran 24 Hasil analisis ragam bobot satuan bintil akar……… 25

Lampiran 25 Hasil analisis ragam bintil akar efektif……….. 26

Lampiran 26 Hasil analisis ragam bobot basah biji……… 26

Lampiran 27 Hasil analisis ragam bobot kering biji……… 26

Lampiran 28 Hasil analisis ragam bobot satuan biji……… 26

Lampiran 29 Hasil analisis ragam bobot 100 biji……….. 26

Lampiran 30 Hasil uji mutu pupuk hayati majemuk……….. 27

(19)

28

PENDAHULUAN

Penggunaan pupuk kimia seperti NPK, SP-36, dan KCl pada lahan pertanian saat ini sudah mulai dikurangi bahkan digantikan oleh pupuk organik. Sudah sejak lama petani menggunakan pupuk organik secara tradisional untuk mempertahankan kesuburan tanahnya. Dewasa ini, selain digunakan pupuk organik digunakan juga pupuk hayati untuk meningkatkan produksi.

Pupuk hayati merupakan bahan yang mengandung bakteri fungsional yang penambahannya dimaksudkan untuk memfasilitasi penyediaan hara bagi tanaman. Mikrob fungsional yang biasa ditambahkan meliputi bakteri penambat nitrogen, bakteri pelarut fosfat, maupun bakteri penghasil fitohormon. Pupuk hayati ataubiofertilizertelah dianggap sebagai salah satu alternatif masukan produksi dalam budidaya tanaman, khususnya menyangkut pemupukan. Kenaikan harga pupuk akibat berkurangnya subsidi pemerintah memicu penggunaan pupuk hayati atau pupuk organik lebih intensif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Ketersediaan bahan organik yang semakin menipis di dalam tanah menjadi penyebab lain peningkatan penggunaan pupuk hayati atau pupuk organik.

Nitrogen dan fosfor merupakan dua unsur hara yang paling banyak diperlukan tanaman dan merupakan faktor pembatas pertumbuhan maupun hasil tanaman. Kebutuhan pupuk kimia kedua unsur tersebut sangat besar sedangkan ketersediaanya dalam tanah sedikit. Oleh karena itu digunakanlah pupuk hayati dengan mikrob penambat nitrogen dan pelarut fosfat sebagai alternatif. Pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk nitrogen dan fosfor kimia tanpa mengurangi produksi tanaman (Yokoyama dan Ando 2010).

Pupuk hayati yang akan diuji merupakan pupuk hayati majemuk berbentuk serbuk yang mengandung Rhizobium tropici sebagai bakteri penambat nitrogen, Actinomycetes, Aspergillus, Bacillus dan Burcholderia sebagai pelarut fosfat serta mikrob penghasil fitohormon IAA (Rhizobium tropici, Bacillus, Burcholderia). Uji efektifitas pupuk hayati ini dilakukan menggunakan tanaman kedelai (Glycine max) sebagai tanaman indikator. Penggunaan pupuk hayati pada kedelai diharapkan mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia terutama pupuk nitrogen dan fosfor serta dapat meningkatkan produksi kedelai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a) menguji efektifitas pupuk hayati majemuk pada tanaman kedelai (Glycine max).

b) menguji pengaruh pupuk hayati pada peningkatan populasi Rhizobium, mikrob pelarut fosfat (MoPF), fungi dan total mikrob. c) menguji pengaruh pupuk hayati terhadap kadar nitrogen, serapan

nitrogen, kadar fosfor, dan serapan fosfor.

(20)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk Hayati

Definisi Pupuk Hayati

Rao (1982) mendefinisikan pupuk hayati mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikrob penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikrob tersebut dan mempercepat proses mikrobial tertentu untuk meningkatkan ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.

FNCA (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai bahan yang mengandung mikrob hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.

Menurut Simanungkalit dan Saraswati (1993), mikrob dalam pupuk yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulan multistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih. Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional mikrob (pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional mikrob. Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikrob.

Pupuk hayati merupakan mikrob hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman.Oleh karena itu, pupuk hayati sering juga disebut pupuk mikrob. Akhir-akhir ini perhatian terhadap pupuk hayati semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, pencabutan subsidi pupuk oleh pemerintah pada tahun 1998, dan timbulnya kesadaran terhadap potensi pencemaran lingkungan melalui penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan tidak efisien (Sunarlim, Pasaribu, dan Gunawan 1992).

Prospek Pupuk Hayati

(21)

3

lingkungan akibat kegiatan pertanian. Istilah “pertanian berkelanjutan”

(sustainable agriculture system), keanekaragaman hayati (biodiversity), sistem pertanian terpadu (integrated agriculture system) dan pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi LEISA mulai diperhatikan dan dikembangkan di banyak negara (Sutanto 2002).

Penurunan kualitas tanah sebagai akibat dari penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus dan dalam jumlah besar tanpa pemberian bahan organik yang cukup pada pertanian konvensional sudah mulai dirasakan. Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati yang bermutu akan membantu upaya untuk melestarikan produktivitas lahan dan produksi tanaman. Hasil penelitian untuk melihat pengaruh penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik/hayati menunjukkan bahwa kombinasi ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Pupuk organik yang diberikan haruslah dalam jumlah yang cukup dan tidak menekan pertumbuhan mikrob pupuk hayati (Simanungkalit 2006).

Noor (2005) berpendapat bahwa petani lebih memperhatikan kepentingan sesaat daripada kepentingan jangka panjang. Pemakaian pupuk anorganik terutama dalam jumlah berlebihan di atas takaran rekomendasi selama ini sudah mulai memberikan dampak lingkungan yang negatif seperti menurunnya kandungan bahan organik tanah, rentannya tanah terhadap erosi, menurunnya permeabilitas tanah, menurunnya populasi mikrob tanah, dan sebagainya. Atas dasar alasan inilah para petani mulai sadar untuk menggunakan pupuk organik maupun pupuk hayati.

Pemanfaatan pupuk hayati yang bermutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan meningkatkan produksi tanaman, menghemat biaya pupuk, dan meningkatkan pendapatan petani (Kusumawardhani, Amalia, dan Widodo 2003). Mikrob-mikrob yang terkandung dalam pupuk hayati dapat ditempatkan bersama dengan bahan pembawa. Bahan pembawa pupuk hayati dapat berupa bahan organik seperti gambut, arang, sekam, dan kompos sedangkan untuk bahan pembawa anorganik digunakan bentonit, vermikulit, atau zeolit (Madjid 2009). Menurut Yuwono (2006), formulasi mikrob dan bahan pembawa mempengaruhi efektifitas pupuk hayati.

Bakteri Penambat Nitrogen

Salah satu jenis mikrob penambat nitrogen adalah bakteriRhizobium. Salah satu bentuk simbiosis penambat N antara mikrob dengan tanaman tingkat tinggi yang sangat terkenal adalah simbiosis bakteri kelompok Rhizobia dengan tanaman leguminose. Koloni Rhizobium bersimbiosa dengan akar tanaman leguminosa membentuk bintil akar yang berperan dalam pengikatan nitrogen sehingga mampu memfiksasi nitrogen (Sutanto 2002).

(22)

4

N fiksasiRhizobiummencapai 47% dari N total yang diasimilasi oleh tanaman (Madigan, Martinko, dan Parker 2000).

Pembentukan koloni diawali dengan akar yang mengeluarkan triptofan dan senyawa lain yang menyebabkan peningkatan jumlahRhizobiumdi sekitar akar. Triptofan digunakan oleh bakteri dan diubah menjadi asam indolasetat (IAA) dan dipengaruhi oleh asam -2- ketoglutarat dan asam glutamat yang bertindak sebagai substrat. Rao (1977) menyatakan bahwa IAA inilah yang menyebabkan rambut akar membengkok sebelum bakteri masuk ke dalamnya. Rhizobium mengeluarkanpolysacharida ke dalam rambut akar dan bereaksi dengan komponen sel-sel rambut akar membentuk suatu organiser. Organiser menyebabkan terbentuknya polygalacturonase diikuti oleh depolimerasi pektin dinding sel. Kemudian Rhizobium masuk ke dalam dinding sel (invaginasi) membentuk suatu struktur benang infeksi. Benang-benang infeksi yang mengandung bakteri berbentuk tongkat diperluas masuk ke dalam sel bulu akar dipandu oleh nukleus sel rambut akar. Masuknya benang infeksi ke dalam akar dan bercabang membentuk nodul.

Mikrob Pelarut Fosfat

Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam. .Mikrob pelarut fosfat terdiri atas bakteri dan fungi (Jutono 2008).

Mekanisme pelarutan fosfat dapat terjadi secara kimia dan secara biologi. Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikrob pelarut fosfat. Mikrob pelarut fosfat mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, alfa ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan menurunnya pH. Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomanas. Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat. Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ atau Mg2+membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat sehingga dapat diserap oleh tanaman (Glick 1995).

(23)

5

Selain mengasimilasi fosfat yang dibebaskannya, mikrob tersebut menghasilkan sejumlah besar fosfat terlarut sebagai kelebihan dari pasokan nutrisinya ke dalam larutan tanah. Dengan pelarutan fosfat oleh mikrob pelarut fosfat, maka fosfat tersedia dalam tanah meningkat dan dapat diserap oleh akar tanaman. Untuk dapat mencapai akar secara alami, hara fosfat yang larut masuk melalui mekanisme difusi (Isbitani, Kabirun, dan Siradz 2005).

Tanaman Kedelai (Glycine max)

Morfologi

Taksonomi kedelai (Glycine max) termasuk ke dalam kelas Dicotiledonae, famili Leguminoceae, genus Glycine dan spesies Glycine max. Kedelai merupakan tanaman semusim dengan tinggi tanaman untuk varietas wilis antara 40-50 cm. Kedelai dapat dipanen pada umur 80-100 hari (Suprapto 2001).

Menurut Rukmana dan Yuniarsih (2001), sekitar 60% bunga akan rontok sebelum membentuk polong. Polong pertama akan muncul pada umur 10-14 hari setelah munculnya bunga pertama dan waktu yang diperlukan untuk pembentukan polong adalah 21 hari. Jumlah polong yang terbentuk berkisar antara 2-20 pada tiap kelompok bunga sedangkan dalam satu tanaman jumlah polong dapat mencapai 400 polong. Pada setiap polong berisi 1-5 biji dengan bentuk biji bulat pipih hingga bulat lonjong . Periode pengisian biji merupakan periode paling kritis dalam pertumbuhan kedelai. Menurut Hidayat (1985), jika pada periode ini terjadi gangguan maka akan berpengaruh negatif terhadap produksi kedelai. Kedelai berakar tunggang yang pada akarnya terdapat bintil akar berupa koloni Rhizobium yang terbentuk pada umur tanaman 15-20 hari. Perakaran kedelai mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium dalam menambat N2 bebas dari

udara.

Persyaratan Tumbuh

Faktor iklim yang menentukan pertumbuhan tanaman kedelai adalah lama dan intensitas sinar matahari (panjang hari), suhu, kelembaban udara dan curah hujan. Kedelai termasuk golongan tanaman hari panjang, yang memerlukan penyinaran matahari secara penuh, tidak memerlukan naungan. Adanya naungan yang menahan sinar matahari hingga 20% pada umumnya masih dapat ditoleransi oleh tanaman kedelai, tetapi bila melebihi 20% tanaman mengalami etiolasi. Intensitas penyinaran yang hanya 50% dari total radiasi normal dilaporkan menekan pertumbuhan, mengurangi jumlah cabang, buku, dan polong, yang berakibat turunnya hasil biji hingga 60% (Sumarno dan Manshuri 2007).

(24)

6

tinggi yang sering berkabut dan suhu rendah kurang sesuai untuk usaha tani kedelai ditinjau dari ketersediaan sinar matahari. Secara umum, seluruh wilayah di Indonesia dari ketinggian tempat 1 m hingga 1300 mdpl memiliki sinar matahari yang cukup untuk tanaman kedelai, terutama pada musim kemarau (Sumarno 1991).

Deskripsi Kedelai Varietas Petek

Sumber : Puslitbang (2000)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan November 2013. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dan percobaan pot di lapang. Pengamatan pertumbahan tanaman dikerjakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB. Analisis populasi mikrob dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Analisis hara nitrogen dan fosfor dikerjakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

Nama Varietas : Petek

SK : 58/Kpts/TP.240/1/1989 tanggal 21 Januari tahun 1989

Tahun : 1989

Tetua : Lokal Kudus Jawa Tengah Rataan Hasil : 1.2 ton/ha

Pemulia : Sri Astuti Rais Warna hipokotil : Ungu

Warna bulu : Putih Warna bunga : Ungu

Warna biji : Kuning mengkilat Warna hilum biji : Coklat

(25)

7

Bahan

Bahan yang digunakan meliputi benih kedelai varietas Petek, bahan tanah Latosol dari Darmaga, pupuk hayati majemuk, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, dolomit, bahan organik (kompos kotoran sapi), dan biji sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati, media pikovskaya, media YEMA, media Nutrient Agar (NA), media Martin Agar (MA), larutan fisiologis, spirtus, alkohol 70%, kapas, alumunium foil, dan plastik wrap, contoh tanaman, H2SO4, H3BO3, NaOH, NaCl, HCl, NH4F, NH4OH, H2O2,

serbuk P-C, KCl, NaF, indikator phenolptalein, indikator conway, campuran selenium, parafin cair,aquadest, dan kertas saring.

Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan lapang meliputi Spektrofotometer, Laminar air flow, inkubator, alat destruksi, destilator, autoklaf, oven, timbangan digital, shaker, mesin pengocok, cawan petri, pipet, tabung reaksi dan labu erlenmeyer, labu destruksi, labu kjeldahl, hot plate, gelas ukur, tabung reaksi, labu erlenmeyer 125 ml, pipet, buret, botol film, botol semprot, kertas saring , ayakan tanah 5 mm, ayakan tanah 2 mm, cangkul, timbangan, gembor, pot, botol semprot, dan penggaris,.

Metode

Pengambilan Contoh Tanah

Bahan tanah yang akan digunakan sebagai media tanam adalah Latosol Dramaga yang diambil dari Kebun Percobaan Cikabayan, IPB pada kedalaman 0-20 cm. Tanah dikeringudarakan selama 2-3 hari kemudian disaring hingga lolos saringan 5 mm.

Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan meliputi isolasi mikrob tanah (Rhizobium, fungi, total mikrob dan MoPF) dari contoh tanah yang akan digunakan sebagai media tanam, pengukuran Al-dd (alumunium dapat ditukar), dan kadar air kompos. Pengukuran Al-dd berguna untuk menentukan dosis dolomit yang akan digunakan. Contoh tanah diukur kadar air kapasitas lapang (KAKL) untuk menetapkan jumlah air yang ditambahkan ke dalam setiap pot tanaman yaitu sebesar 80% KAKL. Pengukuran kadar air kompos digunakan dalam penentuan dosis kompos setara BKM.

Rancangan Perlakuan

(26)

8

SP-36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Dosis 100% pupuk hayati yaitu pupuk hayati majemuk 50 kg/ha, dolomit dan kompos sebagai pupuk dasar diberikan dengan dosis 7.5 ton/ha dan 1.5 kali Al-dd atau setara dengan 5.79 ton/ha.

Rancangan Percobaan

Model statistika untuk percobaan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) adalah sebagai berikut :

Yij= µ + Ti+ Eij

di mana : Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i

dengan ulangan ke-j

µ : rata-rata (nilai tengah) respon Ti : pengaruh perlakuan pupuk mineral ,

pupuk hayati dan kombinasinya ke-i yang akan diuji

Eij : pengaruh faktor random yang akan

mendapat perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j

Persiapan Penanaman

Persiapan penanaman dilakukan dengan menimbang 2.5 kg tanah (BKU) yang telah disaring untuk masing-masing pot dengan ukuran 5 kg. Kemudian pada masing-masing pot ditambahkan lagi 2.5 kg tanah yang telah dicampur kompos dan dolomit. Setelah itu, masing-masing pot diberi pupuk sesuai dengan perlakuan.

Penanaman, Pemeliharaan, dan Panen

Tanah dalam pot dikondisikan pada kadar air 80% KAKL. Kemudian benih kedelai ditanam sebanyak tiga biji pada setiap pot. Setelah itu pupuk diberikan pada masing-masing pot sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Tabel 1 Dosis Perlakuan Pupuk yang Dicobakan

Perlakuan

Pupuk hayati Urea SP-36 KCl Dolomit Kompos

g/5 kg BKU tanah 0

Pupuk Standar (N) 0 0 0.025 0.025 0.625 0.625 0.25 0.25 14.475 18.75

Pupuk Hayati (PH) 0.125 0.125 0 0 0 0 0 0 14.475 18.75

Pupuk

Standar+Pupuk Hayati (N+PH)

0.125 0.125 0.025 0.025 0.625 0.625 0.25 0.25 14.475 18.75

(27)

9

Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali yaitu saat tanam dan menjelang pembungaan yaitu 30 HST (hari setelah tanam). Penyiraman dilakukan dengan metode gravimetri dengan tetap menjaga kadar air sebesar 80% kapasitas lapang. Penyiraman dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari. Pembasmian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan pestisida nabati,yang berasal dari biji sirsak yang dihaluskan kemudian diencerkan menggunakan air. Penyemprotan dilakukan sebanyak dua kali seminggu pada 3 minggu pertama tanam atau secara insidental jika ada serangan hama & penyakit. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan gulma setiap minggu dari minggu pertama sampai menjelang panen.

Pengukuran Pertumbuhan Tanaman

Pengamatan terhadap tinggi dilakukan setiap minggu dari minggu pertama sampai panen. Pengukuran biomassa tanaman dilakukan dengan memotong bagian tanaman menjadi dua bagian yaitu bagian atas (batang, polong, dan daun) dan bagian bawah (akar). Kemudian bagian tanaman ditimbang menggunakan timbangan digital (bobot basah) dan dioven pada suhu 800C selama 48 jam. Setelah itu kemudian bagian tanaman ditimbang kembali (bobot kering). Bobot polong, bobot biji, dan bobot 100 butir biji ditimbang per tanaman. Bintil akar setiap tanaman dihitung jumlah dan bobot. Selanjutnya dicari bintil akar efektif yaitu bintil yang berwarna merah jambu di bagian dalamnya. Jumlah satuan biji dihitung per tanaman.

Pengukuran Kadar Nitrogen dan Fosfor Tanaman

Daun tanaman yang sudah dioven digiling menggunakan mesin penggiling. Metode yang digunakan dalam pengukuran nitrogen adalah metode Kjeldahl. Fosfor tanaman diekstrak dengan cara pengabuan basah dan ditetapkan secara kolorimetri menggunakan spektrofotometer.

Pengukuran Populasi Mikrob

Isolasi mikrob menggunakan tanah pada pot yang ditanami kedelai. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-10 cm secara komposit pada 45 HST dan 90 HST untuk mengetahui populasi mikrob tanah. Media yang digunakan untuk menumbuhkan mikrob meliputi Yeast Extract Manitol Agar (YEMA), Nutrient Agar (NA), Martin Agar (MA), dan Pikovskaya. Metode yang digunakan dalam penentuan populasi mikrob adalah metode agar tuang.

Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SAS, apabila hasil uji F hitung lebih besar dari F tabel, maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan uji beda nyata DMRT (Duncan’s Multiple Range

(28)

10

HASIL

Pengaruh Pemberian P Pe

Tinggi Tanaman

Pada Gambar 1 terl tinggi tanaman dibanding tanaman perlakuan PH le kontrol. Perlakuan kombina (N + PH) memperoleh tingg ¾(N+PH) sebesar 42.50 c perlakuan ¼(N+PH) sebesa kedelai dapat meningkatka pemberian pupuk standar m nyata meningkatkan secar Rosmayati (1989), bahwa interaksinya tidak membe tanaman pada waktu panen.

Bobot kering tanaman dan

Bobot kering polon perlakuan ¾(N+PH) yaitu Tabel 2 menunjukkan bahw sama dengan perlakuan N dibandingkan dengan kontr

Gambar 1 Tinggi

Pupuk Hayati dan Pupuk Standar Terhadap Pertumbuhan Tanaman

terlihat bahwa pupuk hayati tidak nyata mena ndingkan pupuk standar maupun kontrol. Ti

lebih besar dibandingkan perlakuan N maup inasi 1 kali pupuk standar dan 1 kali pupuk ha tinggi tanaman sebesar 35.98 cm. Tinggi tana

cm, perlakuan ½(N+PH) sebesar 40.38 cm besar 40.94 cm. Pemberian pupuk hayati p atkan tinggi tanaman lebih besar dibanding r maupun tanpa pemberian pupuk meskipun t cara statistik. Hal ini didukung oleh peneli

a penggunaan Rhizobium, pupuk nitrogen, se berikan pengaruh yang nyata terhadap ti en.

dan polong

polong dan tanaman tertinggi ditemukan pa itu masing-masing sebesar 12.02 g dan 17.62 hwa perlakuan PH menunjukkan hasil yang ham

N dan nyata meningkatkan berat kering tana ontrol. Dosis kombinasi penggunaan kedua pup ggi tanaman kedelai umur 13 MST pada

kuan berbagai dosis pupuk standar dan pupuk ti

yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf

(29)

11

tidak berpengaruh terhadap berat kering polong dan tanaman. Hal ini terlihat dari bobot kering tanaman dari perlakuan 3/4 (N+PH), 1/2 (N+PH), dan 1/4 (N+PH) masing-masing sebesar 17.62 g, 15.48 g, dan 17. 13 g. Bobot kering polong juga menunjukkan hasil yang serupa yaitu masing-masing sebesar 12.02 g, 11.64 g, 11.81 g. Peningkatan berat kering tanaman dan polong akibat pemberian pupuk hayati disebabkan oleh mikrob yang terdapat dalam pupuk hayati seperti bakteri penambat nitrogen dan mikrob pelarut fosfat.

Menurut Salisbury dan Ross (1995), N2 bebas yang difiksasi secara hayati

akan membantu peningkatan fotosintesis, kemudian fotosintat dalam bentuk karbohidrat akan ditranslokasikan keseluruh jaringan tanaman dan selanjutnya akan digunakan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman. Peningkatan hasil tanaman (bobot polong) juga dapat di sebabkan karena adanya bakteri pelarut fosfat (Noor 2005).

Bobot Biji

Bobot kering dan bobot basah biji serta bobot 100 butir biji kedelai tertinggi pada perlakuan ¾ (N+PH) sedangkan jumlah biji terbanyak pada perlakuan N+PH. Pemberian pupuk hayati tidak nyata meningkatkan bobot kering biji, bobot basah biji, jumlah biji per tanaman serta bobot 100 butir biji dibandingkan dengan pupuk standar maupun kontrol. Perlakuan dosis kombinasi antara pupuk standar dan pupuk hayati berpengaruh terhadap bobot 100 butir biji namun tidak berpengaruh terhadap bobot kering biji, bobot basah biji dan jumlah biji per tanaman. Penggunaan pupuk standar memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pupuk hayati terhadap bobot kering biji, bobot basah biji, jumlah biji/tanaman serta bobot 100 butir biji kedelai.

Tabel 2 Bobot kering tanaman dan polong setelah dikeringkan Perlakuan Bobot kering

tanaman (g)

Bobot kering polong (g)

Kontrol 10.54b 7.66a

N 14.74ab 9.53a

PH 14.69ab 9.36a

N+PH 16.47a 11.15a

3/4 (N+PH) 17.62a 12.02a

1/2 (N+PH) 15.48ab 11.64a

1/4 (N+PH) 17.13a 11.81a

(30)

12

Tabel 3 Bobot biji kedelai setelah pemberian pupuk standar dan pupuk hayati

Kontrol 5.44a 4.32a 56.00a 8.50a

N 6.09a 4.80a 66.00a 9.14a

PH 6.14a 5.00a 69.00a 9.67a

N+PH 7.46a 6.34a 85.00a 8.72a

3/4 (N+PH) 8.47a 7.38a 80.00a 10.52a

1/2 (N+PH) 7.12a 5.93a 73.00a 9.76a

1/4 (N+PH) 7.94a 6.55a 85.00a 9.34a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Serapan Hara

Perlakuan pupuk hayati nyata meningkatkan kadar dan serapan nitrogen dibandingkan dengan pupuk standar dan kontrol. Kadar dan serapan nitrogen perlakuan N+PH menunjukkan hasil tertinggi. Serapan tanaman pada perlakuan PH yaitu 66.50 mg/pot sama besar dengan perlakuan N+PH akan tetapi kadar nitrogen N+PH (4.5%) lebih besar dari PH (4.3%). Hal tersebut menunjukkan bahwa serapan nitrogen kedelai dengan pemberian pupuk hayati (PH) lebih efektif dari pemberian pupuk hayati+pupuk standar (N+PH). Serapan nitrogen 66.50 mg/pot dapat terpenuhi dengan pemberian pupuk hayati saja.

Perlakuan PH nyata meningkatkan kadar dan serapan nitrogen dibandingkan perlakuan N dan kontrol. Perlakuan kombinasi dosis pupuk standar dan pupuk hayati berpengaruh terhadap kadar dan serapan nitrogen. Perlakuan ¾(N+PH) nyata meningkatkan serapan nitrogen daripada ½ (N+PH) dan ¼(N+PH) namun tidak nyata meningkatkan terhadap kadar nitrogen.

Tabel 4 Kadar dan serapan nitrogen tanaman kedelai yang diberi pupuk hayati dan pupuk standar

Perlakuan Kadar nitrogen

3/4 (N+PH) 3.69ab 63.00a

1/2 (N+PH) 2.96ab 42.00ab

1/4 (N+PH) 2.02ab 35.00ab

(31)

13

Kadar dan serapan fosfor tanaman tertinggi pada perlakuan PH yaitu sebesar 0.19 % dan 3.27 mg/pot. Perlakuan PH nyata meningkatkan serapan fosfor dibandingkan perlakuan N dan kontrol namun tidak nyata meningkatkan terhadap kadar fosfor. Pemberian dosis ¾ (N+PH), ½(N+PH), dan ¼(N+PH) tidak berpengaruh terhadap kadar maupun serapan fosfor. Peningkatan fosfor ini disebabkan oleh adanya fosfat yang tersedia akibat pelarutan fosfat oleh mikrob pelarut fosfat.

Pupuk hayati yang digunakan mengandung mikrob pelarut fosfat yang dapat memfasilitasi penyediaan fosfor bagi kedelai. Menurut Kasli (1980), bakteri pelarut fosfat menghasilkan enzim fosfatase yang merupakan kompleks enzim penting di dalam tanah yang berfungsi memutus ikatan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Perlakuan kombinasi dosis lainnya menunjukkan hasil yang relatif sama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kombinasi berbagai dosis perlakuan tidak berpengaruh terhadap kadar dan serapan P.

Pengaruh Pemberian Pupuk Standar dan Hayati Terhadap Jumlah Bintil Akar Kedelai dan Populasi Mikrob Tanah

Jumlah dan Bobot Bintil Akar

Hasil percobaan menunjukkan bahwa bintil akar dengan ukuran terbesar terdapat pada perlakuan PH yaitu sebesar 0.08 g dan jumlah terbanyak pada 1/2 (N+PH) yaitu 92 butir. Bobot bintil per tanaman tertinggi ditemukan pada perlakuan N+PH yaitu sebesar 5.08 g. Perlakuan PH memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan perlakuan N dalam hal bobot per tanaman, jumlah bintil per tanaman dan bobot satuan bintil namun lebih tinggi dari kontrol.

Perlakuan PH nyata meningkatkan jumlah bintil akar efektif dibandingkan perlakuan N maupun kontrol. Perlakuan kombinasi antara PH dan N berpengaruh terhadap bobot per tanaman namun tidak berpengaruh pada jumlah bintil per tanaman, bobot satuan bintil, dan jumlah bintil akar efektif. Pembentukan bintil akar efektif hanya ditemukan pada pemberian

Tabel 5 Kadar dan serapan fosfor tanaman yang diberi pupuk hayati dan pupuk standar

Perlakuan Kadar P (%)

Serapan P (mg/pot)

Kontrol 0.05a 0.93b

N 0.11a 1.49ab

PH 0.19a 3.27a

N+PH 0.09a 1.37ab

3/4 (N+PH) 0.06a 1.06ab

1/2 (N+PH) 0.09a 1.33ab

1/4 (N+PH) 0.06a 1.10ab

(32)

14

pupuk hayati sebanyak 1 butir. Sedikitnya bintil akar efektif yang terbentuk ini dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen dan kesesuaian antara inang danRhizobium.

Berdasarkan hasil penelitian Parwadi (1986), pemberian nitrogen cenderung menurunkan jumlah bintil yang terbentuk namun beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan beberapa galur Rhizobium dan varietas kedelai, ternyata pengaruh Rhizobium tidak selalu sama terhadap pembentukan bintil, kemampuan fiksasi, dan hasil biji. Bintil akar efektif ditandai dengan adanya warna merah jambu pada bagian dalam bintil. Bintil akar efektif mengindikasikan adanya aktivitas penambatan N2

bebas olehRhizobium.

Bakteri penambat nitrogen yang terkandung dalam pupuk hayati merupakan Rhizobium tropici yang memiliki kisaran inang luas meliputi tanaman kacang (Phaseolus vulgaris), lamtoro, dan alfalfa (Soedarjo 2007). Aplikasi pupuk hayati dalam penelitian menggunakan tanaman kedelai (Glycine max) yang bukan merupakan kisaran inangRhizobium tropici. Hal ini menjadi salah satu faktor sedikitnya bintil akar efektif yang terbentuk. Menurut Lerouge et al.(1990), bintil akar efektif akan terbentuk bila terdapat kesesuaian antara tanaman inang denganRhizobium.

PopulasiRhizobium

Populasi Rhizobium tertinggi tampak pada perlakuan N+PH diikuti oleh PH dan hasil paling rendah yaitu kontrol. Kombinasi dosis ¾(N+PH), ½(N+PH), dan ¼(N+PH) berpengaruh terhadap populasi Rhizobium. Semakin tinggi dosis pupuk hayati yang diberikan maka populasinya semakin besar. Penambahan pupuk hayati dapat meningkatkan populasi mikrob tanah dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk standar juga dapat meningkatkan populasiRhizobium dibandingkan kontrol namun tidak sebesar akibat penambahan pupuk hayati. Dalam hal ini Rhizobium dalam pupuk dapat bersaing dengan indigenous Rhizobium sehingga populasinya dapat meningkat. Pemberian pupuk standar dan pupuk hayati dapat meningkatkan populasi Rhizobium namun mengalami penurunan dari 45

Tabel 6 Jumlah dan bobot bintil akar kedelai setelah pemberian pupuk hayati dan pupuk standar

Perlakuan Bobot

(g) Jumlah

Bobot satuan

Jml bintil akar efektif

Kontrol 2.82a 40a 0.07a 0b

N 4.60a 63a 0.07a 0b

PH 4.56a 58a 0.08a 1a

N+PH 5.08a 69a 0.07a 0b

3/4 (N+PH) 4.51a 69.25a 0.07a 0b

1/2 (N+PH) 4.10a 92a 0.04a 0b

1/4 (N+PH) 2.93a 67a 0.04a 0b

(33)

HST sampai 90 bahan organik Serangan nemat alami bagi Rhizobi 1977). populasi MoPF MoPF lebih be

90 HST pada semua perlakuan. Penurunan popul abkan oleh penurunan kandungan bahan organi nematoda maupun bakteri parasit. Ketersediaan nipis karena bahan organik terus digunakan ole

mbahan. Menurut Noor (2005), mikrob tana k sebagai asupan energi sehingga berkurangn nik akan mempengaruhi pertumbuhan/populasi atoda dan bakteri parasit dalam tanah yang hizobium dan dapat menurunkan populasi Rhi

2 Populasi Rhizobium setelah pemberian pertengahan masa tanam (45 HST) dan pan

krob Pelarut Fosfat (MoPF)

opulasi mikrob pelarut fosfat tertinggi dijumpai pada kuti oleh perlakuan N. dan terendah ditemuka kombinasi PH dan N berpengaruh terhadap popul

sar dosis pupuk standar dan pupuk hayati yang di MoPF akan semakin besar. Perlakuan PH mening

besar dibandingkan kontrol maupun perlakua nunjukkan penurunan populasi MoPF dari 45 H populasi tersebut diduga disebabkan oleh penuruna

k dalam tanah. Ketersediaan bahan organik se n organik terus digunakan oleh mikrob Menurut Noor (2005), mikrob tanah mem gai asupan energi sehingga berkurangnya kete n mempengaruhi pertumbuhan/populasi mikrob

00

(34)

16

Populasi Fungi Tanah

Populasi fungi tert perlakuan PH dan terenda meningkatkan populasi fung Perlakuan kombinasi PH da populasi fungi tanah. Semaki diberikan maka populasi f populasi fungi berkurang da

Populasi Total Mikrob Tan

Total mikrob tanah tinggi dibandingkan dengan ditemukan pada perlakuan pupuk hayati dan pupuk Gambar 4 Populasi fung

tanam (45 H

Gambar 3 Populasi Mikr pupuk pada pe

tertinggi terdapat pada perlakuan N+PH dii endah pada kontrol. Perlakuan PH cender ungi tanah lebih besar dibandingkan perlakuan

dan pada berbagai dosis berpengaruh terha akin besar dosis pupuk standar+pupuk hayati y i fungi akan semakin besar. Secara keseluruha g dari 45 HST sampai 90 HST.

Tanah

h pada perlakuan N+PH menunjukkan hasil pa gan perlakuan lain. Populasi tertinggi selanjut an PH. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna uk standar secara bersamaan mampu mem ungi setelah pemberian pupuk pada pertengahan m 45 HST) dan panen (90 HST)

Perlakuan Pemupukan

45HST 90 HST

Mikrob Pelarut Fosfat (MoPF) setelah pemberian da pertengahan masa tanam 45 (HST)

(35)

pertumbuhan m

n mikrob tanah (bakteri dan fungi). Perlakuan P nggi dibandingkan perlakuan N. Hal tersebut m ggunaan pupuk hayati mampu meningkatkan

h lebih besar dibandingkan penggunaan dosis ¾(N+PH), ½(N+PH), dan ¼(N+PH) membe populasi total mikrob tanah. Pada semua perlakua

ma yaitu penurunan populasi dari 45 HST sampa

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

kuan hayati majemuk nyata meningkatkan t pupuk standar maupun kontrol pada saat pane da perlakuan pupuk hayati nyata meningka berian pupuk hayati tidak nyata meningkatka basah biji, jumlah biji per tanaman serta bobot

n dengan pupuk standar maupun kontrol. n kadar dan serapan nitrogen dari 2.06% dan 4.34% dan 66.50 mg/pot dibandingkan pupuk standa

nyata meningkatkan bintil akar efektif dibandi andar. Pupuk hayati cenderung meningkatkan zobium, dan MoPF lebih besar dibandingkan

uruhan penggunaan pupuk hayati berpengaruh n tanaman, biomassa, kadar hara, serapan har h.

Saran

dilakukannya pengujian aktivitas nitrogenase unt hizobium dalam menambat nitrogen mengguna eduction Assay).

opulasi total mikrob setelah pemberian pupuk pa asa tanam (45 HST) dan panen (90 HST).

0 50 100 150 200

Kontrol N PH N+PH 3/4

(N+PH) kan populasi total n pupuk standar. berikan pengaruh tkan bobot kering bobot 100 butir biji ol. Pupuk hayati dan 29.75 mg/pot andar. Penggunaan bandingkan kontrol kan populasi fungi, an pupuk standar. aruh positif pada hara dan populasi

untuk mengetahui ggunakan uji ARA n pupuk pada pertengahan

(36)

18

DAFTAR PUSTAKA

FNCA Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer Manual Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Tokyo [JP]: Japan Atomic Industrial Forum.

Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung (ID): CV Amico.

Glick B R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria.J Microbial.4:109-117.

Hidayat O. 1985.Kedelai : Teknik Produksi dan Pengembangan. Sumarno, Suyamto, Widjono A, Hermanto, Kasim H, editor. Bogor (ID) : Balittan.

Isgitani M S, Kabirun dan Siradz S A. 2005. Pengaruh inokulasi bakteri pelarut fosfat terhadap pertumbuhan sorghum pada berbagai kandungan P tanah.J Tanah Lingk. 5(1):48-54.

Joner E J, Aarle I M, and Vosatka M. 2000. Phosphatase activity of extra-radical arbuscular mycorrhiza hyphae : a review. Plant Soil. 226:199-210.

Jutono. 2008. The application of Rhizobium-inoculant on soybean in Indonesia.JIPI. 3(5):205-222.

Kasli. 1980. Pengaruh pemupukan N,P,dan K terhadap perkembangan bintil akar, pertumbuhan dan produksi kedelai Clark 63 [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Kusumawardhani Amalia dan Widodo W D. 2003.Pemanfaatan pupuk majemuk sebagai sumber hara budidaya tomat secara hidroponik.Bul Agron.31 (1): 15-20.

Lerouge et al.1990. Symbiotic host-specificity of Rhizobium meliloti is determined by a sulfated and acylated glucosamine oligosac-charide signal.Nature344:781-784.

Madigan M T, Martinko J M, Parker J. 2000.Biology of Microorganism 9th. New Jersey : Prentice Hall

Madjid A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Palembang (ID): Univ.Sriwijaya Press.

Noor A. 2005. Peranan fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk kandang dalam meningkatkan serapan hara dan hasil kedelai.J Tanah Lingk. 7(2):41-47.

Noviana Lailia dan Raharjo B. 2009. Viabilitas Rhizobakteri, Bacillus sp. DUCC-BR-K1.3 pada media pembawa tanah gambut disubstitusi dengan padatan limbah cair industri rokok.J Bioma.11:30-39.

Partohardjono M I S dan Karama A S. 1991. Fosfor Peranan dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian. Bogor (ID) : Balittan. Parwadi. 1986. Pengaruh beberapa inokulan dan pupuk N terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

[Puslitbang] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kedelai 1918-2008. Bogor (ID) : Balittan. Rao N S. 1977. Soil Microorganism and Plant Growth. New Delhi

(37)

19

Rao S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. New Delhi (IN) : Oxford and IBH Publishing Co.

Rosmayati. 1989. Tanggap kedelai terhadap inokulasiRhizobium japonicum dan pemupukan N [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rukmana R dan Yuniarsih Y. 2001. Kedelai, Budidaya dan Pasca Panen.

Yogyakarta (ID) : Kanisius.

Salisbury F B dan Ross C W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Lukman dan Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID) : ITB Press. Terjemahan dari : Plant physiology.

Simanungkalit R D M. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor (ID): Balittanah.

Simanungkalit R D M and Saraswati R. 1993. Application of biotechnology on biofertilizer production in Indonesia. In : Manuwoto S, Sularso and Syamsu, editor. Sustainable Agriculture and Alternative Solution for Food Crisis. Seminar on Biotechnology; 1991 Jul 17-21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID) : PAU-Bioteknologi IPB. P 45-47.

Soedarjo M. 2007.Kedelai : Teknik Produksi dan Pengembangan. Sumarno, Suyamto, Widjono A, Hermanto, Kasim H, editor. Bogor (ID) : Balittan.

Sumarno. 1991.Kedelai dan Cara Budi Daya. Jakarta (ID) : CV Yasaguna. Sumarno dan Manshuri A G. 2007. Kedelai : Teknik Produksi dan

Pengembangan. Sumarno, Suyamto, Widjono A, Hermanto, Kasim H, editor. Bogor (ID) : Balittan.

Sunarlim N D, Pasaribu and Gunawan W. 1992.Effect of Nitrogen and Rhizobium Inoculation on Growth and Yield of Soybean In Red-Yellow Podzolic Soil.JIPI.12(3):116-118

Suprapto. 2001.Bertanam Kacang Tanah. Jakarta.(ID): Penebar Swadaya. Sutanto R. 2002Pertanian Organik. Yogyakarta (ID) : Kanisius.

Yokoyama T and Ando S. 2010 Maret. Overview of Biofertilizer Project In 2009.FNCA Biofertilizer Newsletter. 8: (col 1-2).

Yuwono T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Press.

(38)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam bobot basah tanaman Sumber Blok 3 216.6687571 72.2229190 2.12 0.1337 Perlakuan 6 518.4037214 86.4006202 2.53 0.0590 Galat 18 614.063993 34.114666

Total 27 1349.136471

Lampiran 2 Hasil analisis ragam bobot kering tanaman Sumber Blok 3 41.2454000 13.7484667 2.19 0.1240 Perlakuan 6 133.6808714 22.2801452 3.56 0.0168 Galat 18 112.7735000 6.2651944

Total 27 287.6997714

Lampiran 3 Hasil analisis ragam bobot basah polong Sumber Blok 3 50.15214286 16.71738095 1.64 0.2159 Perlakuan 6 67.45499286 11.24249881 1.10 0.3992 Galat 18 183.7098071 10.2061004

Total 27 301.3169429

Lampiran 4 Hasil analisis ragam bobot kering polong Sumber Blok 3 7.44546786 2.48182262 0.57 0.6424 Perlakuan 6 64.03867143 10.67311190 2.45 0.0658 Galat 18 78.4787571 4.3599310

Total 27 149.9628964

Lampiran 5 Hasil analisis ragam jumlah bintil akar Sumber Blok 3 2656.142857 885.380952 1.35 0.2883 Perlakuan 6 5625.428571 937.571429 1.43 0.2558 Galat 18 11762.85714 653.49206

(39)

21

Lampiran 6 Hasil analisis ragam berat bintil akar Sumber Blok 3 15.73046786 5.24348929 0.81 0.5046 Perlakuan 6 18.45979286 3.07663214 0.48 0.8177 Galat 18 116.4756071 6.4708671

Total 27 150.6658679

Lampiran 7 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 1 MST Sumber

Blok 3 20.029554 6.676518 1.38 0.2808

Perlakuan 6 4941.238393 823.539732 170.29 <.0001 Galat 18 87.052321 4.836240

Total 27 5048.320268

Lampiran 8 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 2 MST Sumber Blok 3 26.13241071 8.71080357 0.74 0.5407 Perlakuan 6 54.41553571 9.06925595 0.77 0.6013 Galat 18 211.2194643 11.7344147

Total 27 291.7674107

Lampiran 9 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 3 MST Sumber Blok 3 14.3859821 4.7953274 0.55 0.6545 Perlakuan 6 135.0908929 22.5151488 2.58 0.0553 Galat 18 156.9233929 8.7179663

Total 27 306.4002679

Lampiran 10 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 4 MST Sumber Blok 3 8.4704670 2.8234890 0.18 0.9098 Perlakuan 6 111.6900232 18.6150039 1.17 0.3628 Galat 18 285.3294268 15.8516348

(40)

22

Lampiran 11 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 5 MST Sumber Blok 3 25.8445536 8.6148512 0.27 0.8445 Perlakuan 6 178.1485714 29.6914286 0.94 0.4918 Galat 18 569.2985714 31.6276984

Total 27 773.2916964

Lampiran 12 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 6 MST Sumber Blok 3 57.6421429 19.2140476 0.52 0.6770 Perlakuan 6 290.0042857 48.3340476 1.30 0.3084 Galat 18 671.292857 37.294048

Total 27 1018.939286

Lampiran 13 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 7 MST Sumber Blok 3 95.2307143 31.7435714 0.57 0.6395 Perlakuan 6 261.8773214 43.6462202 0.79 0.5900 Galat 18 995.665536 55.314752

Total 27 1352.773571

Lampiran 14 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 8 MST Sumber Blok 3 149.3581250 49.7860417 1.04 0.4004 Perlakuan 6 48.8610714 8.1435119 0.17 0.9818 Galat 18 865.107500 48.061528

Total 27 1063.326696

Lampiran 15 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 9 MST Sumber Blok 3 82.09812500 27.36604167 0.55 0.6521 Perlakuan 6 60.58857143 10.09809524 0.20 0.9709 Galat 18 889.280000 49.404444

(41)

23

Lampiran 16 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 10 MST Sumber Blok 3 258.4692857 86.1564286 2.07 0.1406 Perlakuan 6 129.4048214 21.5674702 0.52 0.7877 Galat 18 750.599464 41.699970

Total 27 1138.473571

Lampiran 17 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 11 MST Sumber Blok 3 211.0735714 70.3578571 1.79 0.1857 Perlakuan 6 165.9471429 27.6578571 0.70 0.6516 Galat 18 708.801429 39.377857

Total 27 1085.822143

Lampiran 18 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 12 MST Sumber Blok 3 348.9696429 116.3232143 3.96 0.0250 Perlakuan 6 247.9560714 41.3260119 1.41 0.2662 Galat 18 529.340357 29.407798

Total 27 1126.266071

Lampiran 19 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 13 MST Sumber Blok 3 370.8146429 123.6048810 3.72 0.0305 Perlakuan 6 180.9185714 30.1530952 0.91 0.5113 Galat 18 597.982857 33.221270

Total 27 1149.716071

Lampiran 20 Hasil analisis ragam kadar nitrogen Sumber Blok 3 7.01101071 2.33700357 1.85 0.1736 Perlakuan 6 33.83570000 5.63928333 4.47 0.0061 Galat 18 22.68801429 1.26044524

(42)

24

Lampiran 21 Hasil analisis ragam serapan nitrogen Sumber Blok 3 245.000000 81.666667 0.41 0.7451 Perlakuan 6 9775.500000 1629.250000 8.26 0.0002 Galat 18 3552.50000 197.36111

Total 27 13573.00000

Lampiran 22 Hasil analisis ragam kadar fosfor Sumber Blok 3 0.02698571 0.00899524 2.21 0.1226 Perlakuan 6 0.04638571 0.00773095 1.90 0.1369 Galat 18 0.07341429 0.00407857

Total 27 0.14678571

Lampiran 23 Hasil analisis ragam serapan fosfor Sumber Blok 3 9.17689643 3.05896548 3.33 0.0428 Perlakuan 6 15.31213571 2.55202262 2.78 0.0430 Galat 18 16.51817857 0.91767659

Total 27 41.00721071

Lampiran 24 Hasil analisis ragam bobot satuan bintil akar Sumber Blok 3 0.00401429 0.00133810 0.64 0.5996 Perlakuan 6 0.00620000 0.00103333 0.49 0.8048 Galat 18 0.03768571 0.00209365

Total 27 0.04790000

Lampiran 25 Hasil analisis ragam bintil akar efektif Sumber Blok 3 0.00000000 0.00000000 0.41 0.7451 Perlakuan 6 3.42857143 0.57142857 8.26 0.0002 Galat 18 0.00000000 0.00000000

(43)

25

Lampiran 26 Hasil analisis ragam bobot basah biji Sumber Blok 3 216.6687571 72.2229190 2.12 0.1337 Perlakuan 6 518.4037214 86.4006202 2.53 0.0590 Galat 18 614.063993 34.114666

Total 27 1349.136471

Lampiran 27 Hasil analisis ragam bobot kering biji Sumber Blok 3 2.90443929 0.96814643 0.54 0.6612 Perlakuan 6 29.12683571 4.85447262 2.71 0.0472 Galat 18 32.29293571 1.79405198

Total 27 64.32421071

Lampiran 28 Hasil analisis ragam jumlah biji per tanaman Sumber Blok 3 334.107143 111.369048 0.49 0.6916 Perlakuan 6 2727.857143 454.642857 2.01 0.1169 Galat 18 4066.142857 225.896825

Total 27 7128.107143

Lampiran 29 Hasil analisis ragam bobot 100 biji Sumber Blok 3 7.44546786 2.48182262 0.57 0.6424 Perlakuan 6 64.03867143 10.67311190 2.45 0.0658 Galat 18 78.4787571 4.3599310

(44)
(45)

28

Lampiran 30 Hasil uji mutu pupuk hayati majemuk

No Parameter Standar Mutu Permentan Satuan Hasil Uji Mutu No.70/Permentan/SR.140/10/2011

1 Rhizobium tropici ≥107cfu/g cfu/g 1.3 x 108 Bacillus ≥107cfu/g cfu/g 2.7 x 107 Burcholderia ≥107cfu/g cfu/g 2.1 x 107 Actinomycetes ≥106cfu/g cfu/g 2.5 x 106 Aspergillus ≥105cfu/g cfu/g 1.2 x 105 2 Fungsional

a.Penambat N positif cfu/g positif

b. Pelarut fosfat positif cfu/g positif c. Penghasil

FitohormonAuxin (Indole Acetic Acid)

> 0.0 ppm 188.75

3 Uji patogenitas negatif negatif

4 Kontaminan

E.Colli < 103 cfu/g cfu/g 0

Salmonella < 103 cfu/g cfu/g 0

5 Logam Berat

Pb 550 ppm ppm 10.38

Cd 2 ppm ppm tr

Hg 1 ppm ppm 0.02

As 10 ppm ppm 0.1

6 Kadar Air 35 ppm % 29.3

pH 3.0-8.0 6.3

(46)

28

Lampiran 31 Pertumbuhan tanaman pada 1 MST sampai 13 MST

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

1MST 2MST 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST 8MST 9MST 10MST 11MST 12MST 13MST Kontrol 7.67 15.05 20.68 25.15 27.37 37.00 42.07 45.13 43.40 42.00 44.88 36.03 36.33 N 7.51 13.05 16.61 20.04 26.08 32.29 38.35 42.23 42.80 44.08 41.41 37.98 38.66 PH 8.28 16.95 19.06 22.74 25.88 34.05 39.28 42.56 43.33 43.65 44.15 42.54 40.66 N+PH 5.88 15.46 17.13 20.25 25.01 32.78 37.16 41.01 40.11 42.60 42.20 36.39 35.98 3/4 (N+PH) 5.39 15.40 20.59 26.09 32.53 42.05 46.75 45.11 43.38 47.03 49.09 43.59 42.50 1/2 (N+PH) 5.84 13.65 13.74 20.40 28.44 36.66 41.16 43.28 43.79 43.60 44.03 40.63 40.38 1/4 (N+PH) 7.85 17.05 17.48 22.29 29.39 37.51 42.13 43.55 43.19 43.64 43.69 41.19 40.94

(47)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 6 April 1991. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sugino Hadiyanto dan Endah Suryani.

Riwayat pendidikan penulis dimulai saat penulis mengenyam pendidikan di TK Pertiwi Kaliwinasuh dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai siswa SDN 1 Kaliwinasuh. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Purwareja-Klampok sampai tahun 2003. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Banjarnegara dan diterima di IPB sebagai mahasiswa Manajemen Sumberdaya Lahan melalui jalur USMI pada tahun yang sama.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan BEM Fakultas Pertanian sebagai Bendahara Departemen Komunikasi dan Informasi pada tahun 2011. Selain itu penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Komisi DPM Fakultas Pertanian pada tahun 2012. Penulis juga aktif dalam organisasi DPM KM IPB sebagai Ketua Komisi dan Koordinator Badan Internal pada tahun 2013. Penulis tercatat sebagai Staff MPM KM IPB periode 2012/2013. Kegiatan lain penulis pernah aktif sebagai Asisten Praktikum Biologi Tanah dan Bioteknologi Tanah pada tahun 2012/2013.Penulis juga merupakan penerima beasiswa Bhakti BCA, BNI Syariah, dan beasiswa PPA.

Gambar

Gambar 1 Tinggi ggi tanaman kedelai umur 13 MST pada
Tabel 2 Bobot kering tanaman dan polong setelah dikeringkan
Tabel 5 Kadar dan serapan fosfor tanaman yang diberi pupukhayati dan pupuk standar
Gambar 22
+3

Referensi

Dokumen terkait

kemudian dimasukkan ke GDWD LQSXW ¿OH 3URVHV VLPXODVL PRGHO 6:$7 GLODNXNDQ PHODOXL WDKDSDQ \DLWX GHOLQLDVL '$6 SHPEHQWXNDQ hydrological response unit +58 SHQJRODKDQ GDWD GDQ

Pada sistem Inferensi Fuzzy Metode Mamdani, ada 4 (empat) tahapan yang digunakan untuk mendapatkan output yaitu, pertama pembentukan himpunan fuzzy

Sehingga dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai peserta didik setelah mengikuti proses

Perumusan masalah untuk mengidentifikasi persoalan terkait persetujuan tindakan kedokteran adalah, bagaimana pemahaman dokter terhadap Persetujuan Tindakan Kedokteran

Skripsi berjudul Histeresis pada Proses Adsorpsi dan Desorpsi Lengas Kakao Bubuk telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap motivasi belajar siswa di SMK Unggulan NU Mojoagung Jombang. Jenis penelitian ini

Dalam upaya pengolahan limbah B3, pemusnahan limbah B3 tidak dilakukan secara mandiri oleh pihak rumah sakit karena rumah sakit belum memiliki insinerator

H0 = Tidak terdapat aktivitas hepatoprotektif dari pemberian ekstrak kurma ruthab ( Phoenix dactylifera ) terhadap sayatan histologi hepar mencit ( Mus musculus )