BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Hak
Berdasarkan Pasal 504 KUHPer, benda dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak
bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur
dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan
untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518
KUHPer. Menurut Prof. Subekti suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak
(onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang
demikian ditentukan oleh Undang-undang.1
Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah
tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau
tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan
manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan
1
tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta
dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala
apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang
ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon
yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan
pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak
secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau
bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau
bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya
mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah tidak
bergerak karena memang demikian ditentukan oleh
Undang-undang, segala hak atau penagihan yang
mengenai suatu benda yang tidak bergerak.2
Manusia menurut paham hukum kodrat adalah
bagian dari alam, jagat seluruhnya, sebagai bagian dari
alam, yaitu hukum yang menetapkan apa yang harus
dilakukan oleh setiap bagian alam. Hukum alam atau
hukum kodrat menggariskan cara dan interaksi dengan
yang lain serta dengan keseluruhan alam.
2
Pendapat Cicero, tujuan utama semua manusia
adalah “ untuk membuat kepentingan setiap individu dan
kepentingan seluruh masyarakat. Ini berarti, seorang tidak
perlu mengorbankan kepentingannya dan menyerahkan
kepentingannya kepada orang lain apa sesunguhnya
dibutuhkannya diri sendiri. Sebaliknya, setiap orang harus
mengejar kepentingannya sendiri sedemikian rupa tanpa
merugikan kepentingan orang lain. Alam menghendaki
agar setiap orang mengejar kepentingannya, alam telah
menganugerahkan kepada setiap jenis makhluk hidup
untuk mempertahankan hidupnya.
Dipihak lain, Groutius mengakui bahwa manusia mempunyai dambaan yang kuat akan masyarakat, yaitu
kehidupan sosial. Karena itu ia menolak anggapan bahwa
manusia hanya mencari kepentingan diri sendiri. Justru
sebaliknya, dengan hukum kodrat Tuhan berusaha
mengendalikan kecenderungan manusia terhadap dirinya
diperkenankan memperoleh untuk dirinya, dan untuk
menguasai, hal – hal yang berguna bagi hidupnya.3
Dengan ini Jhon Locke mengakui bahwa kecenderungan manusia untuk hidup bersama dengan
orang lain dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip
dasar hukum kodrat. Masyarakat merupakan hal yang
niscaya bagi kelangsungan hidup manusia. Ini tidak berarti
masyarakat hanya mempunyai arti pargmatis demi
kepentingan kelangsungan hidup setiap orang. Karena
hukum kodrat menuntut manusia untuk mempertahankan
hidupnya dan pada akhirnya hidup sesamanya, atau paling
kurang menuntut adanya keselarasan antara hidup pribadi
dan hidup orang lain. Sebaliknya masyarakat merupakan
bagian hakikat manusia.dan Negara (sebagai organisasi
masyarakat) menjamin kepastian hukum tiap–tiap
individunya dan semua orang mempunyai kedudukan
sama di depan hukum.4
3
A Sonny Keraf, Hukum Kodrat Dan Teori Hak Milik Pribadi,
Kanisius, Jakarta, 1996,h.20.
4
Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan
hukum itu sendiri dari. Ikatan–ikatan antara individu dan
masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan – ikatan
itu cermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur
hubungan – hubungan hukum itu caranya beragam. Dalam
usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan
perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan
sebaik–baiknya: berusaha mencari keseimbangan antara
memberi kebebasan kepada individu dan melindungi
masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat
bahwa masyarakat itu sendiri dari individu–individu yang
menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu
terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan
perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan
kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung
ketegangan atau konflik ini sebaik–baiknya.5
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat
semua manusia itu sama. Maka, teori hak pun cocok
5
diterapkan dengan suasana demokratis. Dalam arti, semua
manusia dari berbagai lapisan kehidupan harus mendapat
perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan
Immanuel Kant, bahwa manusia merupakan suatu tujuan
pada dirinya. Hak – hak pribadi adalah hak – hak yang
dinyatakan sebagai milik pribadi tertentu. Hak – hak
publik adalah hak yang dikmati kelompok tertentu dan hak
– hak bersama adalah hak – hak yang merupakan milik
bersama semua umat manusia.6
Semua hukum kodrat mengakui bahwa aturan –
aturan keadilan diturunkan dari perintah yang terkandung
dalam hukum kodrat. Dan karena hak milik pribadi
merupakan salah satu unsur penting dalam keadilan. atau
lebih tepat karena keadilan berkaitan juga dengan jaminan
hak milik pribadi, maka hak milik pribadi. Jhon Locke misalnya, mengatakan bahwa disamping menjaga agar
orang tidak saling merugikan, fungsi kedua dari keadilan
adalah mengarahkan manusia untuk menggunakan hak
6
milik bersama demi kepentingan bersama, dan hak milik
pribadi demi kepentingan masing – masing.7
Jhon Locke mengenai hak milik pribadi dan
pembatasannya hukum kodrat manusia mempunyai hak
untuk mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk
mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk
mempertahankan hidup umat manusia seluruhnya. Ini
mencangkup hak mempertahankan hidup sendiri dan
hidup orang lain serta hak terhadap semua sarana yang
menunjang kelangsungan hidup manusia. Ini berarti,
kelangsungan hidup manusia tidak hanya merupakan suatu
kewajiban, tetapi bukan merupakan suatu hak. Semua
manusia berhak untuk hidup dan mempertahankan
hidupnya. Untuk itu manusia berhak atas semua sarana
yang memungkinkannya untuk hidup secara layak sebagai
manusia.8
Sebagai makhluk sosial yang merdeka, setiap orang
mempunyai berbagai macam hak untuk menjamin dan
7
A Sonny Keraf.,Op.Cit, h.44.
8
mempertahankan kehidupannya di tengah-tengah
masyarakat salah satunya adalah hak atas tanah. Hak atas
tanah merupakan hak yang dipunyai seseorang yang
menurut sifatnya termasuk hak yang secara wajar boleh
dimiliki oleh suatu pihak karena hubungannya yang
khusus dengan orang atau pihak lain pada suatu tempat
dan waktu tertentu serta situasi dan kondisi yang dianggap
tepat. Hak ini masih dapat dikesampingkan dari kehidupan
seseorang karena adanya suatu atau beberapa kepentingan
yang memaksa Artinya hak atas tanah dapat diperoleh
berdasarkan hukum tetapi masih dapat diganggu gugat
melalui hukum itu sendiri bila ada satu atau beberapa
kepentingan sebagai sebabnya yang lebih memaksa, yang
antara lain adalah kepentingan umum.9
Hak didasarkan atas dasar martabat manusia dan
martabat manusia semua itu sama. Oleh karena itu teori
hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Teori hak begitu popular karena dinilai cocok dengan
9
penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat
tersendiri. Oleh karena itu, manusia individual siapapun
tidak boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan
yang lain. Penentuan dan pengaturan hak bagi subjek
hukum menjadi penting dalam hubungannya dengan
subjek hukum lainnya karena menyangkut persoalan
hukum dan kepastian hukum.
Hak dalam hukum benda dikategorikan sebagai
benda yang tidak berwujud, mempunyai nilai kegunaan
dan karena dapat menjadi objek dalam hubungan hukum.
Dengan kata lain bahwa hak merupakan bagian dari objek
hukum. Hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban, setiap
hak lahir selalu menimbulkan kewajian yang tidak saja
melekat bagi pemegang hak tetapi juga kewajiban bagi
pihak lain, antara lain kewajiban menghormati atas hak
yang melekat pada seseorang. Dengan demikian, tidak ada
hak tanpa kewajiaban dan tidak ada kewajiban tanpa
hak.10
10
Muhammad Ilham Arisaputra, Reforma Agraria di Indonesia,
Thomas Hobbes memandang bahwa setiap orang dalam kondisi alamiah (state of nature, yakni sebelum ada masyarakat dan Negara) memiliki hak untuk hidup, bahwa
hak ini selalu terancam oleh kekacauan yang selalu terjadi
dalam kondisi alamiah itu, dan orang bersepakat untuk
tunduk pada penguasa absolute Hobbes mengemukakan pandangan bahwa kekuasaan mutlak diperlukan untuk
masalah ini. Rakyat jelata ini harus diambil hatinya
melaliu kepentingan pribadi masing – masing. Hak – hak
pribadi mereka. Seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas
dari rasa lapar, harus diperhatikan. Para rakyat jelata inilah
yang menjadi “ Subjek Hak “ dalam pandangan Hobbes
saat itu.11
Subtansi hak dalam pandangan Hobbes tidak lepas dari pandangannya tentang “kontra sosial” yang ia
kemukakan. Bagi Hobbes, dalam kondisi alamiah tidak ada pembatasan apa yang menjadi hak orang (dalam hal
tak ada sistem kekuasaan semua orang berhak atas
segalanya melawan orang lain), tetapi setelah ada kontrak,
11
setiap orang berhak atas apa yang diizinkan oleh hukum.
Bahkan hak milik pribadi diperlukan sebagai hak pasca -
kontrak yang diberikan oleh Negara atau kelas yang
berkuasa. Sementara terkait landasan hak.12
Menurut Jhon Locke, setiap orang dilahirkan dengan dua hak sekaligus, yakni pertama, hak kebebasan bagi
dirinya sendiri. Tak seorang pun berkuasa atasnya hanya
dia yang bebas menggunakannya. Kedua hak mewarisi
harta milik ayahnya bersama sanak saudaranya sebelum
orang lain. Setiap orang memiliki hak untuk hidup,
kebebasan dan memiliki harta. Dan dalam kondisi alamiah
ia juga memiliki hak untuk menegakkan hukum alam demi
menghukum, mencegah dan mendapatkan ganti rugi atas
kerugian yang menimpanya. Dan meskipun hak untuk
menegakan ini dilepas ketika masuk ke dalam masyarakat
sipil, hak–hak pribadi yang lain dikelompokan kedalam
hak milik pribadi.13
12Ibid
.,h,281.
13
B. Politik Hukum Pertanahan Menurut UUPA
Dari masa sebelum dan sesudah diberlakukannya
UUPA Pemerintah Indonesia berusaha untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seiring
dengan cita–cita berdirinya Negara Republik Indonesia.
Sehingga hal ini memerlukan peran aktif semua lapisan
masyarakat dalam semua bidang kehidupan, seperti
ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum. Hukum
Agraria Nasional sebagai salah satu bidang hukum
merupakan alat untuk mewujudkan tujuan cita–cita
tersebut. Tujuan Hukum Agraria Nasional berbeda
dengan tujuan Hukum Agraria Kolonial. Hal ini
disebabkan perbedaan dari tujuan politik hukumnya. Jika
tujuan politik Hukum Agraria Kolonial jelas berorientasi
pada kepentingan penguasa kolonial itu sendiri,
sedangkan politik Hukum Agraria Nasional merupakan
alat bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil, dan makmur.
Dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini
kepada Negara agar bumi,air, dan kekayaan yang
terkandung didalamnya, yang diletakkan dalam
penguasaan Negara itu dipergunakan sebesar–besarnya
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dengan demikian, tujuan dari penguasaan oleh
Negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya adalah untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai
pisau analisis penulis mau menjabarkan beberapa asas–
asas ketentuan UUPA seperti : hubungan individu dan
tanah, hubungan Negara dan tanah.14
1. Hubungan Individu dan Tanah.
Dalam hal Negara memerlukan tanah untuk
kepentingan umum. maka Negara diberikan wewenang
untuk mengambil tanah perseorangan, meskipun telah
dikuasai dan/atau dimiliki oleh individu dengan suatu
hak-hak privat, dengan catatan Negara wajib
memberikan ganti rugi yang layak. Keberlangsungan
14
pembangunan untuk kepentinagn umum tidak harus
terkendala dengan penyediaan wewenang untuk
melakukan pengadaan tanah. Penggunaan wewenang
tersebut agar tidak menjadi sewenang-wenang maka
perlu pengaturan dengan level Undang – undang sebagai Lex Specialist dari UUPA. Pengadaan tanah wajib menghormati hak – hak privat sebagai
personifikasi pengakuan hak asasi manusia khususnya
jaminan kebebasan untuk memiliki.15
Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yang
menyatakan: “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum.”
15
Penguasaan tanah adalah suatu hak. Suatu hak
hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau
badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara
hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya.
Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak
dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan
kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas.
Negara adalah salah satu subjek hukum. Dalam hal ini
organisasi Negara dipandang sebagai badan hukum
publik yang memiliki otoritas mengatur warganya
maupun menyelenggarakan seluruh kedaulatan yang
melekat pada dirinya sesuai mandat yang diberikan
oleh konstitusi atau perundang-undangan.
Penyelenggaraan kedaulatan yang dimilikioleh Negara
adalah sempurna dalam arti kedaulatan tersebut
bersumber dari dirinya sendiri, tidak dapat
dipecah-pecah, asli dan sempurna. Kedaulatan yang melekat
kekuasaannya, dan kekuasaan itu berakhir manakala
ada Negara lain yang memulai kekuasaan atasnya.16
Subjek hukum adalah sesuatu yang disebut
sebagai pembawa hak, yaitu yang mampu mendukung
hak dan kewajiban. Negara dipandang sebagai subjek
hukum, dalam konsep hukum adalah karena Negara
tersebut dipersonifikasi serta dianggap sebagai
pembawa hak, yang disebut rechts persoon, dan secara khusus lagi publik, yakni pendukung hak dan
kewajiban publik yang padanya melekat kewenangan
untuk menyelenggarakan kepentingan publik.17
Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut
hukum berhak/ berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap
untuk bertindak dalam hukum. Subjek hukum adalah
sesuatu pendukung hak yang menurut hukum
berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung
16
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,h.15.
17
hak. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang
menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban. Pada
prinsipnya setiap orang adalah subjek hukum
(natuurljik persoon). Dikaitkan dengan kemampuan menjunjung hak dan kewajiban, orang akan menjadi
subjek hukum apabila perorangan tersebut mampu
mendukung hak dan kewajibannya. Dalam pengertian
ini, maka orang-orang yang belum dewasa, orang yang
dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-hak
keperdataanya tidak dapat digolongkan sebagai subjek
hukum dalam konteks kemampuan menjunjung hak
dan kewajiban.18
2. Hubungan Negara dan Tanah
Tanah dalam wilayah Negara Republik
Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam
yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi
rakyat Indonesia. Di atas tanahlah manusia atau suatu
bangsa berpijak, bertempat tinggal, serta melakukan
aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan
18
hidupnya. Tanah juga memiliki fungsi yang sangat
strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara dan
rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada
tingkat nasional maupun dalam hubungannya dengan
dunia Internasional.19
Peran tanah yang sangat penting tersebut
menimbulkan suatu hubungan antara manusia dan
tanah. Selain kegunaannya sebagai tempat bagi
manusia untuk menjalankan kehidupan, tanah juga
merupakan salah satu sumber daya alam yang
memiliki nilai ekonomis dan nilai sosial yang sangat
tinggi. Namun, di sisi lain ruang darat atau tanah
merupakan sumber daya alam yang ketersediaannya
tidak tak terbatas. Hal inilah yang membedakan tanah
dengan sumber daya alam lainnya yang sifatnya dapat
tergantikan, seperti minyak bumi, batu bara, dan
sebagainya. Ketersediaan tanah tidak dapat dikreasi
atau diproduksi oleh manusia. Oleh karena itu,
19
mengingat pentingnya arti tanah bagi umat manusia,
maka kebijakan pembangunan pertanahan merupakan
bagian yang tidak boleh terpisahkan dari kebijakan
pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka diperlukan suatu pengaturan secara
khusus terhadap pemanfaatan ruang darat atau tanah
agar dapat memberikan efek positif, baik bagi
kepentingan umum maupun bagi kepentingan
pribadi.20
Kebijakan di bidang pertanahan sudah ada
sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Setelah
Indonesia merdeka, pada tanggal 24 September 1960
mulai berlaku Hukum Tanah Nasional dengan
dibentuknya Undang-undang yang mengatur mengenai
tanah berdasarkan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (selanjutnya
disebut UUPA) yang sumber utamanya adalah hukum
adat yang tidak tertulis.
20
Hal ini memiliki arti bahwa Hukum Tanah
Nasional menggunakan konsepsi, asas-asas,
lembaga-lembaga hukum, dan sistem hukum adat. Konsepsi
Hukum Tanah Nasional oleh Prof. Boedi Harsono disebut komunalistik religius, yang memungkinkan
penguasaan tanah secara individual dengan hak-hak
atas tanah yang sifatnya pribadi, seperti dengan Hak
Milik, yang sekaligus mengandung fungsi sosial
sebagai unsur kebersamaan sebagaimana dapat
disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPA
yang mengatur tanah Hak Bangsa Indonesia,
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 4, Pasal 6, dan
Pasal 16 ayat (1) UUPA yang mengatur hak-hak atas
tanah.21
Hukum tanah di Indonesia, di mana tanah
memiliki fungsi sosial, sesungguhnya merupakan
antitesa hukum tanah barat. Implikasinya, tanah tidak
dapat dimiliki secara bebas oleh individu tanpa
intervensi Negara. Karena apabila individu diberi
21
kebebasan dalam pemilikan dan penguasaan tanah
tanpa ada intervensi Negara, akan terjadi praktik
akumulasi tanah tanpa batas yang berkembang
menjadi monopoli penguasaan tanah pada segelintir
orang serta ketidakmerataan penguasaan dan
pemanfaatan tanah.
Adanya unsur sosial dalam konsep hukum
pertanahan tersebut bertujuan supaya tidak terjadi
akumulasi dan monopoli tanah oleh segelintir orang
atau kelompok yang caranya antara lain adalah dengan
dimasukannya unsur kemasyarakatan atau
kebersamaan dalam penggunaan tanah. Kebebasan
individu dikurangi dan dimasukkan unsur
kebersamaan ke dalam hak individu. Jadi, inti dari
konsep tanah mempunyai fungsi sosial adalah bahwa
di dalam hak individu juga terdapat hak kebersamaan
dalam kaitannya dengan hak individu dan hak
penguasaan oleh Negara atas sumber alam (tanah),
diperlukan penciptaan dan rakyat. Penciptaan dan
mengembalikan dan melaksanakan berbagai dasar
yang telah ada baik bersifat falsafah, Ideologi maupun
konstitusional.22
Sejarah terbentuknya Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945), berawal pada
saat R Soepomo melontarkan didepan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) pada tanggal 31 Mei 1945 yang diakhir
pidatonya tentang Negara integralistik. Dinyatakan
bahwa dalam Negara yang berdasar integralistik
berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi
akan dipakai sistem “Sosialisme Negara” (Staats
Socialisme). Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh Negara sendiri. Pada hakekatnya
Negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa,
perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh
pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau
yang akan diserahkan pada suatu badan hukum privat
22
atau kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada
kepentingan Negara atau kepentingan rakyat
seluruhnya.23
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
menghadirkan konsepsi nyata mengenai hubungan
Negara dan rakyat. Di satu sisi, Negara harus mampu
menyediakan tanah untuk kepentingan publik guna
memenuhi hak–hak dasar rakyat atas Public goods
serta kepentingan bangsa dan Negara lebih besar.
Secara formal, kewenangan pemerintah untuk
mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar
dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945
yang menegaskan bahwa :“bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk pergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Sebelum amandemen UUD 1945, Pasal 33
ayat (3) tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 33
23
alinea 4 yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya adalah
pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Kemudian dituntaskan secara
kokoh didalam UUP.24 Hukum tanah Indonesia
berdasarkan UUPA tersebut mengisyaratkan bagi
pembuat Undang-undang dalam membentuk hukum
tanah nasional jangan sampai mengabaikan, melainkan
harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada
hukum agama.25
Begitupun tentang hal tanah, pada hakekatnya
Negara (sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat)
yang menguasai tanah seluruhnya bukan untuk
dimiliki. Melainkan demi kemakmuran rakyat
Indonesia.26
24
Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju ,Jakarta, 2008, h.19.
25
Friedman, Lawrence M, Sistem HukumPerspektif Ilmu Sosial, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011,h.17.
26
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah OLeh
Menurut apa yang telah dirumuskan dalam Pasal 1
UUPA:27
a. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional Indonesia.
b. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan
d. Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
e. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia. f. Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah
ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) Pasal ini.
Bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah
Republik Indonesia yang kemerdekaannya
27
diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan,
menjadi hak pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak
semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya
saja.Dengan pengertian demikian maka hubungan
bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa
Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat
yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu
pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah
Negara.
Dari penjelasan UUPA tersebut nampak bahwa hak
menguasai dari Negara tidak menghapuskan atau
memperlemah hak milik yang dipunyai oleh orang
(yang dalam hal ini warga Negara Indonesia ). Hak
milik tetap merupakan hak terkuat dan terpenuh, tetapi
tidak juga bersifat mutlak, artinya hak milik tidak
memberi wewenang kepada yang empunya hak untuk
melakukan apa saja semaunya sendiri atas tanah yang
dimilikinya. Sebagai pemegang hak menguasai, yang
Indonesia, Negara Indonesia mempunyai
kewenangan-kewenangan tertentu atas tanah yang dihaki oleh orang
maupun badan hukum, termasuk hak milik.28
Asas tingkatan yang tertinggi, Bumi, Air, Ruang
Angkasa dan Kekayaan Alam yang Terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara, Pasal 2 UUPA yang
merupakan aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3)UUD
1945 dijelaskan pengertian hak menguasai Sumber
daya alam oleh Negara sebagai berikut:29
1. Hak menguasai Negara tersebut dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) memberikan wewenang untuk :30
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
28
Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, h.13.
29
Komaruddin, Menelusuri Pembanguanan Perumahan dan Pemukiman, Yayasan REI – Rakasindo, Jakarta, h, 17.
30
2. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 2 UUPA dan penjelasannya
tersebut, menurut konsep UUPA, pengertian
“dikuasai” oleh Negara bukan berarti “dimiliki”,
melainkan hak yang memberi wewenang kepada
Negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas.31
Wewenang Negara yang bersumber pada hak
menguasai sumber daya alam oleh Negara tersebut
semata-mata bersifat publik yaitu, wewenang untuk
mengatur (wewenang regulasi) dan bukan menguasai
tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya
sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah
yang “bersifat pribadi”.
Hal ini dipertegas dalam Pasal 9 ayat (2)” tiap-tiap
warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
31
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat
dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya”.32
Wewenang Negara untuk mengatur hubungan
hukum antara orang-orang termasuk masyarakat
hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum
antara tanah dengan Negara. Hukum yang mengatur
pengakuan dan perlindungan tersebut sangat
diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum
kepada masyarakat agar hak-hak atas tanahnya tidak
dilanggar oleh siapapun. Oleh Karena itu, sangat tidak
tepat jika melihat hubungan Negara dengan tanah
terlepas dengan hubungan antara masyarakat hukum
adat dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara
perorangan dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang
32
bersifat “tritunggal”. Hubungan hukum antara Negara
dengan tanah melahirkan hak menguasai tanah oleh
Negara.33
C. Sejarah Perkembangan Hukum Tanah di Indonesia
Tujuan yang dikandung oleh hukum tidak terlepas dari
siapa yang membuat hukum tersebut. Jika sebelum bangsa
Indonesia merdeka, sebagaian besar hukum Agraria dibuat
oleh penjajah terutama pada masa penjajah Belanda, maka
jelas tujuan dibuatnya adalah semata–mata untuk kepentingan
dan keuntungan penjajah.Hukum Agraria berlaku sebelum
diundangkannya UUPA adalah hukum Agraria yang sebagian
besar tersusun berdasarkan tujuan dan keinginan sendiri
-sendiri dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi
olehnya.Sehingga ketentuan hukum Agraria yang ada dan
berlaku di Indonesia sebelum UUPA dihasilkan oleh bangsa
sendiri masih bersifat hukum Agraria kolonial yang sangat
merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.
33
Dari penjelasan ini penulis memfokuskan pada masa
Hindia Belanda, sebelum berlakunya UUPA serta sesudah
berlakunya UUPA.34
1. Pada Massa Hindia Belanda.
Di mana ada masyarakat, di situ ada
hukum. Ubi cocietas, ibi ius. Di manapun di dunia ini selama di situ ada masyarakat, maka di situ ada aturan
hukum. Sejalan dengan hal itu, hukum itu tumbuh dan
berkembang bersama masyarakatnya. Hukum itu
tumbuh dan berkembang dari refleksi
kebutuhan-kebutuhan yang terungkap dalam jalinan-jalinan hidup
masyarakat di mana hukum itu hidup. Apapun corak
hukum itu dipengaruhi oleh jalinan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat itu yang merupakan
kebudayaan dari masyarakat bersangkutan.
Friedrich Karl von Savigny mengatakan
bahwa masyarakat manusia di dunia ini terbagi ke
34
dalam banyak masyrakat bangsa. Tiap masyarakat
bangsa itu mempunyai Volksgeist (jiwa bangsa)-nya sendiri yang berbeda menurut tempat dan
zaman. Volksgeist itu dinyatakan dalam bahasa, adat istiadat, dan organisasi sosial rakyat yang tentunya
berbeda-beda menurut tempat dan zaman pula. Yang
dimaksudkan dengan Volksgeist adalah filasafat hidup suatu bangsa atau pola kebudayaan atau kepribadian
yang tumbuh akibat pengalaman dan tradisi di masa
lampau.35
Sebelum Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, didalam masyarakat adat telah
terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang diatur
sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku
dalam masyarakat tersebut. Setelah Belanda menjajah
bangsa Indonesia, Belanda mendatangkan peraturan
hukum pertanahan yang berlaku di Negaranya ke
Indonesia, yang kemudian diberlakukan terhadap
35
masyarakat Indonesia. Pembahasan mengenai hukum
tanah zaman penjajahan Belanda, tidak terlepas dari
kebijakan sistem hukum pertanahan yang terdapat di
Negara Belanda itu sendiri. Hukum pertanahan yang
berlaku di Indonesia pada masa penjajahan tetap
mengacu pada ketentuan peraturan hukum tanah, yaitu
Agrarische wet 1870.36
Fase monopoli pemerintah Hindia Belanda
dibidang Pertanahan, sangat merugikan kaum
pengusaha, pengusaha tidak biasa mengunakan sewah
untuk usaha di bidang perkebunan Atas protes kaum
pengusaha maka diambil kebijakan pemerintah
Hindia-Belanda yakni, boleh menyewah tanah dari
pemerintah. Kebijakan ini paling dirasa tidak
memberikan keuntungan bagi pengusah. Walau
diberikan kebijakan bahwa pengusaha boleh menyewa
tanah rakyat. Kebijakan inipun tidak biasa
dilaksanakan dengan baik pengusaha memberi protes
untuk mengubah politik pemerintah menjadi
36
persaingan bebas Yang melatar belakangi lahirnya
Agrarische wet dengan satu yang popular adalah
Domain Verklaring Pengusaha boleh menyewa tanah perkebunan kebijakan selanjutnya pengusaha boleh
mengadakan perjanjian dengan masyarakat harus
menanam paksa lahirlah sistem hukum monopoli yang
mempelopori Agrarische wet munculah tanah pengusaha.37
Pada tahun 1870 lahirlah Agrarische Wet yang merupakan pokok penting dari hukum Agraria dan
semua peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan
pemerintah masa itu sebagai permulaan hukum
Agraria barat. Ide awal dikeluarkanya Agrarische Wet
(AW) ini adalah sebagai respon terhadap keinginan
perusahaan-perusahaan asing yang bergerak dalam
bidang pertanian untuk berkembang di Indonesia,
namun hak-hak rakyat atas tanahnya harus dijamin.
Tujuan dikeluarkannya Agrarische Wet adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan
37
hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat
berkembang di Hindia Belanda.38
Tujuan utama diberlakunya Agrarische wet
(AW) ini adalah untuk membuka kemungkinan dan
memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha
swasta untuk dapat berkembang di Hindia – Belanda.
Bentuk hak yang diberikan oleh pemerintah Hindia –
Belanda. kepada pengusaha adalah dengan hak
Erfpacht. Dalam Pasal 720 dan 721 KUHperdata diyatakan bahwa Erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas
kepada pemegang haknya untuk menikmati
sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak
lain. Pemegang hak erfpacht boleh menggunakan semua kewenangan yang terkandung dalam Eigendom
atas tanah. Dengan diberikannya hak erfpacht kepada pengusaha oleh Pemerintah Belanda, menurut Statisch
Jaaroverzicht, pada tahun 1940 luas tanah yang
38
diberikan dengan hak erfpacht adalah lebih dari 1.100.000 hektar kepada lebih dari 2.200 pengusaha.
Tanah yang disewakan kepada pengusaha perkebunan
di Jawa (termasuk tanah swapraja ) seluas 15.000
kepada 200 pengusaha.39
Politik hukum dari berlakunya Agrarische Wet
di Hindia – Belanda adalah untuk membuka
kemungkinan dan membuka jaminan hukum kepada
para pengusaha swasta agar dapat berkembang di
Hindia Belanda. Agrarische wet membuka peluang bagi para pengusaha swasta untuk mendapatkan tanah
yang masih merupakan hutan dari pemerintah. Tanah
tersebut kemudian dijadikan perkebunan dengan hak
Erfpacth yang jangka waktunya biasa mencapai 75 tahun. Dengan dijadikan perkebunan hak Erfpacth,
Agrarische wet juga membuka peluang untuk pengunaan tanah milik rakyat dengan sistem sewa.
Dengan ditetapkannya Agrarische wet, maka pemilik modal besar asing bangsa Belanda maupun Eropa
39
lainnya mendapatkan kesempatan luas untuk berusaha
di perkebunan– perkebunan Indonesia. Sejak itu pula
keuntungan yang besar dari expor tanaman perkebunan dinikmati modal asing, sebaliknya bagi
rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang dalam.40
Masa Agrarische Wet konflik pendekatan antara golongan Liberal dan Golongan Konservatif di
Belanda mengakibatkan raja mengeluarkan intruksi
pada Gubernur Jendral utuk malakukan suatu survey di Jawa, pada tahun 1870 (hasil survey tanah di Jawa belum disusun), pemerintah Belanda mengeluarkan
Agrarische Wet yang isinya menekankan pada dua hal: yang pertama dimungkinkannya
peusahaan-perusahaan perkebunan swasta dan diakuinya
eksistensi tanah-tanah pribumi atas hak adat mereka.
Sedangkan yang kedua, Sebagai reaksi atas kebijakan
pemerintah Hindia Belanda di Jawa yang dipelopori
kaum liberal. Latar belakang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah
40
mengambil alih tanah rakyat politikus liberal yang saat
itu berkuasa di Belanda tidak setuju tanam paksa di
Jawa sambil sekaligus meraup keuntungan ekonomi
dari tanah jajahan dengan mengizinkan sejumlah
perusahaan swasta.41
Agrarische wet hanya berlaku di Jawa dan Madura, maka apa yang dinyatakan dalam Pasal 1
yang berbunyi” dengan tidak mengurangi berlakunya
ketenyuan dalam Pasal 2 dan 3 Agrarische wet, tetap diperahankan asas semua tanah yang pihak lain tidak
dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah
Domein (milik) Negara.” ini dikenal dengan sebagai
Domein varklaring (pernyataan domein) semula juga berlaku untuk Jawa dan Madura saja, tetapi kemudian
pernyataan domein tersebut diberlakukan juga untuk
daerah pemerintahan langsung diluar jawa dan
41
madura, dengan suatu ordonansi yang
diundanglah dalam S.1875-119.42
Ketentuan Agrariasche wet pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan dan
keputusan, diantara yang perlu dibahas adalah
suatu yang dikenal dengan sebutan Agrarische wet. Ini diundangkan dalam S.1870-118. Telah ketahui
bersama bagaimana sejarah lahirnya landasan hukum
Agraria nasional termasuk sejarah dari terbentuknya
UUPA. Salah satu point penting dari UUPA adalah
mencabut “Domein Verklaring” yang merupakan
pelaksanan dari hukum Agraria pada masa penjajahan
Belanda yang biasa disebut “Agrarische wet”
(Staatsblad 1870 No. 55).43
Teori Domein ini menciptakan hak-hak barat tertentu, seperti hak eigendom, hak Opstal dan hak
Erfpacht, namun juga membiarkan hak-hak adat terus
42
Winahyu Herwiningsih,Perubahan politik dan Agenda Perbaharuan Agararia Di Indonesia, Op.Cit, h.42.
43
berlanjut sehingga di Jawa khususnya terdapat
bermacam-macam hak yaitu hak milik adat, hak milik
individu, hak milik yang didasarkan pada Agrarische eigendom, hak milik yang diberikan oleh pemerintahan Belanda pada pribumi, hak milik
kerajaan hak milik sewa, membangun mengusahakan
hak-hak milik orang lain serta hak-hak atas tanah
pemerintah yang dikuasai oleh orang-orang asing Asia
(China yang berlokasi di Jakarta, Karawang dan
Bekasi) Dalam praktek pelaksanaan
Perundang-undangan pertanahan Domein verklaring, yang berfungsi:44
Sebagai landasan hukum begi pemerintah yang diwakili Negara sebagai memilik tanah, untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat yang diatur dalam KUHperdata, seperti hak Efparth, hak Opstal dan lain-lainya. Dalam rangka
Domein verklaring, pemberian tanah dengan hak Eigendom dilakukan dengan cara pemindahan hak milik Negara kepada penerima tanah. Dibidang pembuktian pemilikan.
44
R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,
Dengan adanya Domein verklaring, kedudukan rakyat Indonesia yang memiliki tanah berada pada
pihak yang lemah karena hampir semua tanah tersebut
tidak memiliki tanda bukti kepemilikan sertifikat,
sehingga secara yuridis formal tanah–tanah tersebut
menjadi Domein (milik) Negara. Rakyat Indonesia (Pribumi) yang memiliki tanah dianggap sebagai
penyewa atau penggarap saja dengan membayar pajak
atas tanah.
Hukum dan kebijakan pertanahan yang
ditetapkan oleh penjajah senantiasa diorentasikan pada
kepentingan dan keuntungan mereka sebagai penjajah,
yang pada awalnya melalui politik dagang merangkap
sebagai pengusaha menciptakan kepentingan–
kepentingan atas segala sumber–sumber kehidupan di
bumi Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri
sesuai sengan tujuan mereka dengan mengorbankan
banyak kepentingan rakyat Indonesia.45
45
R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,
Pengaturan masalah pengambilan tanah untuk
kepantingan umum di Indonesia sudah ada sejak
zaman kolonial Belanda. Pada zaman ini dikenal
adanya prosedur pencabutan hak prosedur
(pembebasan hak atas tanah diatur dalam dua
peraturan). Peraturan pertama yang termuat didalam
Gouvernements besluit (Keputusan Gubermen/Pemerintah) tanggal 1 Juli 1927 Nomor 7
(Bijblad Nomor 11372 ), dan yang termuat di dalam
Gouvernements besluit (Keputusan Gubernemen/Pemerintah) tanggal 8 Januari 1332
Nomor 23 ( Bijblad Nomor 12746 ),46 sedangkan
peraturan kedua adalah Onteignings Ordonnantie yang termasuk didalam Staatsblaad47 Nomor 574 1920.48
Peraturan perundang–undangan yang pertama,
mengatur tentang pembebasan tanah yakni mengatur
Indonesia merdeka dan menggubal perundangannya sendiri stb ini dikenal dengan Lembaran Negara ( LN ) yang berfungsi sebagai tempat mewartakan Undang – undang.
48
R Soepartono,Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,
tentang perolehan hak atas tanah secara dua pihak
artinya dilakukan pertemuan kehendak kedua belah
pihak (musyawarah) yaitu pihak yang menghendaki
tanah dan pihak lain adalah pemilik tanah tersebut.
Apabila persetujuan kedua belah pihak tidak
menghasilkan kata sepakat atau karena adanya suatu
keberatan besar yang tidak dapat diatasi dalam
persetujuan tersebut, maka digunakan peraturan yang
kedua yaitu Onteigenings Ordonnantie (ordonisasi pencabutan Hak atas Tanah) yaitu pengambilan hak
atas benda (tanah) secara paksa oleh pemerintah.
Pemerintah tidak mempunyai kewenangan untuk
memaksa warganya melepaskan haknya itu adalah
sesuai dengan ajaran bahwa pengambilan hak–hak
privat orang harus dilakukan berdasarkan ordonisasi
(Undang–undang) didalam prateknya teryata
langsung tanpa memerlukan peraturan lain sebagai
pelaksananya.49
Masa pendudukan Jepang sebagai kosukuensi
dari menyerahnya Belanda kepada Jepang, 9 Maret
1942, maka segala kekuasaan pemerintah diatur dan
dikendalikan oleh tentara Jepang. Di dalam
pelaksanaan pemerintahnya di Jawa dan Madura,
tentara Jepang berpedoman kepada Gunserei melalui
“Onsamu Seirei” mengatur segala sesuatu yang
diperlukan untuk menjalankan pemerintahannya
melalui peraturan pelaksa yang disebut “ Onsamo Karei “ peraturan “ Onsamo Seirei “ dilaknakan
secara umum. Agar tidak terjadi kekosongan hukum
(Vacuum of law ), di pulau Jawa dan Madura
diberlakukan “ Onsamo Seirei “ Nomor 1 Tahun 1942
(2602) didalam Pasal 3 Onsamo Seirei disebutkan “ semua hukum dan Undang–undang, pemerintah dan kekuasaan pemerintah yang terdahulu, selagi tidak
49
bertentangan dengan aturan pemerintah tentara Jepang, Untuk sementara waktu tetap berlaku“.50
Politik Agraria yang dijalankan oleh tentara
pendudukan Jepang tidak berbeda tujuannya dengan
politik Agraria yang dijalankan pemerintah kolonial
Belanda. Kebijaksaan Agraria pada masa
pemerintahan Jepang ini hanya meneruskan asas
pemerintahan Belanda. Segala sesuatu yang diterapkan
dalam pemerintahan Jepang ini semata–mata hanya
untuk kepentingan mereka saja, meskipun berdalih
demi untuk kemerdekaan Indonesia dikemudian hari.
Kehadiran pemerintah Jepang justru semakin
mempersulit dan menimbulkan penderitaan yang
dalam bagi pemerintah Indonesia.51
2. Pada Massa Sebelum UUPA
Setelah Indonesia merdeka, hingga tahun 1955
urusan Agraria berada di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri. Bedasarkan keputusan Presiden No.55
50
Sudikno Mertakusumo, Hukum dan Politik, Universitas Terbuka Karunika, Jakarta , 1988, h.35.
51
Tahun 1955 (Selanjutnya disebut Kepres No 55 1995)
dibentuk Kementerian Agraria yang berdiri sendiri
terpisah dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam
Keputusan Presiden No. 190 Tahun 1957 ditetapkan
bahwa jawatan Pendaftaran Tanah semula masuk
dalam Kementerian Kehakiman dialihkan dalam tugas
Kementerian Agraria. Keadaan Hukum Agraria di
Indonesia sebelum di undangkannya UUPA
merupakan keadaan peralihan, keadaan sementara
waktu oleh karena peraturan–peraturan yang sekarang
berlaku bedasarkan pada peraturan– peraturan
peralihan yang terdapat dalam Pasal 124 Undang–
undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, Pasal 192
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), dan
Pasal 2 UUD 1945, yang semua itu bersama–sama
menentukan garis besarnya bahwa peraturan–peraturan
hukum yang berlaku pada zaman Hindia–Belanda
memegang kekuasaan, masih berlaku untuk
sementara.52
52
Hukum Agraria kolonial mempunyai sifat
dualisme hukum. Dualisme hukum ini dapat meliputi,
subjek maupun objeknya. Menurut hukumnya, yaitu
di satu pihak berlaku Hukum Agraria Barat yang
diatur dalam KUH Perdata maupun Agrarische wet,
dipihak lain berlaku Hukum Agraria Adat yang diatur
dalam Hukum Adat tentang tanah masing– masing.
Menurut subjeknya, Hukum Agraria Barat berlaku
bagi orang–orang yang tunduk pada Hukum Barat,
dipihak lain Hukum Agraria adat berlaku bagi orang–
orang yang tunduk pada Hukum Adat. Menurut
objeknya, di satu pihak ada hak - hak atas tanah yang
diperuntukkan bagi orang–orang yang tunduk pada
Hukum Barat, dipihak lain ada hak–hak atas tanah
yang diperuntukkan bagi orang–orang yang tunduk
pada Hukum Adat. Adanya sifat dualisme hukum ini
membawa konsekuensi baik dari sistem hukum
maupun segi hak dan kewajiban bagi subjek
hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan
persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan
terus menerus.53
Hukum Agraria lama bersifat dualistik hukum
Agraria Kolonial terbagi menjadi 3 ciri yang dimuat
dalam Konsideran UUPA dibawah Perkataan
“menimbang” huruf b, c. dan d serta dimuat dalam
Penjelasan Umum Angka I UUPA.54
Hukum Agraria tersebut memiliki sifat
dualisme, dengan berlakunya hukum adat (hukum
yang sudah lama melekat di masyarakat Indonesia), di
samping Hukum Agraria yang didasarkan atas hukum
barat (hukum pemerintahan Kolonial Belanda).
Masyarakat pribumi tunduk pada hukum barat dan
hukum adat sedangkan pemerintah Kolonial Belanda
tidak memperdulikan hukum adat yang sudah turun
temurun di masyarakat Indonesia. Bagi rakyat Pribumi
Hukum Agraria penjajahan itu tidak menjamin
kepastian hukum. Beberapa ketentuan yang
53
Ibid, h.32.
54
menunjukan bahwa hukum dan kebijaksanaan Agraria
yang berlaku sebelum Indonesia merdeka disusun
berdasarkan tujuan dan sendi-sendi Pemerintahan
Hindia Belanda, dapat dijelaskan beberapa ketentuan
hukum Agraria pada masa kolonial beserta ciri dan
sifatnya dapat diuraikan Pada zaman kolonial terdapat
tanah-tanah yang merupakan hak barat seperti tanah
eigendom, tanah Erfpacht, tanah Opstal. Sedangkan tanah-tanah yang merupakan hak bangsa Indonesia
seperti tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, tanah
gogolan, tanah bengkok, tanah Agraricsh eigendom
dan lain-lain.55
Sebagai contoh tanah Indonesia adalah
tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, tanah-tanah Indonesia
hampir semuanya belum terdaftar, kecuali tanah-tanah
Agrarische eigendom, seperti tanah milik di dalam kota Yogyakarta dan Surakarta. Tanah Indonesia
tunduk pada ketentuan hukum adat Indonesia. Namun
55
tidak seluruh tanah Indonesia memiliki status sebagai
hak-hak asli adat, ada juga yang bukan merupakan hak
asli adat seperti tanah Agrarische eigendom yang merupakan ciptaan pemerintah Hindia Belanda. Selain
dua macam tanah diatas terdapat juga tanah lain,
seperti tanah Tionghoa. Tanah Tionghoa adalah
tanah-tanah yang dimiliki dengan landerijenbezitrecht. Landerijenbezitrecht adalah hak yang dengan sendirinya diperoleh seorang timur asing pemegang
hak usaha di tanah partikelir, yang sewaktu-waktu
tanah partikelir bisa dibeli kembali oleh pemerintah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah tersebut pada
asasnya adalah hak milik Indonesia namun subjeknya
terbatas pada golongan timur asing.56
Hukum Agraria Barat berjiwa liberal
individual dianutnya asas konkordansi di dalam
penyusunan perundang-undangan Hindia Belanda dari
hukum perdata Prancis, maka secara tidak langsung
56
KUH-Perdata Indonesia mengkorkondasi hukum
perdata Prancis, dikarenakan KUH-Perdata
(Selanjutnya disebut KUHPer) Indonesia merupakan
konkordansi dari Burgerlijk Wetbook. Asas-asas hukum Code Civil Prancis yang berjiwa liberal individualistis di konkordansi oleh hukum Agraria
barat. Hal itu dapat dilihat pada Pasal 570
KUH-Perdata, “Hak Eigendom itu adalah hak yang memberi
wewenang penuh untuk menikmati kegunaan sesuatu
benda untuk berbuat bebas terhadap benda sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang ditetapkan oleh badan
penguasa dan tidak mengganggu hak-hak orang
lain”.57
Hak Erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada
pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan
kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang
57
Hak Erfpacht boleh menggunakan kewenangan yang terkandung dalam Hak Eigendom, Hak Erfpacht yang bersumber dari hukum Agraria barat yang benar-benar
memberikan wewenang penuh terhadap pengusaha
untuk berbuat bebas terhadap benda yang dimilikinya.
Konsepesi Eigendom berpangkal pada kebebasan individu, kebebasan untuk berusaha dan kebebasan
untuk bersaing. Tetapi kemudian terjadilah sedikit
perubahan pemikiran manusia barat. Masyarakat yang
berkonsepsi liberialisme dan individualisme
mengalami pengaruh masyarakat sosialisme.
Masyarakat sosialisme beranggapan bahwa untuk
mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera
diperlukan pengaturan dari Negara dan pembatasan
terhadap kebebasan individu. Konsepsi ini
berpengaruh pada isi hak Eigendom yang pada kenyataannya membatasi luasnya kebebasan dan
wewenang yang ada pada seorang eigenaar. Hak
eigendom tidak lagi bersifat mutlak, seorang Eigenaar
pada benda yang dimilikinya. Kepentingan masyarakat
lebih mendapat perhatian di dalam melaksanakan
hak-hak individu. Namun bagaimanapun pada asasnya
konsepsi barat tetap berjiwa individualis yang
bertentangan dengan konsepsi Pancasila dan UUD
1945 Pasal 33 ayat (1) yang berjiwa gotong royong
dan kekeluargaan. Oleh karena itu hukum Agraria
barat tidak dapat terus dipertahankan.58
3. Pada Masa Berlakunya UUPA
Hukum Agraria yang diatur dalam UUPA
ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 oleh
Presiden Republik Indonesia Soekarno dan
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia No.104 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
UUPA. Hingga saat ini pada tanggal tersebut
diperingati sebagai hari Tani Nasional. Kepres tanggal
26 Agustus 1963 No.169/1963 menyatakan tanggal 24
September ditetapkan sebagai hari Tani, yang tiap
tahun perlu diperingati secara khidmad dan diadakan
58
kegiatan-kegiatan serta penyusunan rencana kerja
kearah mempertinggi produksi untuk meningkatkan
taraf hidup rakyat tani menuju masyarakat adil dan
makmur. Sejak tahun 1973 dan seterusnya peringatan
tersebut tidak diadakan lagi, tapi setiap tanggal 24
September diperingati secara nasional sebagai hari
ulang tahun UUPA. Perubahan tersebut bersifat
mendasar atau fundamental karena berubahnya
struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari
dan isinya dinyatakan UUPA harus sesuai
dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi
pula keperluannya menurut permintaan zaman.
Sebelum UUPA berlaku bersamaan berbagai
perangkat hukum Agraria. Ada yang bersumber pada
Hukum adat (konsepsi komunalistik religius), Hukum
Perdata barat (konsepsi individualistik-liberal), Bekas
pemerintahan Swapraja (konsepsi Feodal). Hukum Agraria tersebut diatas hampir seluruhnya terdiri atas
Peraturan Perundang-Undangan yang memberikan
melaksanakan politik Agrarianya Agrarische wet
1870.59
Dengan mulai berlakunya UUPA terjadi
perubahan fundamental pada hukum Agraria di
Indonesia, terutama hukum di bidang pertanahan, yang
sebut hukum tanah, yang dikalangan pemerintah dan
umum juga dikenal sebagai hukum Agraria. Peraturan
yang di unifikasi inilah menjadi penting untuk dibahas,
ketika melihat sejarah pembentukannya. Sejauh mana
Undang-undang ini telah memberikan kepastian
hukum dan memakmurkan rakyat, dan bagaimana
pengaturan tentang Agraria sebelum terbentuknya
UUPA ini. Salah satu hasil karya anak bangsa terbaik,
paling monumental, sekaligus revolusioner, yakni
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan UUPA merupakan Undang-undang yang
pertama kalinya memperkenalkan konsep Hak
Menguasai Negara. Perumusan Pasal 33 ayat (3)
59
dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.60
Didalam Pasal 2 ayat (1) UUPA dijelaskan :
„‟Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 dan hal–hal seperti dimaksudkan dalam Pasal 1,
bumi, air termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan Pasal 2 ayat ( 1 ) UUPA Pasal ini memberi
kekuasaaan Hak menguasai dari Negara termaksud
dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk :61
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dan
60
Ibid. h,.41
61
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Dari sinilah mulanya UUPA terbentuk, ada
perintah Undang-undang Dasar yang menyebutkan
“dikuasai Negara”, tetapi UUD 1945 Pasal 3 ayat (3)
tidak merumuskan secara khusus hak mengusai yang
bagaimana. UUPA merumuskan apa konsep “dikuasai
Negara” dalam Penjelasan Umumnya, dinyatakan
dengan jelas bahwa tujuan diberlakukannya UUPA
sebagai hukum Agraria adalah :62
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum Agraria;
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum Agraria mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Salah satu konsep penting juga didalam UUPA adalah Hak Menguasai Negara dan fungsi sosial hak atas tanah. Bahwa selain mengkonsep perintah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UUPA sebagai hukum Agraria mengeksplorasi
62
fungsi sosial yang secara umum dirumuskan sebagai berikut:63
1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3) menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Dengan lahirnya UUPA tersebut
kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial
Belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang yang
disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini
menggantikan Agrarische wet 1870 yang terkenal dengan prinsip Domeinverklaringnya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya
berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah
tersebut dinyatakan sebagai tanah milik Negara/ milik
penjajah Belanda). Agrariche wet adalah peraturan pertanahan yang dikeluarkan oleh pemerintahan
63
Belanda seperti Eigendom recht, Erfacht recht, Postal recht dan lain-lain peraturan yang kesemuanya bertujuan untuk lebih menguatkan bangunan hukum
Agraria pada masa itu, sehingga jelas perbedaan antara
hak-hak atas tanah yang berdasarkan hukum adat dan
dilain pihak berdasarkan hukum barat. Artinya hukum
UUPA dibentuk dalam rangka melakukan perubahan,
pembaharuan, dan terpenting adalah supremasi hukum.
Agar hak-hak rakyat lebih terjamin dan seperti yang
dijelaskan dalam perintah Undang–Undang dasar 1945
untuk semata-mata kemakmuran rakyat bagi seluruh
rakyat Indonesia.64
Dengan berlakunya UUPA, bangsa Indonesia
telah mempunyai Hukum Tanah yang bersifat
nasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
berlakunya UUPA dapat menghilangkan sifat
dualisme, didasarkan pada hukum adat, menempatkan
Negara bukan sebagai pemilik sumber daya Agraria
64
melainkan Negara sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat Indonesia hanya berwenang menguasai
sumber daya Agraria, konsepsi tanah mempunyai
fungsi sosial, serta berupaya memberikan kepastian
hukum terhadap hak-hak atas tanah.65
4. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah
Pembangunan merupakan faktor penting untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi salah
satu indikator pertumbuhan ekonomi. Ketika
membicarakan pembangunan maka harus
memperhatikan pula ketersediaan lahan
pengembangan. Tanah yang dimiliki maupun dikelola
oleh seseorang tentunya akan dilekati suatu hak yang
diakui dan dijamin statusnya oleh Negara. Namun
dalam hukum nasional juga mengakui bahwa hak atas
tanah bukanlah hak yang sebebas-bebasnya, melainkan
hak yang akan dibatasi oleh kepentingan umum.
65
Dalam hal ini yang dapat membatasi hak tersebut
adalah negara sebagaimana diberikan kekuasaan.66
Hak atas tanah adalah hak yang memberi
wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak
untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas
tanah tersebut.Hak atas tanah berbeda dengan hak
penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah
adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah
berwenang untuk mempergunakan atau mengambil
manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak
Mariam Darus Baldruzaman, Bab-bab Tentang Hipotek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, h.61.
67
ditetapkan.oleh Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.
Disamping sistematika sebagaimana tersebut
diatas, Boedi Harsono, mengelompokan hak atas tanah menjadi 2 (dua), yakni hak atas tanah primer dan
hak atas tanah sekunder. Dimaksud hak – hak atas
tanah primer adalah hak–hak atas tanah yang diberikan
oleh Negara, termasuk hak–hak atas primer adalah hak
milik, hak guna usaha, hak bangunan, dan hak pakai
yang diberikan oleh Neadar. Dimaksud hak sekunder
adalah hak– hak atas tanah yang bersumber pada pihak
lain. Termasuk hak sekunder adalah hak guna
bangunan yang dibebankan diatas hak milik, hak pakai
yang dibebankan diatas hak milik, hak gadai, HGU
bagi hasil, hak menumpang, hak sewa untuk
bangunan.68
68
Selanjutnya beliau menjelaskan hak atas tanah
apapun semua memberi kewenangan untuk memakai
suatu tanah tertentu dalam rangka memenuhi suatu
kebutuhan tertentu. Pada hakekatnya pemakaian
tersebut untuk diusahakan dan untuk tempat
membangun. Pemakaian tersebut untuk diusahakan
misalnya untuk usaha pertanian, pertenakan,
perkebunan dan perikanan. Sedangkan pemakaian
tanah untuk membangun sesuatu, misalnya
membangun bangunan gedung, bangunan jalan,
bangunan air. Lebih lanjut dijelaskan bahwa karena
semua hak atas tanah itu adalah hak untuk memakai
tanah, maka semua disebut sebagai hak pakai (dengan
sebutan HGU dan hak guna bangunan).69
Kewenangan negara tersebut menguatkan
penerapan asas fungsi sosial atas pemanfaatan dan
peruntukan tanah tidak mutlak menjadi hak pemegang
haknya saja, melainkan ada peran negara secara
langsung untuk menjamin tepenuhinya kebutuhan bagi
69
kepentingan umum. Penafsiran hak atas tanah
berfungsi sosial sangat luas, yakni dengan
menggunakan “standar kebutuhan umum” (public
necessity),“kebaikan untuk umum” (public good) atau
“berfaedah untuk umum” (public utility).70
Terpenting dari kandungan hak atas tanah
berfungsi sosial tesebut adalah kesimbangan,
keadilan, kemanfaatan dan bercorak kebenaran.
Sehingga akan menunjukkan fungsi pribadi dalam
bingkai kemasyarakatan yang memberikan berbagai
hubungan keselarasan yang harmonis dan saling
memenuhi guna meminimalisir kompleksitasnya
berbagai permasalahan yang mungkin dan akan
timbul dalam kehidupan sosial kemasyarakatan,
bangsa dan negara.71
70
Sukirman Azis, Hak Milik Berfungsi Sosial,
http://sukirman.weebly.com/1/post/2011/02/hak-milikberfungsi-sosial.html, (diakses 17 juli 2017).
71