• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak. bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak. bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

24 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Hak

Berdasarkan Pasal 504 KUHPer, benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer. Menurut Prof. Subekti suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh Undang-undang.1

Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan

1Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003,

(2)

25

tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh Undang-undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak.2

Manusia menurut paham hukum kodrat adalah bagian dari alam, jagat seluruhnya, sebagai bagian dari alam, yaitu hukum yang menetapkan apa yang harus dilakukan oleh setiap bagian alam. Hukum alam atau hukum kodrat menggariskan cara dan interaksi dengan yang lain serta dengan keseluruhan alam.

(3)

26

Pendapat Cicero, tujuan utama semua manusia adalah “ untuk membuat kepentingan setiap individu dan kepentingan seluruh masyarakat. Ini berarti, seorang tidak perlu mengorbankan kepentingannya dan menyerahkan kepentingannya kepada orang lain apa sesunguhnya dibutuhkannya diri sendiri. Sebaliknya, setiap orang harus mengejar kepentingannya sendiri sedemikian rupa tanpa merugikan kepentingan orang lain. Alam menghendaki agar setiap orang mengejar kepentingannya, alam telah menganugerahkan kepada setiap jenis makhluk hidup untuk mempertahankan hidupnya.

Dipihak lain, Groutius mengakui bahwa manusia mempunyai dambaan yang kuat akan masyarakat, yaitu kehidupan sosial. Karena itu ia menolak anggapan bahwa manusia hanya mencari kepentingan diri sendiri. Justru sebaliknya, dengan hukum kodrat Tuhan berusaha mengendalikan kecenderungan manusia terhadap dirinya untuk memungkinkan suatu harmoni sosial. Setiap orang

(4)

27

diperkenankan memperoleh untuk dirinya, dan untuk menguasai, hal – hal yang berguna bagi hidupnya.3

Dengan ini Jhon Locke mengakui bahwa kecenderungan manusia untuk hidup bersama dengan orang lain dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip dasar hukum kodrat. Masyarakat merupakan hal yang niscaya bagi kelangsungan hidup manusia. Ini tidak berarti masyarakat hanya mempunyai arti pargmatis demi kepentingan kelangsungan hidup setiap orang. Karena hukum kodrat menuntut manusia untuk mempertahankan hidupnya dan pada akhirnya hidup sesamanya, atau paling kurang menuntut adanya keselarasan antara hidup pribadi dan hidup orang lain. Sebaliknya masyarakat merupakan bagian hakikat manusia.dan Negara (sebagai organisasi masyarakat) menjamin kepastian hukum tiap–tiap individunya dan semua orang mempunyai kedudukan sama di depan hukum.4

3A Sonny Keraf, Hukum Kodrat Dan Teori Hak Milik Pribadi,

Kanisius, Jakarta, 1996,h.20.

4

(5)

28

Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu sendiri dari. Ikatan–ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan – ikatan itu cermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan – hubungan hukum itu caranya beragam. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik–baiknya: berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu sendiri dari individu–individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik ini sebaik–baiknya.5

Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Maka, teori hak pun cocok

5Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,

(6)

29

diterapkan dengan suasana demokratis. Dalam arti, semua manusia dari berbagai lapisan kehidupan harus mendapat perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan

Immanuel Kant, bahwa manusia merupakan suatu tujuan

pada dirinya. Hak – hak pribadi adalah hak – hak yang dinyatakan sebagai milik pribadi tertentu. Hak – hak publik adalah hak yang dikmati kelompok tertentu dan hak – hak bersama adalah hak – hak yang merupakan milik bersama semua umat manusia.6

Semua hukum kodrat mengakui bahwa aturan – aturan keadilan diturunkan dari perintah yang terkandung dalam hukum kodrat. Dan karena hak milik pribadi merupakan salah satu unsur penting dalam keadilan. atau lebih tepat karena keadilan berkaitan juga dengan jaminan hak milik pribadi, maka hak milik pribadi. Jhon Locke misalnya, mengatakan bahwa disamping menjaga agar orang tidak saling merugikan, fungsi kedua dari keadilan adalah mengarahkan manusia untuk menggunakan hak

(7)

30

milik bersama demi kepentingan bersama, dan hak milik pribadi demi kepentingan masing – masing.7

Jhon Locke mengenai hak milik pribadi dan

pembatasannya hukum kodrat manusia mempunyai hak untuk mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk mempertahankan hidup umat manusia seluruhnya. Ini mencangkup hak mempertahankan hidup sendiri dan hidup orang lain serta hak terhadap semua sarana yang menunjang kelangsungan hidup manusia. Ini berarti, kelangsungan hidup manusia tidak hanya merupakan suatu kewajiban, tetapi bukan merupakan suatu hak. Semua manusia berhak untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia berhak atas semua sarana yang memungkinkannya untuk hidup secara layak sebagai manusia.8

Sebagai makhluk sosial yang merdeka, setiap orang mempunyai berbagai macam hak untuk menjamin dan

7A Sonny Keraf.,Op.Cit, h.44. 8

(8)

31

mempertahankan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat salah satunya adalah hak atas tanah. Hak atas tanah merupakan hak yang dipunyai seseorang yang menurut sifatnya termasuk hak yang secara wajar boleh dimiliki oleh suatu pihak karena hubungannya yang khusus dengan orang atau pihak lain pada suatu tempat dan waktu tertentu serta situasi dan kondisi yang dianggap tepat. Hak ini masih dapat dikesampingkan dari kehidupan seseorang karena adanya suatu atau beberapa kepentingan yang memaksa Artinya hak atas tanah dapat diperoleh berdasarkan hukum tetapi masih dapat diganggu gugat melalui hukum itu sendiri bila ada satu atau beberapa kepentingan sebagai sebabnya yang lebih memaksa, yang antara lain adalah kepentingan umum.9

Hak didasarkan atas dasar martabat manusia dan martabat manusia semua itu sama. Oleh karena itu teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak begitu popular karena dinilai cocok dengan

9Sunarjati Hartono, Beberapa Pemikiran kearah Pembaharuan Hukum Tanah, Alumni, Bandung,1978,h.17.

(9)

32

penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri. Oleh karena itu, manusia individual siapapun tidak boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain. Penentuan dan pengaturan hak bagi subjek hukum menjadi penting dalam hubungannya dengan subjek hukum lainnya karena menyangkut persoalan hukum dan kepastian hukum.

Hak dalam hukum benda dikategorikan sebagai benda yang tidak berwujud, mempunyai nilai kegunaan dan karena dapat menjadi objek dalam hubungan hukum. Dengan kata lain bahwa hak merupakan bagian dari objek hukum. Hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban, setiap hak lahir selalu menimbulkan kewajian yang tidak saja melekat bagi pemegang hak tetapi juga kewajiban bagi pihak lain, antara lain kewajiban menghormati atas hak yang melekat pada seseorang. Dengan demikian, tidak ada hak tanpa kewajiaban dan tidak ada kewajiban tanpa hak.10

10Muhammad Ilham Arisaputra, Reforma Agraria di Indonesia,

(10)

33

Thomas Hobbes memandang bahwa setiap orang

dalam kondisi alamiah (state of nature, yakni sebelum ada masyarakat dan Negara) memiliki hak untuk hidup, bahwa hak ini selalu terancam oleh kekacauan yang selalu terjadi dalam kondisi alamiah itu, dan orang bersepakat untuk tunduk pada penguasa absolute Hobbes mengemukakan pandangan bahwa kekuasaan mutlak diperlukan untuk masalah ini. Rakyat jelata ini harus diambil hatinya melaliu kepentingan pribadi masing – masing. Hak – hak pribadi mereka. Seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas dari rasa lapar, harus diperhatikan. Para rakyat jelata inilah yang menjadi “ Subjek Hak “ dalam pandangan Hobbes saat itu.11

Subtansi hak dalam pandangan Hobbes tidak lepas dari pandangannya tentang “kontra sosial” yang ia kemukakan. Bagi Hobbes, dalam kondisi alamiah tidak ada pembatasan apa yang menjadi hak orang (dalam hal tak ada sistem kekuasaan semua orang berhak atas segalanya melawan orang lain), tetapi setelah ada kontrak,

11

(11)

34

setiap orang berhak atas apa yang diizinkan oleh hukum. Bahkan hak milik pribadi diperlukan sebagai hak pasca - kontrak yang diberikan oleh Negara atau kelas yang berkuasa. Sementara terkait landasan hak.12

Menurut Jhon Locke, setiap orang dilahirkan dengan dua hak sekaligus, yakni pertama, hak kebebasan bagi dirinya sendiri. Tak seorang pun berkuasa atasnya hanya dia yang bebas menggunakannya. Kedua hak mewarisi harta milik ayahnya bersama sanak saudaranya sebelum orang lain. Setiap orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan dan memiliki harta. Dan dalam kondisi alamiah ia juga memiliki hak untuk menegakkan hukum alam demi menghukum, mencegah dan mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang menimpanya. Dan meskipun hak untuk menegakan ini dilepas ketika masuk ke dalam masyarakat sipil, hak–hak pribadi yang lain dikelompokan kedalam hak milik pribadi.13

12Ibid .,h,281.

(12)

35

B. Politik Hukum Pertanahan Menurut UUPA

Dari masa sebelum dan sesudah diberlakukannya UUPA Pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seiring dengan cita–cita berdirinya Negara Republik Indonesia. Sehingga hal ini memerlukan peran aktif semua lapisan masyarakat dalam semua bidang kehidupan, seperti ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum. Hukum Agraria Nasional sebagai salah satu bidang hukum merupakan alat untuk mewujudkan tujuan cita–cita tersebut. Tujuan Hukum Agraria Nasional berbeda dengan tujuan Hukum Agraria Kolonial. Hal ini disebabkan perbedaan dari tujuan politik hukumnya. Jika tujuan politik Hukum Agraria Kolonial jelas berorientasi pada kepentingan penguasa kolonial itu sendiri, sedangkan politik Hukum Agraria Nasional merupakan alat bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.

Dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini menunjukan sifat imperatif, karena mengandung perintah

(13)

36

kepada Negara agar bumi,air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya, yang diletakkan dalam penguasaan Negara itu dipergunakan sebesar–besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, tujuan dari penguasaan oleh Negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pisau analisis penulis mau menjabarkan beberapa asas– asas ketentuan UUPA seperti : hubungan individu dan tanah, hubungan Negara dan tanah.14

1. Hubungan Individu dan Tanah.

Dalam hal Negara memerlukan tanah untuk kepentingan umum. maka Negara diberikan wewenang untuk mengambil tanah perseorangan, meskipun telah dikuasai dan/atau dimiliki oleh individu dengan suatu hak-hak privat, dengan catatan Negara wajib memberikan ganti rugi yang layak. Keberlangsungan

14Iman Soetikno, Proses Terjadinya UUPA, Gadja Mada University

(14)

37

pembangunan untuk kepentinagn umum tidak harus terkendala dengan penyediaan wewenang untuk melakukan pengadaan tanah. Penggunaan wewenang tersebut agar tidak menjadi sewenang-wenang maka perlu pengaturan dengan level Undang – undang sebagai Lex Specialist dari UUPA. Pengadaan tanah wajib menghormati hak – hak privat sebagai personifikasi pengakuan hak asasi manusia khususnya jaminan kebebasan untuk memiliki.15

Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yang menyatakan: “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum.

15Guna Negara, Rakyat dan Negara Dalam Pengadaan Tanah

(15)

38

Penguasaan tanah adalah suatu hak. Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya. Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas. Negara adalah salah satu subjek hukum. Dalam hal ini organisasi Negara dipandang sebagai badan hukum publik yang memiliki otoritas mengatur warganya maupun menyelenggarakan seluruh kedaulatan yang melekat pada dirinya sesuai mandat yang diberikan oleh konstitusi atau perundang-undangan. Penyelenggaraan kedaulatan yang dimilikioleh Negara adalah sempurna dalam arti kedaulatan tersebut bersumber dari dirinya sendiri, tidak dapat dipecah-pecah, asli dan sempurna. Kedaulatan yang melekat pada Negara, terbatas pada yurisdiksi hukum

(16)

39

kekuasaannya, dan kekuasaan itu berakhir manakala ada Negara lain yang memulai kekuasaan atasnya.16

Subjek hukum adalah sesuatu yang disebut sebagai pembawa hak, yaitu yang mampu mendukung hak dan kewajiban. Negara dipandang sebagai subjek hukum, dalam konsep hukum adalah karena Negara tersebut dipersonifikasi serta dianggap sebagai pembawa hak, yang disebut rechts persoon, dan secara khusus lagi publik, yakni pendukung hak dan kewajiban publik yang padanya melekat kewenangan untuk menyelenggarakan kepentingan publik.17

Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/ berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum. Subjek hukum adalah sesuatu pendukung hak yang menurut hukum berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung

16Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,h.15.

17 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006,

(17)

40

hak. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban. Pada prinsipnya setiap orang adalah subjek hukum (natuurljik persoon). Dikaitkan dengan kemampuan menjunjung hak dan kewajiban, orang akan menjadi subjek hukum apabila perorangan tersebut mampu mendukung hak dan kewajibannya. Dalam pengertian ini, maka orang-orang yang belum dewasa, orang yang dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-hak keperdataanya tidak dapat digolongkan sebagai subjek hukum dalam konteks kemampuan menjunjung hak dan kewajiban.18

2. Hubungan Negara dan Tanah

Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Di atas tanahlah manusia atau suatu bangsa berpijak, bertempat tinggal, serta melakukan aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan

18

(18)

41

hidupnya. Tanah juga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara dan rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada tingkat nasional maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.19

Peran tanah yang sangat penting tersebut menimbulkan suatu hubungan antara manusia dan tanah. Selain kegunaannya sebagai tempat bagi manusia untuk menjalankan kehidupan, tanah juga merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis dan nilai sosial yang sangat tinggi. Namun, di sisi lain ruang darat atau tanah merupakan sumber daya alam yang ketersediaannya tidak tak terbatas. Hal inilah yang membedakan tanah dengan sumber daya alam lainnya yang sifatnya dapat tergantikan, seperti minyak bumi, batu bara, dan sebagainya. Ketersediaan tanah tidak dapat dikreasi atau diproduksi oleh manusia. Oleh karena itu,

19Syaiful Bahari, Landreform di Indonesia: Tantangan dan Prospeknya ke Depan, Sinar Grafika, Bandung, 2004, h.14.

(19)

42

mengingat pentingnya arti tanah bagi umat manusia, maka kebijakan pembangunan pertanahan merupakan bagian yang tidak boleh terpisahkan dari kebijakan pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu pengaturan secara khusus terhadap pemanfaatan ruang darat atau tanah agar dapat memberikan efek positif, baik bagi kepentingan umum maupun bagi kepentingan pribadi.20

Kebijakan di bidang pertanahan sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 24 September 1960 mulai berlaku Hukum Tanah Nasional dengan dibentuknya Undang-undang yang mengatur mengenai tanah berdasarkan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang sumber utamanya adalah hukum adat yang tidak tertulis.

(20)

43

Hal ini memiliki arti bahwa Hukum Tanah Nasional menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum, dan sistem hukum adat. Konsepsi Hukum Tanah Nasional oleh Prof. Boedi Harsono disebut komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah yang sifatnya pribadi, seperti dengan Hak Milik, yang sekaligus mengandung fungsi sosial sebagai unsur kebersamaan sebagaimana dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPA yang mengatur tanah Hak Bangsa Indonesia, dihubungkan dengan ketentuan Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 16 ayat (1) UUPA yang mengatur hak-hak atas tanah.21

Hukum tanah di Indonesia, di mana tanah memiliki fungsi sosial, sesungguhnya merupakan antitesa hukum tanah barat. Implikasinya, tanah tidak dapat dimiliki secara bebas oleh individu tanpa intervensi Negara. Karena apabila individu diberi

(21)

44

kebebasan dalam pemilikan dan penguasaan tanah tanpa ada intervensi Negara, akan terjadi praktik akumulasi tanah tanpa batas yang berkembang menjadi monopoli penguasaan tanah pada segelintir orang serta ketidakmerataan penguasaan dan pemanfaatan tanah.

Adanya unsur sosial dalam konsep hukum pertanahan tersebut bertujuan supaya tidak terjadi akumulasi dan monopoli tanah oleh segelintir orang atau kelompok yang caranya antara lain adalah dengan dimasukannya unsur kemasyarakatan atau kebersamaan dalam penggunaan tanah. Kebebasan individu dikurangi dan dimasukkan unsur kebersamaan ke dalam hak individu. Jadi, inti dari konsep tanah mempunyai fungsi sosial adalah bahwa di dalam hak individu juga terdapat hak kebersamaan dalam kaitannya dengan hak individu dan hak penguasaan oleh Negara atas sumber alam (tanah), diperlukan penciptaan dan rakyat. Penciptaan dan penataaan sistim yang dimaksud dengan

(22)

45

mengembalikan dan melaksanakan berbagai dasar yang telah ada baik bersifat falsafah, Ideologi maupun konstitusional.22

Sejarah terbentuknya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945), berawal pada saat R Soepomo melontarkan didepan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 31 Mei 1945 yang diakhir pidatonya tentang Negara integralistik. Dinyatakan bahwa dalam Negara yang berdasar integralistik berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem “Sosialisme Negara” (Staats Socialisme). Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh Negara sendiri. Pada hakekatnya Negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa, perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau yang akan diserahkan pada suatu badan hukum privat

22Sunarjati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum Tanah, Op.Cit, h.28.

(23)

46

atau kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada kepentingan Negara atau kepentingan rakyat seluruhnya.23

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum menghadirkan konsepsi nyata mengenai hubungan Negara dan rakyat. Di satu sisi, Negara harus mampu menyediakan tanah untuk kepentingan publik guna memenuhi hak–hak dasar rakyat atas Public goods

serta kepentingan bangsa dan Negara lebih besar. Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa :“bumi, air, dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk pergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Sebelum amandemen UUD 1945, Pasal 33 ayat (3) tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 33

23Ardiwilaga, Roesta di, Hukum Agraria Indonesia, Masa Baru,

(24)

47

alinea 4 yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kemudian dituntaskan secara kokoh didalam UUP.24 Hukum tanah Indonesia berdasarkan UUPA tersebut mengisyaratkan bagi pembuat Undang-undang dalam membentuk hukum tanah nasional jangan sampai mengabaikan, melainkan harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.25

Begitupun tentang hal tanah, pada hakekatnya Negara (sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat) yang menguasai tanah seluruhnya bukan untuk dimiliki. Melainkan demi kemakmuran rakyat Indonesia.26

24Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju ,Jakarta, 2008, h.19.

25

Friedman, Lawrence M, Sistem HukumPerspektif Ilmu Sosial, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011,h.17.

26Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah OLeh

Negara.,Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria, Yogyakarta, 2007, h. 35.

(25)

48

Menurut apa yang telah dirumuskan dalam Pasal 1 UUPA:27

a. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional Indonesia.

b. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

c. Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) Pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.

d. Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.

e. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia. f. Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah

ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) Pasal ini.

Bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya

(26)

49

diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja.Dengan pengertian demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah Negara.

Dari penjelasan UUPA tersebut nampak bahwa hak menguasai dari Negara tidak menghapuskan atau memperlemah hak milik yang dipunyai oleh orang (yang dalam hal ini warga Negara Indonesia ). Hak milik tetap merupakan hak terkuat dan terpenuh, tetapi tidak juga bersifat mutlak, artinya hak milik tidak memberi wewenang kepada yang empunya hak untuk melakukan apa saja semaunya sendiri atas tanah yang dimilikinya. Sebagai pemegang hak menguasai, yang dipersamakan dengan hak ulayat dari seluruh rakyat

(27)

50

Indonesia, Negara Indonesia mempunyai kewenangan-kewenangan tertentu atas tanah yang dihaki oleh orang maupun badan hukum, termasuk hak milik.28

Asas tingkatan yang tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, Pasal 2 UUPA yang merupakan aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3)UUD 1945 dijelaskan pengertian hak menguasai Sumber daya alam oleh Negara sebagai berikut:29

1. Hak menguasai Negara tersebut dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) memberikan wewenang untuk :30

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

28Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata : Hukum Benda,

Liberty, Yogyakarta, 1981, h.13.

29Komaruddin, Menelusuri Pembanguanan Perumahan dan Pemukiman, Yayasan REI – Rakasindo, Jakarta, h, 17.

30Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah, Op.Cit, h.41.

(28)

51

2. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA, pengertian “dikuasai” oleh Negara bukan berarti “dimiliki”, melainkan hak yang memberi wewenang kepada Negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas.31 Wewenang Negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh Negara tersebut semata-mata bersifat publik yaitu, wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah yang “bersifat pribadi”.

Hal ini dipertegas dalam Pasal 9 ayat (2)” tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita

31 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Djambatan, Jakarta, 2011, h.234.

(29)

52

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.32

Wewenang Negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum antara tanah dengan Negara. Hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanahnya tidak dilanggar oleh siapapun. Oleh Karena itu, sangat tidak tepat jika melihat hubungan Negara dengan tanah terlepas dengan hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara perorangan dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang

32

(30)

53

bersifat “tritunggal”. Hubungan hukum antara Negara dengan tanah melahirkan hak menguasai tanah oleh Negara.33

C. Sejarah Perkembangan Hukum Tanah di Indonesia

Tujuan yang dikandung oleh hukum tidak terlepas dari siapa yang membuat hukum tersebut. Jika sebelum bangsa Indonesia merdeka, sebagaian besar hukum Agraria dibuat oleh penjajah terutama pada masa penjajah Belanda, maka jelas tujuan dibuatnya adalah semata–mata untuk kepentingan dan keuntungan penjajah.Hukum Agraria berlaku sebelum diundangkannya UUPA adalah hukum Agraria yang sebagian besar tersusun berdasarkan tujuan dan keinginan sendiri -sendiri dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya.Sehingga ketentuan hukum Agraria yang ada dan berlaku di Indonesia sebelum UUPA dihasilkan oleh bangsa sendiri masih bersifat hukum Agraria kolonial yang sangat merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.

33

(31)

54

Dari penjelasan ini penulis memfokuskan pada masa Hindia Belanda, sebelum berlakunya UUPA serta sesudah berlakunya UUPA.34

1. Pada Massa Hindia Belanda.

Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum. Ubi cocietas, ibi ius. Di manapun di dunia ini selama di situ ada masyarakat, maka di situ ada aturan hukum. Sejalan dengan hal itu, hukum itu tumbuh dan berkembang bersama masyarakatnya. Hukum itu tumbuh dan berkembang dari refleksi kebutuhan-kebutuhan yang terungkap dalam jalinan-jalinan hidup masyarakat di mana hukum itu hidup. Apapun corak hukum itu dipengaruhi oleh jalinan kebutuhan-kebutuhan masyarakat itu yang merupakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan.

Friedrich Karl von Savigny mengatakan

bahwa masyarakat manusia di dunia ini terbagi ke

34H.Muchsin, Imam Koeswahyono dan Soimin, Hukum Agraria Indonesia Dalam Prespektif Sejarah, Refika Aditama, Bandung, 2010, h.37.

(32)

55

dalam banyak masyrakat bangsa. Tiap masyarakat bangsa itu mempunyai Volksgeist (jiwa bangsa)-nya sendiri yang berbeda menurut tempat dan zaman. Volksgeist itu dinyatakan dalam bahasa, adat istiadat, dan organisasi sosial rakyat yang tentunya berbeda-beda menurut tempat dan zaman pula. Yang dimaksudkan dengan Volksgeist adalah filasafat hidup suatu bangsa atau pola kebudayaan atau kepribadian yang tumbuh akibat pengalaman dan tradisi di masa lampau.35

Sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, didalam masyarakat adat telah terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang diatur sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Setelah Belanda menjajah bangsa Indonesia, Belanda mendatangkan peraturan hukum pertanahan yang berlaku di Negaranya ke Indonesia, yang kemudian diberlakukan terhadap

35John Gilissen, Frits Gorle dan Freddy Tengker, Sejarah Hukum : Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, 2005, h. 14.

(33)

56

masyarakat Indonesia. Pembahasan mengenai hukum tanah zaman penjajahan Belanda, tidak terlepas dari kebijakan sistem hukum pertanahan yang terdapat di Negara Belanda itu sendiri. Hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia pada masa penjajahan tetap mengacu pada ketentuan peraturan hukum tanah, yaitu

Agrarische wet 1870.36

Fase monopoli pemerintah Hindia Belanda dibidang Pertanahan, sangat merugikan kaum pengusaha, pengusaha tidak biasa mengunakan sewah untuk usaha di bidang perkebunan Atas protes kaum pengusaha maka diambil kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yakni, boleh menyewah tanah dari pemerintah. Kebijakan ini paling dirasa tidak memberikan keuntungan bagi pengusah. Walau diberikan kebijakan bahwa pengusaha boleh menyewa tanah rakyat. Kebijakan inipun tidak biasa dilaksanakan dengan baik pengusaha memberi protes untuk mengubah politik pemerintah menjadi

36

(34)

57

persaingan bebas Yang melatar belakangi lahirnya

Agrarische wet dengan satu yang popular adalah

Domain Verklaring Pengusaha boleh menyewa tanah perkebunan kebijakan selanjutnya pengusaha boleh mengadakan perjanjian dengan masyarakat harus menanam paksa lahirlah sistem hukum monopoli yang mempelopori Agrarische wet munculah tanah pengusaha.37

Pada tahun 1870 lahirlah Agrarische Wet yang merupakan pokok penting dari hukum Agraria dan semua peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan pemerintah masa itu sebagai permulaan hukum Agraria barat. Ide awal dikeluarkanya Agrarische Wet

(AW) ini adalah sebagai respon terhadap keinginan perusahaan-perusahaan asing yang bergerak dalam bidang pertanian untuk berkembang di Indonesia, namun hak-hak rakyat atas tanahnya harus dijamin. Tujuan dikeluarkannya Agrarische Wet adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan

37

(35)

58

hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda.38

Tujuan utama diberlakunya Agrarische wet

(AW) ini adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha swasta untuk dapat berkembang di Hindia – Belanda. Bentuk hak yang diberikan oleh pemerintah Hindia – Belanda. kepada pengusaha adalah dengan hak

Erfpacht. Dalam Pasal 720 dan 721 KUHperdata diyatakan bahwa Erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang hak erfpacht boleh menggunakan semua kewenangan yang terkandung dalam Eigendom

atas tanah. Dengan diberikannya hak erfpacht kepada pengusaha oleh Pemerintah Belanda, menurut Statisch

Jaaroverzicht, pada tahun 1940 luas tanah yang

38Aslan Noor, Konsepsi Hak Milik atas Tanah bagi Bangsa Indonesia di Tinjau dari Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, h.100.

(36)

59

diberikan dengan hak erfpacht adalah lebih dari 1.100.000 hektar kepada lebih dari 2.200 pengusaha. Tanah yang disewakan kepada pengusaha perkebunan di Jawa (termasuk tanah swapraja ) seluas 15.000 kepada 200 pengusaha.39

Politik hukum dari berlakunya Agrarische Wet

di Hindia – Belanda adalah untuk membuka kemungkinan dan membuka jaminan hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. Agrarische wet membuka peluang bagi para pengusaha swasta untuk mendapatkan tanah yang masih merupakan hutan dari pemerintah. Tanah tersebut kemudian dijadikan perkebunan dengan hak

Erfpacth yang jangka waktunya biasa mencapai 75 tahun. Dengan dijadikan perkebunan hak Erfpacth,

Agrarische wet juga membuka peluang untuk pengunaan tanah milik rakyat dengan sistem sewa. Dengan ditetapkannya Agrarische wet, maka pemilik modal besar asing bangsa Belanda maupun Eropa

39

(37)

60

lainnya mendapatkan kesempatan luas untuk berusaha di perkebunan– perkebunan Indonesia. Sejak itu pula keuntungan yang besar dari expor tanaman perkebunan dinikmati modal asing, sebaliknya bagi rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang dalam.40

Masa Agrarische Wet konflik pendekatan antara golongan Liberal dan Golongan Konservatif di Belanda mengakibatkan raja mengeluarkan intruksi pada Gubernur Jendral utuk malakukan suatu survey di Jawa, pada tahun 1870 (hasil survey tanah di Jawa belum disusun), pemerintah Belanda mengeluarkan

Agrarische Wet yang isinya menekankan pada dua hal: yang pertama dimungkinkannya peusahaan-perusahaan perkebunan swasta dan diakuinya eksistensi tanah-tanah pribumi atas hak adat mereka. Sedangkan yang kedua, Sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda di Jawa yang dipelopori kaum liberal. Latar belakang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah

40

(38)

61

mengambil alih tanah rakyat politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju tanam paksa di Jawa sambil sekaligus meraup keuntungan ekonomi dari tanah jajahan dengan mengizinkan sejumlah perusahaan swasta.41

Agrarische wet hanya berlaku di Jawa dan Madura, maka apa yang dinyatakan dalam Pasal 1 yang berbunyi” dengan tidak mengurangi berlakunya ketenyuan dalam Pasal 2 dan 3 Agrarische wet, tetap diperahankan asas semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah

Domein (milik) Negara.” ini dikenal dengan sebagai

Domein varklaring (pernyataan domein) semula juga berlaku untuk Jawa dan Madura saja, tetapi kemudian pernyataan domein tersebut diberlakukan juga untuk daerah pemerintahan langsung diluar jawa dan

41Winahyu Herwiningsih, Perubahan politik dan Agenda Perbaharuan Agararia Di Indonesia, FE UI, Jakarta, 1997, h .21.

(39)

62

madura, dengan suatu ordonansi yang diundanglah dalam S.1875-119.42

Ketentuan Agrariasche wet pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan dan keputusan, diantara yang perlu dibahas adalah suatu yang dikenal dengan sebutan Agrarische wet. Ini diundangkan dalam S.1870-118. Telah ketahui bersama bagaimana sejarah lahirnya landasan hukum Agraria nasional termasuk sejarah dari terbentuknya UUPA. Salah satu point penting dari UUPA adalah mencabut “Domein Verklaring” yang merupakan

pelaksanan dari hukum Agraria pada masa penjajahan Belanda yang biasa disebut “Agrarische wet

(Staatsblad 1870 No. 55).43

Teori Domein ini menciptakan hak-hak barat tertentu, seperti hak eigendom, hak Opstal dan hak

Erfpacht, namun juga membiarkan hak-hak adat terus

42Winahyu Herwiningsih,Perubahan politik dan Agenda Perbaharuan Agararia Di Indonesia, Op.Cit, h.42.

43Judohusodo, Siswono, Rumah Untuk Seluruh Rakyat,

(40)

63

berlanjut sehingga di Jawa khususnya terdapat bermacam-macam hak yaitu hak milik adat, hak milik individu, hak milik yang didasarkan pada Agrarische eigendom, hak milik yang diberikan oleh pemerintahan Belanda pada pribumi, hak milik kerajaan hak milik sewa, membangun mengusahakan hak-hak milik orang lain serta hak-hak atas tanah pemerintah yang dikuasai oleh orang-orang asing Asia (China yang berlokasi di Jakarta, Karawang dan Bekasi) Dalam praktek pelaksanaan Perundang-undangan pertanahan Domein verklaring, yang berfungsi:44

Sebagai landasan hukum begi pemerintah yang diwakili Negara sebagai memilik tanah, untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat yang diatur dalam KUHperdata, seperti hak Efparth, hak Opstal dan lain-lainya. Dalam rangka

Domein verklaring, pemberian tanah dengan hak Eigendom dilakukan dengan cara pemindahan hak milik Negara kepada penerima tanah. Dibidang pembuktian pemilikan.

44R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

(41)

64

Dengan adanya Domein verklaring, kedudukan rakyat Indonesia yang memiliki tanah berada pada pihak yang lemah karena hampir semua tanah tersebut tidak memiliki tanda bukti kepemilikan sertifikat, sehingga secara yuridis formal tanah–tanah tersebut menjadi Domein (milik) Negara. Rakyat Indonesia (Pribumi) yang memiliki tanah dianggap sebagai penyewa atau penggarap saja dengan membayar pajak atas tanah.

Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senantiasa diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka sebagai penjajah, yang pada awalnya melalui politik dagang merangkap sebagai pengusaha menciptakan kepentingan– kepentingan atas segala sumber–sumber kehidupan di bumi Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri sesuai sengan tujuan mereka dengan mengorbankan banyak kepentingan rakyat Indonesia.45

45R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

(42)

65

Pengaturan masalah pengambilan tanah untuk kepantingan umum di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada zaman ini dikenal adanya prosedur pencabutan hak prosedur (pembebasan hak atas tanah diatur dalam dua peraturan). Peraturan pertama yang termuat didalam

Gouvernements besluit (Keputusan Gubermen/Pemerintah) tanggal 1 Juli 1927 Nomor 7 (Bijblad Nomor 11372 ), dan yang termuat di dalam

Gouvernements besluit (Keputusan Gubernemen/Pemerintah) tanggal 8 Januari 1332 Nomor 23 ( Bijblad Nomor 12746 ),46 sedangkan peraturan kedua adalah Onteignings Ordonnantie yang termasuk didalam Staatsblaad47 Nomor 574 1920.48

Peraturan perundang–undangan yang pertama, mengatur tentang pembebasan tanah yakni mengatur

46Ibid, h.87

47Staatsblad adalah tempat mewartakan Undang – Undang zaman

Penjajahan Belanda di Indonesia. Sering disingkat „ Stb ‟ selepas Indonesia merdeka dan menggubal perundangannya sendiri stb ini dikenal dengan Lembaran Negara ( LN ) yang berfungsi sebagai tempat mewartakan Undang – undang.

48 R Soepartono,Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

(43)

66

tentang perolehan hak atas tanah secara dua pihak artinya dilakukan pertemuan kehendak kedua belah pihak (musyawarah) yaitu pihak yang menghendaki tanah dan pihak lain adalah pemilik tanah tersebut.

Apabila persetujuan kedua belah pihak tidak menghasilkan kata sepakat atau karena adanya suatu keberatan besar yang tidak dapat diatasi dalam persetujuan tersebut, maka digunakan peraturan yang kedua yaitu Onteigenings Ordonnantie (ordonisasi pencabutan Hak atas Tanah) yaitu pengambilan hak atas benda (tanah) secara paksa oleh pemerintah. Pemerintah tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa warganya melepaskan haknya itu adalah sesuai dengan ajaran bahwa pengambilan hak–hak privat orang harus dilakukan berdasarkan ordonisasi (Undang–undang) didalam prateknya teryata

(44)

67

langsung tanpa memerlukan peraturan lain sebagai pelaksananya.49

Masa pendudukan Jepang sebagai kosukuensi dari menyerahnya Belanda kepada Jepang, 9 Maret 1942, maka segala kekuasaan pemerintah diatur dan dikendalikan oleh tentara Jepang. Di dalam pelaksanaan pemerintahnya di Jawa dan Madura, tentara Jepang berpedoman kepada Gunserei melalui “Onsamu Seirei” mengatur segala sesuatu yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahannya melalui peraturan pelaksa yang disebut “ Onsamo Karei “ peraturan “ Onsamo Seirei “ dilaknakan secara umum. Agar tidak terjadi kekosongan hukum (Vacuum of law ), di pulau Jawa dan Madura diberlakukan “ Onsamo Seirei “ Nomor 1 Tahun 1942 (2602) didalam Pasal 3 Onsamo Seirei disebutkan “ semua hukum dan Undang–undang, pemerintah dan kekuasaan pemerintah yang terdahulu, selagi tidak

49 R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

(45)

68

bertentangan dengan aturan pemerintah tentara Jepang, Untuk sementara waktu tetap berlaku“.50

Politik Agraria yang dijalankan oleh tentara pendudukan Jepang tidak berbeda tujuannya dengan politik Agraria yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda. Kebijaksaan Agraria pada masa pemerintahan Jepang ini hanya meneruskan asas pemerintahan Belanda. Segala sesuatu yang diterapkan dalam pemerintahan Jepang ini semata–mata hanya untuk kepentingan mereka saja, meskipun berdalih demi untuk kemerdekaan Indonesia dikemudian hari. Kehadiran pemerintah Jepang justru semakin mempersulit dan menimbulkan penderitaan yang dalam bagi pemerintah Indonesia.51

2. Pada Massa Sebelum UUPA

Setelah Indonesia merdeka, hingga tahun 1955 urusan Agraria berada di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Bedasarkan keputusan Presiden No.55

50Sudikno Mertakusumo, Hukum dan Politik, Universitas Terbuka

Karunika, Jakarta , 1988, h.35.

51

(46)

69

Tahun 1955 (Selanjutnya disebut Kepres No 55 1995) dibentuk Kementerian Agraria yang berdiri sendiri terpisah dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam Keputusan Presiden No. 190 Tahun 1957 ditetapkan bahwa jawatan Pendaftaran Tanah semula masuk dalam Kementerian Kehakiman dialihkan dalam tugas Kementerian Agraria. Keadaan Hukum Agraria di Indonesia sebelum di undangkannya UUPA merupakan keadaan peralihan, keadaan sementara waktu oleh karena peraturan–peraturan yang sekarang berlaku bedasarkan pada peraturan– peraturan peralihan yang terdapat dalam Pasal 124 Undang– undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, Pasal 192 Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), dan Pasal 2 UUD 1945, yang semua itu bersama–sama menentukan garis besarnya bahwa peraturan–peraturan hukum yang berlaku pada zaman Hindia–Belanda memegang kekuasaan, masih berlaku untuk sementara.52

52

(47)

70

Hukum Agraria kolonial mempunyai sifat dualisme hukum. Dualisme hukum ini dapat meliputi, subjek maupun objeknya. Menurut hukumnya, yaitu di satu pihak berlaku Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUH Perdata maupun Agrarische wet,

dipihak lain berlaku Hukum Agraria Adat yang diatur dalam Hukum Adat tentang tanah masing– masing. Menurut subjeknya, Hukum Agraria Barat berlaku bagi orang–orang yang tunduk pada Hukum Barat, dipihak lain Hukum Agraria adat berlaku bagi orang– orang yang tunduk pada Hukum Adat. Menurut objeknya, di satu pihak ada hak - hak atas tanah yang diperuntukkan bagi orang–orang yang tunduk pada Hukum Barat, dipihak lain ada hak–hak atas tanah yang diperuntukkan bagi orang–orang yang tunduk pada Hukum Adat. Adanya sifat dualisme hukum ini membawa konsekuensi baik dari sistem hukum maupun segi hak dan kewajiban bagi subjek hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan

(48)

71

persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan terus menerus.53

Hukum Agraria lama bersifat dualistik hukum Agraria Kolonial terbagi menjadi 3 ciri yang dimuat dalam Konsideran UUPA dibawah Perkataan “menimbang” huruf b, c. dan d serta dimuat dalam Penjelasan Umum Angka I UUPA.54

Hukum Agraria tersebut memiliki sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat (hukum yang sudah lama melekat di masyarakat Indonesia), di samping Hukum Agraria yang didasarkan atas hukum barat (hukum pemerintahan Kolonial Belanda). Masyarakat pribumi tunduk pada hukum barat dan hukum adat sedangkan pemerintah Kolonial Belanda tidak memperdulikan hukum adat yang sudah turun temurun di masyarakat Indonesia. Bagi rakyat Pribumi Hukum Agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum. Beberapa ketentuan yang

53

Ibid, h.32. 54

Soedirman Kartohadiprojo, Pengantar Tatahukum Indonesia, PT Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, h.25.

(49)

72

menunjukan bahwa hukum dan kebijaksanaan Agraria yang berlaku sebelum Indonesia merdeka disusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi Pemerintahan Hindia Belanda, dapat dijelaskan beberapa ketentuan hukum Agraria pada masa kolonial beserta ciri dan sifatnya dapat diuraikan Pada zaman kolonial terdapat tanah-tanah yang merupakan hak barat seperti tanah eigendom, tanah Erfpacht, tanah Opstal. Sedangkan tanah-tanah yang merupakan hak bangsa Indonesia seperti tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, tanah gogolan, tanah bengkok, tanah Agraricsh eigendom

dan lain-lain.55

Sebagai contoh tanah Indonesia adalah tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, tanah-tanah Indonesia hampir semuanya belum terdaftar, kecuali tanah-tanah

Agrarische eigendom, seperti tanah milik di dalam kota Yogyakarta dan Surakarta. Tanah Indonesia tunduk pada ketentuan hukum adat Indonesia. Namun

55Ruchhiyat,Eddy, Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA, Penerbit Alumni, Bandung,1986, h.6.

(50)

73

tidak seluruh tanah Indonesia memiliki status sebagai hak-hak asli adat, ada juga yang bukan merupakan hak asli adat seperti tanah Agrarische eigendom yang merupakan ciptaan pemerintah Hindia Belanda. Selain dua macam tanah diatas terdapat juga tanah lain, seperti tanah Tionghoa. Tanah Tionghoa adalah tanah-tanah yang dimiliki dengan landerijenbezitrecht. Landerijenbezitrecht adalah hak yang dengan sendirinya diperoleh seorang timur asing pemegang hak usaha di tanah partikelir, yang sewaktu-waktu tanah partikelir bisa dibeli kembali oleh pemerintah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah tersebut pada asasnya adalah hak milik Indonesia namun subjeknya terbatas pada golongan timur asing.56

Hukum Agraria Barat berjiwa liberal individual dianutnya asas konkordansi di dalam penyusunan perundang-undangan Hindia Belanda dari hukum perdata Prancis, maka secara tidak langsung

56Soedirman Kartohadiprojo, Pengantar Tata Hukum Indonesia,

(51)

74

KUH-Perdata Indonesia mengkorkondasi hukum perdata Prancis, dikarenakan KUH-Perdata (Selanjutnya disebut KUHPer) Indonesia merupakan konkordansi dari Burgerlijk Wetbook. Asas-asas hukum Code Civil Prancis yang berjiwa liberal individualistis di konkordansi oleh hukum Agraria barat. Hal itu dapat dilihat pada Pasal 570 KUH-Perdata, “Hak Eigendom itu adalah hak yang memberi wewenang penuh untuk menikmati kegunaan sesuatu benda untuk berbuat bebas terhadap benda sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang ditetapkan oleh badan penguasa dan tidak mengganggu hak-hak orang lain”.57

Hak Erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang

57Parlindungan. A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung, 1998,h.18.

(52)

75

Hak Erfpacht boleh menggunakan kewenangan yang terkandung dalam Hak Eigendom, Hak Erfpacht yang bersumber dari hukum Agraria barat yang benar-benar memberikan wewenang penuh terhadap pengusaha untuk berbuat bebas terhadap benda yang dimilikinya. Konsepesi Eigendom berpangkal pada kebebasan individu, kebebasan untuk berusaha dan kebebasan untuk bersaing. Tetapi kemudian terjadilah sedikit perubahan pemikiran manusia barat. Masyarakat yang berkonsepsi liberialisme dan individualisme mengalami pengaruh masyarakat sosialisme. Masyarakat sosialisme beranggapan bahwa untuk mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera diperlukan pengaturan dari Negara dan pembatasan terhadap kebebasan individu. Konsepsi ini berpengaruh pada isi hak Eigendom yang pada kenyataannya membatasi luasnya kebebasan dan wewenang yang ada pada seorang eigenaar. Hak eigendom tidak lagi bersifat mutlak, seorang Eigenaar

(53)

76

pada benda yang dimilikinya. Kepentingan masyarakat lebih mendapat perhatian di dalam melaksanakan hak-hak individu. Namun bagaimanapun pada asasnya konsepsi barat tetap berjiwa individualis yang bertentangan dengan konsepsi Pancasila dan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) yang berjiwa gotong royong dan kekeluargaan. Oleh karena itu hukum Agraria barat tidak dapat terus dipertahankan.58

3. Pada Masa Berlakunya UUPA

Hukum Agraria yang diatur dalam UUPA ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No.104 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar UUPA. Hingga saat ini pada tanggal tersebut diperingati sebagai hari Tani Nasional. Kepres tanggal 26 Agustus 1963 No.169/1963 menyatakan tanggal 24 September ditetapkan sebagai hari Tani, yang tiap tahun perlu diperingati secara khidmad dan diadakan

(54)

77

kegiatan-kegiatan serta penyusunan rencana kerja kearah mempertinggi produksi untuk meningkatkan taraf hidup rakyat tani menuju masyarakat adil dan makmur. Sejak tahun 1973 dan seterusnya peringatan tersebut tidak diadakan lagi, tapi setiap tanggal 24 September diperingati secara nasional sebagai hari ulang tahun UUPA. Perubahan tersebut bersifat mendasar atau fundamental karena berubahnya struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari dan isinya dinyatakan UUPA harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman.

Sebelum UUPA berlaku bersamaan berbagai perangkat hukum Agraria. Ada yang bersumber pada Hukum adat (konsepsi komunalistik religius), Hukum Perdata barat (konsepsi individualistik-liberal), Bekas pemerintahan Swapraja (konsepsi Feodal). Hukum Agraria tersebut diatas hampir seluruhnya terdiri atas Peraturan Perundang-Undangan yang memberikan landasan hukum bagi pemerintah jajahan dalam

(55)

78

melaksanakan politik Agrarianya Agrarische wet

1870.59

Dengan mulai berlakunya UUPA terjadi perubahan fundamental pada hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum di bidang pertanahan, yang sebut hukum tanah, yang dikalangan pemerintah dan umum juga dikenal sebagai hukum Agraria. Peraturan yang di unifikasi inilah menjadi penting untuk dibahas, ketika melihat sejarah pembentukannya. Sejauh mana Undang-undang ini telah memberikan kepastian hukum dan memakmurkan rakyat, dan bagaimana pengaturan tentang Agraria sebelum terbentuknya UUPA ini. Salah satu hasil karya anak bangsa terbaik, paling monumental, sekaligus revolusioner, yakni Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan UUPA merupakan Undang-undang yang pertama kalinya memperkenalkan konsep Hak Menguasai Negara. Perumusan Pasal 33 ayat (3)

59Achmad Rubaie. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia Publishing, Malang,2007, h. 39.

(56)

79

dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.60

Didalam Pasal 2 ayat (1) UUPA dijelaskan : „‟Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal–hal seperti dimaksudkan dalam Pasal 1, bumi, air termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan Pasal 2 ayat ( 1 ) UUPA Pasal ini memberi kekuasaaan Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk :61

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dan

60

Ibid. h,.41

61Soejono,Abdurrahman, Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang Hak Milik, Sewa Guna dan Hak Guna Bangunan, Rineka Cipta, Jakarta,2014,h.89.

(57)

80

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Dari sinilah mulanya UUPA terbentuk, ada perintah Undang-undang Dasar yang menyebutkan “dikuasai Negara”, tetapi UUD 1945 Pasal 3 ayat (3) tidak merumuskan secara khusus hak mengusai yang bagaimana. UUPA merumuskan apa konsep “dikuasai Negara” dalam Penjelasan Umumnya, dinyatakan dengan jelas bahwa tujuan diberlakukannya UUPA sebagai hukum Agraria adalah :62

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum Agraria;

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum Agraria mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Salah satu konsep penting juga didalam UUPA adalah Hak Menguasai Negara dan fungsi sosial hak atas tanah. Bahwa selain mengkonsep perintah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UUPA sebagai hukum Agraria mengeksplorasi

62

(58)

81

fungsi sosial yang secara umum dirumuskan sebagai berikut:63

1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;

2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3) menentukan dan mengatur

hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Dengan lahirnya UUPA tersebut kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial Belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini menggantikan Agrarische wet 1870 yang terkenal dengan prinsip Domeinverklaringnya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik Negara/ milik penjajah Belanda). Agrariche wet adalah peraturan pertanahan yang dikeluarkan oleh pemerintahan

63

(59)

82

Belanda seperti Eigendom recht, Erfacht recht, Postal recht dan lain-lain peraturan yang kesemuanya bertujuan untuk lebih menguatkan bangunan hukum Agraria pada masa itu, sehingga jelas perbedaan antara hak-hak atas tanah yang berdasarkan hukum adat dan dilain pihak berdasarkan hukum barat. Artinya hukum UUPA dibentuk dalam rangka melakukan perubahan, pembaharuan, dan terpenting adalah supremasi hukum. Agar hak-hak rakyat lebih terjamin dan seperti yang dijelaskan dalam perintah Undang–Undang dasar 1945 untuk semata-mata kemakmuran rakyat bagi seluruh rakyat Indonesia.64

Dengan berlakunya UUPA, bangsa Indonesia telah mempunyai Hukum Tanah yang bersifat nasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berlakunya UUPA dapat menghilangkan sifat dualisme, didasarkan pada hukum adat, menempatkan Negara bukan sebagai pemilik sumber daya Agraria

64Muhadar,Ratnaningsih, Viktimasi Kejahatan dibidang Pertanahan, Laksbang Pressindo, Yogjakarta, 2006, h.61.

(60)

83

melainkan Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia hanya berwenang menguasai sumber daya Agraria, konsepsi tanah mempunyai fungsi sosial, serta berupaya memberikan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.65

4. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Pembangunan merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Ketika membicarakan pembangunan maka harus memperhatikan pula ketersediaan lahan pengembangan. Tanah yang dimiliki maupun dikelola oleh seseorang tentunya akan dilekati suatu hak yang diakui dan dijamin statusnya oleh Negara. Namun dalam hukum nasional juga mengakui bahwa hak atas tanah bukanlah hak yang sebebas-bebasnya, melainkan hak yang akan dibatasi oleh kepentingan umum.

65

(61)

84

Dalam hal ini yang dapat membatasi hak tersebut adalah negara sebagaimana diberikan kekuasaan.66

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 16 jo Pasal 53 UUPA,antara lain:67

UUPA, antara lain:

a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai;

e. Hak Sewa;

f. Hak Membuka Tanah; g. Hak Memungut Hasil Hutan;

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang

66Mariam Darus Baldruzaman, Bab-bab Tentang Hipotek, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1991, h.61.

67Mulyadi, Kartini, Gunawan Wijaya, Seri Hukum Perikatan,

(62)

85

ditetapkan.oleh Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.

Disamping sistematika sebagaimana tersebut diatas, Boedi Harsono, mengelompokan hak atas tanah menjadi 2 (dua), yakni hak atas tanah primer dan hak atas tanah sekunder. Dimaksud hak – hak atas tanah primer adalah hak–hak atas tanah yang diberikan oleh Negara, termasuk hak–hak atas primer adalah hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, dan hak pakai yang diberikan oleh Neadar. Dimaksud hak sekunder adalah hak– hak atas tanah yang bersumber pada pihak lain. Termasuk hak sekunder adalah hak guna bangunan yang dibebankan diatas hak milik, hak pakai yang dibebankan diatas hak milik, hak gadai, HGU bagi hasil, hak menumpang, hak sewa untuk bangunan.68

68Christina Tri Budhayati, Hak Atas Tanah Peralihan dan Pendaftaran, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2017, h. 9.

(63)

86

Selanjutnya beliau menjelaskan hak atas tanah apapun semua memberi kewenangan untuk memakai suatu tanah tertentu dalam rangka memenuhi suatu kebutuhan tertentu. Pada hakekatnya pemakaian tersebut untuk diusahakan dan untuk tempat membangun. Pemakaian tersebut untuk diusahakan misalnya untuk usaha pertanian, pertenakan, perkebunan dan perikanan. Sedangkan pemakaian tanah untuk membangun sesuatu, misalnya membangun bangunan gedung, bangunan jalan, bangunan air. Lebih lanjut dijelaskan bahwa karena semua hak atas tanah itu adalah hak untuk memakai tanah, maka semua disebut sebagai hak pakai (dengan sebutan HGU dan hak guna bangunan).69

Kewenangan negara tersebut menguatkan penerapan asas fungsi sosial atas pemanfaatan dan peruntukan tanah tidak mutlak menjadi hak pemegang haknya saja, melainkan ada peran negara secara langsung untuk menjamin tepenuhinya kebutuhan bagi

69

(64)

87

kepentingan umum. Penafsiran hak atas tanah berfungsi sosial sangat luas, yakni dengan menggunakan “standar kebutuhan umum” (public necessity),“kebaikan untuk umum” (public good) atau “berfaedah untuk umum” (public utility).70

Terpenting dari kandungan hak atas tanah berfungsi sosial tesebut adalah kesimbangan, keadilan, kemanfaatan dan bercorak kebenaran. Sehingga akan menunjukkan fungsi pribadi dalam bingkai kemasyarakatan yang memberikan berbagai hubungan keselarasan yang harmonis dan saling memenuhi guna meminimalisir kompleksitasnya berbagai permasalahan yang mungkin dan akan timbul dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bangsa dan negara.71

70Sukirman Azis, Hak Milik Berfungsi Sosial,

http://sukirman.weebly.com/1/post/2011/02/hak-milikberfungsi-sosial.html, (diakses 17 juli 2017).

71

Referensi

Dokumen terkait

The Maxims on One-Act Comedy of “The Worker” by Walter Wykes.Skripsi.English Education Department Teacher Training and education Faculty of Muria Kudus University.. Suprihadi,

1. Kelanjutan dari analisis kondisi eksisting ƒFokus pada permasalahan konsolidasi : ƒFokus pada permasalahan konsolidasi :.. ƒTidak bisa memenuhi LF (load factor) sampai

Kesimpulan dari analisis adalah bahwa Praktek sewa menyewa di Desa Tebaloan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik adalah sewa menyewa tambak, dimana tambak

Menurut Lehmann dan Spohrer (1993) dalam Putu Laxman Pendit, pengembangan koleksi mencakup seleksi bahan pustaka dalam segala jenis format (termasuk format

Mata kuliah ini mendeskripsikan konsep dan keterampilan pengembangan fisik motorik anak usia dini, yang meliputi; konsep perkembangan dan pengembangan fisik

dapat dimodelkan dengan input lokasi beban relatif terhadap panjang frame (relative distance from end-I) atau lokasi beban berjarak sejauh tertentu dari titik

• Aplikasi ini baru dapat mengenali pola kebangkrutan perusahaan berdasarkan kesulitan keuangan yang terjadi (digambarkan dalam nilai rasio keuangan perusahaan), jadi belum

Vprašali so se, kaj se zgodi, če peti postulat zanikamo: Skozi