• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Lokasi studi tersebar luas di sembilan desa di Kecamatan Nanggung (06033’ - 06043’ S dan 106029’ - 106044’ E), berada pada ketinggian 286 - 1578 m dpl, dengan topografi perbukitan, beriklim tropika basah, dengan suhu rata - rata per bulan 25.7 oC, kelembaban rata - rata per bulan 83%, dan jumlah curah hujan per tahun 3600 mm. Sebagian besar tanah di lokasi studi termasuk Ultisol dengan pH bervariasi 3.9 - 6.4 dan KTK 15.3 - 33.8 meq 100g-1.

Tipe penggunaan lahan yang digunakan untuk studi adalah lahan dengan vegetasi tanaman sayuran. Jumlah sampel sebanyak 45 tersebar di sembilan desa di Kecamatan Nanggung yaitu Desa Hambaro, Kalong Liud, Pangkaljaya, Bantarkaret, Sukaluyu, Parakan Muncang, Nanggung, Malasari, dan Curugbitung. Peta sebaran sampel dapat dilihat pada Gambar 2. Desa Malasari merupakan satu satunya desa di Kecamatan Nanggung yang berada di ketinggian diatas 1000 m dpl. Aktifitas petani sayur di Desa Malasari sangat tinggi, berbeda dengan aktifitas penduduk desa lain yang rata-rata sebagai petani padi atau pekebun tanaman tahunan.

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung.

(2)

Perbandingan Metode Pengukuran

Tujuan penting studi ini adalah membandingkan efektifitas metode pengukuran C aktif yang dilakukan di lapang (C aktif-FIELD) dengan metode pengukuran C aktif yang dilakukan di laboratorium (C aktif-LAB). Perbedaan langkah pengerjaan kedua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan metode pengukuran C aktif di lapang dan di laboratorium

Variabel Laboratorium Lapang

A. Alat untuk menilai kualitas tanah dan mengukur absorban

1. Spectrophotometer (Bosch and Lomb 2500) 2. Diatur pada gelombang cahaya 550 nm 1. Tabel warna 2. Hand-held colorimeter (generic 550 nm Hach® Company, Boulder, CO) 3. Diatur pada gelombang cahaya 550 nm B. Pengendapan 0.1 M CaCl2 pada larutan

0.2 KMnO4 1. Disentrifuge selama 5 menit 1. Didiamkan selama 5 menit C. Penggunaan jenis pipet

1. Pipet gelas berkualitas 1. Pipet plastik

D. Pengocokan larutan reaksi 1. Menggunakan alat shaker dengan kecepatan 120 rpm 1. Dikocok dengan tangan ± 100 kocokan/menit

Pengukuran di laboratorium dilakukan di Universitas Missouri menggunakan perlengkapan laboratorium lengkap, canggih, mahal, dan menghasilkan data yang akurat. Pengukuran di lapang membutuhkan perlengkapan yang sedikit, murah, lebih simpel, dan lebih cepat mendapatkan hasil pengamatan. Apabila hasil pengukuran C aktif yang di lapang tidak berbeda nyata dengan di laboratorium, maka dapat disimpulkan keakuratan metode yang dikerjakan di lapang tidak berbeda dengan yang dikerjakan di laboratorium. Langkah analisis dimulai dari analisi korelasi kedua metode, dilanjutkan analisis

(3)

regresi, kemudian diuji dengan uji t, perbandingan koefisien korelasi, dan perbandingan koefisien keragaman.

Hasil analisis kandungan C aktif di beberapa desa di Kecamatan Nanggung mempunyai sebaran yang luas antara 250 - 750 C mg kg-1.Sebaran yang luas ini digunakan untuk analisis korelasi dan regresi metode pengukuran C aktif. Hasil analisis korelasi Pearson pada Tabel Lampiran 3 menunjukkan kedua metode mempunyai hubungan yang signifikan pada taraf 5% (r = 0.99). Hasil analisis regresi pada Gambar 3, didapat model Lab = 40.12 + 0.94 x field, dimana sebanyak 98% keragaman hasil pengukuran C aktif yang dikerjakan di laboratorium (C aktif-LAB) dapat dijelaskan dengan cara pengukuran C aktif yang dikerjakan di lapang (C aktif-FIELD). Tingkat hubungan yang erat (r=0.99) dan koefisien determinasi yang tinggi (R2=0.98) pada model tersebut merupakan salah satu indikator bahwa kedua metode tersebut mempunyai hasil pengukuran yang tidak berbeda.

Gambar 3 Sebaran nilai C aktif menggunakan metode C FIELD dan C aktif-LAB.

(4)

Pengujian Metode Pengukuran

Pengujian kesesuaian model regresi dapat dilakukan dengan uji t. Pengujian ini dapat dijadikan sebagai gambaran ada atau tidaknya perbedaan hasil pengukuran C aktif oleh kedua metode. Hasil uji t pada Tabel 2 menunjukkan kedua metode pengukuran C aktif mempunyai nilai signifikansi lebih besar dari 0.05, artinya tidak ada perbedaan metode yang signifikan antara pengukuran di lapang dan di laboratorium pada taraf 5%.

Tabel 2 Uji t pada dua metode pengukuran C aktif

Metode N Rata rata Std. D t Sig.

C aktif-FIELD 45 486.78 130.86 24.9 1.324

C aktif-LAB 45 493.87 125.88 26.9 5.900

Pengujian kesesuaian model regresi juga dilakukan dengan cara membandingkan koefisien keragaman (KK) kedua metode. Nilai koefisien keragaman menunjukkan seberapa jauh keragaman data yang terdapat dalam populasi. Kedua metode mempunyai nilai KK yang tidak jauh berbeda pada variabel penambahan pupuk kandang sampai 10 ton ha-1 (Tabel 3).

Tabel 3 Perbandingan koefisien keragaman pada dua metode pengukuran C aktif

Penambahan pupuk kandang (ton ha-1)

C aktif-FIELD C aktif-LAB Rata - rata KK Rata - rata KK

(mg kg-1) (%) (mg kg-1) (%)

< 5 (ton ha-1) 318.3 10.6 341.5 10.1

5 – 10 (ton ha-1) 457.9 14.8 465.7 14.8

> 10 (ton ha-1) 626.4 9.1 628.8 8.1

Analisis perbandingan koefisien korelasi (r) juga dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan kedua metode pengukuran C aktif. Koefisien korelasi merupakan nilai yang menunjukkan tingkat keeratan hubungan linier antara variabel dependen (metode pengukuran C aktif) dengan variabel

(5)

independen. Apabila hasil perbandingan nilai koefisien korelasi kedua metode pengukuran C aktif tidak berbeda, maka dapat diartikan kedua metode tersebut mempunyai tingkat keeratan hubungan linier yang tinggi dengan variable independen yang diujikan. Nilai koefisien korelasi pada Tabel 4 menunjukkan hasil perbandingan yang relatif tidak berbeda pada variabel independen bahan organik, kerapatan jenis, P tersedia, dan N total.

Tabel 4 Perbandingan koefisien korelasi dua metode pengukuran C aktif berdasarkan variabel analisis tanah

Variabel independen Variabel dependen C aktif-FIELD C aktif-LAB r r Bahan organik 0.73 0.73 Kerapatan jenis 0.54 0.57 P tersedia 0.14 0.17 N total 0.45 0.46

Berdasarkan analisis korelasi, analisis regresi, uji t, perbandingan koefisien keragaman, dan perbandingan koefisien korelasi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada penggunaan kedua metode tersebut.

Manajemen Produksi Tanaman Sayuran

Hasil survei menunjukkan sebanyak 84% lahan yang digunakan untuk produksi sayur merupakan lahan tadah hujan dengan sistem pola tanam tahunan. Secara umum topografi lahan sayur di Kecamatan Nanggung merupakan perbukitan dengan kemiringan kurang dari 450, kecuali di Desa Hambaro, Kalongliud, dan Nanggung yang merupakan dataran rendah.

Luas kepemilikan lahan setiap petani di Kecamatan Nanggung rata-rata 3500 m2 dengan luas tanah yang bisa diolah secara intensif rata-rata 2500 m2. Jenis sayur yang sering dibudidayakan oleh petani yaitu; sawi, bawang daun, buncis, cabai, terong, tomat, katuk, jagung, kacang panjang, timun, dan kubis.

Berdasarkan hasil survei, sebagian besar petani sayur di Kecamatan Nanggung melakukan manajemen produksi olah tanah minimal dengan cangkul, garpu, dan kored. Penggunaan mesin pertanian untuk olah tanah intensif di lahan tanaman sayur sangat jarang dilakukan. Sebagian besar lahan tanaman sayur

(6)

berupa lahan terbuka dengan tipe penanaman monokultur dan tumpangsari, sedangkan lahan agroforestri hanya di beberapa lokasi. Tipe lahan agroforestri yang sering dijumpai sebagai lahan tanaman sayur adalah lahan agroforestri dengan tutupan ringan sampai sedang. Persentase kelompok manajemen produksi yang dilakukan petani di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kelompok manajemen produksi sayur yang dilakukan petani di Kecamatan Nanggung

Manajemen Produksi Petani (%) (n=45)

1. Intensitas olah tanah a. Minimal 53.3

b. Intensif 46.7

2. Tipe lahan a. Agroforestri 22.2

b. Monokultur 77.8

3. Penambahan kompos a. Tanpa kompos 80

b. Kompos 20

4. Penambahan pupuk sintetis

a. Tanpa pupuk sintetis 15.6

b. Pupuk sintetis 84.4 5. Penambahan pupuk kandang a. < 5 ton ha-1 22.2 b. 5-10 ton ha-1 42.2 c. > 10 ton ha-1 35.6

Sangat sedikit petani yang mempunyai hewan ternak. Petani membeli pupuk kandang dari usaha peternakan ayam pedaging yang banyak terdapat di Kecamatan Nanggung. Sebagian besar petani menyatakan pupuk kandang yang ditambahkan rata-rata 1 karung untuk setiap 20 m2, sehingga apabila berat setiap karung ±20 kg, maka hasil konversi jumlah pupuk kandang yang ditambahkan petani sebanyak 5-10 ton ha-1.

Manajemen produksi lain yang dilakukan petani adalah penambahan pupuk kimia sintetis. Hampir semua petani menambahkan pupuk kimia sintetis, akan tetapi teknik aplikasi pemupukan dan dosis yang digunakan kurang tepat. Petani hanya menaburkan sejumlah pupuk di sekeliling tanaman tanpa dihitung jumlahnya dan tanpa ditutup tanah, hal ini dapat berdampak tidak efisiennya kegiatan pemupukan tersebut. Pupuk yang tidak ditutup tanah akan cepat sekali menguap atau hilang karena pencucian.

(7)

Penambahan kompos ke lahan jarang dilakukan petani. Hasil wawancara didapat informasi bahwa sebaian besar petani mengetahui mekanisme pembuatan dan fungsi kompos, akan tetapi sedikit yang menerapkan teknologi pengomposan tersebut.

Penilaian Kualitas Tanah

Penilaian kualitas tanah secara kualitatif dapat dilakukan dengan metode perbandingan warna larutan. Perubahan warna larutan KMnO4 ketika direaksikan

dengan tanah menunjukkan telah terjadi reaksi oksidasi antara KMnO4 dengan

fraksi C aktif sebagai bahan penyusun bahan organik. Oksidasi yang tinggi menyebabkan peluruhan warna larutan dari ungu gelap menjadi merah muda terang. Islam (2008) mengklasifikasikan kelas kualitas tanah berdasarkan perbedaan warna larutan. Setiap warna mempunyai skala pengukuran bahan organik, apabila diasumsikan kandungan C aktif dalam bahan organik sebanyak 58% dan bobot tanah per hektar 2.106 kg, maka hasil konversi pengukuran C aktif diperoleh skala pengukuran sesuai Tabel 6.

Tabel 6 Kelas kualitas tanah berdasarkan warna larutan KMnO4

Indikator Kelas Kualitas Tanah

Sangat jelek Jelek Bagus Sangat bagus Warna larutan Ungu tua Ungu muda Ungu merah Merah muda C aktif (mg kg-1) < 130 130 - 260 260 - 520 > 520

Hasil studi ini dapat diketahui secara umum sebaran kelas kualitas tanah di Kecamatan Nanggung. Setiap petani menerapkan manajemen produksi yang berbeda, hal ini menyebabkan data yang diperoleh tidak secara tepat mewakili kelompok manajemen produksi tersebut, sehingga penentuan kelas kualitas tanah berdasarkan dampak manajemen produksi sangat sulit dilakukan. Kelas kualitas tanah setiap lokasi disajikan di Tabel Lampiran 1.

Hasil reaksi sampel tanah yang diambil dari Desa Malasari secara umum berwarna merah muda sampai berwarna keruh air, apabila diinterpretasikan pada skala kelas kualitas tanah, maka sampel tanah Desa Malasari memiliki kelas kualitas tanah yang sangat bagus dibanding desa lainnya (Tabel 7). Pengukuran

(8)

sampel secara kuantitatif bertujuan untuk mengukur kandungan C aktif dalam tanah tersebut.

Tabel 7 Interpretasi kelas kualitas tanah berdasarkan desa, ketinggian, dan jenis tanaman Desa Ketinggian (m dpl) C aktif (gr kg-1) Jenis tanaman Kualitas Tanah Hambaro 299 454 cabai, jagung, katuk, kc

panjang, timun, tomat bagus

Pangkaljaya 326 313 jagung, kc panjang bagus

P Muncang 337 385 cabai, jagung, kc panjang bagus Nanggung 477 358 buncis, cabai, jagung,

terong, timun, tomat bagus Sukaluyu 492 401 buncis, jagung, kc

panjang, timun bagus

Curugbitung 874 501 bw daun, cabai, kc

panjang, sawi putih bagus Malasari 1410 622 bw daun, cabai, kubis, sangat bagus

Nilai C aktif yang tinggi merupakan indikasi tingginya bahan organik dalam tanah tersebut. Ketersedian bahan organik dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis komoditi tanaman sayuran, manajemen pengelolaan lahan, kelembaban, oksigen, pH tanah, hara, vegetasi, bahan induk tanah, dan topografi.

Jenis komoditi tanaman sayuran berpengaruh terhadap manajemen pengolahan lahan. Tanaman sayuran daun dan bawang memerlukan pengolahan lahan lebih intensif dibanding tanaman sayuran buah atau polong. Produksi sayuran yang intensif mempunyai kecenderungan input pupuk kandang yang tinggi, hal ini menyebabkan hasil analisis kandungan bahan organik dalam tanah tinggi, akan tetapi intensitas pengelolaan lahan yang tinggi dapat berdampak negatif pada tingginya laju kehilangan bahan organik dalam tanah.

(9)

Manajemen produksi tanaman yang tepat untuk mengurangi kehilangan bahan organik adalah dengan mengatur pola dan rotasi tanam. Pola tumpangsari maupun agroforestri mampu menahan laju kehilangan bahan organik tanah, sedangkan rotasi tanam yang tepat mampu mengoptimalkan kembali sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Jenis komoditi tanaman sayuran yang sering ditanam petani di setiap lokasi disajikan di Tabel Lampiran 1.

Manajemen pengelolaan lahan yang mampu menahan hilangnya bahan organik tanah adalah dengan mengurangi potensi erosi (Liebig et al. 1996). Langkah ini dapat dilakukan dengan membuat bedengan berlawanan arah dengan aliran air, tidak melakukan aktifitas produksi sayuran di lahan dengan tingkat topografi curam, pemakaian mulsa pada setiap bedeng, penanaman tanaman penutup tanah, serta penanaman tanaman penahan bedeng di sisi kanan dan kiri bedeng.

Tingginya kandungan bahan organik dalam tanah juga dipengaruhi oleh meningkatnya laju dekomposisi bahan organik secara aerob oleh mikroba tanah. Aktifitas mikroba tanah akan meningkat pada kondisi tanah lembab, tanah tidak tergenang air (aerob), suhu tinggi, serta tersedianya hara N dalam tanah. Tingginya kandungan bahan organik juga ditentukan oleh jenis tanahnya. Tanah liat akan mampu mengikat bahan organik lebih stabil dibanding tanah berpasir. Kondisi lingkungan daerah Nanggung yang beriklim tropika basah serta intensitas petir yang tinggi sebagai sumber N udara sangat memungkinkan terjadinya aktifitas dekomposisi bahan organik yang tinggi. Data pengamatan iklim disajikan di Tabel Lampiran 2.

Penelitian ini juga mendapatkan hubungan antara kandungan bahan organik dengan ketinggian lokasi (Gambar 4). Terdapat kecenderungan data bahwa semakin tinggi lokasi, maka aktifitas pertanian tanaman sayuran semakin meningkat. Kondisi ini kemudian diimbangi dengan penambahan pupuk kandang, sehingga kandungan bahan organik meningkat, hal ini ditunjukkan oleh nilai C aktif yang tinggi.

Hubungan antara kandungan C aktif tanah dengan karakteristik sifat tanah yang lain disajikan pada Tabel Lampiran 3. Hasil analisis korelasi Pearson mengindikasikan hubungan yang positif antara C aktif dengan bahan organik, C

(10)

total, N total, dan ketinggian, sedangkan hubungan negatif terjadi antara C aktif dengan kerapatan jenis.

Gambar 4 Hubungan ketinggian lokasi dengan peningkatan C aktif.

Menurut Weil et al. (2003) fraksi C aktif atau C organik terdiri atas biomasa mikrobia, karbohidrat mudah larut, respirasi basal, dan respirasi substrat. Hubungan yang positif antara fraksi C aktif dengan C total menunjukkan keterkaitan bahwa fraksi C aktif merupakan salah satu penyusun C total. Komponen penyusun C total lain berasal dari C anorganik.

Hubungan negatif antara C aktif dengan kerapatan jenis menunjukkan bahwa semakin halus partikel tanah maka kandungan bahan organik dalam tanah meningkat, hal ini ditunjukkan oleh nilai C aktif yang tinggi. Manajemen pengolahan lahan yang mampu mengupayakan partikel tanah menjadi lebih halus mempunyai peran dalam peningkatan proses dekomposisi bahan organik. Manajemen pengolahan lahan tersebut perlu diimbangi dengan mekanisme pengendalian dalam mengurangi dampak erosi yang ditimbulkan.

Penelitian survei ini tidak mengumpulkan data hasil produksi sayuran, sehingga indikator kesuburan berupa data C/N rasio tanah. Tidak ada korelasi antara kandungan C aktif dengan C/N rasio dalam tanah. Menurut Stevenson

(11)

(1994) C/N rasio tanah berada dalam keadaan konstan pada kisaran nilai 10-12. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata rata C/N rasio 9.6, sedangkan kandungan C aktif terus meningkat, artinya fraksi C aktif terus mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi sampai tahap keseimbangan. Oleh karena itu dalam manajemen produksi sayur penambahan bahan organik harus diikuti penambahan N, selain itu juga perlu memperhatikan kandungan C/N rasio bahan organik yang ditambahkan.

Persepsi Petani terhadap Penilaian Kualitas Tanah

Hasil wawancara dapat diperoleh informasi tentang pengetahuan dan tingkat pendidikan yang diraih petani. Sebanyak 82% petani berpendidikan di level sekolah dasar, sehingga pengetahuan dasar tentang kualitas tanah masih sangat minim. Persepsi petani terhadap metode dan penilaian kualitas tanah dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Persepsi petani terhadap penilaian kualitas tanah

Pertanyaan yang

diajukan Persepsi petani

Petani (%) (n=45) A. Definisi kualitas

tanah

1. Tanah yang subur

2. Warna tanah hitam / gelap 3. Mempengaruhi produksi tanaman

4. Terjaga konservasi tanah, tingkat erosi rendah 100 100 17.7 2.2 B. Karakteristik kualitas tanah 1. Warna tanah 2. Tekstur tanah

3. Keanekaragaman jenis tanaman

100 6.6 2.2 C. Perbaikan

kualitas tanah

1. Penambahan bahan organik 2. Konservasi tanah

3. Penanaman tanaman penutup tanah

100 4.4 2.2 D. Penurunan

kualitas tanah

1. Teknik budidaya yang mampu menurunkan produksi tanaman 100 E. Perbaikan tanah 10 tahun terakhir 1. Tidak pernah 2. Pernah 51.1 48.8 F. Cara mengukur kualitas tanah 1. Tidak tahu 100

(12)

Definisi kualitas tanah yang baik menurut petani adalah tanah yang subur dan berwarna hitam atau gelap, selain itu tanah yang baik akan menghasilkan hasil panen yang tinggi. Salah satu petani mengatakan bahwa kualitas tanah yang baik juga disebabkan cara mengelola lahan dilakukan dengan baik, tidak menyebabkan erosi dan selalu menjaga keseimbangan lingkungan sehingga konservasi tetap terjaga. Karakteristik kualitas tanah dilihat dari warna tanah, apabila warna tanah gelap maka tanah tersebut mempunyai kualitas tanah yang bagus. Tekstur tanah yang gembur juga merupakan karakteristik tanah yang baik.

Sebanyak 51.1% petani tidak pernah melakukan perbaikan tanah selama 10 tahun terakhir. Sangat sedikit petani yang mengetahui teknik untuk memperbaiki kualitas tanah di lahannya, sebagian besar hanya menambah pupuk kandang sebelum penanaman. Perbaikan kualitas tanah dapat dilakukan dengan cara meminimalkan olah tanah, penanaman tanaman penutup tanah, rotasi tanaman yang baik, membuat lajur bedengan sesuai konservasi, mengurangi dampak bahan kimia sintetis, menambahkan limbah tanaman pada lahan sebagai kompos.

Harapan petani terhadap metode penilaian kualitas tanah adalah: 1)Tidak hanya petugas PPL, tapi petani juga harus bisa menggunakan alat; 2) Harga murah; 3) Bahan & alat mudah didapat; 4) Hasil mudah dimengerti; 5) Hasil penilaian cepat diketahui; 6) Bertujuan untuk memberi rekomendasi; 7) Petani perlu pelatihan untuk menggunakan alat; 8) Bahasa Indonesia / Sunda bisa dimengerti petani; 9) Baik petani laki laki / perempuan berhak untuk belajar penilaian kualitas tanah.

Pengetahuan tentang konsep kualitas tanah, cara memperbaiki kualitas tanah, jenis manajemen produksi yang dapat menurunkan kualitas tanah, dan cara menjaga perputaran rantai karbon belum sepenuhnya diketahui oleh petani, sehingga penyampaian informasi terkait kualitas tanah dapat dilakukan oleh Petugas Penyuluh Pertanian (PPL) dan staf yang terkait.

Gambar

Gambar 2  Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan    Nanggung.
Tabel 1 Perbedaan metode pengukuran C aktif di lapang dan di laboratorium
Gambar 3  Sebaran nilai C aktif menggunakan metode C aktif-FIELD dan C aktif- aktif-LAB
Tabel 2  Uji t pada dua metode pengukuran C aktif
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis yang diajukan di atas dengan menggunakan analisis regresi, baik secara bersama-sama (simultan) maupun secara parsial

Tujuannya adalah mendeskripsikan pembelajaran dengan komputer yang dapat memberikan dampak yang positif terutama mendorong siswa lebih aktif dalam belajar

Shinta Heru Satoto(2011) Analisis Fenomena pengujian Monday Effect dan Week Four Effect (Studi Empiris terhadap return saham perusahaan LQ 45 DI BEI ) 1. 2.Variabel

Didukung oleh Lasamadi (2013) yang menyatakan bahwa unsur nitrogen yang terkandung dalam pupuk organik sangat besar kegunaannya bagi tanaman untuk pertumbuhan dan

Urutkan sampel-sampel cookies ubi jalar di bawah ini berdasarkan tigkat intensitas aftertaste pahit dari pahit yang paling tinggi (tulis angka 1 di bawah kolom

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada siklus I terjadi peningkatan pada siswa dalam melakukan penjumlahan deret ke samping dengan hasil lebih dari 10.. Dari data yang

pada ASI terdapat antimikroba yang berfungsi sebagai faktor pertahanan untuk melindungi tali pusat dari berbagai macam infeksi karena pada saat bayi baru lahir sisitem

Gelombang pemicuan UPWM unipolar untuk pemicuan voltage-source inverter (VSI) tiga fasa diperoleh dengan membandingkan sinyal segitiga (sinyal carrier) dengan tiga