BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guineensis Jacq, bukan tanaman asli Indonesia. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guinensis berasal dari kata Guinea yaitu Pantai Barat Afrika dan Jacq singkatan dari Jacquin seorang Botanist dari Amerika.
Taksonomi tanaman kelapa sawit sebagaimana yang dikutip oleh Sastrosayono (2003) adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis : Monocotyledonae Ordo : Palmales Familia : Palmaceae Genus : Elaeis
Species : Elaeis guineensis Jacq.
2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit 2.2.1 Akar
Akar terutama sekali berfungsi untuk : a) Menunjang struktur batang diatas tanah
b) Menyerap air dan unsur-unsur hara dari dalam tanah c) Sebagai salah satu alat respirasi.
Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuarterner. Akar primer umumnya berdiameter 6 - 10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujam kedalam tanah dengan susut yang beragam. Akar primer bercabang membentuk akar
sekunder yang diameternya 2 - 4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7 - 1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuarterner.
Akar kuarterner tidak mengandung lignin, panjangnya hanya 1 - 4 mm dengan diameter 0,1-0,3 mm. Biasanya, akar kuarterner ini diasumsikan sebagai akar absorpsi utama (feeding root), walaupun hanya sedikit bukti-bukti langsung terhadap pernyataan tersebut. Dari akar tersier, juga ada cabang akar yang panjangnya sampai 2 cm dengan diameter 0,2 - 0,8 mm yang dinamakan akar kuartener. Namun sebenarnya akar tersebut lebih tepat disebut “cabang akar tersier” karena mengandung lignin serta strukturnya lebih tebal dari akar kuarterner (Pahan, 2006).
2.2.2 Batang
Batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh - pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parenkim. Meristem pucuk terletak dekat ujung batang, dimana pertumbuhan batang sendiri agak membesar. Aktivitas meristem pucuk hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya yaitu menghasilkan daun dan infloresen bunga. Seperti umumnya tanaman monokotil, penebalan sekunder tidak terjadi pada batang.
Batang mempunyai 3 fungsi utama yaitu :
1. Sebagai struktur yang mendukung daun, bunga, dan buah. 2. Sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara dari
akar ke atas serta hasil fotosintesis (fotosintat) dari daun kebawah.
3. Kemungkinan juga berfungsi sebagai organ penimbun zat makanan.
Hal yang menarik dari sistem pembuluh kelapa sawit yaitu panjanganya umur sel-sel phloem (sieve tube). Sel - sel tersebut bertanggung jawab terhadap pergerakan asimilat ke bawah. Pada spesies dikotil yang mengalami penebalan sekunder, sel - sel phloem berganti setiap tahun atau dapat bertahan sampai 5 - 10 tahun (Pahan, 2006).
2.2.3 Daun
Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah sesirip genap dan bertulang sejajar, panjang pelepah dapat mencapai 9 m, jumlah anak daun tiap pelepah dapat mencapai 380 helai. Panjang anak daun mencapai waktu ± 7 tahun, jumlah pelepah dalam 1 pohon dapat mencapai 60 pelepah.
Tahap perkembangan daun bibit kelapa sawit:
1. Lanceolate, daun awal yang keluar pada masa pembibitan berupa
helaian yang utuh.
2. Bifurcute, bentuk daun dengan helaian daun sudah pecah bagian ujung yang belum terbuka.
3. Pinnate, bentuk daun dengan helaian yang sudah membuka sempurna dengan daun keataas dan kebawa (Wahyuni, 2007).
2.2.4 Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan berumah satu (monocious). Artinya, karangan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon, tetapi tempatnya berbeda. Sebenarnya semua bakal karangan bunga berisikan bakal bunga jantan dan betina, tetapi pada pertumbuhannya salah satu jenis kelamin rudimenter dan berhenti tumbuh, sehingga berkembang hanya satu jenis kelamin saja.
Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spiklet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Bunga jantan maupun bunga betina mempunyai ibu tangkai bunga (preduncle atau rachis) yang merupakan struktur pelindung spiklet. Dari pangkal rachis muncul daun pelindung (spathes) yang membungkus infloresen sampai dengan menjelang terjadinya anthesis.
Tanaman kelapa sawit yang berumur 2 - 3 tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantara angin atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2004).
2.2.5 Buah
Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicarp), daging buah (mesocarp) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocarp) atau cangkang atau tempurung uang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embrio).
Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, lalu berwarna kuning muda, hingga akhirnya matang berwarna merah kekuningan (oranye). Jika buah sudah berwarna oranye buah akan mulai rontok dan berjatuhan. Buah tersebut biasa dinamakan buah leles atau brondolan (Sunarko, 2004).
2.3 Pembibitan Kelapa Sawit 2.3.1 Tahapan Persiapan
Pada tahap pertama ini, hal yang harus dilakukan adalah pemilihan lokasi pembibitan. Untuk awal mula, pilihlah lokasi yang datar atau memiliki kemiringan maksimal 30 . Dengan begitu, pembuatan bedengan pre-nursery selanjutnya akan rata. Pada bagian atas bedengan dianjurkan untuk memiliki naungan berupa pohon atau atap buatan. Dibuat juga pagar pre-nursery yang digunakan untuk melindungi tanaman dari hewan pengganggu yang suka merusak proses pembibitan. Selain itu lokasi pembibitan sangat dianjurkan tidak terlalu jauh dari sumber air.
Dalam tahapan persiapan, pemilihan kecambah adalah suatu hal yang sangat penting. Pasalnya benih yang bagus akan menghasilkan buah yang berkualitas. Penggunaan benih dalam tata cara pembibitan kelapa sawit juga harus bisa mencukupi kebutuhan tanah dan lahan yang ada. Misalnya saja untuk satu hektar lahan, maka populasi tanaman kelapa sawit yang dibutuhkan adalah 143 pohon.
2.3.2. Tahapan Pengecambahan
Dalam tata cara pembibitan kelapa sawit, tahapan selanjutnya adalah pengecambahan. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menumbuhkan tunas dan juga akar muda benih kelapa sawit yang nantinya akan disebut dengan istilah kecambah. Dalam tahapan ini, ada banyak sekali metode yang bisa diterapkan. Salah satunya adalah melepaskan tangkai kelapa sawit dari bagian spikeletnya. Idealnya, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeraman tandan buah kelapa sawit adalah selama tiga hari. Pada jangka waktu tersebut, tandan buah disiram sesekali agar kelembabannya tetap terjaga. Selanjutnya, buah kelapa sawit kembali dipisahkan dari tandannya
untuk kemudian diperam lagi dalam jangka waktu kurang lebih tiga hari.
Dalam proses ini, pemisahan biji kelapa sawit dari dagingnya bisa dilakukan dengan menggunakan mesin khusus supaya lebih efektif. Selanjutnya, biji-biji yang sudah dipisahkan dicuci bersih lalu direndam pada larutan Dithane M-45 dengan dosis 0,2% sekitar tiga menit. Cara pembibitan kelapa sawit selanjutnya adalah keringkan biji kelapa sawit dan lakukan proses penyeleksian dalam memilih biji yang akan ditanam. Pilihlah biji yang memiliki wujud seragam.
Biji sawit yang sudah dipilih dan berkualitas kemudian disimpan pada ruangan tertutup dengan suhu 27 derajat celcius dan kelembaban antara 60 sampai dengan 70 persen. Proses pengecambahan ini dilakukan dengan cara memasukkan biji ke dalam kaleng khusus pengecambahan. Kemudian letakkan pada ruangan dengan suhu 39 derajat celcius. Proses ni umumnya berlangsung selama kurang lebih 60 hari. Setiap 7 hari, biji diangin - anginkan sebanyak 1 kali selama tiga menit. Selanjutnya, benih direndam di dalam air agar biji mengandung air sekitar 20 sampai dengan 30 persen lalu diangin - anginkan.
Proses cara pembibitan kelapa sawit selanjutnya adalah biji direndam kembali menggunakan larutan Dithane M-45 dengan takaran 0,2% sekitar dua menit dan letakkan biji pada ruangan dengan suhu 27 derajat celcius. Setelah 10 hari, biji akan mulai berkecambah dan bisa segera dipakai untuk menjadi benih kelapa sawit.
2.3.3 Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan merupakan kegiatan menumbuhkan dan merawat kecambah hingga menjadi bibit yang siap untuk ditransplanting ke lapangan. Tujuan dari pembibitan adalah untuk memastikan secara seksama bahwa bibit yang ditanam di lapangan adalah bibit yang sesuai dengan standar dan prosedur manajemen kebun Fairhust dan Rankine (2009) menyatakan tujuan pembibitan kelapa sawit adalah untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanam yang telah selesai. Pembibitan yang terdiri dari 2 tahap, tahap pertama adalah tahap pembibitan awal (PRE NURSERY ) dan tahap kedua pada pembibitan utama (MAIN NURSE RY ).
Kelebihan dari pembibitan DO UBLE ST AGE adalah perawatan pada tahap awal akan lebih murah, bibit mudah dikontrol, adanya perhatian khusus pada saat persemaian, dan seleksi lebih ketat sebelum masuk ke tahap pembibitan utama. Kekurangan dari pembibitan dua tahap adanya penambahan biaya pada saat pembibitan awal, transplanting SHO CK pada bibit yang baru dipindahkan ke pembibitan utama (Fauzi ET AL . 2012).
2.3.4 Pemeliharaan
Tahap yang terakhir adalah pemeliharaan bibit tanaman kelapa sawit. Pemeliharaan yang dimaksud meliputi pembersihan lahan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit serta pemupukan.
2.4 Pupuk Organik
Pupuk alam adalah pupuk yang di peroleh dari alam tanpa melalui proses industri atau dibuat oleh pabrik – pabrik pupuk. Pada umumnya pupuk ini bersifat organik karena terdiri dari senyawa – senyawa organik. Meskipun
demikian ada juga pupuk alam yang berbentuk senyawa anorganik misalnya Fospat alam atau garam – garam salfeter (Chili Salfeter).
Bahan organik memiliki peran penting dalam meningkatkan ketersediaan unsur P dalam tanah. Hal ini karena kandungan yang terdapat dalam bahan organik mampu membebaskan unsur hara P dari jerapan Al dan Fe sehingga tersedia bagi tanaman (Prambudi Deri. 2017).
Pupuk alam dibedakan menjadi pupuk alam organik dan pupuk alam anorganik. Pupuk alam organik berperan dalam hal perbaikan sifat – sifat fisik tanah, sedangkan pupuk alam anorganik berperan dalam hal penambahan hara tanah. Pupuk organik mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Beberapa keunggulan dari pupuk organik adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah. 2. Memperbaiki struktur tanah.
3. Meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air ( Water holding capacity).
4. Meningkatkan aktivitas kehidupan biologi tanah. 5. Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah.
6. Mengurangi fiksasi fospat oleh Al dan Fe pada tanah masam dan 7. Meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah.
Beberapa kelemahan dari pupuk alam (organik) adalah sebagai berikut : 1. Kandungan haranya rendah.
2. Relatif sulit memperolehnya dalam jumlah yang banyak.
3. Tidak dapat diaplikasikan secara langsung ke dalam tanah, tetapi harus melalui suatu proses dekomposisi.
4. Pengangkutan dan aplikasinya mahal karena di butuhkan dalam jumlah banyak.
2.4.1 Jenis – Jenis Pupuk Organik
Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan - bahan organik atau alami. Bahan - bahan yang termasuk pupuk organik antara lain adalah pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, guano, tepung tulang, Night Soil (Tinja Manusia), dan tepung ikan dan tepung darah. Berdasarkan bentuknya pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Beberapa orang juga mengkelompokkan pupuk - pupuk yang ditambang seperti dolomit, fosfat alam, kiserit, dan juga abu (yang kaya K) ke dalam golongan pupuk organik. Beberapa pupuk organik yang diolah dipabrik misalnya adalah tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan. Pupuk organik cair antara lain adalah compost tea, ekstrak tumbuh - tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, fermentasi tumbuhan - tumbuhan dan lain-lain (Damanik, M. Majdid B, Dkk. 2011).
2.4.2 Manfaat Pupuk Organik
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.
Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam
sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia, biologi tanah serta lingkungan.
Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
2.5 Pupuk Hayati
Tanaman memerlukan banyak nutrisi agar dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil panen yang optimum. Di antara sekian banyak kebutuhan nutrisi, nitrogen dan phosphat adalah dua unsur yang paling banyak diperlukan oleh tanaman. Selama ini kebutuhan nutrisi akan dua unsur tersebut umumnya dipenuhi dengan menggunakan pupuk buatan. Mengingat akan semakin mahalnya harga pupuk dan implikasi yang besar terhadap kelestarian ekosistem, maka penggunaan pupuk buatan mulai diganti dengan penggunaan pupuk alternatif yang lebih murah dan dampaknya terhadap penurunan kualitas lingkungan jauh lebih kecil.
Salah satu alternatif pupuk buatan semacam ini adalah pupuk hayati. Pupuk hayati (biofertiliser) adalah suatu bahan yang berasal dari jasad hidup khususnya mikrobia yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi suatu tanaman. Dalam hal ini yang dimaksud dengan berasal dari jasad hidup adalah mengacu pada hasil proses mikrobiologis. Meskipun demikian istilah pupuk hayati sudah lebih dikenal dan sebagai alternatif bagi pupuk kimia buatan (artificial chemical fertiliser). Mikrobia yang umum digunakan unntuk membuat formulasi suatu pupuk hayati adalah kelompok bakteri atau jamur.
Pupuk hayati berbeda dari pupuk kimia buatan, misalnya urea, TSP, dan lain –lain, karena dalam pupuk hayati komponen utamanya adalah jasad hidup yang pada umumnya diperoleh dari alam tanpa ada penambahan bahan kimia, kecuali bahan kimia yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan jasad hidupnya selama dalam penyimpanan. Dalam formulasi pupuk hayati, seringkali bahkan tidak diperlukan bahan – bahan kimia buatan. Karena bahan–bahan tersebut dapat diganti dengan bahan alami, misalnya gambut, kapur alam.
Pupuk hayati mempunyai kelebihan dibanding dengan pupuk kimia buatan karena bahan – bahannya berasal dari alam sehingga tidak menimbulkan persoalan pencemaran lingkungan seperti halnya dengan pupuk kimia buatan. Pupuk kimia buatan, misalnya ammonia, umumnya dibuat di dalam industri besar dengan menggunakan proses yang mengkonsumsi banyak energi.
Sebagai contoh pupuk nitrogen buatan yang dibuat dengan proses Haber – Bosch memerlukan energy sebanyak 13.500 kilo kalori/kg Nitrogen dengan suhu sekitar 8000 F dengan tekanan di atas tekanan atmosfer. Energi sebanyak ini biasanya diperoleh dari energy fossil, misalnya minyak bumi, sehingga produksi pupuk nitrogen buatan mempunyai implikasi yang besar dalam penyediaan energi serta menimbulkan masalah lingkungan yang besar.
Di lain pihak di alam terdapat bakteri, misalnya Rhizobium sp, yang mampu melakukan penambatan nitrogen dari atmosfer hanya dengan energi biologis yang sangat kecil sehingga tidak menimbulkan masalah energi maupun lingkungan. Keberadan mikrobia – mikrobia semacam inilah yang kemudian menimbulkan gagasan untuk pemanfaatan nya sebagai pupuk hayati.
Secara umum pupuk hayati yang sudah berkembang selama ini dapat dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu penyedia unsur nitrogen, penyedia unsur phosphat, dan penyedia faktor pertumbuhan tanaman (plant growt faktor). Unsur nitrogen dan phosphat merupakan dua unsur yng paling banyak dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pupuk hayati yang dikembangkan pada umumnya diarahkan untuk menyediakan kedua macam kebutuhan nutrisi tanaman tersebut.
2.5.1 Manfaat Pupuk Hayati
Banyak manfaat yang di peroleh dari penggunaan pupuk hayati, antar lain :
1. Menyediakan sumber hara bagi tanaman.
2. Melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit.
3. Mendorong sistem perakaran agar berkembang sempurna sehingga memperpanjang usia akar.
4. Memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh, pucuk, kuncup bunga.
5. Sebagai penawar racun beberapa logam berat.
6. Sebagai bioaktivator ( bahan yang dapat dimanfaatkan antara lain dalam pembuatan pupuk organik, pembuatan hormon alami, pembuatan biogas dan sebagai berikutnya ).
2.5.2 Penambatan Nitrogen Oleh Mikrobia
Nitrogen tersedia dalam jumlah yang melimpah di atmosfer dalam bentuk gas. Nitrogen atmosfer tersebut dapat diubah, melalui serangkaian reaksi, mikrobia tertentu menjadi senyawa organik yang dapat digunakan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhnnya.
Fenomena penambatan nitrogen atmosfer tersebut dikenal sebagai diazotrofi (diazotrophy) atau penambatan nitrogen secara biologis (biological nitrogen fixation) sehingga mikrobia yang mampu
melakukan penambatan nitrogen disebut sebagai diazotrof (diazotroph) atau penambatan nitrogen.
2.5.3 Mikrobia yang hidup bebas dikenal dengan penambatan nitrogen secara non–simbiotik.
Penambatan nitrogen secara non–simbiotik hanya dilakukan oleh kelompok mikrobia yang terbatas yang umumnya termasuk kelompok bakteri dan alga biru hijau ( blue green algae, sering disingkat sebagai BGA atau sinobakteri atau cyanobacteria ). Bakteri penambat nitrogen non – simbiotik diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu :
1. Aerob = yang termasuk dalam genus Azotobacter, Azomonas, Beijerinckia, Derxia, Mycobacterium,dan Azospirillium.
2. Anaero = yang bersifat anaerob antara lain adalah Clostridium,Desulfovibrio, Chlorobium, Chromatium.
3. Fakultatif anaerob = yang termasuk adalah Klebsiella, Rhodopseudomonas, Bacillus, Enterobacter,Rhodospirillum.
2.5.4 Mikrobia Yang Melakukan Hubungan Simbiotik Dengan Tanaman Dikenal Dengan Penambatan Nitrogen Secara Simbiotik.
Hubungan simbiotik tersebut dapat dilakukan dengan membentuk struktur tertentu pada tanaman,misalnya dalam bentuk akar,namun dapat juga dilakukan tanpa tanpa membentuk struktur khusus. Berbeda dengan mikrobia penambat nitrogen yang hidup bebas, mikrobia penambat nitrogen simbiotik mempunyai hubungan yang khusus dengan tanaman inang tertentu. Salah satu contoh yang sudah banyak diteliti adalah hubungan simbiotik antara Rhizobium dengan tanaman legume (kacang – kacangan).
Mikrobia pelarut phosphat, mikrobia penambat nitrogen adalah kelompok jasad yang paling banyak dkembangkan dalam pembuatan pupuk hayati. Namun demikian, terdapat kelompok mikrobia lain yang juga sangat penting untuk mendukung pertumbuhan tanaman, yaitu mikrobia penyedia unsur phosphat di dalam tanah. Selama ini kebutuhan phosphat dicukupi dengan menggunakan pupuk phosphat buatan, misalnya TSP. Superphosphate adalah salah satu bentuk umum pupuk phosphat. TSP ( triple superphosphate) mengandung dua setengah kali P2O5 lebih banyak dibanding dengan single superphosphate.
Batuan phosphate, salah satu bahan dasar pembuatan pupuk phosphate, digunakan secara langsung sebagai pupuk terbatas di tanah masam. Sebagai pupuk yang menimbulkan kendala besar dalam praktek pertanian di lapangan, antara lain karena biaya pengangkutan dan penghalusnya. Di alam diketahui terdapat banyak kelompok mikrobia yang mampu menyediakan unsur phosphat bagi tanaman dengan cara melakukan pelarutan (solubilisation) phosphat dari sumber phosphat yang tidak tersedia secara alami bagi tanaman, misalnya batuan phosphat.
Kelompok mikrobia yang mampu menyediakan phosphat semacam ini meliputi kelompok bakteri maupun jamur. Beberapa bakteri tanah khususnya yang termasuk genus Pseudomonas dan Bacillius, serta fungsi yang termasuk dalam genus Penicillium dan Aspergillus mempunyai kemampuan untuk mengubah phosphat yang tidak tersedia bagi tanaman (tidak larut) menjadi bentuk phosphat yang larut sehingga dapat digunakan oleh tanaman,hal ini terjadi karena jasad – jasad semacam ini mensekresikan asam – asam organik misalnya asam format, asam asetat, asam propionat, asam laktat, asam glikolat, asam fumarat dan asam suksinat. Asam –asam organik
semacam ini dapat menurunkan pH tanah sehingga dapat melarutkan phosphate yang terikat.
Beberapa asam hidroksi mengkelasi (chelate) kalsium dan besi sehingga menyebabkan pelarutan dan penggunaan phosphat yang lebih efektif. Asam organik dan anorganik dapat mengubah Ca3(PO4)2 menjadi phosphat di dan monobasik yang hasil akhirnya
adalah kesediaan phosphat bagi tanaman. Jumlah phosphat terlarut yang dihasilkan mikrobia heterotrof bervariasi dengan banyaknya karbohidrat yang dioksidasi dan transformasi semacam itu pada umumnya hanya terjadi jika substrat berkarbon diubah menjadi asam organik.
Asam nitrat dan sulfat yang dihasilkan dalam oksidasi bahan nitrogen atau senyawa anorganik sulfur yang bereaksi dengan batuan phosphat sehingga meningkatkan jumlah phosphate terlarut. Selain menggunakan asam organik, pelarutan phosphat dapat terjadi dengan mekanisme lain. Pada tanah tergenang unsur besi yang ada dalam senyawa ferriphosphat tak larut menjadi tereduksi yang menyebabkan terbentuknya besi terlarut dan diikuti oleh pelepasan phosphat ke dalam larutan.
Phospat juga dapat menjadi tersedia bagi tanaman dengan adanya aktivitas bakteri yang melepas hydrogen sulfida yang akan bereaksi dengan ferriphosphat dan menghasilkan ferrosulfida sehingga akhirnya phosphat dapat dilepaskan.
2.5.5 Teknik Dasar Pembuatan Pupuk Hayati.
1. Pupuk hayati dibuat dengan menggunakan beberapa komponen dasar, yaitu: Mikrobia yang sesuai untuk suatu jenis pupuk hayati. Medium untuk perbanyakan sel mikrobia yang akan digunakan.
2. Bahan pembawa (carrier) mikrobia. 3. Bahan pengemas ( packaging materials ).
Suatu pupuk hayati dapat dibuat dengan menggunakan lebih dari satu macam mikrobia yang berbeda, baik berbeda genus atau spesiesnya maupun berbeda dalam hal peranannya sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, pupuk hayati dapat dibuat dengan mencampurkan bakteri penambat nitrogen dengan bakteri pelarut phosphat.
Selain pupuk hayati dapat juga dibuat dengan menggunakan satu macam mikrobia dari satu spesies tetapi dengan strain yang berbeda. Hal yang paling penting dalam formulasi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu macam mikrobia adalah bahwa mikrobia yang digunakan tidak boleh mempunyai sifat antagonistik satu sama lain, artinya mikrobia – mikrobia tersebut tidak saling menekan atau membunuh.
Oleh karena itu jika kita akan membuat pupuk hayati yang terdiri atas lebih dari satu macam mikrobia semacam ini maka terlebih dahulu harus dilakukan pengujian sifat antagonisme mikrobia – mikrobia tersebut dalam satu medium yang sama, kemudian dianalisis pertumbuhannya untuk melihat apakah semua mikrobia dapat tumbuh dengan optimal jika berada bersama – sama.
Mikrobia yang akan dikemas sebagai pupuk hayati terlebih dahulu harus ditumbuhkan dalam medium yang sesuai sehingga dapat dihasilkan jumlah sel yang tinggi. Kebutuhan nutrisi dalam medium perbanyakan sel bervariasi dengan macam mikrobia yang digunakan. Oleh karena itu setiap spesies mikrobia memerlukan medium dengan komposisi yang spesifik, meskipun beberapa kelompok mikrobia yang berbeda dapat ditumbuhkan dalam medium yang sama. Oleh
karena itu jika pupuk hayati dibuat dengan menggunakan campuran mikrobia yang berbeda, maka sebaiknya masing – masing mikrobia ditumbuhkan secara terpisah dalam medium yang paling sesuai.
2.6 Kompos Blotong
Blotong atau disebut filter cake atau filter press mud adalah limbah industri yang dihasilkan oleh pabrik gula dari proses klarifikasi nira tebu. Blotong merupakan limbah pabrik gula berbentuk padat seperti tanah berpasir berwarna hitam, mengandung air dan memiliki bau tak sedap jika masih basah. Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Blotong masih banyak mengandung bahan organik, mineral, serat kasar, protein kasar, dan gula yang masih terserap di dalam kotoran itu (Helena, 2012).
Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi terhadap gula hendaknya segera diatasi dengan berbagai upaya yang mendukung. Beberapa upaya tersebut meliputi perbaikan terhadap lahan – lahan pertanaman tebu, mulai dari bibit yang digunakan, tanah yang dipakai sebagai media tanam, pemeliharaan hingga penanganan pascapanen, sehingga produktivitas tanaman tebu dapat mencapai optimal. Rendemen tebu yang dihaasilkan sangat dimungkinkan akan meningkat dengan produktivitas tebu yang optimal. Hal ini berpengaruh pada kualitas dan kuantitas gula yang diproduksi.
Percobaan penggunaan kompos blotong sebagai pupuk organik telah banyak dilakukan dalam mempelajari peranannya pada sifat – sifat tanah maupun sifatnya pada tanaman. Pemberian blotong dapat meningkatkan kandungan hara dalam tanah terutama unsur N, P dan Ca serta unsur mikro lainnya. Peranan kompos blotong pada tanah dapat dipastikan sama dengan peranan kompos atau pupuk organik lainnya dalam memperbaiki sifat – sifat kesuburan tanah.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentarsi dan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi kekurangan hara. Dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2% (Danang Hartono, 2016).
Blotong harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik tanaman tebu. Pengomposan merupakan suatu metode untuk mengkonversikan bahan – bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan organik dengan kehadiran oksigen (udara).
Blotong ( limbah pabrik gula ) ternyata cukup efektif menekan laju penguapan air tanah. Sifat higroskopisnya mampu mengikat air hujan dan menyiasati kekeringan. Sifat higroskopis limbah tebu atau pabrik gula yang disebabkan kandungan niranya membuat lahan mampu mengikat air hujan lebih banyak.
Penelitian yang dilakukan Mulyadi (2000) menunjukkan bahwa pemberian blotong berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah rumpun, dan bobot kering tebu bagian atas berumur 4 bulan yang di tanam ditanah. Dosis efektif yang digunakan adalah sekitar 40 ton ha -1 dibanding perlakuan tanpa blotong. Hasil yang diperolehi menunjukkan peningkatan tinggi tanaman 58%, diameter batang sebesar 31 %, jumlah tanaman atau rumpun sebesar 25 % dan bobot kering tanaman bagian atas sebesar 225 %.
Karena jumlah blotong semakin banyak berbeda jika anda melihat tentunya ini menjadi masalah utama bagi pabrik. Untuk itu banyak masyarakat
menggunakannya sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Tentunya pupuk organik jenis ini sangat baik dan berguna jika di aplikasikan pada tanaman tebu. Hal ini karena selain dari limbah tebu, pupuk organik blotong memiliki kandungan nutrisi yang sangat baik.
Menurut (Akbar, 2016) berdasarkan analisa laboratorium, kompos blotong memiliki kandungan N sebesar 1,62%, kandungan P sebesar 2,93%, kandungan K sebesar 1,56%, dan kandungan C-organik sebesar 24,85%. Sedangkan blotong memiliki kandungan N sebesar 2,04%, kandungan P sebesar 8,76%, kandungan K sebesar 0,7% dan kandungan C-organik sebesar 8,22%. Dari analisa laboratorium, kandungan N dan P pada kompos blotong lebih rendah di bandingkan dengan kandungan N dan P pada blotong.
Kompos blotong sebagai pupuk organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah di areal perkebunan tebu seperti menurunkan laju pencucian hara, memperbaiki drainase tanah, menetralisir unsur aluminium yang mengikat P sehingga ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia dan meningkatkan kapasitas menahan air (Ariyanti Dkk, 2018).
Dengan banyaknya kandungan pada pupuk organik blotong maka tidak heran jika pupuk ini memiliki banyak sekali manfaat. Pupuk organik memiliki banyak macam, seperti : pupuk kompos, pupuk hijau dan lain sebagainya. Pupuk organik memiliki fungsi ganda yaitu memberi zat hara dan menambah bahan organik kedalam tanah. Bahan organik berguna untuk menjaga tanah tetap berfungsi optimal.
Gambar 2.1 Kompos Blotong.
2.6.1 Manfaat Pupuk Organik dari Blotong
Anda juga harus mengetahui cara menggunakan pupuk blotong dengan benar agar mendapatkan manfaatnya dan berikut penjelasannya:
1. Dengan menambahkan pupuk organik blotong sebagai salah satu
pupuk tebu maka, tebu akan mendapatkan nutrisi cukup untuk menambah kandungan gula sehingga air tebu yang dihasilkan akan lebih manis.
2. Dengan itu pula maka dihasilkan tebu dengan kualitas baik, selain itu tebu yang dihasilkan pun lebih berisi dan padat.
3. Adapun manfaat lain yang bisa anda dapatkan, karena pupuk termasuk jenis pupuk organik maka anda tidak perlu khawatir akan keadaan media tanam.
4. Tanah sebagai media tanam tidak akan berubah tekstur ataupun mutunya, justru pupuk blotong dapat meningkatkan kualitas tanah.
5. Dan karena termasuk pupuk organik, maka pupuk tidak akan merusak lingkungan justru pupuk ramah lingkungan.
2.7 Mikoriza Arbuskula
Istilah mikoriza yang berarti : “Jamur Akar” pertama kali dikenalkan oleh Frank, botaniwan Jerman pada tahun 1855, untuk menyebutkan sebagai suatu struktur yang terbentuk sebagai hasil assosiasi jamur tanah tertentu dengan akar tumbuhan tinggi. Jamur akar ini diketemukan Frank pada pepohonan hutan seperti pinus.
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan atau jamur (mykes) dan perakaran (rhiza) tanaman. Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan dan pakan peternakan. Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman (Ananda Y, 2013). Salah satu tipe mikoriza yang paling banyak ditemukan di alam adalah fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang bersimbiosis dengan ± 80% spesies tanaman yang ada, baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuh secara alami.
Mikoriza memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Sebaliknya, beberapa tumbuhan bahkan ada yang tergantung pertumbuhannya dengan mikoriza. Beberapa jenis tumbuhan tidak tumbuh atau terhambat pertumbuhannya tanpa kehadiran mikoriza di akarnya. Istilah cendawan Mikoriza Vesikula-Arbuskula (MVA) pertama kali dilaporkan oleh Peyronel, (1923) dalam Trappe dan Schenk, (1982).
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) mempunyai kemampuan spesifik dalam meningkatkan penyerapan P dari bentuk P yang sukar larut, baik P yang terdapat secara alami maupun yang berasal dari pupuk, pada tanah – tanah marginal yang ketersediaan P nya rendah (Suherman Dkk, 2006).
Fungi Mikoriza Arbuskula yang bersimbiosis dengan akar tanaman akan membentuk struktur khusus yang disebut arbuskula. Arbuskula merupakan
percabangan hifa yang terbentuk secara dikotomi yang berulang – ulang sehingga mnyerupai pohon dalam inang. Terdapat tujuh genus fungi mikoriza arbuskula yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman yaitu Glomus, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Archeospora, dan Entrophospora ( Usnaqul, 2016).
2.7.1 Penggunaan Fungi Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM) Sebagai Pupuk Hayati
Vesikular – Arbuskular Mikoriza (VAM) adalah suatu jamur atau fungi non patogenik yang berasosiasi dengan kelompok tumbuhan tertentu. Ada tiga macam asosiasi mikoriza yang dikenal, yaitu : 1. Pembentukan selubung miselium jamur di sekitar akar tumbuhan
dikenal dengan (ektomikoriza).
2. Invasi akar tumbuhan oleh jamur dikenal dengan (endomikoriza) sehingga terbentuk asosiasi simbiotik dengan tumbuhan.
3. Endomikoriza adalah asosiasi yang terbentuk karena infeksi jamur ectotrophic pada tumbuhan gymnospermae dan angiospermae, dalam hal ini hifa terkumpul di dalam sel kortek sehingga menunjukkan kemiripan asosiasi ektomikoriza dan endomikoriza.
4. Hifa akan masuk jaringan akar, menembus dinding sel tumbuhan dan membentuk jaringan di dalam sel. Hifa tersebut tidak akan menembus membran sel tumbuhan, hanya membangun jaringan dengan cara menekan membran sel tumbuhan. Mirip dengan jari tangan kita yang menekan balon, jari tangan diibaratkan hifa dan balon diibaratkan sebagai membran sel. Hifa yang telah masuk sel akan bercabang banyak dan membentuk struktur mirip simpul yang disebut dengan arbuscle.
5. Ektomikoriza terbentuk karena adanya asosiasi antara jamur basidiomisetes dan askomisetes dengan tumbuhan dari berbagai
famili atau sub famili baik yang masuk dalam Angiospermae maupun Gymnospermae, misalnya Aceraceae, Betulaceae, Ericaceae, Casuarinaceae dan lain – lain. Endomikoriza merupakan asosiasi endofitik yang terbentuk antara jamur fikomisetes (phycomycete) yang termasuk famili Endogonaceae, Gramineae, Leguminosae.
Ektomikoriza memiliki miselium (kumpulan hifa) yang membungkus permukaan akar sehingga membentuk mantel. Hifa yang membungkus akar ini akan meningkatkan luas permukaan akar dalam menyerap air di sekitarnya. Akar yang dibungkus ektomikoriza umumnya tidak memiliki bulu akar, karena peran bulu akar telah digantikan oleh hifa - hifa jamur tersebut. Akar pada ektomikoriza juga umumnya berbentuk lebih pendek dengan lebih banyak percabangan dibandingkan dengan akar tanpa ektomikoriza. Hifa jamur dalam ektomikoriza akan menembus hingga korteks akar untuk mempermudah pertukaran zat.
Hifa ini tidak merusak struktur dinding sel, hifa tersebut akan tumbuh dan membangun jaringan pada ruang - ruang antar sel tumbuhan. Ektomikoriza banyak ditemukan pada keluarga tumbuhan pinus. Beberapa ektomikoriza juga dapat membentuk tubuh buah di atas tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan manusia. Asosiasi VA mikoriza mempunyai arti penting dalam bidang pertanian karena asosiasi endomikoriza tersebut membantu tanaman dalam menyerap unsur phosphat dari tanah.
Bahkan ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa tanaman yang mempunyai VA mikoriza mempunyai kandungan hormon pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding dengan tanaman yang tidak membentuk asosiasi dengan VA mikoriza. Salah satu contoh
nyata peranan VA mikoriza adalah dalam hal peningkatan pembentukan bintil akar dan penambatan nitrogen pada tanaman legume jika tanaman diinokulasi dengan mikoriza dan bakteri Rhizobium yang sesuai. Selain itu, VAM juga meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman, misalnya cekaman kekeringan.
Berbeda dengan simbion yang lain, VA mikoriza bersifat sebagai simbion obligat sehingga tidak dapat ditumbuhkan pada medium buatan terpisah dari tanamannya. Oleh karena itu penyiapan inokulam VAM juga berbeda dari penyiapan inokulan lainnya untuk membuat pupuk hayati. VAM dapat dihasilkan dengan menggunakan kultur pot. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai inang antara lain jagung, sorgum, bawang dan lain – lain. Inokulum (spora) yang digunakan sebagai starter dapat diperoleh dari tanah dengan cara penyaringan.
Spora VAM yang diperoleh disterilkan permukaannya, misalnya dengan chloramin dan streptomisin kemudian dicuci dengan air steril. Selain dengan menggunakan media tanah, sekarang juga sudah berkembang penyiapan kultur VAM dengan media tanpa tanah sehingga hal ini dapat mengurangi resiko terbawanya mikrobia tanah lainnya yang merugikan.
2.7.2 Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskula
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) merupakan salah satu pupuk hayati yang didefenisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Penyediaan hara ini dapat berlangsung simbiotis dan nonsimbiotis.
Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza.
Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa bermikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara. Selain dari pada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Perdana Dkk, 2014).
Perkembangan CMA berkorelasi erat dengan jumlah akar. Hal ini disebabkan karena dari akar dikeluarkan hifa atau benang – benang kecil yang mengandung bahan organik termasuk karbohidrat dan asam amino yang berguna bagi perkecambahan spora mikoriza tersebut. Adanya CMA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air (Dahlia Simanjuntak, 2004).
2.7.3 Klasifikasi Mikoriza
Sistem Klasifikasi Mikoriza berkembang berdasarkan kemajuan penelitian tentang Mikoriza. Klasifikasi mikoriza sampai saat ini telah mengalami 4 tahapan perkembangan sistem klasifikasi. Keempat tahapan perkembangan Sistem Klasifikasi Mikoriza tersebut sebagai berikut:
1. Sistem Klasifikasi Mikoriza tahap pertama yang mengelompokkan Mikoriza dalam 2 kelompok, yaitu: (1) Ekto-Mikoriza (Ectomycorrhizal) dan (2) Endo-Mikoriza (Endomycorrhizal). Pada Endo-Mikoriza, hyfa menginfeksi perbedaan dari kedua kelompok.
2. Sistem Klasifikasi Mikoriza tahapan kedua, yang mengelompokkan Mikoriza dalam 3 kelompok, yaitu:,
Ekto-Mikoriza (Ectomycorrhizal), Endo-Ekto-Mikoriza (Endomycorrhizal), dan Ektendo-Mikoriza(Ectendomycorrhizal).
3. Sistem Klasifikasi Mikoriza tahapan ketiga, yang mengelompokkan Mikoriza dalam lima kelompok, yaitu : Ekto-Mikoriza (Ectomycorrhizal), Endo-Ekto-Mikoriza (Endomycorrhizal), Ektendo-Mikoriza (Ectendomycorrhizal), Ericaceous Mikoriza, dan Orchidaceous Mikoriza.
4. Sistem Klasifikasi Mikoriza tahapan keempat, yang mengelompokkan Mikoriza dalam 7 kelompok, yaitu: Ekto-Mikoriza (Ectomycorrhizal), Endo-Ekto-Mikoriza (Endomycorrhizal), Ektendo-Mikoriza (Ectendomycorhizal), Ericaceous Mikoriza, Orchidaceous Mikoriza, Arbutaceous Mikoriza, dan Monotropaceous Mikoriza.