• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia mempunyai beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing individu memiliki tujuan dan kebutuhan yang berbeda dengan individu lainnya. Sedangkan sebagai makhluk sosial, individu selalu ingin berinteraksi dan hidup dinamis bersama orang lain. Saat berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain, individu memiliki tujuan, kepentingan, cara bergaul, pengetahuan ataupun suatu kebutuhan yang berbeda antara satu dengan yang lain dan semua itu harus dicapai untuk dapat melangsungkan kehidupan.

Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran utama dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas organisasi. Mengingat peran yang cukup dominan tersebut, maka segala upaya akan dilakukan untuk mengatur kinerja manusia agar lebih efektif dan efisien dalam suatu organisasi. Belum lagi menghadapi laju modernisasi dan perkembangan teknologi yang menuntut organisasi harus peka dan responsif terhadap tuntutan zaman. Kualitas sumber daya manusia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan dan kemajuan organisasi. Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat berguna untuk menunjang keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, agar sebuah organisasi atau perusahaan dapat lebih berkembang secara optimal, maka

(2)

perusahaan harus mencari orang-orang yang bermotivasi tinggi dalam bekerja. Manusia sebagai sumber daya yang potensial merupakan sumber kekuatan suatu oranisasi, sebab manusialah yang menggerakkan organisasi. Jufri (dalam Sutan, 2006) menyatakan tinggi atau rendahnya sikap kerja karyawan sangat menentukan kualitas dan kuantitas performansi kerjanya dalam memacu produkitivas perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Rodman (2005) bahwa inti dari suatu organisasi adalah para personelnya dan kemampuan organisasi bergabtung pada orang-orang didalamnya.

Dunia kerja memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, sehingga untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting baik bagi kepentingan individu, industri, dan masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya. Selanjutnya, bagi masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta meningkatnya nilai manusia di dalam lingkungan kerja (As’ ad, 1998).

Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Robbins (2001) mengenai pentingnya tingkat kepuasan kerja dalam organisasi adalah kepuasan pada pekerjaan yang didapatkan akan dibawa ke kehidupan karyawan di luar pekerjaan. Hal ini didukung oleh penelitian Judge dan Watanabe (dalam Indriawaty dan Himan, 2004) yang menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan dan timbal

(3)

balik antara kepuasan kerja dengan kepuasan hidup. Setiap karyawan mengharapkan adanya kepuasan dalam bekerja, karena kepuasan dalam bekerja dapat memberikan efek yang positif pada produktivitas, perilaku kooperatif, kepuasan hidup dan kesehatan.

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya (As’ ad, 1998). Sejalan dengan hal diatas Robbins (1996) mengatakan bahwa seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan, sedangkan seorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya itu.

Tiffin (dalam Anoraga, 1992) juga berpendapat bahwa kepuasaan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan. Sementara Blum (dalam Anoraga, 1992) mengemukakan bahwa kepuasaan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. Hal ini didukung dengan penelitian Meglino, Ravlin, dan Adkins (1989) mengatakan bahwa para karyawan akan merasa lebih puas dalam bekerja dan selalu memegang teguh komitmennya jika nilai-nilai mereka bersesuaian dengan nilai-nilai perusahaan.

(4)

Biasanya seseorang akan merasa puas atas pekerjaan yang telah atau sedang ia jalankan jika apa yang ia dikerjakan telah memenuhi harapannya, sesuai dengan tujuan ia bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti ia memiliki suatu harapan, dan dengan demikian ia akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut dan apabila harapannya terpenuhi, maka ia akan merasa puas (Anoraga, 1992). Dahulu semua orang beranggapan bahwa satu–satunya insentif untuk bekerja hanyalah uang atau perasaan takut untuk menganggur. Tetapi sekarang ini, uang bukanlah merupakan faktor utama yang memotivasi semua orang untuk bekerja. Dengan perkataan lain, tidak semua orang yang bekerja itu hanya mau bekerja karena membutuhkan uang.

Brown (1978) memberikan contoh yang dilihatnya di beberapa pabrik di London. Pada suatu ketika yang tidak bersamaan, ada tiga orang pekerja pabrik yang secara kebetulan masing–masing memenangkan hadiah yang sangat besar jumlahnya dari undian sepak bola. Walaupun uang hadiah yang di dapat mereka itu sangat besar jumlahnya, sehingga jika di investasikan uang itu akan dapat menjamin biaya hidup mereka bersama keluarganya secara berkecukupan selama sisa hidup mereka namun akhirnya mereka kembali kepada pekerjaan mereka di pabrik yang serba rutin itu. Dapat ditarik kesimpulan dari contoh di atas, Brown mengatakan bahwa pabrik–pabrik itu sesungguhnya mempunyai daya tarik, karena berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan orang–orang yang sebenarnya sudah tidak membutuhkan penghasilan berupa uang itu masih mau juga mengerjakan pekerjaan rutin di pabrik itu hanya karena mereka tidak ingin

(5)

tersisihkan dari pergaulan sosial masyarakat mereka. Dengan demikian jelaslah bahwa uang bukan satu–satunya motivator untuk melakukan pekerjaan (Brown dalam Anoraga, 1992).

Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Sering kali pihak perusahaan melakukan cara-cara untuk meningkatkan produktivitas karyawannya dengan menaikkan gaji atau upah kerja. Menurut pihak perusahaan, gaji merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat tersebut tidak selalu salah sebab dengan menaikkan gaji, karyawan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan (Hulin dalam As’ ad, 1998).

Karyawan yang merasa puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Dalam hal ini perusahaan berkewajiban untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di

(6)

perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, maka produktivitas pun akan meningkat (As’ ad, 1998).

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan pada karyawan tergantung pada pribadi masing-masing karyawan (As’ ad, 1998). Menurut penelitian Caugemi dan Claypool (dalam As’ ad, 2000), kepuasan kerja menyangkut cara kerja seorang karyawan menyesuaikan dirinya dengan kondisi dan situasi kerja. Namun pada dasarnya Fraser (1993), mengatakan secara genetis setiap individu mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan pola perilaku tertentu untuk menanggulangi masalah. Namun demikian, pembentukan lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja akan menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja dalam suatu organisasi. Banyak karyawan yang tidak mampu mencapai kepuasan dalam bekerja, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri di lingkungan kerjanya (Davidoff, 1991).

Lingkungan mana pun tempat individu berada, ia akan berhadapan dengan harapan dan tuntutan tertentu dari lingkungan yang harus dipenuhinya. Di samping itu individu juga memiliki kebutuhan, harapan, dan tuntutan di dalam dirinya, yang harus diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan. Bila individu mampu menyelaraskan kedua hal tersebut, maka dikatakan bahwa individu tersebut mampu menyesuaikan diri. Kartono (1994) menambahkan seseorang yang berada dalam suatu perusahaan ataupun bagian dari tim kerja harus mempunyai usaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan perusahaan, baik yang meliputi penyesuaian diri dengan individu lain sebagai bagian dari tim kerja

(7)

maupun iklim lingkungan kerja itu sendiri. Seperti dijelaskan sebelumnya, Kartono (1994) mengatakan bahwa individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosial maupun dengan lingkungan fisik tentunya mempunyai suatu gaya individual yang tidak sama dengan individu lain. Hal ini dikarenakan setiap orang berbeda, baik karakter maupun tujuan hidupnya, maka kita sebagai individu diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana kita berada, baik dengan lingkungan fisik, psikis, maupun lingkungan rohaniah.

Secara fisik, individu harus menyesuaikan diri dengan benda-benda konkret sedangkan secara psikis, individu berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dalam suatu lingkungan. Menyesuaikan diri dengan lingkungan rohaniah berarti individu harus mampu memahami keyakinan-keyakinan, ide-ide, dan filsafat-filsafat yang terdapat di dalam lingkungan individu tersebut, baik yang dianut oleh orang-orang yang berada dalam suatu lingkungan tersebut ataupun yang tercantum dalam buku-buku maupun hasil kebudayaan lainnya. Sementara itu Gerungan (2000) menyatakan bahwa individu adalah manusia yang senantiasa selalu berubah baik dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan sosial, harus mampu menerima segala perubahan yang terjadi dan diharapkan mampu pula untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu individu diharapkan mampu menjelaskan dirinya dengan lingkungan fisik maupun psikis yang senantiasa mengalami suatu perubahan yaitu dengan menggunakan penyesuaian diri.

Sementara kita hidup dalam masyarakat yang berorientasi pada kerja, dimana individu yang telah matang secara fisik diharapkan untuk memiliki suatu

(8)

pekerjaan. Saat individu mulai memasuki dunia kerja maka ia harus melakukan penyesuaian diri terhadap pekerjaannya. Davidoff (1991) mengatakan bahwa karyawan yang mempunyai penyesuaian diri yang cukup baik akan memperbesar kemungkinan bahwa ia akan memperoleh kepuasan, baik dalam hidupnya maupun dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya. Hal yang sama juga dikemukakan dalam penelitian Dawis (dalam Hesketh dan Adams, 1991) bahwa kemampuan penyesuaian diri individu terhadap pekerjaannya diindikasikan oleh kepuasan dan kesuksesan.

Penelitian Wolman (dalam Bruno, 1983) menyebutkan bahwa dalam penyesuaian diri harus ada perubahan agar kita dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mencapai keadaan yang harmonis dengan orang lain ataupun dengan keadaan lingkungan sekitar. Sementara Anoraga & Suyati (1995) mengatakan bahwa apabila seorang karyawan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya akan mengalami suatu masalah dengan orang lain ataupun kegagalan dalam bekerja.

Melalui pemikiran diatas, maka penelitI ingin melihat bagaimanakah pengaruh penyesuaian diri dalam lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: apakah ada pengaruh penyesuaian diri dalam lingkungan kerja dengan kepuasan kerja?

(9)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh penyesuaian diri dalam lingkungan kerja dengan kepuasan kerja.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dilihat dari 2 aspek yaitu: 1. Manfaat secara Teoritis

a. Membuktikan kebenaran teori-teori baik tentang kepuasan kerja maupun penyesuaian diri.

b. Dapat dijadikan kajian bagi penelitian selanjutnya, yang tertarik melakukan penelitian di bidang industri dan organisasi baik tentang penyesuaian diri maupun kepuasan kerja.

2. Manfaat secara Praktis a. Bagi Karyawan

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi karyawan agar mampu bekerjasama dengan karyawan lain, saling bertukar pikiran dan dapat saling mengerti antara karyawan yang satu dengan yang lnya.

b. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk lebih memahami keadaan karyawan dan melihat kebutuhan apa saja yang diperlukan oleh karyawan agar hasil kerja mereka berguna bagi tujuan perusahaan.

(10)

E. Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini terdiri dari tiga Bab, mulai dari Bab I sampai dengan Bab V.

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan uraian singkat mengenai latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisikan tentang teori-teori penyusunan variabel yang diteliti, hubungan antara variabel dan hipotesa penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan identifikasi variabel, definisi operasional dari masing-masing variabel, subjek penelitian, populasi dan sampel, metode pengambilan data.

Bab IV: Hasil dan Interpretasi Data

Bab ini berisi uraian mengenai gambaran sampel penelitian, uji asumsi penelitian, dan hasil utama penelitian.

Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini berisi uraian mengenai kesimpulan penelitian, hasil penelitian dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya mempunyai arti bahwa Pendapatan Asli Daerah yang dipungut

Adapun manfaat pembuatan video profil dalam penelitian ini adalah sebagai media promosi, informasi dan dokumentasi Sekolah Menengah Kejuruan Tunas Muda Karanganyar yang

creative coworking space, para pelaku startup tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk menyewa sebuah kantor yang.. sebenarnya belum tentu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perkembangan bahasa pada anak prasekolah usia 5-6 tahun setelah dilakukan terapi

Setelah dilakukan analisis terhadap nilai-nilai budaya yang terdapat dalam kaba Gadih Basanai ditemukan cerita ini mengandung nilai budaya berkaitan dalam hubungan

Sansiviera, Chryptanthus dan lainnya. Bentuk daun juga harus diperhatikan, jika daunnya besar dan tipis, berarti tanaman tidak kuat pada kondisi kering dan

kerja adalah hukuman manusia sebenarnya hidup bahagia tanpa kerja di taman firdaus, tetapi karena ia jatuh kedalam dosa, maka ia dihukum untuk bisa hidup

Pelajar baru ditambahkan di dalam kumpulan tersebut, min jisim yang terbaru 51kg.. Berapakah jisim pelajar