• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Usia pertengahan (middle age) : usia tahun. 2. Lansia (ederly) : usia tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Usia pertengahan (middle age) : usia tahun. 2. Lansia (ederly) : usia tahun"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun 2. Lansia (ederly) : usia 60-74 tahun 3. Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) : usia di atas 90 tahun

Departemen Kesehatan RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut :

1. Virilitas (prasenium) : Masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).

2. Usia lanjut dini (sevescen) : kelompok yang memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun).

3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif : Usia di atas 65 tahun.

Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis (kelender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan

(2)

atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan keadaan badan secara keseluruhan (Fatimah, 2010).

2.1.1 Seksualitas

Manusia adalah mahkluk seksual. Seksualitas diartikan sebagai :

a. Aktivitas, perasaan, dan sikap yang dihubungkan dengan reproduksi,dan

b. Bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan di dalam kelompok.

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa yang sederhana, seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksualnya yang khusus.

Aktivitas seksual adalah tindakan fisik atau mental yang menstimulasi, merangsang, dan memuaskan secara jasmaniah. Tindakan itu dilakukan sebagai cara yang penting bagi seseorang untuk mengeskpresikan perasaan dan daya tarik kepada orang lain (Masland, 2006).

Hubungan seksual dalam perkawinan memang sangat penting namun bukan segala-galanya. Hubungan seksual mempunyai banyak makna, antara lain:

a. Suami-istri saling memberikan maaf

b. Suami-istri saling mengucapkan terima kasih c. Suami-istri saling menyatakan cinta

d. Suami-istri saling memperbaharui janji perkawinan

e. Suami-istri saling melepaskan kecemasan dan kemarahannya f. Suami-istri saling membangun komunikasi

g. Suami-istri saling membuat hidup lebih dihayati h. Suami-istri saling menegur satu sama lain i. Suami-istri saling menentramkan

(3)

j. Cara untuk meneruskan keturunan (Tujan, 1994).

Seks berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Menurut Masters, Jonshon, dan Kolodny (1992), seksualitas menyangkut berbagai dimensi, diantaranya adalah dimensi biologis, psikologis, sosial dan kultur.

a. Dimensi Biologis

Berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau kelamin manusia, serta dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia. Termasuk didalamnya menjaga kesehatannya dari gangguan seperti penyakit menular seksual, infeksi saluran reproduksi (ISR), bagaimana memfungsikan seksualitas sebagai alat reproduksi sekaligus alat rekreasi secara optimal, serta dinamika munculnya dorongan seksual secara biologis.

b. Dimensi Psikologis

Berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksual sesuai dengan identitas jenis kelaminnya, dan bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia. Misalnya bagaimana seseorang berperilaku sebagaimana laki-laki atau perempuan, bagaimana seseorang mendapatkan kepuasan psikologi dari perilaku yang dihubungkan dengan identitas peran jenis kelamin, serta bagaimana perilaku seksualnya dan motif yang melatar belakangi.

c. Dimensi Sosial

Dampak sosial melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari

(4)

lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

d. Dimensi Kultural dan Moral

Dimensi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas yang berbeda dengan negara barat. Seksualitas di negara-negara barat pada umumnya menjadi salah satu aspek kehidupan yang terbuka dan menjadi hak asasi manusia. Beda halnya dengan moralitas agama, menganggap bahwasanya seksualitas sepenuhnya adalah hak Tuhan sehingga penggunaan dan pemanfaatannya harus dilandasi dengan norma-norma agama yang sudah mengatur kehidupan seksualitas manusia secara lengkap.

Menurut Blanch dan Collier (1993), seksualitas meliputi lima area : 1. Seksualitas

kenikmatan yang merupakan bentuk interaksi antara pikiran dan tubuh. Umumnya seksualitas melibatkan panca indra (aroma, rasa, penglihatan, pendengaran, sentuhan) dan otak (organ yang paling kuat terkait dalam seks dalam fungsi fantasi, antisipasi, memori, atau pengalaman)

2. Intimacy

Ikatan emosional atau kedekatan dalam reaksi interpersonal. Biasanya mengandung unsur-unsur kepercayaan, keterbukaan diri, kelengketan dengan orang lain, kehangatan, kedekatan fisik, dan saling menghargai.

3. Identitas

Peran jenis kelamin yang mengandung pesan-pesan gender perempuan dan laki-laki, dan mitos-mitos (feminimitas dan maskulinitas), serta orientasi seksual. Hal ini juga

(5)

menyangkut bagaimana seseorang menghayati peran jenis kelamin sesuai dengan jenis kelaminnya.

4. Lingkaran kehidupan

Aspek biologis dari seksualitas yang terkait dengan anatomi dan fsiologi organ seksual. 5. Eksploitasi

Unsur kontrol dan manipulasi terhadap seksualitas, seperti kekerasan seksual, pornografi, pemerkosaan, dan pelecehan seksual.

Sementara itu, menurut Hidayat (1997), ruang lingkup seksualitas terbagi atas hal-hal berikut.

1. Seksual biologis

Komponen yang mengandung beberapa ciri dasar seks yang terlihat pada individu yang bersangkutan (kromosom, hormon, serta ciri seks primer dan sekunder). Ciri seks primer timbul sejak lahir, yaitu alat kelamin luar dan alat kelamin dalam. Ciri seks sekunder timbul saat seseorang meningkat dewasa, misalnya timbul bulu-bulu badan di tempat tertentu (ketiak, dada), berkembangnya payudara perempuan, dan perubahan suara laki-laki.

2. Identitas seksual

Identitas seksual adalah konsep diri pada individu yang menyatakan dirinya laki-laki atau perempuan. Identitas seksual dalam bentuknya banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan tokoh yang sangat penting (orang tua).

3. Identitas gender

Identitas gender adalah penghayatan perasaan kelaki-lakian atau keperempuanan yang dinyatakan dalam bentuk perilaku sebagai laki-laki atau perempuan dalam lingkungan

(6)

budayanya. Identitas budaya merupakan interaksi antara faktor fisik dan psikoseksual. Interaksi yang harmonis diantara kedua faktor ini akan menunjang perkembangan norma seorang perempuan atau laki-laki.

4. Perilaku seksual

Perilaku seksual yaitu orientasi seksual dari seorang individu, yang merupakan interaksi antara kedua unsur yang sulit dipisahkan, tingkah laku seksual didasari oleh dorongan seksual untuk mencari dan memperoleh kepuasan seksual, yaitu orgasmus.

Tujuan seksualitas

1. Tujuan umum : meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia. 2. Tujuan khusus :

a. Prokresi (menciptakan atau meneruskan keturunan). b. Rekreasi (memperoleh kenikmatan biologis/seksual)

(Kusmiran, 2011).

2.1.2 Seksualitas pada Laki-laki

Para ahli menemukan bahwa kadar testosteron mencapai puncaknya ketika masa remaja akhir, dan ini berlangsung ketika dorongan seks laki-laki biasanya mencapai tingkat yang tertinggi. Dorongan seks, bagaimanapun, merupakan istilah yang subjektif, dan apa yang sesungguhnya terjadi adalah bagaimana si pria yang bersangkutan merasa tertarik dalam aktivitas seksual. Berarti, menurunnya kadar testosteron pada usia-usia tua sebenarnya secara perlahan-lahan. Dengan kata lain dorongan seks laki-laki, sekurang-kurangnya diukur berdasarkan kadar testosteron, pada dasarnya menetap pada usianya 40-an atau 50-an.

(7)

2.1.3 Seksualitas pada Perempuan

Tidak diketahui atau tidak ada usia tertentu ketika seseorang mencapai puncak tingginya dorongan seksual atau kemampuan untuk merasakan nafsu seksual. Beberapa ahli telah mengidentifikasi bahwa puncaknya pada usia 35 tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah yang tepat untuk menentukan kapan saatnya bagi setiap orang khususnya perempuan. Para ahli telah menemukan bahwa kadar hormon perempuan biasanya meninggi sekitar usia 35 tahun, tetapi apa yang sebenarnya terjadi untuk mengukur dorongan seksual adalah dengan merasakan apa yang akan terjadi pada pikiran dan emosi seseorang.

Sama sekali tidak, perasaan terhadap seks dan minatnya mungkin sangat bervariasi, tetapi kemampuan seorang perempuan untuk melakukan hubungan intim sejauh ini, memiliki hasrat sehat, dan tentu saja mempunyai pasangan (Masland, 2006).

2.1.4 Seksualitas pada Usia Lanjut

Orang yang secara fisik sehat dan merasa sangat normal cenderung melakukan aktivitas seksual sepanjang hidup mereka, kira-kira mendekati usia 70-an. Ini berarti tidak ada waktu yang khusus kapan seseorang berhenti melakukan hubungan seks hanya karena beberapa pasangan menonaktifkan diri dari kegiatan itu (Masland, 2006).

Penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya (40-60 tahun) terdapat pada perubahan-perubahan kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause atau perubahan hidup. Adapun pria mengalami masa klimaterik pria. Terdapat fakta yang berkembang bahwa perubahan tersebut merupakan bagian yang normal dari pola kehidupan dan juga diketahui bahwa perubahan-perubahan psikologis selama usia madya lebih merupakan akibat dari tekanan emosional dari pada gangguan fisik.

(8)

2.1.5 Pengaruh Penuaan Terhadap Seksual Pria pada Lanjut Usia

Tingkat puncak timbulnya kegairahan seksual kemungkinan terjadi lebih cepat pada pria dari pada wanita, semasa remaja atau awal usia dua puluhan. Pada masa tua tampaknya tidak terdapat perubahan hormon cepat yang sama pada pria sebagaimana yang terjadi semasa menopause pada wanita. Akan tetapi, terdapat reduksi secara bertahap dalam jumlah testosteron dengan meningkatnya usia (Hawton, 1993).

Laki-laki tidak kehilangan kemampuan mereka untuk melakukan hubungan intim pada usia tertentu. Hanya saja, kemampuan mereka untuk melakukannya secara berulang-ulang atau mengurangi ereksi dan ejakulasi biasanya mulai berkurang ketika berusia 40 atau 50-an.

Laki-laki tetap subur (mampu memproduksi sperma yang memadai) dan mampu melakukan hubungan intim sampai usia 60-an. Karena jumlah sperma laki-laki mulai berkurang, agak sulit dipercaya bahwa seorang laki-laki di masa lalu pada usia pertengahan 60-an atau memasuki usia 70-60-an ak60-an berhasil menghamili seor60-ang perempu60-an. Mem60-ang ada contoh laki-laki menjadi seorang ayah pada usia 70-an. Sejumlah laki-laki pada usia itu cukup subur, dapat ereksi, dan dapat ejakulasi. Pada usia berapa pun seorang laki-laki mungkin secara temporer atau permanen kehilangan kemampuannya untuk melakukan hubungan intim karena sakit atau menjalani penggobatan yang menganggu kemampuan seksual khususnya kemampuan ereksi penuh. Perubahan dalam ukuran penis selama ereksi kurang nyata, dan ketegangan ereksi kemungkinan lebih berkurang dibandingkan ketika berusia lebih muda. Sudut penis yang sedang berereksi biasanya meningkat. Lebih banyak rangsangan dibutuhkan sebelum terjadinya ejakulasi, ejakulasi berkurang dan air mani yang dihasilkan berkurang. Juga kebutuhan ejakulasi tampaknya berkurang dengan meningkatnya usia. Fase resolusi yang mengikuti ejakulasi menjadi lebih cepat. Periode penyusutan mungkin lebih lama hingga mencapai beberapa jam

(9)

atau bahkan beberapa hari. Sama seperti pada wanita, pengaruh umum proses menua yang lain, misalnya kegemukan (obesitas), atritis, penyakit dan pengobatannya juga relevan terhadap pria yang lebih tua (Masland, 2006).

Klimakterik pada pria sangat berbeda dengan menopause pada wanita. Klimaterik datang kemudian, biasanya pada usia 60 atau 70 tahunan, dan berjalan sangat lambat. Dengan datangnya penuaan secara umum pada seluruh tubuh, terjadi penurunan secara bertahap daya seksual dan reproduksi pria, yang berhubungan dengan ketidakseimbangan hormonal (Jahja, 2011). Jika hormon testosteron menurun tajam, maka dorongan seksual terhambat, fungsi ereksi/ relaksi otot polos vagina juga terhambat. Ini berarti aktivitas seksual, yang merupakan salah satu aspek dalam ranah hubungan sosial menjadi terganggu.

Disfungsi seksual pada pria dan usia lanjut dimanisfestasikan dalam keluhan sebagai berikut :

1. Menurunnya dorongan seksual

2. Memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai ereksi 3. Memerlukan rangsangan langsung pada penis

4. Berkurangnya intensitas ejakulasi 5. Berkurangnya rigiditas penis

6. Periode refrakter menjadi lebih lama

Penyebab disfungsi seksual pada pria usia lanjut ialah berkurangnya testosteron bebas, berkurangnya metabolisme secara umum, proses degeneratif pada semua organ, dan meningkatnya nilai ambang terhadap testosteron. Faktor lain yang menghambat fungsi seksual pada usia lanjut ialah faktor psikis, seperti kejenuhan seksual, hilangnya daya tarik pasangan, perasaan cemas dan takut gagal melakukan hubungan seksual. Keluhan seksual usia lanjut

(10)

menjadi lebih buruk bila terdapat gangguan penyakit atau gaya hidup yang berkaitan dengan fungsi seksual, antara lain diabetes, penyakit kardiovaskular, merokok dan alkohol berlebihan (Pangkahila, 2008).

Meskipun begitu, pria sering melaporkan kepuasan seksual yang besar di samping perubahan tersebut, dan kegiatan seksual tetap dipertahankan oleh banyak pria hingga usia tua. Sebagai contoh dalam telaah Person di Swedia, 46% dari 166 pria berusia 70 tahun, ditemukan aktif secara seksual, dengan angka sebesar 52% bagi yang menikah (Masland, 2006).

2.1.6 Pengaruh Penuaan Terhadap Seksual Wanita pada Lanjut Usia

Pengaruh utama proses menua pada seksualitas wanita dihubungkan dengan perubahan pada saat menopause. Faktor penting adalah reduksi yang menandai sirkulasi estrogen yang ditemukan pada wanita sesudah menopause. Hormon estrogen penting untuk mempertahankan keadaan normal vagina dan untuk tanggapan seksual. Selaput lendir vagina sesudah menopause mengalami penipisan. Di samping itu, terjadi pengurangan pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan selama bersenggama. Terdapat beberapa bukti bahwa jika seorang wanita tetap aktif secara seksual, perubahan tersebut kurang nyata. Proses menua juga mengakibatkan beberapa penyusutan vagina dan labia minora. Kepekaan vagina berkurang (Hawton, 1993). Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan penurunan hormon,seperti berikut ini :

1. Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama

2. Pengembangan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya 3. Dinding vagina menjadi tipis dan mudah teriritasi

4. Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan uretra 5. Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkat kemungkinan terjadi infeksi

(11)

6. Penurunan elivasi uterus

7. Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun 8. Fase orgasme lebih pendek

9. Fase resolusi muncul lebih cepat

10. Kemampuan multipel orgasme masih baik.

Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik, tetapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak mengalami penurunan yang sama. Dari pada penurunan fungsi seksual diasumsikan dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang masih mungkin dilakukan. Mengembangkan kepercayaan diri dan membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banyak membantu pada lansia yang mengalami ketidakmampuan seksual.

Atritis dengan deformitas pada sendi, kemungkinan terjadi kontraktur dan nyeri, kanker dengan nyeri dan komplikasi operasi, kemoterapi dan radiasi, gangguan neoromuskular yang menyebabkan atrofi otot, tonus yang tidak normal, dan gerakan yang tidak normal menyebabkan lansia merasa kurang menarik dan tidak mempunyai daya tarik seksual. Perasaan negatif ini menghambat pengembangan emosi dan fisik. Beberapa penyakit dihubungkan dengan daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan gangguan seksual dan aktivitas. Penyakit kronis menyebabkan ketakutan dan menghalangi dorongan aktivitas seksual. Ketakutan dan persepsi negatif harus diatasi sehingga lansia dapat menikmati kehidupan/ hubungan seksualnya.

Pada beberapa lansia, kunci utama mempertahankan hubungan seksual secara penuh adalah kemampuan untuk mengubah pola lama ke pola baru dengan baik (Pudjiastuti, 2002). Akan tetapi, walaupun pengaruh proses menua sangat mengganggu seksualitas wanita, penemuan bahwa banyak wanita tetap aktif secara seksual dan menikmati hubungan seks hingga

(12)

usia 60 tahun, 70 tahun, dan bahkan 80 tahun sangat menggembirakan. Sebagai contoh, Persson (1980) di Swedia menemukan bahwa 16% dari 266 wanita berusia 70 tahun tetap aktif secara seksual. Dalam studi ini, 36% dari 91 wanita yang menikah masih tetap aktif (Hawton, 1993). 2.1.7 Menopause

Menopause adalah saat berhentinya siklus menstruasi dalam kehidupan seorang perempuan. Ini berarti, seorang perempuan berhenti ovulasi karena jumlah hormon estrogen yang diproduksi tidak cukup untuk menghasilkan periode menstruasi.

Menopause terjadi pada saat yang berbeda pada seorang perempuan. Masa tersebut dapat saja terjadi setiap saat usia awal 40-an sampai awal 50-an. Apabila perempuan dalam keluarga tertentu mengikuti pola menopause pada usia pertengahan 40-an kemungkinan besar seorang perempuan dalam keluarga itu mengalami menopause pada usia 45 atau 46. Apabila seorang perempuan menjalani operasi pengangkatan kandungan telur, atau jika ovarium telah diradiasi atau dikemoterapi, maka menopause akan terjadi lebih awal (Masland, 2006).

2.1.8 Perubahan Seksualitas pada Lansia

Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitas juga akan mengalami penurunan. Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung pada beberapa faktor, diantaranya yaitu :

a. Usia

Pada usia 60 tahun ke atas mulai mengalami kemunduran dari tahun-tahun kreatif sebelumnya. Orang yang tua mulai cenderung merasa tidak berguna lagi. Masa lampau lebih dibanggakan. Terasa sekali kemunduran pesat di bidang kekuatan fisik dan daya tahan mental.

(13)

Masa tua bukan merupakan halangan untuk aktivitas seksual. Laki-laki dan wanita dalam kondisi fisik dan emosional yang baik masih mampu untuk melakukan aktivitas seksual sampai usia lanjut (Tukan, 1994).

Seiring dengan bertambahnya usia, keingginan seseorang untuk melakukan hubungan seks umumnya akan menurun. Hal ini biasanya dipicu karena adanya perubahan hormon dalam tubuh, khususnya pada perempuan (Kompas, 2012).

b. Pendidikan

Untuk dapat berkomunikasi dengan berhasil maka suami istri harus mempunyai taraf pendidikan yang relatif sama (Tukan, 1994). Orang yang berpendidikan, secara seksual akan mempunyai beberapa kualitas diri dan kecakapan tertentu misalnya, bertanggungjawab terhadap keputusan seksual yang diambil berkaitan dengan apa yang dibutuhkan dan keinginan.

c. Pengetahuan

Pada tingkat individu, pertumbuhan pemahaman seksualitas seseorang akan menambah perkembangan pribadinya, kepercayaan diri, kedewasaan, dan kecakapan mengambil keputusan (Halstead, 2006). Banyak pasangan yang masih menganggap bahwa hubungan seks hanyalah terbatas penyaluran kebutuhan biologis semata. Ini adalah pemahaman yang salah besar. Lebih jauh, hubungan seks haruslah dipahami sebagai sarana untuk refreshing dan rekreasi. Terlebih lagi, aktivitas seks merupakan suatu bentuk atau sarana untuk menjaga keharmonisan di dalam rumah tangga (waspada, 2012).

d. Penyakit

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes

(14)

millitus, vaginitis (Narsevhybuntu, 2012). Menurut Stanley & Beare (2006), obat-obatan berpengaruh terhadap aktivitas seksual lansia. Konsumsi berbagai obat yang berbeda dan metabolisme obat tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan, sehingga efek dari obat-obat tersebut dapat mempengaruhi siklus respon seksual (Oktaviani, 2010).

e. Budaya

Menurut Darmojo dan Martono (2006), faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas seksual berupa budaya yang berkembang di masyarakat, menganggap aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia, sehingga menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan yang memberikan dampak penurunan aktivitas seksual.

f. Menopause

Perubahan tubuh dan emosi secara umum terjadi pada saat menopause, tetapi tidak berlaku disebabkan atau berhubungan dengan keadaan tersebut. Berhentinya menstruasi hanya merupakan salah satu aspek dari menopause. Sistem reproduksi menurun dan berhenti sebagai akibatnya, maka tidak lagi memproduksi hormon ovarium dan hormon progesteron (Jahja, 2011). Di samping itu, terjadi pengurangan pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan selama bersenggama (Hawton, 1993).

Menopause, yaitu masa berhentinya haid membawa banyak perubahan pada fisik seorang wanita. Akibat dari menopause adalah terjadi perubahan bentuk tubuh, buah dada wanita menjadi kurang menarik lagi, dan dinding vagina menjadi tipis. Menopause pada wanita tidak selalu mempengaruhi kepuasan kontak seksual, meskipun ada perubahan-perubahan biologis-fisiologis tersebut (Hurlock, 1999).

(15)

Perubahan-perubahan yang terjadi pada alat-alat seksual wanita dan faalnya karena proses menua, terutama disebabkan oleh menciutnya indung telur (dengan akibat menurunnya dan kemudian hilangnya hormon kewanitaan terutama estrogen. Perubahan-perubahan itu dapat diringkaskan sebagai berikut :

a. Menstruasi menjadi tak teratur dan semakin sedikit, lalu lama-kelamaan berhenti sama sekali.

b. Buah dada menipis, menjadi lembek dan menggantung.

c. Rahim dan indung telur menciut dan kemudian fungsinya sangat berkurang. Hal ini mengakibatkan vagina kehilangan elastisitasnya, kebasahannya, sehingga seringkali meradang. Lama-kelamaan mengecil juga dan pada persetubuhan menimbulkan rasa nyeri.

d. Rangsangan menurun, kemampuan reaksi terhadap rangsangan langsung semakin menurun pula, oleh karena itu ada kaitannya dengan kepekaan persyarafan alat kelamin (Marsetio, M. 1991).

g. Tabu, malu, bosan, dan kecemasan

Tabu bersangkut paut dengan larangan berbicara dan bertindak terhadap seks. Faktor psikologis yang mempengaruhi penurunan fungsi dan potensi seksual adalah rasa tabu dan malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya, misalnya cemas, depresi, pikun dsb (Anonim, 2012).

h. Pasangan hidup

Lanjut usia masih mempunyai harapan untuk menikah dan masih memiliki minat terhadap lawan jenis. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha berkunjung ke lawan jenis yang sudah

(16)

tidak memiliki pasangan. Adanya fenomena keinginan menikah, pengacuhan kebutuhan seksual lanjut usia yang berdampak pada kebahagiaan dan gangguan hemeostasis, teori-teori yang menunjukkan perlu adanya kebutuhan seksual dipenuhi, dan masih adanya anggapan yang keliru mengenai pemenuhan kebutuhan seksual pada lanjut usia.

Namun, kondisi hubungan seksual dan nonseksual dengan pasangan hidup memberi pengaruh besar. Makin baik hubungan, makin memuaskan kehidupan seksualnya. Maka, seks akan bertambah lama sampai tidak ada batasannya. Akhirnya salah satu penentu lainnya adalah tidak adanya pasangan. Wanita usia lanjut yang tidak mempunyai pasangan lagi umumnya akan menekan dorongan seksnya sampai habis. Sebaliknya, pria yang sudah kehilangan pasangan, sebagian akan menikah lagi (Warsono, 2010).

2.2 Analisis Faktor 2.2.1 Pengertian

Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel) (Supranto, 2004). Selain itu analisis faktor dapat juga berfungsi sebagai alat uji validasi internal dari alat ukur yang dipergunakan (Riduwan, 2002).

Analisis faktor merupakan salah satu teknik analisis statistik multivariat, dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara seksama bersama pada semua variabel tanpa membedakan variabel tergantung dengan variabel bebas atau disebut sebagai metode antar ketergantungan (interdependence methods). Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antar variabel yang saling indenpendent tersebut, sehingga bisa dibuat satu atau

(17)

beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik selanjutnya (Wibowo, 2006).

Analisis faktor merupakan sebuah analisis yang mencari hubungan interpedensi antar variabel, sehingga mampu mengidentifikasi dimensi-dimensi atau faktor-faktor yang menyusunnya. Oleh karena itu di dalam analisis faktor tidak terdapat variabel bebas atau variabel terikat, karena dalam analisis ini tidak mengklasifikasikan variabel bebas maupun variabel terikat.

Manfaat dari analisis faktor adalah melakukan peringkasan variabel berdasarkan tingkat keeratan hubungan antar variabel, sehingga akan diperoleh faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap variabel lainnya (Rochaety, 2009).

Tujuan yang penting dari analisis faktor ini adalah menyederhanakan hubungan yang beragam dan kompleks pada beberapa variabel yang diamati dengan menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan pada suatu struktur data yang baru yang mempunyai beberapa faktor yang lebih kecil (Wibisono, 2003).

Analisis faktor dipergunakan di dalam situasi sebagai berikut (supranto, 2004)

1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (Underling dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara satu set variabel.

2. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi

(independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang

saling berkorelasi di dalam analisis multivariat selanjutnya.

3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya.

(18)

2.2.2 Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relavan

Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi linier berganda yaitu bahwa setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier dan faktor yang mendasari. Dimana analisis regresi linier berganda dapat mengetahui besarnya pengaruh dari setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas serta meramalkan nilai variabel yang tak bebas tersebut (Supranto, 2004).

Jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut communality. Hubungan antara variabel yang diuraikan dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel.

Faktor yang unik tidak berkolerasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkolerasi dengan common factors. Common factors sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinsi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan. Model analisis faktor terbagi menjadi dua yaitu :

1. Analisis Faktor Eksploratori (Exploratory Factor Analysis)

Model Eksploratori meliputi regresi linier berganda (multiple regression analysis) dan

principal componen analysis (PCA). Di dalam analisis regresi, umumnya mempunyai

variabel tak bebas (dependent variable) Y yang diregresikan dengan satu atau lebih variabel bebas. Tidak secara khusus menyebutkan, sebelumnya dianalisis variabel mana diantara variabel bebas tersebut yang pengaruhnya signifikan. Pokoknya variabel bebas sebanyak mungkin di dalam persamaan regresi, kemudian berdasarkan data empiris (data dari lapangan) dilakukan pengujian hipotesis untuk menentukan variabel mana yang pengaruhnya signifikan untuk dipertahankan, dan mana yang tidak signifikan untuk

(19)

dikeluarkan dari persamaan. Secara a priori bahwa di dalam analisis faktor eksploratori tidak ada hipotesis yang berkenaan dengan komposisi atau struktur. Di dalam analisis eksploratori perhatian peneliti terfokus pada signifikasi statistik atau kontribusi variabel bebas terhadap variasi (naik turunnya) variabel tak bebas.

Langkah-langkah di dalam analisis faktor eksploratori yaitu : a. Memilih variabel.

b. Mengekstraksi faktor.

c. Mempertahankan faktor yang penting. d. Merotasi faktor.

e. Mengartikan (memberi arti) hasil penemuan (artinya faktor-faktor tersebut mewakili variabel yang mana saja).

2. Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis)

Model Konfirmatori seperti analisis jalur, dan turunannya sangat ruwet (sophisticated), pertama-tama peneliti membuat struktur model yang dihipotesiskan (the hypothesized model

structure) dan korelasi di dalam data asli/awal (original data). Secara explisit, analisis

konfirmatori memerlukan formulasi atau perumusan hipotesis yang berkenaan dengan struktur yang mendasari (underlying structure). Struktur yang diusulkan (proposed), kemudian ditolak atau diterima berdasarkan pada the goodness-of-fit-statistic: seberapa jauh data konsisten dengan struktur faktor yang dihipotesiskan. Analisis faktor konfirmatori menggunakan pendekatan holistik (holistic approach). Ketika mengevaluasi ketepatan model konfirmatori (suitability of confirmatory model), peneliti umumnya berkenaan dengan seberapa bagus model yang dihipotesiskan cocok (tepat) dengan hubungan yang ada di

(20)

dalam data asal/ asli. Apakah model yang dibuat bisa mencerminkan keadaan yang sebenarnya (to reflect the reality).

Langkah-langkah dalam analisis konfirmatori yaitu : a. Memilih variabel.

b. Hubungan/ kaitkan variabel dengan kontak (contruct).

c. Uji ketepatan struktur faktor yang dihipotesiskan dengan menggunakan kriteria tertentu. Statistik kunci yang relevan dengan analisis faktor adalah sebagai berikut: Barlett’s test of

sphericity yaitu suatu uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak

saling berkorelasi (uncorrelated) dalam populasi. 2.2.3 Model Matematik dalam Analisis Faktor

Di dalam model analisis faktor, komponen hipotesis diturunkan dari hubungan antara variabel teramati. Model analisis faktor mensyaratkan bahwa hubungan antar variabel teramati harus linier dan nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya benar-benar harus ada hubungan. Komponen hipotesis yang diturunkan harus memiliki sifat sebagai berikut :

1. Komponen hipotesis tersebut diberi nama faktor

2. Variabel komponen hipotesis yang disebut faktor bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu: common factor and unique factor. Dua komponen ini bisa dibedakan kalau dinyatakan dalam timbangan di dalam persamaan linier, yang menurunkan variabel terobservasi dari variabel komponen hipotesis. Common factor mempunyai lebih dari satu variabel dengan timbangan yang tidak nol terikat dengan faktor. Jadi hanya satu variabel yang tergantung pada satu faktor unik.

(21)

3. Common factor selalu dianggap tidak berkorelasi dengan faktor unik. Faktor unik biasanya juga dianggap saling tidak berkorelasi, akan tetapi common factor mungkin atau tidak mungkin berkorelasi satu sama lainnya.

4. Umumnya dianggap bahwa jumlah common factor lebih sedikit dari jumlah variabel asli. Akan tetapi banyaknya faktor unik biasanya dianggap sama dengan banyaknya variabel asli. 2.2.4 Langkah-langkah Analisis Faktor

1. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa kegiatan: a. Tujuan analisis faktor harus dikenali

b. Variabel yang tercakup dalam analisis harus disebutkan secara khusus berdasarkan penelitian sebelumnya (past research), teori, dan pertimbangan subjektif dari peneliti c. Variabel harus benar-benar diukur secara tepat diukur pada skala interval atau rasio d. Besarnya sampel (n) harus memenuhi, maka sebagai petunjuk menggunakan rumus :

n ≥

(Lemeshow, 1997).

2. Bentuk Matriks Korelasi

Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi agar variabel pendalaman yang berguna bisa diperoleh dari penelitian matriks ini. Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan, variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Apabila koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil, hubungannya lemah, analisis faktor menjadi tidak tepat.

Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi-asumsi akan terkait dengan metode statistik korelasi yaitu :

(22)

1. Besar korelasi atau korelasi independen variabel yang cukup kuat, misalnya diatas 0.5 atau bila dilihat tingkat signifikasinya adalah kurang dari 0.5.

2. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan mengganggap variabel lain adalah tetap (konstan) harus kecil. Pada SPSS deteksi parsial diberikan pada Anti image

Correlation.

Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor yaitu Barlett’s Test of

Sphericity bisa digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam

populasi. Nilai yang besar untuk uji statistik, berarti hipotesis nol harus ditolak ( berarti korelasi yang signifikan diantara beberapa variabel). Kalau hipotesis nol diterima, ketepatan analisis faktor harus dipertanyakan.

Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) mengukur kecukupan sampling (sampling adequancy). Indeks ini membandingkan besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang kecil menunjukkan korelasi antar pasangan variabel tidak bisa diterangkan oleh variabel lain dan analisis faktor mungkin tidak tepat.

a. Harga KMO sebesar 0.9 adalah sangat memuaskan. b. Harga KMO adalah 0.8 adalah memuaskan.

c. Harga KMO adalah 0.7 adalah harga menengah. d. Harga KMO adalah 0.6 adalah cukup.

e. Harga KMO adalah 0.5 adalah kurang memuaskan. f. Harga KMO adalah 0.4 adalah tidak dapat diterima.

Measure of Sampling Adequancy (MSA) ukuran dihitung untuk seluruh matriks korelasi

(23)

merupakan pertimbangan untuk membuang variabel tersebut pada tahap analisis selanjutnya (Wibisono, 2003).

Angka MSA berkisar 0-1 menunjukkan apakah sampel bisa dianalisis lebih lanjut (Wibowo, 2006).

a. MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain. b. MSA> 0.5 variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut. c. MSA < 0.5 variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut. 3. Menentukan Metode Analisis Faktor

Setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan teknik yang tepat untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih metode yang tepat untuk analisis faktor. Ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung koefisien skor faktor, yaitu analisis komponen utama (Principal

Component Analysis) dan analisis faktor umum (Common Factor Analysis).

Di dalam principal component analysis, jumlah varian dalam data dipertimbangkan.

Principal component analysis direkomendasikan kalau hal yang pokok adalah menentukan

bahwa banyaknya faktor harus minimum dengan memperhitungkan varian maksimum dalam data untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat lebih lanjut. Faktor-faktor tersebut dinamakan Principal Components.

Di dalam Common Factor Analysis, faktor diestimasi didasarkan pada Common variance,

communalities dimasukkan di dalam matriks korelasi. Metode ini dianggap tidak tepat kalau

tujuan utamanya ialah mengenali/ mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan Common

variance yang menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis factoring

(24)

Communalities ialah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan

seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian variabel yang dijelaskan common factor, atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel. Semakin besar Communalities sebuah variabel, berarti semakin kuat hubungannya dengan faktor yang dibentuknya.

Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Eigenvalue akan

menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varian yang dianalisis (Wibowo, 2006).

4. Menentukan Banyaknya Faktor

Sebetulnya bisa juga diperoleh, banyaknya faktor atau principal component sama dengan banyaknya variabel asli/ awal yaitu 7 buah, akan tetapi tidak didapat sifat hemat. Agar dapat meringkas informasi yang terdapat atau terkandung di dalam data asli/ awal, banyaknya faktor yang disarikan (to be extracted) dari variabel asli harus lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Pertanyaan yang timbul kemudian, berapa faktor yang harus disarikan?. Ada beberapa prosedur yang diusulkan/ disarankan di dalam menentukan banyaknya faktor. Prosedur ini termasuk penentuan secara a priori (a priori determination) dan pendekatan berdasarkan pada

eigen values, scree plot, percentage of variance accounted for, spil-half-releability dan significances test. Penentuan banyaknya faktor lebih bersifat subyektif daripada ilmiah

(Supranto, 2010).

5. Melakukan Rotasi Faktor-faktor

Suatu hasil atau output yang penting dari analisis faktor ialah apa yang disebut matriks faktor pola (factor pattern matrix). Matriks faktor berisi koefisien yang dipergunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefisien ini yang

(25)

disebut dengan muatan faktor, mewakili korelasi antar faktor dan variabel. Suatu koefisien dengan nilai absolut/ mutlak yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat. Koefisien dari matriks faktor bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan faktor.

Meskipun matriks faktor awal yang belum dirotasi menunjukan hubungan antar faktor masing-masng variabel, jarang menghasilkan faktor yang bisa diinterpretasikan (diambil kesimpulannya), oleh karena faktor-faktor tersebut berkorelasi atau terikat dengan variabel (lebih dari satu).

Di dalam melakukan korelasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signifikan atau beberapa variabel saja. Dimana gunanya rotasi adalah untuk mengontrol/ memeriksa variabel yang belum layak dimasukkan menjadi layak dimasukkan dalam buat penamaan. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap variabel mempunyai muatan yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa faktor saja, kalau mungkin dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa faktor mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk membuat interpretasi tentang terhadap seluruh varian (dari seluruh variabel asli) mengalami perubahan.

Ada dua metode rotasi yang berbeda yaitu :

1. Orthogonal rotation, kalau sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90o). Metode rotasi yang banyak dipergunakan yaitu variamax prosedur. Karena varimax adalah solusi awal yang terbaik dimana gamma = 1 yang menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi. Prosedur ini merupakan metode Orthogonal yang berusaha meminimumkan (membuat sedikit mungkin) banyaknya variabel dengan muatan tinggi (high loading) pada satu faktor, dengan demikian memudahkan pembuatan interpretasi mengenai faktor rotasi

(26)

orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain (uncorreclated each other) antara lain none, equimax, varimax, quartimax, orthomax.

- None adalah pilih tidak untuk melakukan rotasi equimax solusi awal.

- Equimax adalah pilih untuk melakukan rotasi equimax solusi awal (gamma=jumlah faktor/2).

- Varimax adalah pilih untuk melakukan rotasi varimax solusi awal (gamma = 1) - Quartimax adalah pilih untuk melakukan rotasi quartimax solusi awal (gamma = 0) - Orthomax adalah pilih untuk melakukan rotasi orthomax solusi awal, kemudian

masukkan gamma nilai antara 0 dan 1.

2. Oblique rotation, kalau sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya (bersudut 90o) dan faktor-faktor tidak berkorelasi. Kadang-kadang dengan membolehkan korelasi antar-faktor bisa menyederhanakan matriks faktor pola (factor pattern matrix).

Oblique rotation harus dipergunakan kalau faktor dalam populasi berkorelasi sangat kuat

(Supranto, 2004).

6. Membuat Interpretasi Hasil Rotasi

Interpretasi mengenai faktor bisa dipermudah dengan mengenali (mengidentifikasi) variabel yang mempunyai nilai loading yang besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang mempunyai nilai loading yang tinggi dengan faktor tersebut. Bantuan di dalam interpretasi yang berguna lainnya ialah mengeplot variabel dengan menggunakan factor loading sebagai titik koordinat.

Variabel yang berada pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah, variabel-variabel yang nilai loadingnya tinggi hanya pada faktor tersebut, katakan faktor 1, 2 atau 3 dan oleh karena itu variabel-variabel tersebut akan memberikan inspirasi tentang nama yang tepat dari

(27)

faktor yang bersangkutan (Supranto, 2010). Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu F1 dan F2) mempunyai muatan rendah (low loading) pada kedua faktor.

Variabel yang tidak dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa diberi label sebagai faktor tidak teridentifikasi atau faktor umum. Variabel- variabel yang berkorelasi kuat (nilai faktor loading yang besar) dengan faktor tertentu dan memberikan inspirasi nama faktor yang bersangkutan (Supranto, 2004). 7. Menghitung Skor dan Nilai Faktor

Nilai faktor adalah ukuran yang mengatakan representasi suatu variabel oleh masing-masing faktor. Nilai faktor menunjukkan bahwa suatu data mewakili karakteristik khusus yang direpresentasikan oleh faktor. Nilai faktor ini selanjutnya digunakan untuk analisis lanjutan.

Sebenarnya analisis tidak harus dilanjutkan dengan menghitug skor atau nilai faktor, sebab tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari variabel aslinya.

Masing-masing faktor dapat diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut: F1 = Wi1X1 + Wi2X2 + Wi3X3 +...+ WikXk

Dimana :

F1 adalah faktor

Wi adalah bobot variabel terhadap faktor k adalah jumlah variabel

X adalah variabel

Semakin besar bobot (Wi) suatu variabel terhadap faktor, maka pengaruh variabel

(28)

yang semakin besar pada nilai faktor. Hal ini berlaku untuk keadaan sebaliknya (Rangkuti, 2002).

8. Memilih Surrogate Variables

Surrogate Variables adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk

digunakan di dalam analisis selanjutnya. Pemilihan Surrogate Variables meliputi dari sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan di dalam analisis selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan menginterpretasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor faktor. Dengan meneliti matriks faktor, kita bisa memilih untuk setiap faktor variabel dengan muatan tinggi pada faktor yang bersangkutan.

Variabel tersebut kemudian bisa dipergunakan sebagai variabel pengganti atau Surrogate

Variables untuk faktor yang bersangkutan. Proses untuk mencari variabel pengganti akan

berjalan lancar kalau muatan faktor (factor loading) untuk suatu variabel jelas-jelas lebih tinggi dari pada muatan faktor lainnya. Akan tetapi pilihan menjadi susah, kalau ada dua variabel atau lebih mempunyai muatan yang sama tingginya. Di dalam hal seperti ini, pemilihan antara variabel-variabel ini harus didasarkan pada pertimbangan teori dan pengukuran sebagai contoh, mungkin teori menyarankan bahwa suatu variabel dengan muatan sedikit lebih kecil mungkin lebih penting daripada dengan sedikit lebih tinggi.

Demikian juga halnya, kalau suatu variabel mempunyai muatan sedikit lebih rendah akan tetapi telah diukur lebih teliti/ akurat, seharusnya dipilih sebagai Surrogate Variables.

(29)

9. Proses Analisis Faktor

Secara garis besar tahapan pada analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokkan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Alat seperti MSA atau Barlett‟s Test dapat digunakan untuk keperluan ini.

2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan “ekstraksi” variabel tersebut sehingga menjadi satu atau beberapa faktor.

3. Faktor yang terbentuk pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor yang ada. Hal tersebut akan mengganggu analisis, karena justru sebuah faktor harus berbeda secara nyata dengan faktor lain.

4. Jika isi faktor diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain.

5. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan denagan menamakan faktor yang ada. Kemudian mengartikan hasil penemuan (artinya faktor-faktor tersebut mewakili variabel yang mana saja).

(30)

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

h

Faktor yang mempengaruhi hubungan seksualitas terhadap lansia : 1. Pendidikan 2. Usia lansia 3. Pengetahuan lansia 4. Penyakit 5. Tabu 6. Budaya 7. Menurunnya daya tarik terhadap pasangan 8. Bosan 9. Kecemasan Analisis faktor Hasil : Faktor 1 Faktor 2 Faktor... Faktor n

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Validasi Metode

Dikecamatan Salapian masih sering timbul masalah sengketa tanah baik secara perorangan maupun kelompok, hal ini disebabkan karena tingginya tingkat jumlah penduduk yang

Dari beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kebijakan publik merupakan keputusan atau serangkaian keputusan yang selanjutnya diikuti oleh tindakan yang dilakukan

Sikap pada pesan kampanye dan citra merek memberikan pengaruh sebesar 60,4% terhadap loyalitas konsumen, yang berarti bahwa 39,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

Nendes reklaamides on inglitel küll nii-öelda klassikalised atribuudid, nagu tiivad ja hele rüü, kuid reklaamid ise on enamasti üles ehitatud inglite negatiivsetele, kuid inimlikuks

۲۱۱ ), hlm.. ةغللا ةيبرعلا سيل نع ةفرعم دعاوق نكلو ،طقف لصفلا في رشابم ةيبرعلا ةغللاب ملكتت ةيسمر لصفلا جرالخا في وأ ةيسمر. بحأس ةيفللخا هذه نم ث

D, C sebagai penggugat merasa bahwa D melanggar haknya, akan tetapi oleh karena C adalah bukan sebagai ahli waris dari pada keluarga A dan B, dia hanya

Terutama pada nodul tiroid yang sulit di palpasi oleh karena ukurannya yang sangat kecil, letaknyayang lebih dalam dan pada kasus-kasus adanya perubahan kistik yang luas atau