DISTRIBUSI PENGGUNAAN KONTRASEPSI
PADA WANITA USIA SUBUR 15-49 TAHUN DI PROVINSI PAPUA
TAHUN 2012
(Analisis Data Sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012)
Dwi Sora Yullyana1
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kampus FKM UI
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penggunaan kontrasepsi merupakan strategi untuk menunda dan mengontrol kelahiran dengan mengurangi kemungkinan terjadinya fertilitas ovum oleh spermatozoa. Namun, cakupan penggunaan kontrasepsi di Provinsi Papua masih jauh dari target yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur di Provinsi Papua tahun 2012. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan analisis data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Sampel penelitian ini adalah wanita usia subur usia 15-49 tahun yang tercatat sebagai responden penelitian serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur di Provinsi Papua adalah 14,6 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara distribusi penggunaan kontrasepsi pada wanita dengan usia >35 tahun, pendidikan tinggi, bekerja, jumlah paritas 3-4 anak, tinggal di perkotaan, ekonomi menengah, pengetahuan tinggi, dan pernah terpapar informasi dengan nilai p value <0,005. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan upaya promosi kesehatan secara intensif dan penyebarluasan informasi mengenai manfaat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi, memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas dalam memperoleh metode kontrasepsi.
Kata kunci : Keluaraga Berencana Metode Kontrasepsi, Wanita Usia Subur ABSTRACT
The use of contraception is a strategy to delay pregnancy and to do birth control, with the possibility of reducing fertility of ovum by spermatozoa. However, coverage of the use of contraceptive in Papua is still far from the target set. This study aims to determine the distribution of contraceptive use based on women of reproductive age 15-49 years in Papua Province in 2012. This research used cross sectional design method with secondary data analysis of Demographic Health Survey of Indonesia 2012. This study sample were women age is 15-49 years, listed as respondents and meet the inclusion and exclusion criteria. The results showed that the distribution of contraceptive use on women of reproductive age in Papua province was 14.6 percent. The results of analysis showed there is a significant relationship between the distribution of contraceptive use on women of reproductive with age >35 years, higher education, employment status, number of parity 3-4 children, urban residence, middle income, higher knowledge, and have been exposed to g information with a p value <0.005. Therefore, an increase in the effort required of health promotion, intensive counseling and dissemination of information by health professionals about the benefits of the importance of contraceptive use, providing quality contraceptive services in obtaining the methods of contraception.
PENDAHULUAN
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki laju pertumbuhan relatif tinggi. Angka tersebut menempatkan Indonesia pada urutan keempat dari negara yang berpenduduk paling besar di dunia (SDKI, 2012). Pertumbuhan jumlah penduduk ini tentu tidak luput dari masalah kependudukan yang dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan negara. Salah satu komponen yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah angka kelahiran (fertilitas). Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, trend angka kelahiran total (Total Fertility Rate atau TFR) Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan 2012 menunjukkan stagnansi yakni sebesar 2,6 anak. Berdasarkan angka kelahiran total, Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi yang mempunyai TFR tertinggi. Angka kelahiran total tersebut mengalami kenaikan dari 3,4 anak tahun 2007 menjadi 3,5 anak tahun 2012 (SDKI, 2012).
Salah satu upaya dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk adalah melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB secara nasional maupun internasional diakui sebagai salah satu program yang mampu menurunkan angka fertilitas. Selain itu, penurunan kematian ibu dan kematian bayi merupakan salah satu usaha yang efektif dalam program KB. Angka kematian bayi mencerminkan tingkat pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari masyarakatnya. Angka ini digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi program kebijakan kependudukan dan kesehatan. Angka kematian ibu dan kematian bayi menjadi tujuan utama untuk pencapaian target internasional yang tertera dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015 terkait MDGs 4 mengenai kesehatan anak dan MDGs 5 mengenai kesehatan ibu (SDKI, 2012).
Menurut SDKI 2012 menunjukkan terjadinya penurunan angka kematian bayi dari 34 kematian per 1.000 kelahiran tahun 2007 menjadi 32 kematian per 1.000 kelahiran tahun 2012. Angka tersebut masih diatas target rasio kematian bayi di Indonesia pada tahun 2015 yaitu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup. Di Provinsi Papua, angka kematian bayi mengalami peningkatan dari 46 kematian per 1.000 kelahiran tahun 2007 menjadi 54 kematian per 1.000 kelahiran tahun 2012 (SDKI, 2012).
Rasio kematian maternal merupakan salah satu indikator MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015. Target rasio kematian maternal di Indonesia pada tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut SDKI 2012 menunjukkan terjadinya peningkatan AKI dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2012. Keberhasilan program KB berperan pula dalam penurunan angka kematian ibu (AKI) yang masih di atas target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2010-2014 PEPRES No. 5/2010 yang sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup (Bappenas, 2010). Sedangkan berdasarkan Standar Pelayanan Minimum target proses dalam upaya mencapai penurunan tersebut salah satunya adalah meningkatkan cakupan pelayanan keluarga berencana menjadi 80% pada tahun 2015 (Depkes RI, 2003). Dengan demikian, program KB perlu terus dikembangkan dengan baik melalui cakupan maupun kualitas pelayanan KB.
Menurut SDKI tahun 2012, proporsi penggunaan kontrasepsi pada wanita yang berstatus kawin usia 15-49 tahun meningkat menjadi 61,9 persen yaitu 57,9 persen menggunakan kontrasepsi modern dan 4,0 persen menggunakan kontrasepsi tradisional. Sementara cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate, CPR) di Provinsi Papua terlihat bahwa penggunaan kontrasepsi sebesar 21,8 persen yaitu 19,1 persen kontrasepsi modern dan 2,6 persen kontrasepsi tradisional pada wanita menikah usia 15-49 tahun di Provinsi Papua. CPR di provinsi ini sangat rendah dibandingkan dengan provinsi lain. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata CPR di tingkat nasional (SDKI, 2012). Selain itu, belum diketahuinya distribusi dan faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi menjadi alasan peneliti untuk mengetahui distribusi penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur berdasarkan faktor predisposisi dan faktor pendukung di Provinsi Papua tahun 2012.
TINJAUAN TEORITIS
Berdasarkan teori perilaku yang diadopsi dari Lawrence W, Green dan M. W. Kreuter (2005), Bertrand (1980), Anderson (1979), perilaku manusia dapat dianalisis melalui tingkat kesehatan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis atau mendiagnosis dan mengevaluasi perilaku manusia (Notoatmodjo, 2012). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur adalah sebagai berikut.
1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Faktor predisposisi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, antara lain faktor demografi, struktur sosial, dan sosial psikologis. Faktor demografi yaitu usia dan jumlah anak. Faktor struktur sosial meliputi tingkat pendidikan, dan status pekerjaan. Faktor sosial psikologis meliputi pengetahuan.
2. Faktor Pendukung (Enabling factors)
Faktor ini mendeskripsikan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada sumber daya keluarga dan sumber daya masyarakat yang berupa status ekonomi keluarga, wilayah tempat tinggal, dan informasi pelayanan yang dibutuhkan.
3. Faktor Penguat (Reinforcing factors)
Faktor ini mendeskripsikan kemampuan individu untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang meliputi keputusan ber-KB dan sumber pelayanan kesehatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan analisis lanjut data sekunder dari data Survei Demografi Kesehatan Indonesia di Provinsi Papua tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional kuantitatif. Desain studi yang digunakan yaitu desain studi potong lintang (cross-sectional). Sampel penelitian ini adalah wanita usia subur usia 15-49 tahun yang tercatat sebagai responden pada data SDKI 2012 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian ini yaitu distribusi penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur 15-49 tahun. Variabel independen yang diteliti yaitu faktor predisposisi (meliputi usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, jumlah paritas, wilayah tempat tinggal, status ekonomi dan pengetahuan tentang kontrasepsi) dan faktor pendukung (keterpaparan informasi KB).
Analisis data dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17.0 lisensi Universitas Indonesia dan Epi Info 2011 sebagai pembanding hasil analisis. Analisis yang akan dilakukan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat. Penelitian lanjutan ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2014.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Penggunaan Kontrasepsi Pada Wanita Usia Subur 15-49 Tahun
di Provinsi Papua Tahun 2012
Variabel Frekuensi (N) Persentase (%) Penggunaan Kontrasepsi Pakai 128 14,6 Tidak Pakai 748 85,4 Jenis Kontrasepsi Pil 27 21,1 IUD 2 1,6 Suntik 67 52,3 MOW 13 10,2 Implant 19 14,8 Sumber Pelayanan Pemerintah 73 57,0 Swasta 50 39,1 Lainnya 5 3,9 Keputusan Ber-KB Bersama 79 61,7 Pasangan 33 25,8 Responden 16 12,5
Tabel 1. menunjukkan distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS. Dari 876 WUS, terdapat WUS yang menggunakan kontrasepsi berjumlah 128 orang (14,6%) dan WUS yang tidak menggunakan kontrasepsi sebanyak 748 WUS (85,4%). Dari 128 WUS, sebagian besar WUS menggunakan kontrasepsi suntik sebanyak 67 orang (52,3%) dan kontrasepsi pil sebesar 27 orang
(21,1%). Berdasarkan sumber
pelayanan dan keputusan ber-KB, sebagian besar WUS memperoleh
metode KB melalui pelayanan
pemerintah yaitu 73 orang (57,0%) dan WUS menentukan keputusan ber-KB secara bersama dengan pasangan sebanyak 79 orang (61,7%).
Tabel 2. menunjukkan distribusi proporsi WUS berdasarkan faktor predisposisi dan faktor pendukung. Berdasarkan faktor predisposisi, sebagian besar WUS yang ada dalam survei terdapat pada WUS berusia 20-35 tahun yaitu 446 orang (50,9%), berpendidikan rendah sebesar 377 orang (43,0%) dan WUS yang bekerja sebanyak 644 orang (73,5%). Sementara menurut jumlah paritas, wilayah tempat tinggal dan status ekonomi pada WUS, sebagian besar WUS mempunyai paritas ≤2 anak sebanyak 567 orang (64,7%), bertempat tinggal di wilayah pedesaan berjumlah 599 orang (68,4%) dan memiliki ekonomi rendah sebanyak 702 orang (80,1%). Pada WUS 15-49 tahun, sebagian besar WUS mempunyai pengetahuan rendah yaitu 617 orang (70,4%). Berdasarkan faktor pendukung, WUS yang pernah terpapar informasi KB hanya 246 orang (28,1%).
Tabel 2. Distribusi Proporsi WUS Berdasarkan Faktor Predisposisi dan Faktor
Pendukung di Provinsi Papua Tahun 2012
Variabel Frekuensi (N) Persentase (%) Kelompok Usia <20 Tahun 168 19,2 20-35 Tahun 446 50,9 >35 Tahun 262 29,9 Tingkat Pendidikan Tinggi 213 24,3 Menengah 286 32,6 Rendah 377 43,0 Status Pekerjaan Bekerja 644 73,5 Tidak Bekerja 232 26,5 Jumlah Paritas ≤2 Anak 567 64,7 3-4 Anak 196 22,4 >4 Anak 113 12,9
Wilayah Tempat Tinggal
Perkotaan 277 31,6 Pedesaan 599 68,4 Status Ekonomi Tinggi 94 10,7 Menengah 80 9,1 Rendah 702 80,1 Pengetahuan Kontrasepsi Tinggi 259 29,6 Rendah 617 70,4 Keterpaparan Informasi KB Pernah 246 28,1 Tidak Pernah 630 71,9
Tabel 3. menunjukkan distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS Berdasarkan faktor predisposisi dan
faktor pendukung. Prevalensi
penggunaan kontrasepsi pada WUS berusia 20-35 tahun mempunyai peluang 4,671 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS berusia <20 tahun dan WUS berusia >35 tahun mempunyai peluang 7,823 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS berusia <20 tahun. Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS berpendidikan menengah mempunyai peluang 4,024 kali untuk menggunakan
kontrasepsi dibandingkan WUS
berpendidikan rendah dan WUS berpendidikan tinggi mempunyai peluang 4,751 kali untuk menggunakan
kontrasepsi dibandingkan WUS
berpendidikan rendah. Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS yang bekerja mempunyai peluang 0,435
kali menggunakan kontrasepsi
dibandingkan WUS yang tidak bekerja.
Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS dengan paritas 3-4 anak mempunyai peluang 3,254 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS dengan paritas ≤2 anak dan WUS dengan paritas >4 anak mempunyai peluang 2,718 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS dengan paritas ≤2 anak.
Tabel 3. Distribusi Penggunaan Kontrasepsi Pada WUS Berdasarkan Faktor Predisposisi dan Faktor Pendukung di Provinsi Papua Tahun 2012
Variabel Penggunaan Kontrasepsi Total PR (CI 95%) P value
Pakai Tidak Pakai
n % n % N % Kelompok Usia >35 Tahun 61 23,3 201 76,7 262 100,0 7,823(3,210-19,067) 0,001* 20-35 Tahun 62 13,9 384 86,1 446 100,0 4,671(1,911-11,417) <0,001* <20 Tahun 5 3 163 97 168 100,0 reff Tingkat Pendidikan Tinggi 51 23,9 162 76,1 213 100,0 4,751(2,884-7,827) <0,001* Menengah 58 20,3 228 79,7 286 100,0 4,024(2,453-6,600) <0,001* Rendah 19 5 358 95 377 100,0 reff Status Pekerjaan Bekerja 70 10,9 574 89,1 644 100,0 0,435(0,318-0,595) <0,001* Tidak Bekerja 58 25 174 75 232 100,0 reff
Jumlah Paritas
>4 Anak 26 23 87 77 113 100,0 2,718(1,764-4,188) <0,001* 3-4 Anak 54 27,6 142 72,4 196 100,0 3,254(2,286-4,633) <0,001* ≤2 Anak 48 8,5 519 91,5 567 100,0 reff
Wilayah Tempat Tinggal
Perkotaan 71 25,6 206 74,4 277 100,0 2,694(1,960-3,703) <0,001* Pedesaan 57 9,5 542 90,5 599 100,0 reff Status Ekonomi Tinggi 25 26,6 69 73,4 94 100,0 2,363(1,592-3,508) <0,001* Menengah 24 30 56 70 80 100,0 2,666(1,798-3,953) <0,001* Rendah 79 11,3 623 88,7 702 100,0 reff
Pengetahuan WUS mengenai Jenis Kontrasepsi
Tinggi 80 30,9 179 69,1 259 100,0 3,970(2,863-5,507) <0,001* Rendah 48 7,8 569 92,2 617 100,0 reff
Keterpaparan Informasi KB
Pernah 70 28,5 176 71,5 246 100,0 3,091(2,255-4,236) <0,001* Tidak Pernah 58 9,2 572 90,8 630 100,0 reff
Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS bertempat tinggal di perkotaan mempunyai peluang 2,694 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS bertempat tinggal dipedesaan. Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS dengan ekonomi menengah mempunyai peluang 2,666 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS dengan ekonomi rendah dan WUS dengan ekonomi tinggi mempunyai peluang 2,363 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS dengan ekonomi rendah. Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS yang mempunyai pengetahuan tinggi mempunyai peluang 3,970 kali untuk menggunakan
kontrasepsi dibandingkan WUS berpengetahuan rendah. Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS yang terpapar informasi KB mempunyai peluang 3,091 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS yang tidak terpapar informasi KB. Secara statitsik, ada perbedaan yang bermakna antara distribusi penggunaan kontrasepsi dengan faktor predisposisi dan faktor pendukung.
PEMBAHASAN
Tabel 1. menunjukkan distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS. Distribusi prevalensi penggunaan kontrasepsi tahun 2012 yaitu 14,6 persen, masih rendah jika dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 (38,3%) dan jauh lebih rendah dari tingkat nasional tahun 2012 (61,9%). Dari hasil tersebut menyatakan bahwa prevalensi penggunaan kotrasepsi mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai 2012. Hal ini disebabkan di Provinsi Papua masih terdapat kelompok yang kurang mendukung dan berpartisipasi dalam program KB karena bertentangan dengan agama dianut, budaya/adat dan norma yang berlaku pada penduduk asli Papua (UNFPA, 2009).
Distribusi penggunaan kontrasepsi berdasarkan jenis kontrasepsi, sebagian besar WUS menggunakan kontrasepsi suntik (52,3%) dan kontrasepsi pil (21,1%). Penelitian ini hampir sama dengan penelitian UNFPA (2009) di Papua, yang menunjukkan bahwa sebagian besar WUS menggunakan kontrasepsi suntik (11,%) dan kontrasepsi pil (5,9%). Dari hasil tersebut menyatakan bahwa kontrasepsi suntik dan pil merupakan kontrasepsi yang paling banyak digunakan WUS di Provinsi Papua. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya tenaga kesehatan terlatih dalam memberikan pelayanan kontrasepsi di puskesmas, sehingga hampir semua puskesmas hanya mendapat suplai kontrasepsi suntik dan pil dari kantor/dinas KB dalam penyediaan alat dan obat kontrasepsi (UNFPA, 2009).
Distribusi penggunaan kontrsepsi pada WUS berdasarkan sumber pelayanan. Dari 128 WUS, pelayanan kesehatan milik pemerintah (57,0%) menjadi pilihan utama WUS dalam memperoleh alat/cara KB dibandingkan dengan swasta (39,1%) dan lainnya yaitu melalui teman, keluarga atau toko (3,9%). Distribusi ini hampir sama dengan penelitian Awalina (2006) yang menunjukkan bahwa WUS lebih memilih pelayanan pemerintah untuk mendapatkan alat/metode kontrasepsi, jika dibadingkan dengan pelayanan swasta maupun lainnnya. Dari hasil tersebut menyatakan bahwa WUS lebih memilih pelayanan pemerintah dalam memperoleh kontrasepsi sehingga pelayanan ini lebih sering
digunakan daripada pelayanan swasta atau sumber lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan ketersediaan fasilitas KB serta tenaga kesehatan melalui pelayanan pemerintah lebih terjamin dalam memperoleh alat/metode KB. Sedangkan alat/metode KB yang diperoleh melalui sumber pelayanan lainnya, mungkin dikarenakan mayoritas WUS tinggal di wilayah pedesaan, biaya yang relatif murah, ketersediaan fasilitas kesehatan yang terbatas dan fasilitas yang terjangkau oleh WUS sehingga menyebabkan WUS masih memilih jenis pelayanan ini.
Distribusi penggunaan kontrasepsi WUS berdasarkan keputusan ber-KB. Dari 128 WUS, sebagian besar WUS menentukan keputusan ber-KB secara bersama dengan pasangan (61,7%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Afda’tiyah (2013) bahwa sebagian besar WUS mengambil keputusan ber-KB secara bersama dengan pasangan (69,2%). Hal ini mungkin dikarenakan persetujuan pasangan sangat dibutuhkan agar pasangan dapat mengerti kebutuhan istri dan mengerti mengapa istri tidak hamil sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara suami dan istri. Peranan pasangan antara suami dan istri sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk menggunakan kontrasepsi. Hal tersebut juga didukung dengan kondisi bahwa lebih banyak alat kontrasepsi yang tersedia untuk wanita dibandingkan dengan pria. Promosi pelayanan KB juga cenderung ditargetkan untuk wanita, terutama wanita yang akan melahirkan dan pasca melahirkan.
Tabel 2. menunjukkan distribusi proporsi WUS berdasarkan faktor predisposisi dan faktor pendukung. Distribusi proporsi WUS dari hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Afda’tiyah (2013) bahwa sebagian besar proporsi WUS yang berusia ≥30 tahun (68,8%), berpendidikan rendah (73,3%), bekerja (60,0%), mempunyai jumlah anak hidup ≤2 anak (71,9%), dan tinggal di wilayah pedesaan (55,0%). Distribusi proporsi WUS menurut status ekonomi hampir sama dengan penelitian Amos (2007), sebagian besar WUS mempunyai ekonomi rendah (76,3%). Sementara distribusi proporsi WUS menurut pengetahuan hampir sama dengan penelitian Kartini (2011), sebagian besar WUS mempunyai pengetahuan baik (52,86%). Selain itu distribusi proporsi WUS menurut keterpaparan informasi KB hampir sama dengan penelitian Afda’tiyah (2013), sebagian besar WUS tidak memperoleh informasi KB (94,0%).
Tabel 3. menunjukkan distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS Berdasarkan faktor predisposisi dan faktor pendukung. Berdasarkan faktor prediposisi, hasil
penelitian menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS dengan kelompok usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, jumlah paritas, wilayah tempat tinggal, status ekonomi dan pengetahuan WUS. Berdasarkan faktor pendukung, hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS dengan keterpaparan informasi KB.
Distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS menurut usia dan pendidikan, penelitian ini sejalan dengan penelitian Arlinda (2009). WUS >35 tahun merupakan kelompok usia yang mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value 0,001. Penelitian ini menunjukkan penggunaan kontrasepsi meningkat seiring dengan peningkatan usia WUS berdasarkan kelompok usia, yaitu kelompok usia <20 tahun, usia 20-35 tahun hingga usia >35 tahun. Wanita usia di atas 30 tahun merupakan usia yang dianjurkan untuk tidak hamil atau tidak mempunyai anak lagi karena berisiko tinggi pula kemungkinan terjadinya masalah kehamilan maupun persalinan sehingga usia ini sangat dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi. Selain itu, hal ini mungkin dikarenakan pula pada usia tersebut WUS mempunyai pengetahuan yang baik dan pengalaman lebih banyak dalam menghadapi kehamilan, sehingga mereka tahu kapan akan menggunakan kontrasepsi. (Sulistyawati, 2011).
WUS berpendidikan tinggi mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value <0,001. Tinggi rendahnya pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Pola pikir yang baik akan mendorong seseorang untuk memperhatikan masalah kesehatan seperti menggunakan kontrasepsi. WUS dengan pendidikan tinggi cenderung lebih memungkinkan untuk lebih aktif menentukan sikap dan perilaku menggunakan kontrasepsi. Latar belakang pendidikan seseorang merupakan faktor yang sangat mendasar untuk memotivasi seseorang terhadap perilaku kesehatan dan referensi belajar seseorang (Notoadmodjo, 2012).
Distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS menurut status pekerjaan dan jumlah paritas, penelitian ini sejalan dengan penelitian Afda’tiyah (2013). WUS yang bekerja mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value <0,001. Hal ini mungkin dikarenakan WUS yang bekerja tidak mempunyai banyak waktu untuk mengasuh anak sehingga WUS memutuskan untuk menggunakan kontrasepsi. Selain itu, kondisi ekonomi keluarga juga mempengaruhi WUS yang
bekerja dan tidak bekerja dalam menggunakan kontrasepsi. Walaupun sebagian besar WUS berpendidikan tinggi dan bekerja, namun mereka hanya bekerja sebagai petani dan pekerja industri yang mungkin penghasilan mereka tidak terlalu besar. WUS dengan paritas 3-4 anak mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value <0,001. Semakin banyak anak, semakin besar peluang WUS dalam menggunakan kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan. Secara teori, jumlah paritas pada WUS dapat mempengaruhi suatu metode kontrasepsi tertentu yang dipat digunakan dan diterima secara medis (WHO, 1994).
Distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS menurut wilayah tempat tinggal, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Arlinda (2009) dan Afda’tiyah (2013). WUS yang tinggal di perkotaan mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value <0,001. Hal ini mungkin masih dikarenakan kurangnya keterpaparan informasi terkait kontrasepsi dan keluarga berencana pada wanita yang tinggal di pedesaan daripada di perkotaan. Selain itu, akses ke sumber pelayanan jauh atau dekatnya juga dapat mempengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi tergantung dari sikap WUS yang membutuhkan atau tidaknya pelayanan kontrasepsi tersebut.
Distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS menurut status ekonomi, penelitian ini sejalan dengan penelitian Mohammed (2014). WUS dengan ekonomi menengah mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value <0,001. Status ekonomi keluarga merupakan faktor pemungkin dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Green dan Kreuter, 2005). Selain pengetahuan yang baik dan informasi yang diperoleh WUS, status ekonomi tinggi dapat pula mendukung WUS dalam penggunaan kontrasepsi dengan tersedia dana yang mencukupi. Pada WUS dengan ekonomi rendah, mungkin lebih memprioritaskan alokasi pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak dapat mengalokasikan penghasilan untuk pelayanan kesehatan.
Distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS menurut pengetahuan dan keterpaparan informasi KB, penelitian ini sejalan dengan penelitian Afda’tiyah (2013). WUS yang berpengetahuan tinggi mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value <0,001. Hal ini mungkin dikarenakan WUS dengan pengetahuan tinggi mempunyai wawasan yang luas terhadap manfaat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi dan jenis kontrasepsi yang baik digunakan, sehingga WUS dengan pengetahuan tinggi memilih untuk menggunakan kontrasepsi. WUS yang
terpapar informasi KB mempunyai peluang terhadap penggunaan kontrasepsi dengan nilai p-value <0,001. Hal ini mungkin dikarenakan media informasi merupakan salah satu faktor penting dalam mensosisialisasikan keluarga berencana. Informasi mengenai keterpajajan media penting bagi perencanaan program untuk menentukan target populasi yang efektif dalam pelaksanaan KIE program KB.
KESIMPULAN
Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS 15-49 tahun di Provinsi Papua adalah 14,6 persen. Distribusi proporsi terbanyak penggunaan jenis kontrasepsi yaitu WUS yang menggunakan kontrasepsi suntik (52,3%) dan kontrasepsi pil (21,1%). Distribusi penggunaan kontrasepsi menurut sumber pelayanan, sebagian besar WUS memilih pelayanan kontrasepsi dari pemerintah (57,0%). Distribusi penggunaan kontrasepsi menurut keputusan ber-KB, sebagian besar WUS menentukan keputusan ber-KB secara bersama dengan pasangan (61,7%).
Distribusi proporsi WUS berdasarkan faktor predisposisi, sebagian besar WUS berusia 20-35 tahun (50,9%), berpendidikan rendah (43,0%), bekerja (73,5%) dan petani (54,35%). Proporsi WUS terbanyak juga terdapat pada WUS dengan paritas ≤2 anak (64,7%), bertempat tinggal di pedesaan (68,4%), dan berstatus ekonomi rendah (80,1%). Sementara distribusi proporsi WUS yang berpengetahuan tinggi yaitu 96,9 persen. Distribusi proporsi WUS berdasarkan faktor pendukung, sebagian besar WUS tidak terpapar informasi KB.
Distribusi penggunaan kontrasepsi berdasarkan faktor predisposisi, secara statatistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara penggunaan kontrasepsi dengan kelompok usia WUS, pendidikan, status pekerjaan, paritas, wilayah tempat tinggal, status ekonomi dan pengetahuan WUS. Pengetahuan WUS merupakan variabel paling mempengaruhi terhadap penggunaan kontrasepsi, WUS yang mempunyai pengetahuan tinggi mempunyai peluang 3,970 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS berpengetahuan rendah. Distribusi penggunaan kontrasepsi berdasarkan faktor pendukung, secara statatistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara penggunaan kontrasepsi dengan keterpaparan informasi KB. Prevalensi penggunaan kontrasepsi pada WUS yang terpapar informasi KB mempunyai peluang 3,09 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS yang tidak terpapar informasi KB.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan upaya promosi kesehatan secara intensif dan penyebarluasan informasi mengenai manfaat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi, memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas dalam memperoleh metode kontrasepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Afda’tiyah, Robbiatul. 2013. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Akseptor KB Di Provinsi Jawa Tengah Dan Sulawesi Selatan (Analisis Data SDKI 2012). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Amos O, Oyedokun. 2007. “Determinants of Contraceptive Usage: Lessons From Women in Osun State, Nigeria.” Humanities and Social Sciences Journal Vol. 1, Issue 2, 2007. http://www.scientificjournals.org/journals2007/articles/1204.pdf. Diakses pada 06 Juni 2014, pukul 06.17 WIB.
Arlinda, Sari. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemakaian Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur di Indonesia (Analisis SDKI 2007). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Awalina R, Nur. 2006. Hubungan Faktor Sosio-Demografi Dan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Pada Pasangan Usia Subur Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Analisis Data Sekunder Survei Demigrafi Kesehatan Indonesia 2002-2003). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: BKKBN.
Bappenas. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 Buku I Prioritas Nasional. Jakarta: Bappenas.
Bertrand, Jane T. 1980. Audience Research For Improving Family Planning Communication Programs. USA: Community and Family Study Center Unversity of Chicago.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia. Depkes RI. Jakarta.
Green, Lawrence W., and M. W. Kreuter. 2005. Health Program Planning An Educational And Ecological Approach.
Kartini. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Di Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Mohammed, Abdurahman, et al. 2014. “Determinants of Modern Contraceptive
Utilization Among Married Women of Reproductive Age Group in North Shoa Zone, Amhara Region, Ethiopia.” Reproductive Health Journal. http://www.reproductive-health-journal.com/content/11/1/13. Diakses pada 06 Juni 2014, pukul 05.20 WIB.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
Sulistyawati, Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba, Medika. UNFPA. 2009. “Analisis Situasi Keluarga Berencana Di Provinsi Papua dan Papua
Barat”. Jakarta : UNFPA.
World Health Organization. 1994. Contraseptive Method Mix Guidelines for Policy and Service Delivery. Geneva: Universal Copyright Convention.