• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang 70 – 80%. Air sangat penting bagi kehidupan jasad renik ataupun kehidupan pada umumnya, sebab air ikut ambil bagian dalam semua proses kimia dari sel, air menjadi sumber oksigen bagi bahan organik sel dan merupakan pelarut nutrient sehingga dapat diserap oleh sel serta dapat menyerap panas yang dihasilkan selama metabolisme berlangsung (Timotius, KH, 1982).

Dalam air yang kotor atau sudah tercemari misalnya air sungai, akan di dapat kehidupan virus, bakteri, fungi, protozoa, dan cacing. Pencemarannya biasanya disebabkan karena masuknya tinja, kotoran hewan, sampah, air kencing, dahak (ludah), ekskresi luka, dan sebagainya (Suriawiria, U, 1996).

Penyakit akibat cacing yang penularannya melalui air ini telah lama diketahui, hal ini disebabkan perairan yang tercemar seperti pada air sungai, air laut, air danau dan sumber air lainnya, penyebaran parasit ini disebabkan karena pencemaran oleh manusia, binatang dan adanya vector penyakit di dalam air (Suriawiria, U, 1996).

B. Nematoda Usus

Parasit cacing yang menginfeksi usus sebagian besar penularannya melalui tanah atau Soil Transmitted Helminths.

(2)

Nematoda usus ini meng-infeksi manusia dengan menggunakan dua jalan yaitu penularan melalui makanan dan minuman serta larvanya menembus permukaan kulit. Dan cacing ini mempunyai tubuh yang tidak bersegmen, berbentuk panjang, bulat, panjangnya antara 2 mm dan 1 mm, tubuhnya berkutub kutikulum dan telah mempunyai sistem reproduksi yang terpisah jenis kelaminnya antara jantan dan betina (Brown, HW, 1983).

C. Soil Transmitted Helminths

Diantara Nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah yang disebut Soil Transmitted Helminths. Berikut ini spesies yang termasuk dalam Soil Transmitted Helminths :

1. A. lumbricoides 2. T. trichiura 3. A. duodenale 4. N. americanus 5. S. stercoralis

(3)

Klasifikasi Nematoda usus secara singkat

Taksonomi A lumbricoides T. trichiura Cacing tambang S. stercoralis Sub Kingdom Phylum Kelas Sub kelas Ordo Super famili Famili Genus Spesies Metazoa Nemathelminths Nematoda Phasmidia Ascaridida Ascaridoidea Ascaridea Ascaris A. lumbricoides Metazoa Nemathelminths Nematoda Aphasmidia Enoplida Trichinellidae Thrichuridae Trichuris T. trichiura Metazoa Nemathelminths Nematoda Phasmidia Rhabtidia Rhabtitoidae dan Ancylostomitidae Ancylostomitidae dan Necator Ancylostoma dan Necator A. duodenale dan N. americanus Metazoa Nemathelminths Nematoda Phasmidia Rhabtidia Strongyloidea Strongyloidedee Strongyloides S. stercoralis

(Jeffrey, H.C dan Leach, R.M, 1983)

1. Morfologi

(4)

Cacing dewasa bentuknya silindris dengan ujung anterior meruncing. Merupakan cacing nematoda terbesar diantara Nematoda usus yang lain. Cacing betina berukuran panjang 20 sampai 35 cm dan cacing jantan 15 sampai 31 cm, dengan ujung posterior melengkung. Bagian anterior dilengkapi tiga buah bibir yang berkembang sempurna (Soedarto, 1991).

Telur mempunyai empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertilized), tidak dibuahi (afertilized), matang dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan luarnya terdiri dari jaringan albuminad, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Telur yang tidak dibuahi berbentuk panjang dan lebih panjang dari pada tipe yang dibuahi. Besarnya 90 x 40 mikron dan dinding luarnya lebih tipis. Isi telur adalah massa granula refraktil. Telur matang berisi larva. Tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah kurang lebih 3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya (albuminoid) sudah hilang

(Onggowaluyo, J.S, 2001)

(5)

Gambar 1 : telur cacing A. lumbricoides ; (Juni Prianto L.A., 2003)

b. T. trichiura

Cacing dewasa berbentuk cambuk. Bagian anterior yang merupakan tiga perlima tubuh berbentuk langsing seperti rambut, sedangkan dua perlima bagian tubuh yang posterior lebih kecil, sehingga cacing ini mirip cambuk.

Cacing jantan mempunyai panjang 3-4 cm dengan bagian kaudal melengkung ke arah ventral. Cacing jantan mempunyai satu speculum yang mempunyai selubung refraktil. Cacing betina panjangnya antara 4 – 5 cm dengan bagian kaudal membulat dan tumpul seperti koma. Cacing betina memproduksi telur sebanyak kurang lebih 3000 sampai 10.000 telur setiap harinya (Soedarto, 1991).

Telur Tricuris trichiura berukuran 50-54x 23 mikron. Berbentuk seperti tempayan (tong) dan kedua ujungnya dilengkapi dengan katup dari bahan mucus yang jernih. Kulit luarnya berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih (Brown, HW, 1983).

(6)

Gambar 2 : telur cacing T. trichiura. (Juni Prianto L.A., 2003) c. Cacing Tambang

Cacing tambang dewasa adalah nematoda yang kecil, seperti silindris. Bentuk kumparan (fusiform) dan berwarna pulih keabu - abuan. Cacing betina ( 9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar daripada yang jantan (5 - 11 x 0,3 - 0,45 mm). A.duodenale lebih besar dari pada N. americanus. Cacing ini mempunyai kutikilum yang relative tebal. Pada ujung posterior terdapat bursa kopulatrik yang dipakai untuk memegang cacing betina selama kopulasi. Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale mempunyai huruf C (Brown, H.W : 1983). Telur cacing tambang mempunyai ukuran 56 - 60 x 36 - 40 mikron berbentuk bulat lonjong, berdinding tipis. Didalamnya terdapat beberapa sel (Soedarto, 1991).

Gambar 3 : telur cacing tambang (Juni Prianto L.A., 2003) d. S. stercoralis

Pada umumnya hanya cacing betina yang hidup parasitick pada manusia. Cacing betina berbentuk benang halus, tidak berwama dengan panjang sekitar 2,2

(7)

mm. Bentuk telur lonjong, mirip telur cacing tambang, berukuran 55 x 30 mikron. Mempunyai dinding tipis yang tembus sinar. Telur dikeluarkan di dalam membran mukosa dan langsung menjadi larva. Larva rhabditiform berukuran antara 200-250 mikron. Larva filariform ukurannya lebih panjang, langsing dan mempunyai mulut yang pendek (Soedarto, 1991).

Gambar 4 : telur cacing S. stercoralis (Juni Prianto L.A., 2003) 2. Siklus Hidup

a. A lumbricoides

Manusia merupakan satu - satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup dalam usus halus manusia. Cacing betina mengeluarkan telur sebanyak 200.000 butir perhari. Telur yang infektif bila tertelan manusia menetes menjadi larva di usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru -paru. Larva diparu-paru menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena adanya rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke oesofagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan. (Onggowaluyo, J.S, 2001).

(8)

Gambar 5 : cacing dewasa A. Lumbricoides (Juni Prianto L.A., 2003)

(9)

b. T. trichiura

Manusia merupakan sumber penularan trikuriasis untuk manusia lainnya. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Cara infeksi langsung yaitu bila hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk dalam usus halus. Sudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.

(Gandahusada, S, 1998).

Gambar 6 : cacing dewasa T.trichiura ; (Juni Prianto L.A., 2003)

(10)

c. Cacing Tambang

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif keluar bersama tinja penderita. Di dalam tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva filariform yang infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh darah dan jantung kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea, larva masuk ke laring dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa dalam waktu 4 minggu (Soedarto, 1991).

1. Ancylostoma duodenale

2. Necator americanus

Gambar 7 : cacing tambang (Juni Prianto L.A., 2003)

(11)

Daur hidup cacing ini ada 3 macam cara, yaitu siklus langsung, siklus tidak langsung dan autoinfeksi.

1. Siklus langsung

Larva rhabditiform setelah berada 2 – 3 hari di tanah akan berubah menjadi larva filariform (bentuk infektif). Larva ini hidup ditanah dan dapat menembus kulit manusia kemudian masuk ke vena menuju jantung kanan paru-paru. Dalam paru-paru, cacing menjadi dewasa dan menembus alveolus kemudian masuk ke trakea dan laring sehingga menyebabkan batuk - batuk dan tertelan hingga ke usus halus.

2. Siklus tidak langsung

Telur cacing betina setelah dibuahi selanjutnya menetas menjadi larva rhabditiform. Larva ini setelah beberapa hari berkembang menjadi larva filariform (bentuk infektif). Kemudian masuk kedalam hospes baru.

3. Autoinfeksi

Larva rhabditiform juga dapat berkembang menjadi larva / filariform di rongga usus. Bila larva filariform menembus mukosa usus atau di daerah perional maka terjadi daur perkembangan di dalam hospes. (Onggowaluyo, J.S).

(12)

Gambar 8 ; cacing S. stercoralis. (Juni Prianto L.A., 2003)

3. Patologi Klinik a. A. lumbricoides

Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Migrasi larva cacing dalam besar di paru - paru penderita akan menimbulkan pneumonia dengan gejala berupa demam, batuk, sesak, dan dahak berdarah. Cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam jumlah yang banyak terutama pada anak dapat menimbulkan kekurangan gizi. Selain itu cairan tubuh dapat menimbulkan reaksi toksi sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid disertai tanda alergi misalnya urtikaria, edema di wajah, konjungtivitas dan iritasi pernafasan bagian atas. Selain itu cacing dewasa juga dapat menimbulkan berbagai akibat mekanik, misalnya abstraksi usus (Soedarto, 1991).

b. T. trichiura

(13)

kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan responds alergi. Gejala-gejala yang terjadi yaitu diare yang diselingi sindrom disentri, anemia prolapsus rectal dan berat badan turun.

(Onggowaluyo, J.S, 2001).

c. Cacing tambang

Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa gatal-gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan darah (Onggowaluyo, J.S, 2001).

d. S.stercoralis

Bila larva menembus kulit maka akan terjadi dermatitis disertai dengan pruritis dan urtikoria (Soedarto, 1991).

4. Diagnosa laboratorium a. A. lumbricaides

Cara menegakan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan sampel secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis ascaris. Selain

(14)

itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah, maupun tinja (Gandahusada, S, 1998).

b. T. trichiura

Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan tinja penderita untuk menemukan telur cacing yang berbentuk seperti tempayan. Cacing dewasa dapat dilihat jika terjadi prolapsus rectum atau bila dilakukan pemeriksaan mukosa rectum (Soedarto, 1991).

c. Cacing Tambang

Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan spesies larva N. americanus dan A. duodenale dapat dilakukan biakan tinja, misalnya dengan cara Harada-Mori (Gandahusada, S,l 998).

d. S.stercoralis

Diagnosis klinik tidak pasti karena strongylodes tidak memberikan gejala klinik yang nyata. Diagnosis pasti ialah bila menemukan larva rhabditiform dalam tinja segar, dalam biakan atau aspirasi duodenum. Biakan tinja sekurang - kurangnya 2x24 jam menghasilkan larva flariform dan cacing dewasa Strongyloides stereeralis yang hidup bebas (Gandahusada, S, 1998).

5. Pengobatan

a. A. lumbricoides

(15)

penderita perseorangan maupun pengobatan massal. Obat cacing yang biasa digunakan adalah piperasin, pirantel pamoat dan mebendazol (Soedarto, 1991).

b. T. trichiura

Dahulu infeksi trichuris sulit sekali diobati. Obat seperti tiabendazol dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sekarang dengan adanya mebendazol dan oksantel pamoat, infeksi cacing Trichuris sudah dapat diobati dengan hasil yang cukup baik (Gandahusada, S, 1998).

c. Cacing Tambang

Pemberian Pirantel pamoat dan mebendasol selama beberapa hari berturut-turut pada umumnya berhasil dengan baik untuk mengobati infeksi cacing tambang.

(Soedarto, 1991) d. S. stercoralis

Pengobatan dengan levamisol, mebendazol dan pirantel pamoat dapat dicoba meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pengobatan dengan tiabendazol ternyata masih merupakan pilihan untuk strongyloidiasis (Soedarto, l991).

6. Epidemiologi a. A. lumbricoides

Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memunyai kelembapan tinggi pada suhu 25 - 30. Pada kondisi ini telur tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu 2 - 3 minggu (Gandahusada, S, 1998).

(16)

b. T. trichiura

Penyebaranya seiring dengan penyebaran Ascaris lumbricoides. Frekuensi yang tertinggi ditemukan di daeah - daerah dengan hujan lebat, iklim subtropik dan tanah dengan banyak kontaminasi tinja. Anak-anak lebih sering terkena infeksi daripada orang dewasa, karena anak lebih sering bermain -main dengan tanah (Onggowaluyo, J.S).

c. Cacing Tambang

Insiden tertinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan khususnya di perkebunan. Kebanyakan defekasi ditanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi (Gandahusada,S, 1998).

d. S. stercoralis

Daerah yang panas, kelembapan yang tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan cacing strongyloides. Tanah yang baik untuk perumbuhan larva ialah tanah gembur berpasir dan humus.

D. Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Soil Transmitted Helminths

(17)

memutus rantai daur hidup yaitu misalnya;

1. Pemberantasan masal berulang-ulang (secara periodik) terhadap penduduk yang terkena infeksi untuk menghilangkan cacing dari dalam tubuh mereka.

2. Perlakuan terhadap kotoran tinja untuk membunuh telur cacing / larva. 3. Tindakan menghilangkan telur cacing.

Tindakan utama yang diketengahkan bagi infeksi di daerah yang sangat endemik dapat dicegah dengan :

a. Pengobatan terhadap orang-orang yang terkena infeksi b. Pembuangan tinja manusia secara baik

c. Mencuci tangan sebelum makan

d. Mendidik anak tentang sanitasi dan hygiene perorangan (Gandahusada, S, 1998).

Gambar

Gambar 1 : telur cacing A. lumbricoides ;   (Juni Prianto L.A., 2003)
Gambar 2 : telur cacing T. trichiura.
Gambar 4 : telur cacing S. stercoralis  (Juni Prianto L.A., 2003)  2.  Siklus Hidup
Gambar 5 : cacing dewasa A. Lumbricoides   (Juni Prianto L.A., 2003)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Spora berwarna krem hingga kekuningan, atau kemerahmudaan, berbentuk ellip, permukaan licin , berukuran 6–8 x 3–3,5 mikron.Habitat: pada hutan cemara atau kayu lapuk, hidup

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Membuat chatbot yang bisa menjawab pertanyaan secata otomatis, (2) Menghitung tingkat akurasi kesesuian respon chatbot terhadap

 Selanjutnya guru menjelaskan dengan detail kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam pembelajaran materi hari akhir sekaligus memberi kesempatan bertanya pada siswa yang masih

Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya sajalah saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berjudul “Efektivitas Krim Almond

Adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara bertahaptanpa rasanyeri dengan gejala ± gejala pada telinga yang berlangsung lama.Bila sekret kental

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, sebagai perwujudan pertangguang jawaban keberhasilan/ kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang

1) Media ajar interaktif berbasis komputer pokok bahasan segitiga di Sekolah Menengah Pertama yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria valid. Valid terlihat dari hasil