• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji1

I Made Andi Arsana 2

Di awal tahun 2005, bangsa ini gempar oleh satu kata “Ambalat”. Media massa memberitakan kekisruhan yang terjadi di Laut Sulawesi perihal sengketa antara Indonesia dengan Malaysia. Tidak saja ramai dalam bentuk opini, reaksi masyarakat mewujud dalam bentuk demo, protes dan bahkan tanda tangan darah. Setelah lebih dari empat tahun, kata yang sama, ”Ambalat”, mengemuka lagi dan menimbulkan keresahan yang tak kalah kadarnya.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang Ambalat, nampaknya perlu meremajakan ingatan kita tentang hak sebuah negara pantai atas wilayah laut menurut hukum laut internasional, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).3 Sebuah negara pantai seperti Indonesia, berhak atas laut teritorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif, ZEE (200 mil laut) dan landas kontinen/dasar laut (350 mil laut atau bahkan lebih).4 Lebar masing-masing zona ini diukur dari referensi yang disebut dengan garis pangkal (baseline). Pada laut teritorial berlaku kedaulatan penuh (sovereignty) seperti di darat, sedangkan pada zona di luar itu berlaku hak berdaulat (sovereign right). Pada kawasan hak berdaulat, suatu negara tidak memiliki kedaulatan penuh, hanya hak untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya. Rejim hukum yang melingkupinya adalah hukum internasional, bukan hukum nasional. Berikut adalah skema zona maritim yang menjadi hak suatu negara pantai.

Gambar 1 zona maritim berdasarkan UNCLOS

1 Tulisan ini bersifat ilmiah popular. Tidak disarankan untuk menjadikannya sumber utama tulisan ilmiah. Silahkan hubungi penulis sebelum mengutip.

2

Dosen dan Peneliti di Teknik Geodesi dan Geomatika UGM, Kandidat doktor bidang kelautan di Universitas Wollongong, Australia. Kontak: madeandi@ugm.ac.id

3 Dokumen UNCLOS lengkap bisa dilihat di

http://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm

4 Masing-masing zona yurisdiksi memiliki karakteristik tertentu. Lihat misalnya, Arsana, I M. A. (2007), Batas Maritim Antarnegara, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(2)

Jika ada dua negara yang berdekatan satu sama lain maka tidak mungkin bagi keduanya bisa mengklaim semua zona maritim tanpa adanya tumpang tindih dengan tetangganya. Misalnya, dua negara saling berseberangan pada jarak kurang dari 400 mil laut, maka akan terjadi tumpang tindih ZEE dan landas kontinen. Jika jaraknya sangat dekat, kurang dari 24 mil laut seperti Indonesia dengan Singapura, maka yang tumpang tindih adalah laut teritorial. Dalam hal ini, dua negara tersebut harus menyepakati suatu garis yang membagi zona maritim yang tumpang tindih tersebut. Proses inilah yang disebut delimitasi batas maritim (lihat Gambar 2). Jika ada dua negara yang mendiami satu daratan/pulau, seperti Indonesia dan Malaysia di Borneo, maka ceritanya sedikit berbeda. Batas maritim adalah garis yang diteruskan dari ujung akhir batas darat untuk membagi kawasan laut. UNCLOS memiliki aturan tersendiri bagaimana delimitasi ini dilakukan untuk masing-masing zona maritim.

Gambar 2 prinsip dasar delimitasi batas maritim

Bukan soal kedaulatan

Meski sudah sering diberitakan, rasanya tetap perlu untuk sekali lagi mengingatkan bahwa Ambalat adalah blok dasar laut yang berlokasi di sebelah timur Pulau Borneo (Kalimantan). Sebagian besar atau keseluruhan Blok Ambalat berada pada jarak lebih dari 12 mil laut dari

(3)

Gambar 3 lokasi ilustratif Blok Ambalat

Secara keseluruhan, Pulau Borneo berhak atas laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen. Bisa dibayangkan, di sebelah timur Borneo, bisa dibuat garis berjarak 12 mil dari daratan yang merupakan batas terluar laut teritorial, kemudian garis berjarak 200 mil yang merupakan batas ZEE demikian seterusnya untuk landas kontinen. Zona-zona yang terbentuk ini adalah hak dari daratan Borneo. Persoalannya adalah mana yang merupakan hak Indonesia, dan mana jatah untuk Malaysia. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa yang di bagian selatan adalah hak Indonesia dan di utara adalah hak Malaysia. Garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Borneo memang sudah ditetapkan. Garis itu melalui Pulau Sebatik, sebuah pulau kecil di ujung timur Borneo, pada lokasi lintang 4° 10’ (empat derajat 10 menit) lintang utara. Garis tersebut berhenti di ujung timur Pulau Sebatik. Idealnya garis tersebut diteruskan ke arah Timur sebagai batas maritim yang harus disepakati kedua belah pihak. Garis tersebut yang kemudian berfungsi sebagai pembagi kawasan laut, termasuk dasar laut yang merupakan lokasi Ambalat. Garis inilah yang hingga kini belum ada dan sedang dirundingkan. Dari perspektif ini, status hak berdaulat atas Ambalat sejatinya memang belum jelas. Belum ada garis batas maritim yang menetapkan kewenangan kedua negara. Malaysia tentu saja tidak bisa mengklaim sepihak bahwa Blok Ambalat adalah haknya, demikian pula Indonesia.

Apakah Malaysia melanggar perbatasan?

Telah ditegaskan sebelumnya, garis batas antara Indonesia dan Malaysia di Laut Sulawesi belum disepakati. Dalam perspektif ini tidak bisa dikatakan ada pelanggaran batas oleh Malaysia ataupun Indonesia. Terkait dengan berita kapal perang Malaysia yang memasuki perariran Ambalat, hal ini harus dibuktikan terlebih dahulu secara spasial. Suatu berita menegaskan bahwa kapal perang Malaysia berada pada koordinat 4° 0'0.00" lintang utara

(4)

dan 118° 9'0.00" bujur timur.5 Jika benar posisi ini maka kapal tersebut berada relatif di utara, tidak di kawasan Ambalat. Namun demikian, hal ini masih memerlukan penelitian yang lebih intensif, terutapa perihal kebenaran posisi koordinat kapal. Gambar berikut mengilustrasikan posisi kapal, lokasi Ambalat dan garis pangkal Indonesia yang baru.6

Gambar 4 posisi Ambalat dan kapal Malaysia di Laut Sulawesi

Sipadan dan Ligitan, bagaimana perannya?

Kasus Ambalat ini sering dikaitkan dengan dua pulau legendaris: Sipadan dan Ligitan. Benarkah ada kaitan antara kedua pulau ini dengan Ambalat? Sipadan dan Ligitan telah menjadi mitos yang sayang sekali dipahami secara keliru oleh banyak orang. Perlu diperhatikan, Sipadan dan Ligitan tidak pernah secara formal menjadi bagian dari Indonesia, tidak juga Belanda. Dalam hukum laut dikenal istilah uti possidetis juris yang artinya negara baru akan memiliki wilayah atau batas wilayah yang sama dengan penjajahnya. Tidak diklaimnya Sipadan dan Ligitan oleh Belanda menyebabkan kedua pulau tersebut bukan bagian dari Indonesia sebagai ’penerus’ Belanda.

Indonesia dan Malaysia sama-sama mengklaim Sipadan dan Ligitan yang kasusnya berujung di Mahkamah Internasional (MI). MI memutuskan bahwa Malaysia yang berhak atas keduanya karena Inggris (penjajah Malaysia) terbukti telah melakukan penguasaan efektif terhadap kedua pulau tersebut. Penguasaan efektif ini berupa pemberlakuan aturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak atas pengumpulan telur penyu dan operasi mercu suar. Perlu diingat bahwa Indonesia dan Malaysia bersepakat bahwa penguasaan

5 Gatra, 31 Mei 2009. Diambil dari http://www.gatra.com/artikel.php?id=126654 6 Hanya ilustrasi yang menunjukkan posisi relatif.

(5)

effektif ini dinilai hanya berdasarkan tindakan sebelum tahun 1969.7 Jadi tidak benar bahwa Malaysia mendapatkan pulau tersebut karena telah membangun resort/hotel di sana.

Indonesia juga tidak kehilangan pulau. Sipadan dan Ligitan adalah pulau “tak bertuan” yang setelah disidangkan ternyata menjadi hak Malaysia. Mengenai kenyataan bahwa Indonesia pernah menganggap Sipadan dan Ligitan adalah bagian dari Indonesia dan bahkan pernah menggunakannya sebagai titik pangkal, ini adalah cerita lain.8 Anggapan ini tidak secara otomatis membuat kedua pulau itu menjadi milik Indonesia. Tindakan menjadikan kedua pulau tersebut sebagai titik pangkal pun terjadi setelah 1969 sehingga tidak berpengaruh atas kedaulatan.

Diberikannya kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia oleh ICJ pada tahun 2002 melahirkan potensi berubahnya konfigurasi garis pangkal Indonesia dan Malaysia. Hal ini telah diakomodir dalam garis pangkal yang ditetapkan dengan PP no. 37/2008. Garis pangkal Indonesia kini tidak lagi menggunakan kedua pulau tersebut sebagai titik pangkal sehingga zona laut yang bisa diklaim akan berubah. Sementara itu, Malaysia bisa saja menggunakan kedua pulau tersebut sebagai titik pangkal yang konsekuensinya adalah wilayah laut yang bisa diklaim akan melebar ke bagian selatan. Ini juga yang memperkuat dasar klaim Malaysia terhadap ambalat. Namun demikian, tetap ada kemungkinan Indonesia menolak memberikan peran penuh (full effect) kepada kedua pulau tersebut sehingga tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap klaim malaysia. Dalam negosiasi, hal seperti ini sangat penting dan tentu sudah menjadi pertimbangan tim Indonesia.

Perundingan tentang batas maritim ini sedang berjalan. Pakar-pakar kita dari Deplu dan instansi teknis seperti Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Dinas Hidro-Oseanografi AL, dan badan terkait lainnya sedang menjalankan tugasnya. Memang kenyataannya tidak banyak yang bisa didengar tentang kemajuan proses ini karena memang tidak semua hal bisa dijadikan konsumsi publik. Di sisi lain, reaksi masyarakat yang sedimikian rupa dan ketidakakuratan informasi di berbagai media adalah juga indikasi kegagal penyebaran informasi yang konstruktif.

Di satu sisi, bisa dimengerti para prajurit TNI siap bersabung nyawa untuk tanah air. Meski demikian, kita tentu sepakat bahwa kedaulatan dan hak berdaulat bangsa harus dibela tidak saja dengan peluru tetapi juga pengetahuan. Pekerjaan rumah untuk Malaysia dan Indonesia adalah menyepakati garis batas maritim secapatnya, sebelum bisa menyatakan terjadinya pelanggaran kedaulatan atau hak berdaulat. Indonesia adalah bangsa beradab dan negara kepulauan yang tebesar di dunia. Kita tidak perlu kehilangan percaya diri dan bereaksi berlebihan menanggapi suatu perkara. Mari membela tanah air dengan nasionalisme yang cerdas dan terhormat.

7 Keputusan MI tentang kasus Sipadan dan Ligitan dapat dilihat di http://www.icj-cij.org/docket/files/102/7714.pdf

8 Sipadan dan Ligitan pernah dijadikan titik pangkal dalam PP No. 38/2002. Lihat dokumen lengkap di http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/2002/038-02.pdf

Gambar

Gambar 1 zona maritim berdasarkan UNCLOS
Gambar 2 prinsip dasar delimitasi batas maritim
Gambar 3 lokasi ilustratif Blok Ambalat
Gambar 4 posisi Ambalat dan kapal Malaysia di Laut Sulawesi

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus tujuan dari penelitian untuk mengetahui apakah penggunaan multimedia presentasi tipe stand alone dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik

Adapun tujuan penelitian tindakan sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan computer dalam pembelajaran, selain itu guru juga diharapkan pada

Pemilihan khalifah tersebut dilaksanakan oleh para tokoh sahabat yang mewakili dua golongan yaitu Anshar dan Muhajiriin, Mereka ini uang kemudian oleh ulama fiqh diklaim sebagai

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran (deskripsi) pemikiran politik

Perusahaan dengan pertumbuhan laba rendah akan semakin memperkuat hubungan antara debt to equity yang berpengaruh negatif dengan profitabilitas, karena

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kemampuan penalaran matematis yang dimiliki mahasiswa tingkat III yang diukur pada proses evaluasi setelah pembelajaran mata

Hasil uji ini menunjukkan bahwa semakin besar kemudahan yang dirasakan oleh nasabah pengguna e- banking maka akan semakin besar penerimaan penggunaannya, pihak

Perjanjian luhur rakyat Indonesia adalah suatu perjanjian yang disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia dan harus diamalkan serta dilestarikan.Pada saat