BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk hidup yang cerdas karena dikaruniai kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang benar, yang sama sekali tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain manapun. Keistimewaan ini membuat pola kehidupan manusia dengan makhluk hidup lainnya begitu berbeda. Filsuf Prancis, Rene Descartes (1596-1650) menegaskan cogito ergo sum yang artinya 'saya berpikir karena itu saya ada'. Pepatah kuno ini secara langsung menunjukkan bahwa berpikir adalah sumber dari perilaku manusia. Moeljono (2003 : 12) mengatakan, "... berpikir adalah kegiatan manusia yang paling utama." Manusia dikaruniai kemampuan berpikir sehingga dapat merancang apapun demi kelangsungan hidupnya dan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan disaat yang dibutuhkan, bertindak dengan bijaksana dan mampu mengutarakan perasaannya. Semua keistimewaan ini membuat kehidupan manusia menjadi begitu bermakna.
Manusia juga memiliki keinginan untuk belajar. Otak yang cerdas membuat manusia memiliki rasa keingintahuan yang tinggi akan segala sesuatu, keinginan untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan. Itulah sebabnya ilmu
pengetahuan bisa terbentuk. Ilmu pengetahuan melahirkan peraturan, hukum, nilai sebagai aspek-aspek utama kehidupan manusia, beserta berbagai aspek penting lainnya. Nilai sebagai salah satu aspek yang unggul dalam kehidupan didefinisikan sebagai ukuran tentang kebaikan atau kebenaran yang dipraktekkan dalam kehidupan individu maupun organisasi. Nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik dan yang buruk, Pepper (1958 : 7). Sebagai suatu ukuran, nilai memiliki peranan penting dalam menentukan suatu hal atau suatu perbuatan dapat digolongkan baik atau buruk. Kepemimpinan sebagai salah satu penggerak sumber daya manusia dan sumber lain, merupakan salah satu kemampuan unik manusia yang membutuhkan nilai, Sumidjo & Soebedjo (1986 : 27).
Istilah kepemimpinan berasal dari kata dasar "pimpin" yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata "pimpin" lahirlah kata kerja "memimpin" yang artinya membimbing atau menuntun. Kepemimpinan pada dasarnya diartikan sebagai kemampuan dalam mempengaruhi kegiatan suatu kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan, kemudian definisi ini dikembangkan menjadi kemampuan dalam membawakan visi dengan jelas.
Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa kepemimpinan nyata peranannya sebagai salah satu aspek yang memiliki kemampuan dalam membuat pengaruh untuk menghasilkan kekuasaan yang besar. Figur seorang penguasa/pemimpin berpengaruh besar terhadap maju atau tidaknya suatu negara.
Romawi kuno sebagai tempat kelahiran para penguasa terkenal dan menyandang
gelar sebagai negara terkuat dalam suatu masa, menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan kunci utama dari kemajuan suatu bangsa. Mereka yang
memimpin di masa itu selalu membuat strategi yang ampuh untuk mengorganisasi wilayah kekuasaannya. Kekuasaan itu menjadi tolok ukur imperium dapat bertahan atau sebaliknya akan berakhir.
Sejarah mencatat tentang keberhasilan kepemimpinan beberapa kaisar
Romawi yang begitu berpengaruh, sampai-sampai pengaruh kekuasaanya meliputi
seluruh dunia. Strategi perang yang unggul dan sistem hukum yang rapi, membuat
Romawi berhasil dalam mencetak rekornya. Meski pada akhirnya imperium ini
runtuh karena beberapa kepemimpinan yang ambisius dan mementingkan diri, sejarah mengukir prestasi gemilang mereka dalam pencapaian kekuasaan yang terbilang cukup hebat. Demikianlah negara-negara kuat yang berkuasa silih berganti di dunia ini memperoleh tujuannya masing-masing menjalankan kepemimpinan yang hebat dan unggul dari yang lainnya. Sebenarnya, baik sejarah maupun filsafat, keduanya sama-sama mencatat hal-hal penting tentang kepemimpinan.
Filsafat sebagai cabang ilmu pengetahuan, mengkaji nilai-nilai kepemimpinan dengan lebih mendalam. Para pemikir yang hidup berabad-abad silam menyatakan pandangan mereka tentang nilai kepemimpinan. Lao Tzu (600 SM) sebagai salah satu filsuf Cina yang berpengaruh di dunia, mengungkapkan pemikirannya tentang tentang nilai-nilai kepemimpinan.
Lao Tzu yang diakui sebagai pendiri Taoisme, hidup sekitar tahun 600 SM dimasa kekuasaan dinasti Chou. Pada waktu itu, dinasti Chou menganut sistem feodal, yakni orang-orang yang pernah berjasa pada raja di beri gelar
kebangsawanan secara turun-temurun serta tanah-tanah kekuasaan. Penerapan sistem ini sama sekali tidak berhasil. Orang-orang yang pernah berjasa pada kaisar dan diberi gelar kebangsawanan ini kemudian mulai memerintah wilayah mereka sendiri. Akhirnya, Dinasti Chou terpecah menjadi banyak negara-negara feodal yang saling berperang yang terus berlangsung hingga tahun 221 SM, Wing (1986: xii). Dimasa inilah Lao Tzu hidup dan membaktikan dirinya untuk memikirkan jalan hidup dengan mempelopori Taoisme. Ajarannya kemudian dikenal sebagai
Tao atau jalan. Ajaran ini mengajak manusia untuk hidup selaras dengan alam.
Salah satu ajarannya adalah bahwa manusia yang hidup harus belajar dari air. Lao Tzu mengatakan bahwa manusia mengambil hukum dari bumi dan bumi mengambil hukum dari langit dan langit mengambilnya dari Tao. Heider (1986 : 11) mengatakan :
"Can you learn to become open and receptive, quiet and without desires or
the need to do something? Imagine that there is a pond in this valley. When no fears or desires stir the surface of the pond, the water forms a perfect mirror. In this mirror, you can see the reflection of Tao. You can see God and you can see creation. Go into the valley, be still, and watch the pond. Go as often as you wish. Your silence will grow. The pond will never run dry. The valley, the pond, and Tao are all within you."
Heider mengajukan pertanyaan sudut pandang yang menganjurkan untuk bersikap terbuka dan reseptif, tenang, seolah-olah memiliki hasrat atau tak ingin berbuat sesuatu. Kemudian membayangkan di lembah itu ada danau. Bila tidak ada kekhawatiran dan hasrat yang mengacaukan permukaan danau itu, maka airnya akan membentuk sebuah cermin yang sempurna. Dalam cermin itu, akan
terlihat pantulan Tao. Bersikap tenang dan kesunyian di dalam jiwa akan tumbuh. Lembah, danau dan Tao akan bersemayam di dalamnya.
Sebagai bagian dari penggerak pertumbuhan ekonomi, masyarakat Tionghoa di Medan memahami betapa bernilainya aspek kepemimpinan sebagai modal penting dalam menjalankan usaha. Masyarakat Tionghoa di Medan menerima Taoisme sebagai falsafah yang menarik, berguna dalam kehidupan mereka dan merupakan bagian dari sistem kepercayaan leluhur mereka yang diwariskan kepada keturunannya sebagai bagian penting dari kebudayaan mereka.
Seperti masyarakat lain pada umumnya, masyarakat Tionghoa di Medan juga memahami konsep kepemimpinan sebagai aspek yang dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai masyarakat yang berbudaya, masyarakat Tionghoa mengerti bahwa kepemimpinan adalah salah satu aspek yang tak terpisahkan dari kebudayaan yang begitu luas. Hal itu tampak dari kebiasaan-kebiasaan atau tradisi mereka untuk selalu melibatkan para leluhur, khususnya dalam kegiatan-kegiatan spiritual sebagai wujud dari kepercayaan mereka yang menganggap bahwa para leluhur memiliki wewenang atas diri mereka. Masyarakat Tionghoa di wilayah sekitar Jalan S.Parman merupakan salah satu contoh kecil dari masyarakat Tionghoa di Medan yang menganggap penting nilai kepemimpinan.
Masyarakat Tionghoa di wilayah sekitar Jalan S.Parman memiliki peran besar dalam kemajuan wilayah sekitar Jalan S.Parman serta meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman
merintis hidup mereka dengan membuka serta mengembangkan berbagai bidang usaha yang turut meluaskan peluang kerja bagi orang lain, khususnya masyarakat pribumi di Medan. Masyarakat Tionghoa di wilayah sekitar Jalan S.Parman tampak sejahtera secara ekonomi dan dengan giat mengembangkan berbagai potensi usaha yang menghasilkan keuntungan besar secara finansial dan tidak pernah berhenti bekerja.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji nilai-nilai kepemimpinan dalam Taoisme dan sejauh mana pengaruh ajaran tersebut terhadap pola pikir dan budaya masyarakat Tionghoa di Medan.
1.2.Batasan Masalah
Penulis mencoba membatasi wilayah objek penelitian hanya di wilayah sekitar Jalan S.Parman, Medan. Penulis juga akan membatasi ruang lingkup kepustakaan dengan membahas aspek-aspek yang berkaitan dengan nilai-nilai kepemimpinan dalam buku yang berjudul Tao (Kekuatan)/Tao Te Ching. Buku
Tao Te Ching terdiri atas 81 bab yang terbagi dalam 6 subjudul besar. Dalam
buku ini, aspek yang berkaitan dengan kajian penulis hanyalah berjumlah 16 bab dari 81 bab secara keseluruhan dibawah subjudul Kekuatan dalam Kepemimpinan yang secara spesifik menjelaskan hubungan ideal antara pemimpin dan bawahannya serta menjelaskan metode paling efektif untuk memimpin orang lain dan mencapai tujuan.
Ke-5 subjudul besar lain yang dimaksud adalah 12 bab di bawah subjudul
Kekuatan dalam Alam. Setiap bab dibawah subjudul ini berpusat pada hukum
fisika yang sangat mendasar yang menjelaskan filsafat Taoisme dan berhubungan dengan kosmologi Tao dan asal-usul jagat raya. 10 bab di bawah subjudul
Kekuatan dalam Kesadaran membahas lebih jauh tentang hukum fisika yang
bekerja di alam dan juga asumsi filsafat dasar dalam Taoisme. 9 bab di bawah subjudul Kekuatan dalam Organisasi menguraikan tentang perilaku individu yang terlibat dalam usaha kelompok, juga tentang sikap organisasi sehingga menghasilkan keharmonisan. 23 bab di bawah subjudul Kekuatan dalam Proyeksi memuat serangkaian eksperimen pemikiran atau ide yang membantu individu menggunakan sikap dan perilaku untuk mengembangkan kekuatan pribadi dan mendapatkan pengaruh dalam lingkungan. 11 bab di bawah subjudul Kekuatan
dalam Tidak Mencampuri membahas secara terperinci penggunaan teknik "lepas
tangan" untuk mencapai pengaruh lama dalam urusan duniawi. Dengan demikian, penulis hanya akan membahas ke-16 bab dibawah subjudul Kekuatan dalam
Kepemimpinan.
1.3.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah :
2. Bagaimana sikap masyarakat Tionghoa di Medan terhadap nilai-nilai kepemimpinan dalam Taoisme?
1.4.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui nilai-nilai kepemimpinan dalam Taoisme.
2. Untuk mengetahui sikap masyarakat Tionghoa di Medan terhadap nilai-nilai kepemimpinan dalam Taoisme.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Meningkatkan pemahaman masyarakat luas akan nilai kepemimpinan dalam Taoisme.
2. Menjadi salah satu bahan referensi bagi para penulis lain yang membahas kebudayaan maupun filsafat.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian skripsi ini bermanfaat sebagai salah satu alat bantu bagi mahasiswa dan masyarakat untuk menempah kerangka berpikir terhadap ilmu pengetahuan, dimana konsep Taoisme mengenai nilai kepemimpinan merupakan salah satunya.