• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAWASAN INDUSTRI BATU BATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAWASAN INDUSTRI BATU BATA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Anggi Akhirta Muray I34070121

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

ABSTRACT

ANGGI AKHIRTA MURAY. Socio-Economy and Ecology Impact of Brick Industrial Area (Case: Kampung Ater and Kampung Ciawian, Gorowong Village, Parung Panjang, Bogor, West Java). Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN and RINA MARDIANA.

Brick Industry activity in Gorowong village can lead into the positive impact and negative impact. For the positive impact, brick industry can improve the socio-economic aspects and the negative impact can degrade the ecological environment around the industrial park. The purpose of this study was to see how the livelihood strategies and the structure of communities living around industrial areas as the impact of socio-economic aspects. This research method used a quantitative approach that supported a qualitative approach. Primary data was obtained through direct interviews and questionnaires, while secondary data obtained through the documentation and study of literature. The data result was processed by using cross tabulation, table frequency and also analysis description. The selection of respondents, used a cluster sampling technique by selecting two different villages namely Kampung Ater and Ciawian. The results showed that the presence of the brick industry in the village of Gorowong affect ecological and economic conditions in the region. Ecological damage was the negative impact of the brick industry, as seen from changes in air temperature which is getting hot and increasing dust in the region Gorowong. However respondents in the two village studies did not object to that condition. The existence of the brick industry in the Gorowong village also brought economic benefits in society, which affects the livelihoods of selected communities that will affect the livelihood strategies and livelihood structures made by household respondents. Based on livelihood strategies and the structure of household income of respondents in both villages could be said that economic level in Kampung Ater was higher compared to the economic level in Kampung Ciawian, because in Kampung Ater activity of brick industry seem to be more active than in Kampung Ciawian, but from the environmental conditions in Kampong Ater was worse than in Kampung Ciawian. This can be seen from the perception of respondents in response to changes in environmental quality of air , which is getting worse because a lot of dust, the air temperature Was also increasing as a result of the extensive number of land cover is diminishing.

(3)

RINGKASAN

ANGGI AKHIRTA MURAY. Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat). Di bawah Bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN dan RINA MARDIANA.

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Aktivitas industri pada pelaksanaannya, dapat menimbulkan dampak positif dan negatif pada aspek sosio-ekonomi dan ekologi masyarakat desa. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana strategi nafkah dan struktur nafkah masyarakat sekitar wilayah industri sebagai dampak dari aspek sosio-ekonomi, serta bagaimana kondisi ekologi akibat dari bertumbuhnya aktivitas industri.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung pendekatan kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi literatur. Data yang dihasilkan menggunakan tabulasi silang dan tabel frekuensi dan dianalisis secara deskriptif. Pemilihan responden, menggunakan teknik cluster

sampling dengan memilih dua kampung yang berbeda yaitu Kampung Ater dan

Kampung Ciawian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan Industri Batu Bata di Desa Gorowong mempengaruhi kondisi ekologi dan ekonomi di wilayah tersebut. Akibat adanya industri batu bata yang berkembang, ternyata menimbulkan dampak negatif pada kondisi ekologinya yang terlihat dari perubahan suhu udara yang semakin panas dan debu di wilayah Gorowong yang semakin meningkat. Hal ini tentu saja mengganggu kehidupan masyarakat, walaupun demikian responden di kedua kampung penelitian tidak merasa keberatan dengan kerusakan ekologi di wilayahnya, karena industri batu bata merupakan sumber nafkah yang dipilih oleh mereka. Sementara itu, kondisi kesuburan lahan di Desa Gorowong tidak mengalami perubahan semenjak adanya industri batu bata, hal ini dikarenakan kondisi alam yang memang kurang subur bahkan sebelum industri batu bata marak di Desa Gorowong.

(4)

Adanya industri batu bata di Desa Gorowong juga membawa manfaat ekonomi pada masyarakatnya. Hal ini terlihat dari struktur nafkah masyarakat di kedua wilayah penelitian. Selain itu keberadaan industri batu bata mempengaruhi bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga responden, strategi nafkah yang terpengaruh oleh adanya industri batu bata meliputi migrasi, pola nafkah ganda, tindakan adaptif rumahtangga saat mengahadapi krisis dan alokasi waktu kerja rumahtangga. Pada umumnya pola nafkah yang diterapkan oleh masyarakat adalah pola nafkah ganda yang berasal dari industri batu bata. Sehingga strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat mempengaruhi strukur nafkah rumahtangga, yang dilihat dari tingkat pendapatannya. Berdasarkan standar kemiskinan dari World Bank masyarakat di Kampung Ciawian tergolong berada dalam garis kemiskinan, sebaliknya di Kampung Ater rata-rata masyarakatnya berada diatas garis kemiskinan. Berdasarkan strategi nafkah dan struktur nafkah rumahtangga responden di kedua kampung dapat dikatakan bahwa tingkat ekonomi di Kampung Ater lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi di Kampung Ciawian, karena di Kampung Ater aktivitas industri batu batanya lebih tinggi dibandingkan dengan di Kampung Ciawian, tetapi Kampung Ater lebih buruk kondisi ekologinya dibandingkan dengan di Kampung Ciawian. Hal ini terlihat dari persepsi responden dalam menanggapi perubahan kualitas lingkungannya yaitu udara yang semakin buruk karena banyak debu, suhu udara yang semakin meningkat akibat dari jumlah luas tutupan lahan yang semakin berkurang.

(5)

DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung

Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Anggi Akhirta Muray I34070121

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Anggi Akhirta Muray

NRP : I34070121

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus Ujian: _____________________

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc, Agr NIP. 19630914 199003 1 002

Rina Mardiana, SP, MSi NIP. 19800105 200912 2 002

(7)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juli 2011

ANGGI AKHIRTA MURAY I34070121

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasuruan, Jawa Timur pada tanggal 23 Mei 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Sunarbowo dan ibu Sunarti. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Dharma Wanita Cerme Jawa Timur (1994-1995), Sekolah Dasar Negeri 23 Palangkaraya (1995-1998), kemudian pindah ke Sekolah Dasar Negeri Sukapura 3 Bandung (1998-1999) dan menamatkan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Merauke (1999-2001), Sekolah Menengah Pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor (2001-2004), dan Sekolah Menengah Atas di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor (2004-2007). Kemudian pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Selama di IPB, penulis aktif terlibat dalam kepanitiaan beberapa acara di IPB antara lain SAVIOR (Save Our Environtment) tahun 2007 yang diadakan oleh BEM KM IPB, FOTRANUSA (Festival Olahraga Tradisional dan Budaya Nusantara) tahun 2008 dan tahun 2009 sebagai divisi acara yang diadakan oleh BEM KM IPB, kepanitiaan OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB) tahun 2009 sebagai divisi acara yang diadakan oleh BEM KM IPB, kepanitiaan Konser Amal “Kami Peduli, Kamu?” yang diselenggarakan oleh HIMASIERA tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi peserta IPB GO FIELD 2009 di Desa Binaan PT. Indocement yang diselenggarakan oleh LPPM IPB bekerjasama dengan PT. Indocement, Tbk. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti beberapa event yang diselenggarakan oleh IPB seperti seminar dan workshop JF (Jurnalistic Fair) 2007 serta memperoleh juara 3 pada perlombaan pembuatan berita pada acara yang sama.

(9)

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya, skripsi yang berjudul Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat) dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Secara garis besar, skripsi ini menjelaskan mengenai strategi yang diterapkan oleh masyarakat di kedua kampung di Desa Gorowong akibat adanya industri batu bata.

Skripsi ini menjelaskan mengenai dampak sosio-ekonomi dan ekologi kawasan industri batu bata. Adanya industri batu bata di wilayah Desa Gorwong telah meningkatkan perekonomian masyarakatnya yang dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakatnya. Namun, adanya industri batu bata juga telah meningkatkan terjadinya kerusakan ekologi di wilayah tersebut. Kerusakan ekologi tersebut dapat dilihat dari perubahan kuantitas air, peningkatan suhu udara, kebersihan udara dan kondisi lahan yang dirasakan oleh masyarakat setempat.

Penulisan skripsi ini pada pelaksanaannya tidak terlepas dari adanya dukungan dan peran serta berbagai pihak. Maka dari itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada para pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Besar harapan tulisan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Juli 2011

Penulis

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam berkat nikmat iman, rahmat, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah dengan sukarela dan ikhlas membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan MSc, Agr dan Rina Mardiana SP, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi atas curahan perhatian dalam membimbing, mengarahkan, mendidik, memberi motivasi, serta semangat kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya.

2. Keluarga tercinta, Bapak Ir. Sunarbowo dan Ibunda tersayang Ibu Sunarti yang telah memberikan kasih sayang dan do’a yang tiada henti-hentinya.. Kepada kakak-kakakku Dian Vita Nugrahaeny dan Ganda Elang Permana yang juga selalu memberi, bantuan, semangat dan do’a demi kelancaran studi penulis di IPB.

3. Ali Sulton, Siti Halimatussadiah , Rr. Utami Annastasia, Rizki Afianti, Diah Irma Ayuningtyas, Rani Yuliandani, sebagai teman satu bimbingan skripsi yang selalu bekerjasama dengan baik, dan selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Sahabat-sahabat di KPM 44 Rahmawati, Diah Ayu, Yuvita, Wina, Ma’rifatu, Dewi vivi, Vita Desy, Yoshinta yang selalu memotivasi penulis serta memberikan candaan, nasihat, semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat B14 Dinda, Mega, Kak Rian, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

6. Sahabat-sahabat tersayang TB, Iko, Mamat, Nisa, Mei, Gina, Ani yang selalu memberikan semangat, nasihat, canda dan tawa kepada penulis, terima kasih untuk persahabatannya selama ini.

7. Dimitra, Karina, Dinda, Pia dan teman-teman KPM 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih pertemanannya selama ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juli 2011 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xv 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Masalah Penelitian... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Kegunaan Penelitian... 3

2. BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka…………... 4

2.1.1 Pengetian Industri dan Penggolongannya …... 4

2.1.2 Industri Batu Bata ... 5

2.1.3 Sumber Nafkah …………... 6 2.1.4 Strategi Nafkah ... 8 2.2 Kerangka Pemikiran ... 10 2.3 Hipotesis Penelitian ... 11 2.4 Definisi Konseptual ... 12 2.5 Definisi Operasional ….……… 12

3. BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian …... 15

3.2 Sumber Data dan Pengolahan Data …... 15

3.3 Teknik Penentuan Responden ………... 16

4. BAB IV GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKOLOGI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong……... 18

4.1.1 Gambaran Industri Batu Bata ………... 20

4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk ... 20

4.2 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 23

4.2.1 Karateristik Responden ... 23

4.2.2 Kondisi Ekologi Kampung Ater dan Kampung Ciawian …….. 26

(12)

5. BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG

5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 36

5.1.1 Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian ………... 36

5.1.2 Migrasi………... 38

5.1.3 Pola Nafkah Ganda ... 40

5.1.5 Tindakan Adaptif Rumahtangga Saat Menghadapi Krisis ……... 44

5.16 Alokasi Waktu Kerja (Produktif dan Reproduktif) Rumahtangga………. 46

5.2 Ikhtisar ………..… 49

6. BAB VI STRUKTUR NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 6.1 Struktur Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 51

6.1.1 Sumber-sumber Nafkah ... 51

6.1.2 Tingkat Pendapatan Rumahtangga ... 51

6.1.3 Kemampuan Menabung Rumahtangga ... 58

6.1.4 Investasi ... 61

6.2 Ikhtisar ... 68

8. BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan... 70

7.2 Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di

Desa Gorowong, 2010 ………. 19

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di

Desa Gorowong, 2010 ……… 21

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di

Desa Gorowong, 2010 ………...….……… 22

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater,

2011………... 26

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian,

2011……… 27

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Suhu

Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, 2011…….. 29 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Suhu

Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian,

2011………. 30

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di

Kampung Ater, 2011……… 31

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di

Kampung Ciawian, 2011……….. 32

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater,

2011……….. 33

Tabel 11 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung

Ciawian, 2011………... 34

Tabel 12. Kondisi Wilayah dan Karateristik Responden di Kampung Ater

dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, 2011 ……….. 35 Tabel 13. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Kerja menurut Kategori

Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian ………… 47 Tabel 14. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Reproduktif menurut

Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan

Ciawian………. 48

Tabel 15. Strategi Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung

Ciawian Desa Gorowong, 2011……….………….….. 49 Tabel 16. Jumlah dan Persentase Pendapatan Rumahtangga menurut

Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian,

2011………. 52

(14)

Kampung Ciawian, Desa Gorowong……… 65 Tabel 18 Struktur Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran ………... 11 Gambar 2. Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden ... 17 Gambar 3. Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Kampung

Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 24 Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asal

Kependudukan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian

Tahun 2011 ... 25 Gambar 5 Persentase Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian

Masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 37 Gambar 6 Persentase Responden yang Melakukan Migrasi di

Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 39 Gambar 7 Persentase Pola Nafkah Ganda Berdasarkan Sektor

Matapencaharian Responden di Kampung Ater dan

Kampung Ciawian ... 41 Gambar 8 Persentase Pola Nafkah Ganda berdasarkan Golongan

Ekonomi Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung

Ciawian Tahun 2011 ... 43 Gambar 9 Tindakan Rumahtangga Responden di Kampung Ater dan

Kampung Ciawian Saat Menghadapi Krisis ... 45 Gambar 10. Persentase Sumber Pendapatan Rumahtangga di Kampung

Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011……… ... 52 Gambar 11 Persentase Tingkat Pendapatan Rumahtangga di Kampung

Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 55 Gambar 12 Persentase Kemampuan Menyisihkan Pendapatan

Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian

Tahun 2011 ... 58 Gambar 13 Persentase Tempat Pilihan Menabung Rumahtangga

Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 59 Gambar 14 Persentase Intensitas Menabung Rumahtangga Kampung

Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 60 Gambar 15 Persentase Kepemilikan Lahan Responden Kampung Ater

dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 62 Gambar 16 Persentase Kepemilikan Lahan Menurut Golongan Ekonomi

Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun

2011 ... 63 Gambar 17 Persentase Status Kepemilikan Rumah Responden

(16)

Gambar 18 Persentase Kepemilikan Mobil Responden di Kampung

Ater dan Ciawian ... 66 Gambar 19 Persentase Kepemilikan Motor Responden di Kampung

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Nama Responden Kampung Ater ……… ... 75

Lampiran 2. Daftar Nama Responden Kampung Ciawian ... 76

Lampiran 3. Peta Desa Gorowong ... 77

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu negara berkembang selalu didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya alam. Semakin banyak negara tersebut memiliki sumberdaya alam dan memanfaatkannya dengan seefisien mungkin, maka semakin tinggi harapan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik untuk jangka panjang. Tujuan dilakukannya pembangunan suatu negara adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kualitas hidup masyarakat berkaitan dengan kualitas lingkungan hidup, sehingga pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh negara untuk meningkatkan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam.

Indonesia sebagai negara sedang berkembang dalam usahanya untuk mencapai tahap masyarakat modern, terlebih dahulu harus melalui tahapan yang dianggap kritis yaitu pada tahap tinggal landas. Pada tahap tersebut sektor pertanian sebagai sektor primer mulai ditinggalkan, dan beralih menjadi sektor sekunder yaitu industri. Pemilihan sektor industri untuk meningkatkan pendapatan negara didasarkan pada dua pertimbangan, hal ini sebagaimana dikutip oleh Purwanto (2003). Pertama, pada masa itu negara-negara di seluruh dunia juga mengerjakan proyek industrialisasi di negara masing-masing karena dukungan teori-teori ekonomi yang memadai, sehingga apabila strategi industrialisasi dilaksanakan telah ada konsep yang mencukupi untuk menentukan arah pembangunan ekonomi. Kedua, sejarah negara-negara yang telah berhasil memajukan ekonominya selalu melewati tahapan industrialisasi pada proses pembangunannya. Strategi ini dianggap berhasil karena secara perlahan-lahan menggeser kegiatan ekonomi dari semula terkonsentrasi pada sektor primer (pertanian) menuju sektor sekunder (industri/jasa). Sektor sekunder dipandang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi daripada sektor primer sehingga dapat mempercepat peningkatan pendapatan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tersebut kegiatan industrialisasi dengan konsisten dilaksanakan di Indonesia,

(19)

melalui program-program pembangunan yang terencana berdasarkan repelita dan program pembangunan jangka panjang.

Adanya kegiatan industri di wilayah pedesaan, di satu sisi memberikan dampak positif bagi pembangunan desa namun disisi lain, menimbulkan dampak negatif. Dampak positif akibat adanya industri yaitu seperti peningkatan pendapatan daerah dan membuka peluang kerja di wilayah pedesaan. Sementara itu, dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya industri di daerah pedesaan adalah kerusakan ekologi di wilayah tersebut.

Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor merupakan desa yang memiliki aktivitas industri batu bata cukup tinggi. Desa Gorowong ini dikenal sebagai salah satu desa pemasok batu bata ke daerah Tangerang, Jakarta dan sekitarnya. Adanya industri batu bata yang berkembang, lambat laun menyebabkan beberapa masalah dari segi ekologi seperti penurunan kualitas lingkungan hidup akibat dari adanya eksploitasi tanah sebagai bahan baku batu bata. Penurunan kualitas lingkungan hidup ini dapat dilihat dari banyaknya ceruk-ceruk di tanah akibat aktivitas penggalian tanah, berkurangnya tutupan lahan seperti pohon-pohon dan semak-semak, menurunnya kualitas udara, serta berubahnya kuantitas air tanah. Namun, manfaat yang di dapat dari adanya industri batu bata adalah meningkatnya peluang kerja terutama sektor industri batu bata di wilayah tersebut.

2.1 Masalah Penelitian

Tumbuhnya industri pedesaan (batu bata) di wilayah pedesaan selalu menimbulkan dampak negatif dan positif. Dampak negatif yang ditimbulkan dari hadirnya industri batu bata terjadi terutama permasalahan pada bidang ekologi, yaitu dari segi kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun, seperti jalan yang rusak, banyaknya lubang-lubang bekas galian, berkurangnya tutupan lahan dan kualitas udara yang semakin memburuk. Dampak positif dari berkembangnya industri batu bata terlihat pada bidang sosial ekonomi yaitu semakin terbukanya peluang kerja yang lebih besar di wilayah pedesaan, baik peluang kerja lokal maupun tenaga kerja dari luar daerah.

(20)

Kehadiran industri pedesaan di wilayah Desa Gorowong, yaitu industri batu bata telah membuka kesempatan kerja baik bagi masyarakat lokal dan luar daerah. Dampak lain dari hadirnya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong adalah timbulnya perekonomian lokal. Perekonomian lokal yang ada telah mengubah sistem penghidupan masyarakat dengan munculnya sumber nafkah baru, sehingga struktur nafkah masyarakat pun akan berubah. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah:

1. Sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap sosio-ekonomi masyarakat lokal?

2. Sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap perubahan ekologi suatu kawasan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap sosio-ekonomi masyarakat lokal.

2. Mengindentifikasi sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap perubahan ekologi di suatu kawasan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai aktifitas industri batu bata dan dampaknya pada strategi nafkah masyarakat sekitar pertambangan.

2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji perubahan struktur nafkah di pedesaan akibat adanya aktifitas industri batu bata. 3. Acuan bagi pemerintah dan swasta dalam melakukan kebijakan industri.

(21)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Berdasarkan kamus online Indonesia, industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau

assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak

hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

Penggolongan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, dapat dibagi sebagai berikut:

1. Industri Rumahtangga adalah industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumahtangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan.

2. Industri Kecil adalah industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar lima sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.

3. Industri Sedang adalah industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri Industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja 13 orang, memiliki keterampilan tertentu dan pemimpin perusahaan memiliki kemampuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri border, dan industri keramik.

4. Industri Besar adalah industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara

(22)

kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and proper test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang (Siahaan, 1996).

Penggolongan industri berdasarkan lokasi, industri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Industri Perkotaan adalah industri yang terletak dalam jarak yang dekat dengan daerah metropolitan atau kota yang besar. Adanya kepadatan penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan atau kota besar dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut. 2. Industri Semi perkotaan adalah kawasan industri yang terletak di

ibukota kabupaten (diantaranya daerah perkotaan dan kecamatan). 3. Industri Pedesaan adalah kawasan industri yang terletak di ibukota

kecamatan yang penduduknya cukup besar.

Penggolongan industri menurut Badan Pusat Statistik (2009) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Industri kerajinan rumahtangga mempunyai 1-4 karyawan. 2. Industri kecil mempunyai 5-19 karyawan.

3. Industri sedang mempunyai 20-99 karyawan. 4. Industri besar mempunyai lebih dari 100 karyawan.

2.1.2 Industri Batu Bata

Industri batu bata merupakan industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan bahan pembantu berupa air dan pasir serta serbuk gergaji melalui proses pencampuran, pembentukan bahan, pengeringan dan pembakaran. Industri batu bata ini merupakan industri yang mengolah sumberdaya alam, dimana lokasinya berada dekat sumber bahan baku. Batu bata atau bata merah dibuat dengan bahan dasar lempung atau secara umum dikatakan sebagai tanah liat yang merupakan hasil pelapukan dari batuan keras (beku) dan merupakan batuan sedimen,

Menurut Departemen Perindustrian sebagaimana dikutip oleh Yuniarti (1996), tanah liat di bagi dalam beberapa jenis berdasarkan atas tempat dan jarak pengangkutannya dari daerah asalnya, yaitu:

(23)

1. Tanah liat residual yaitu tanah liat yang terdapat pada tempat dimana tanah liat tersebut terjadi atau dengan kata lain tanah liat belum berpindah tempat sejak terbentuk.

2. Tanah illuvial yaitu tanah liat yang telah terangkat dan mengendap pada satu tempat tidak jauh dari asalnya, misalnya kaki bukit.

3. Tanah liat alluvial atau limpah sungai yaitu tanah liat yang diendapkan oleh air sungai

4. Tanah liat marina atau formasi adalah tanah liat yang terjadi dari endapan yang berada di laut.

5. Tanah liat rawa adalah tanah liat yang diendapkan di rawa-rawa dan berwarna hitam.

6. Tanah liat danau adalah tanah liat yang diendapkan di danau air tawar. Pembuatan bata di Indonesia pada umumnya menggunakan tanah liat alluvial, jarang sekali yang menggunakan tanah liat marina atau formasi. Padahal sebagian besar sawah-sawah di Indonesia terdapat endapan alluvial, sehingga kesuburan sawah-sawah pada tempat pembuatan batu bata sangat rendah. Ini berarti pembuatan batu bata atau barang lain yang terbuat dari tanah liat akan merugikan pertanian, karena pada umumnya para pengusaha industri batu bata dalam mencari dan menggunakan bahan baku tidak atau kurang memperhatikan kerugian yang timbul sebagai akibat cara pengambilan bahan baku yang tidak teratur. Misalnya kerugian bagi usaha pertanian apabila dalam pengambilan tanah liat tersebut terambil pula lapisan tanah yang mengandung zat-zat penyubur tanaman (humus).

2.1.3 Sumber Nafkah

Merujuk pada Dharmawan (2007) Livelihood system atau sistem penghidupan adalah kumpulan dari strategi nafkah yang dibentuk oleh individu, kelompok maupun masyarakat di suatu lokalitas. Perlu dicatat bahwa livelihood memiliki pengertian lebih luas daripada sekedar means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya memiliki makna lebih besar daripada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui

(24)

berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku.

Konsep modal dalam sistem nafkah rumahtangga seperti yang dijelaskan Scoones (1998) digolongkan menjadi lima jenis yaitu:

1. Modal Alam (Natural Capital) merupakan modal yang berasal dari alam dan terkait dengan proses-proses alamiah, misalnya kondisi tanah, air, udara, siklus hidrologi, dan sebagainya.

2. Modal Ekonomi (Economic/Financial Capital) merupakan modal yang sangat esensial terkait dengan strategi nafkah, misalnya kepemilikan asset ekonomi seperti perlengkapan produktifitas, teknologi dan infrastruktur lainnya.

3. Modal Sumberdaya Manusia (Human Capital), terkait dengan aspek manusianya, misalnya keterampilan, pendidikan/pengetahuan, kesehatan, dan sebagainya

4. Modal Sosial (Social Capital) merupakan sumberdaya sosial yang terdiri atas jaringan, klaim sosial, hubungan sosial, keanggotaan, dan perkumpulan.

5. Modal Fisik (Physical Capital), terdiri dari peralatan, barang simpanan, cadangan makanan, ataupun perhiasan.

Scoones (1998) mengemukakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi terkait dengan sumber-sumber nafkah tersebut. Ada tiga kemungkinan keragaan sumber-sumber nafkah yang ada, yaitu:

1. Sebagai suatu rangkaian (Sequence)

Sebagai suatu rangkaian, akses terhadap suatu sumber nafkah menjadi jalan untuk bisa mengakses sumber nafkah yang lainnya.

(25)

2. Sebagai pengganti (Substitution)

Sebagai pengganti, berarti aksesnya seseorang terhadap suatu sumber nafkah dapat menjadi pengganti dari sumber nafkah yang tidak dapat diakses.

3. Sebagai suatu kelompok (Clustering)

Sebagai suatu kelompok, berarti aksesnya seseorang terhadap suatu sumber nafkah menyebabkan ia juga akses terhadap sumber nafkah yang lainnya.

2.1.4 Strategi Nafkah

Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan untuk mendapatkan suatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupan dalam merespons dinamika sosio-ekonomi, ekologi dan politik mengenai mereka (Dharmawan 2007). Beberapa strategi yang dapat diterapkan masyarakat dalam upaya untuk dapat bertahan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya menurut Scoones (1998), yaitu:

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara lebih efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi) maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).

2. Pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan).

3. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara melakukan mobilisasi baik secara permanen maupun sirkuler.

Dalam lingkup strategi nafkah keluarga, Dharmawan (2001) membagi dalam tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut:

1. Strategi nafkah rumahtangga petani strata bawah

a. Mengerjakan berbagai jenis pekerjaan (the multiple employment

strategy). Strategi ini juga dikenal dengan pola nafkah ganda, juga

(26)

mempertahankan hidupnya, karena mereka hanya mempunyai tenaga, sedangkan modal dan keahlian yang dimiliki sangat terbatas.

b. Penyebaran tenaga kerja rumahtangga, rumahtangga petani pedesaan umumnya mempunyai anggota keluarga yang besar, potensi tersebut dipergunakan untuk melakukan pekerjaan guna membantu ekonomi keluarga.

2. Strategi nafkah rumahtangga petani strata menengah

a. Strategi persiapan pertumbuhan, pada level ini strategi nafkah yang dilakukan bukan untuk sekedar mempertahankan hidup, tetapi lebih lebih ditekankan pada bagaimana agar aset yang telah dimiliki semakin tumbuh berkembang.

b. Strategi produksi rumahtangga, dengan memiliki modal dan kemampuan untuk mengelola aset tersebut, keluarga petani pada level ini bisa membuat usaha yang dikelola oleh rumahtangga.

3. Strategi nafkah rumahtangga petani strata atas

Strategi nafkah pada level ini, sebenarnya lebih mengacu pada bagaimana mengembangkan asset (expensive strategy) besar yang sudah dimilikinya agar semakin bertambah. Kelompok ini paling besar mempunyai akses ke sumber-sumber produksi karena disamping memiliki modal besar, jaringan sosialnya juga luas.

Menurut Crow (1989) dalam Dharmawan (2001) dalam penerapan strategi nafkah, terdapat beberapa aspek penting dari konsep strategi yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Harus ada pilihan yang dapat seseorang pilih sebagai tindakan alternatif 2. Kemampuan melatih “kekuatan”. Mengikuti suatu pilihan berarti memberikan

perhatian pada pilihan tersebut. Dengan demikian, memberikan perhatian pada suatu pilihan akan mengurangi perhatian pada pilihan yang lain. Dalam konteks komunitas, seseorang yang memiliki lebih banyak kontrol (asset) akan lebih memiliki kekuatan untuk “memaksakan” kehendaknya. Oleh karena itu, strategi nafkah dapat dipandang sebagai suatu kompetisi untuk mendapatkan aset-aset yang ingin dikuasai.

(27)

3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat dieliminir

4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa seseorang

5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda

6. Strategi biasanya merupakan keluaran dari konflik dan proses yang terjadi dalam rumah tangga.

2.2 Kerangka Pemikiran

Aktivitas industri batu bata yang ada di Desa Gorowong mempengaruhi kondisi ekonomi dan ekologi wilayah Desa Gorowong. Pengaruh sosio-ekonomi lebih kepada pengaruh positif atau manfaat yang timbul akibat dari adanya aktivitas industri, sementara pengaruh pada ekologi adalah dampak negatif dari berkembangnya industri di wilayah Desa Gorowong.

Manfaat atau dampak positif dari adanya aktivitas industri batu bata adalah timbulnya perekonomian lokal. Perekonomian lokal ini terlihat dari pilihan sumber nafkah baru bagi masyarakat, sumber nafkah yang dipilih oleh masyarakat Desa Gorowong tentu saja berorientasi pada sektor industri, sehingga strategi dan struktur nafkah akibat dari pilihan sumber nafkah juga ikut terpegaruh dari industri batu bata. Strategi nafkah yang terpengaruh dari perkembangan industri batu bata meliputi pola nafkah ganda, migrasi, alokasi waktu kerja rumahtangga serta tindakan adaptif ketika rumahtangga menghadapi krisis, sementara struktur nafkah yang ikut terpengaruh dari aktivitas industri batu bata terlihat dari tingkat pendapatan, tingkat kemampuan menabung dan investasi masyarakat.

Dampak negatif pada ekologi wilayah Desa Gorowong dapat diketahui dari pendapat masyarakat mengenai kondisi lingkungannya yaitu kuantitas air, suhu udara yang semakin meningkat, kebersihan udara atau debu yang semakin banyak, dan kondisi lahan yang menjadi kritis. Semakin tinggi aktivtias industri batu bata maka tingkat perekonomian masyarakat akan meningkat namun kondisi lingkungan juga akan semakin rusak apabila tidak ditindak lanjuti.

(28)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan :

: Mempengaruhi

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Semakin tinggi perkembangan industri batu bata maka dampak sosio-ekonomi akan semakin tinggi

2. Semakin tinggi perkembangan industri batu bata maka dampak kerusakan ekologi akan semakin tinggi.

Sumberdaya tanah (tanah liat)

Industri batu bata

 Tingkat pendapatan  Tingkat kemampuan menabung  investasi  Tingkat investasi  Migrasi

 Alokasi waktu kerja  Pola nafkah ganda  Tindakan saat terjadi

krisis

Struktur nafkah Dampak Sosio-ekonomi

Strategi nafkah

Dampak ekologi

Sumber nafkah  Suhu udara debu  Kuantitas air  Kondisi lahan

(29)

2.4 Definisi Konseptual

Penelitian ini menggunakan beberapa konsep untuk memberi batasan agar mudah dipahami. Selain itu, batasan dimaksudkan agar pembahasan penelitian ini menjadi terfokus. Adapun konsep yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Industri batu bata adalah industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan

bahan tambahan berupa air, pasir, dan serbuk gergaji melalui proses pencampuran, pembentukan bahan, pengeringan dan pembakaran.

2. Kerusakan ekologi adalah perubahan kondisi lingkungan akibat adanya aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan.

3. Struktur nafkah adalah keseluruhan gambaran tentang tingkat pendapatan, pengeluaran, investasi, kemampuan menabung, dll yang memberikan gambaran khas bagi setiap rumahtangga dalam mempertahankan kehidupan/penghidupannya.

4. Strategi nafkah adalah keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan untuk mendapatkan suatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupan dalam merespon dinamika sosio-ekonomi, ekologi dan politik.

2.5 Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:

1. Pengusahaan mata pencaharian pertanian adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang di bidang pertanian. Mata pencaharian pertanian diukur dari ada tidaknya responden yang mengusahakan mata pencaharian pertanian.

a. Tidak melakukan : skor 0 b. Mengusahakan : skor 1

2. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap di suatu daerah, migrasi diukur dari ada atau tidaknya anggota rumahtangga yang keluar daerah untuk bekerja dan mendapatkan pendapatan.

a. Tidak melakukan migrasi : skor 0 b. Melakukan migrasi : skor 1

(30)

3. Tindakan adaptif rumahtangga ketika menghadapi krisis adalah tindakan-tindakan yang dilakukan rumahtangga ketika menghadapi krisis ekonomi, dilihat dari tindakan yang dilakukan pertama kali oleh rumahtangga ketika mengalami krisis.

4. Alokasi waktu kerja rumahtangga adalah jumlah jam kerja riil yang dicurahkan oleh anggota rumahtangga dalam mencari nafkah dalam satu hari. Alokasi waktu kerja dilihat dari jumlah rata-rata jam perhari yang digunakan anggota keluarga (suami, istri, dan anggota keluarga lain) untuk bekerja. 5. Ragam sumber pendapatan/nafkah adalah salah satu upaya atau tindakan

masyarakat dalam mempertahankan hidupnya dengan dua pekerjaan atau lebih baik sektor pertanian dan pertanian atau pertanian dan pertanian. Ragam sumber pendapatan/nafkah diukur dari ada tidaknya rumahtangga tersebut melakukan ragam sumber pendapatan

a. Tidak melakukan : skor 0 b. Melakukan : skor 1

6. Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang diterima selama satu tahun dan telah dikurangi dengan biaya-biaya lainnya sebagai imbalan dari pekerjaan. Ukuran tingkat pendapatan ditentukan berdasarkan jumlah rata-rata pendapatan rumahtangga masyarakat lokal. Tingkat pendapatan dihitung menggunakan sebaran normal dengan rumus:

a. Lapisan rendah = -½ standar deviasi

b. Lapisan menengah = - ½ standar deviasi ≤ x ≤ + ½ standar deviasi c. Lapisan atas = +½ standar deviasi

7. Kemampuan menabung adalah kemampuan menyisihkan sebagian hasil pendapatan setelah dikurangi oleh pengeluaran.

Kemampuan menabung dilihat dari: a. Tidak Menabung : skor 0 b. Menabung : skor 1

8. Investasi adalah hasil pendapatan yang dialokasikan bukan untuk ditabung dalam bentuk rupiah tetapi dialokasikan untuk kebutuhan jangka panjang. Investasi diukur dari kemampuan rumahtangga dalam memiliki, membeli atau

(31)

membayar investasi (emas, hewan ternak, tanah, pendidikan dll) dalam kurun satu tahun.

a. Tidak memiliki kemampuan investasi : skor 0 b. Memiliki kemampuan investasi : skor 1

9. Kerusakan ekologi adalah perubahan pada lingkungan akibat adanya aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan. Kerusakan ekologi meliputi kuantitas air menurun, suhu udara meningkat, debu meningkat, dan kondisi lahan yang semakin kritis, yang dinilai berdasarkan pendapat/opini masyarakat dengan pengukuran sebagai berikut:

a. Sangat buruk : skor -2 b. Buruk : skor -1 c. Cukup baik : skor 0 d. Baik : skor 1 e. Sangat baik : skor 2

(32)

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun, 1989). Sedangkan dalam metode penelitian kualitatif menggunakan metode studi kasus, pengamatan, dan wawancara.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui struktur nafkah dan penghidupan setiap rumahtangga masyarakat Desa Gorowong yang menjadi sampel penelitian. Sedangkan metode kualitatif digunakan untuk mendukung data yang diperoleh secara kuantitatif. Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, dilakukan pengambilan data melalui wawancara kuesioner kepada beberapa responden dan informan untuk melakukan tes kuesioner (uji kuesioner) sebagai preliminary research. Kemudian tahap kedua, setelah menggunakan tes kuesioner dilakukan editing kuesioner sebagai penelitian sesungguhnya yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan daerah lokasi penelitian.

3.2 Sumber Data dan Pengolahan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan dan dijawab oleh responden melalui wawancara. Selain itu, digunakan pula wawancara mendalam dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang sumbernya berasal dari berbagai dokumen pemerintah desa, data-data dari dinas-dinas terkait, makalah ilmiah dan lain sebagainya.

Data kuantitatif pada penelitian ini berupa stuktur nafkah, tindakan adapatif, dan tindakan rasional rumahtangga responden diolah secara deskriptif (statistic deskriptif). Proses pengolahan data kuantitatif ini dimulai dengan proses pemeriksaan data yang terkumpul (editing), pemberian kode pada setiap data yang terkumpul di setiap instrumen, dan pentabulasian data, baik secara tunggal

(33)

maupun secara silang dalam bentuk tabel frekuensi. Data kuantitatif ini disajikan dalam bentuk diagram dan tabel. Untuk memperlancar proses pengolahan dan analisis data digunakan Ms. Excell 2007. Kemudian data tersebut digabungkan dengan hasil wawancara mendalam dan observasi berupa kutipan untuk kemudian penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diolah sebelumnya.

3.3 Teknik Penentuan Responden

Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan dilakukan secara

purposive, informan kunci yang dipilih adalah tokoh masyarakat dari kedua

kampung yaitu Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Pemilihan pemerintah setempat sebagai salah satu informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam hal ini pemerintah setempat adalah pembuat kebijakan dan memiliki andil serta tanggung jawab terhadap segala sesuatu kegiatan yang diadakan. Tokoh masyarakat dilibatkan sebagai informan kunci sebagai pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi terkait populasi yang memiliki karakteristik sesuai dengan konteks penelitian.

Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan responden ini didasarkan pada unit analisis penelitian, yaitu rumahtangga. Untuk melihat perubahan struktur nafkah dan strategi nafkah ditingkat rumah tangga digunakan data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner terhadap 60 responden dari dua kampung contoh yang ditentukan secara purposive, yaitu Kampung Ater sebanyak 30 responden dan Kampung Ciawian sebanyak 30 responden. Pemilihan dua kampung ini yaitu sebagai perbandingan yang didasari pada banyaknya jumlah industri batu bata dan jumlah pertanian, yaitu kampung dengan jumlah industri batu bata yang banyak serta kampung yang memiliki industri batu bata namun juga memiliki pertanian. Kedua kampung tersebut diambil masing-masing satu RT untuk menjadi sampel kedua. Responden dipilih secara acak sebanyak 30 responden untuk masing-masing RT yang dijadikan sampel penelitian, dengan lima responden cadangan. Sehingga jumlah total responden adalah sebanyak 60 rumahtangga

(34)

(sebagaimana pada lampiran 1). Secara lebih rinci teknik pengambilan sampel diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 2. Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden

Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga. Hal ini dikarenakan rumahtangga merupakan unit terkecil dari masyarakat dalam hal pengambilan keputusan keluarga, seperti besarnya pendapatan yang diberikan anggota keluarga maupun aspek-aspek lain yang mempengaruhi keadaan sosial ekonomi.

Desa Gorowong

Kampung dengan jumlah industi banyak Kampung Ater (RT 03/02) Penentuan secara purposif

Kampung yang memiliki industri dan pertanian :

Kampung Ciawian (RT 10/04) Penentuan secara purposif Jumlah total Kampung :

14 Kampung

Jumlah KK sebanyak 115 KK Jumlah KK sebanyak 84 KK

Secara acak dipilih 30 responden Secara acak dipilih 30 responden

(35)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong

Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 873,019 Ha dengan luas daratan sebesar 788,019 Ha dan tanah sawah sebesar 85 Ha. Desa Gorowong sejak tahun 1982 dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki industri batu bata. Sehingga di wilayah Desa Gorowong banyak ditemukan 1lio atau industri pembuatan batu bata yang

dimiliki oleh warga Desa Gorowong.

Seluruh penduduk Desa Gorowong memeluk agama Islam yaitu sebesar 7330 jiwa dari total penduduk 7330 jiwa. Adapun jumlah kampung yang terdapat di Desa Gorowong adalah sebanyak 14 kampung yang tersebar di beberapa wilayah Desa Gorowong. Secara geografis Desa Gorowong dibatasi oleh beberapa wilayah bagian yaitu sebelah utara dibatasi oleh Desa Lumpang/Pingku, sebelah timur oleh desa Pingku/Dago, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Rengasjajar/Dago, dan di sebelah barat dibatasi oleh wilayah Desa Jagabaya/Lumpang. Areal pemukiman Desa Gorowong terbagi menjadi 6 Rukun Warga (RW) dan 22 Rukun Tetangga (RT).

Desa Gorowong memiliki ketinggian 8 mdpl (dari permukaan laut), dengan tinggi curah hujan 23 m3, dan jenis daratan Desa Gorowong adalah tanah bergelombang dengan suhu udara berkisar antara 20-34oC. Mayoritas jenis tanah di Desa Gorowong mengandung tanah liat alluvial, yaitu tanah liat yang diendapkan oleh air sungai. Tanah alluvial inilah yang menjadi bahan baku dalam pembuatan batu bata.

Jarak pemerintahan Desa Gorowong dengan Ibu Kota Kecamatan memiliki jarak tempuh 7 km, sementara jarak desa dengan Ibu Kota Kabupaten dapat ditempuh dengan jarak 60 km, sedangkan jarak pusat pemerintahan desa dengan Ibu Kota Negara memiliki jarak tempuh 55 km. Akses jalan menuju Desa

1

Lio merupakan bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk menyebutkan batu bata

(36)

Gorowong masih tergolong sulit. Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang rusak dan sarana transportasi seperti kendaraan umum yang memiliki jam operasi yang terbatas melintas di sekitar jalan raya menuju Desa Gorowong. Adapun kendaraan yang sering melintas setiap hari adalah kendaraan truk pengangkut batu bata. Akses menuju Desa Gorowong hanya dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan motor melalui jasa tukang ojeg dan menggunakan angkot dengan jam operasional hanya sampai pukul 12.00 WIB.

Tata guna lahan di Desa Gorowong sebagian besar digunakan sebagai lahan

Lio atau industri batu bata dengan persentase sebesar 37,86 persen atau seluas 330

hektar. Sementara itu peruntukkan lahan lainnya digunakan sebagai lahan pemukiman dengan luas 130 hektar atau sebesar 14,89 persen, tanah kehutanan dengan luas 125 hektar atau sebesar 14,32 persen, pertanian seluas 85 hektar atau sebesar 9,74 persen. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada Tabel. 1 di bawah ini.

Tabel 1. Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di Desa Gorowong, 2010.

No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Hektar) Persentase (%)

1 Pemukiman 130 14,89

2 Pertanian 85 9,74

3 Kehutanan 125 14,32

4 Gedung Sekolah 2 0,23

5 Industri batu bata 330,52 37,86

9 Pemakaman 15 1,72

10 Perkantoran 0,5 0,06

11 Lainnya 184,99 21,07

Jumlah 873,019 100

Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010

Peruntukkan lahan mayoritas digunakan sebagai industri batu bata, kehutanan dan pemukiman. Peruntukkan lahan untuk pertanian terlihat cukup rendah dibandingkan dengan peruntukan lahan untuk kehutanan dan industri batu bata, hal ini dikarenakan struktur tanah di Desa Gorowong yang memang tidak cocok digunakan untuk usaha tani, sehingga peruntukan lahan pertanian di Desa Gorowong lebih kecil dibandingkan dengan industri batu bata. Perbandingan antara lahan kehutanan dengan lahan industri batu bata tidak terlihat saling

(37)

mengkonversi. Karena status kepemilikan lahan kehutanan yang bukan dimiliki oleh pribadi tetapi oleh perum perhutani.

4.1.1 Gambaran Industri Batu Bata di Desa Gorowong

Pada mulanya sebelum industri batu bata ini berkembang, masyarakat di Desa Gorowong bermata pencaharian sebagai petani dan banyak pula yang melakukan migrasi keluar daerah. Alasan masyarakat melakukan migrasi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pilihan mata pencaharian yang terbatas, tingkat kesuburan tanah yang kurang sehingga hasil sawah menjadi kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Kemudian sekitar tahun 1982 industri batu bata mulai marak berkembang di Desa Gorowong, hal ini disebabkan oleh kualitas tanah liat di Desa Gorowong cocok digunakan untuk batu bata, yaitu ketika tanah liat tersebut dicetak dan dibakar menjadi batu bata, batu bata tersebut tidak pecah. Tidak mengherankan ketika industri batu bata ini masuk ke wilayah Desa Gorowong dan mulai banyak dikembangkan oleh masyarakat, warga yang tadinya keluar daerah kembali lagi ke Desa Gorowong untuk bekerja di sektor industri batu bata ini. Hingga kini, industri batu bata di Desa Gorowong berkembang pesat dan menjadi tulang punggung perekonomian Desa Gorowong.

“… berkat adanya Lio/industri batu bata di Desa Gorowong ini, desa menjadi maju, pendapatan daerahnya jadi meningkat dibandingkan dengan dahulu sebelum industri batu bata marak di daerah ini, selain itu dampak dari maraknya industri batu bata di daerah Gorowong, memperluas lapangan kerja di wilayah Desa, jadi banyak keuntungan yang didapat dari maraknya industri batu bata di sini… (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong)”.

Pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Desa Gorowong, sama halnya seperti yang disampaikan oleh informan-informan lainnya, yaitu keberadaan industri batu bata di Desa Gorowong telah membawa kemajuan bagi Desa Gorowong.

4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk

Jumlah penduduk Desa Gorowong yang berjumlah 7.330 jiwa, yang terbagi dalam penduduk laki-laki dengan jumlah 3.780 jiwa dan penduduk perempuan dengan jumlah 3.550 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) di Desa Gorowong adalah 1.749 KK. Tingkat pendidikan di Desa Gorowong masih

(38)

tergolong rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Desa Gorowong, dimana angka tidak lulus pendidikan umum sebanyak 1.988 jiwa atau sebanyak 27,12 persen, kemudian tingkat lulus sekolah dasar yaitu sebanyak 1.964 jiwa atau sebanyak 26,80 persen. Penduduk yang sedang menjalani sekolah dengan sebesar 20,14 persen atau sebanyak sebesar 1.476 jiwa. Penduduk yang tamat SMP/sederajat sebanyak 1.120 jiwa atau sebesar 15,28 persen, tamat SMA/sederajat sebanyak 737 jiwa atau sebesar 10,05 persen dan tamat perguruan tinggi/akademi sebanyak 45 jiwa atau sebesar 0,61 persen.

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gorowong, 2010

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Sedang sekolah 1.476 20,14

2 Tidak tamat sekolah 1.988 27,12

3 Tamat SD/Sederajat 1.964 26,80

4 Tamat SMP/Sederajat 1.120 15,28

5 Tamat SMA/Sederajat 737 10,05

6 Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 45 0,61

Jumlah 7.330 100

Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010

Rendahnya pendidikan akan mempengaruhi tingkat kesulitan akan akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga nantinya akan ikut mempengaruhi tingkat kesejahterahan masyarakat.

Desa Gorowong memiliki mata pencaharian penduduk yang beragam, hal ini tertera pada Tabel 3 di bawah ini. Mayoritas masyarakat Desa Gorowong memiliki mata pencaharian sebagai pembuat batu bata sebanyak 2.665 jiwa atau sebesar 40,50 persen, wiraswasta berjumlah 1.200 jiwa atau sebesar 18,24 persen, dan petani yang berjumlah 850 jiwa dengan persentase 12,91 persen. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa mata-pencaharian di Desa Gorowong pada saat ini adalah sektor pekerjaan non-pertanian yaitu sebagai pembuatan batu bata yang merupakan sektor pekerjaan yang paling banyak ditekuni oleh masyarakat, selain

(39)

karena kondisi tanah yang tidak cocok untuk pertanian, sektor industri batu bata juga memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian.

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Gorowong, 2010

No Mata Pencaharian Penduduk Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Pegawai Negeri Sipil 25 0,38

2 Karyawan Swasta 400 6,08 2 Pedagang 155 2,35 3 Petani 850 12,91 4 Buruh 750 11,40 5 Anggota TNI 2 0,03 6 Pengemudi 452 6,87 7 Tukang Ojek 25 0,38 8 Bidan/Perawat 5 0,07 9 Paraji/Dukun Beranak 10 0,15 10 Dukun Khitan/Bengkong 3 0,04 11 Tukang Bangunan 25 0,38

12 Tukang Servis Elektronik 3 0,04

13 Tukang Servis otomotif 10 0,15

14 Wiraswasta 1.200 18,24

15 Pembuat Batu Bata 2.665 40,50

Jumlah 6.580 100

Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010

Aktivitas industri batu bata merupakan tindakan adaptif masyarakat lokal terhadap potensi sumberdaya tanah yang memang cocok untuk industri batu bata daripada untuk kegiatan pertanian.

“Disini (Gorowong) sawahnya sedikit dibandingkan desa yang lain, hal ini dikarenakan tanah memiliki kandungan asam yang tinggi, dan tanahnya lebih cocok untuk dijadikan batu bata (Lio) atau bahan baku keramik dan bukan untuk pertanian”. (Bapak Bnk, 56 tahun ketua kelompok tani, Desa Gorowong).

(40)

Data mata pencaharian tersebut tidak selalu menunjukkan aktivitas nafkah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya di lapangan terdapat masyarakat yang menerapkan pola nafkah ganda seperti penerapan pola nafkah sektor pertanian atau pertanian-non pertanian serta adanya perpindahan kerja dari waktu ke waktu yang dilakukan oleh masyarakat setempat.

4.2 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian

Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan kampung di Desa Gorowong yang memiliki industri batu bata dan areal persawahan yang cukup banyak dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya di Desa Gorowong. Kampung Ater dan Kampung Ciawian memiliki karakteristik yang hampir sama, yang membedakan antara dua kampung tersebut adalah banyaknya areal lahan pertanian. Di Kampung Ater, lahan pertanian cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan Kampung Ciawian, dan Kampung Ater memiliki jumlah industri batu bata yang lebih banyak dibandingkan dengan Kampung Ciawian.

Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian sangat beragam, diantaranya yaitu sebagai petani, buruh pembuat batu bata, sopir truk pengangkut bata/tanah, dan pedagang. Rata-rata hasil dari pertanian untuk jenis komoditas padi tidak dijual ke orang lain. Namun, hasil pertanian tersebut hanya di konsumsi oleh anggota keluarga petani itu sendiri. Hal ini dikarenakan hasil yang didapat dari penjualan padi tidak begitu memberikan pengaruh dalam pendapatan keluarga, serta banyaknya jumlah anggota dalam keluarga. Sehingga hasil dari pertanian hanya mencukupi konsumsi anggota keluarga petani saja. Namun, ada pula beberapa orang yang memiliki lahan sawah cukup luas dan hasil padi yang memuaskan yang menjual padi tersebut.

4.2.1 Karakteristik Responden

Rata-rata umur responden dalam penelitian ini adalah 38 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas pendidikan responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian adalah tamat SD yaitu sebesar 66,67 persen atau sebanyak 20 responden di Kampung Ater tamat SD dan sebesar 70 persen atau sebanyak 21 responden di Kampung Ater hanya tamat SD. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 3 berikut.

(41)

Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga

Gambar 3 Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011

Tingkat pendidikan responden pada kedua kampung tersebut adalah tingkat pendidikan kepala rumahtangga baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian. Rendahnya tingkat pendidikan kepala rumahtangga sedikit mempengaruhi tingkat pendidikan anaknya. Ada beberapa anak-anak dari responden yang berusia usia sekolah lanjut yang tidak meneruskan sekolah lagi, dan memutuskan untuk bekerja hal ini dikarenakan jarak lokasi sekolah yang cukup jauh untuk mengenyam pendidikan tingkat lanjut serta kendala dalam pembiayaan sekolah, serta desakan ekonomi yang mengharuskan mereka untuk bekerja.

“Disini penduduknya kebanyakan hanya berpendidikan SD, karena kendala biaya yang dialami oleh rumahtangga untuk meneruskan ke tingkat SMP atau SMA, selain itu juga banyak anak-anak yang lulus SD langsung bawa mobil (menjadi supir –red), untuk bantu-bantu penghasilan keluarga’. (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong).

Rumahtangga Desa Gorowong berdasarkan asal kependudukannya pada penelitian ini dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu penduduk asli, penduduk pendatang, dan penduduk campuran. Penduduk asli dalam hal ini didefinisikan sebagai rumahtangga yang anggota keluarganya telah lahir dan bertempat tinggal

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% kampung Ater kampung Ciawian 13.33% 20% 66.67% 70% 10% 6.67% 6.67% 3.33% Lainnya tamat PT tamat SMA tamat SMP tamat SD tidak tamat SD

(42)

di daerah atau lokasi penelitian, penduduk pendatang merupakan rumahtangga dimana anggota keluarganya lahir dan berasal dari luar lokasi penelitian, sedangkan penduduk campuran adalah rumahtangga yang anggota keluarganya berasal dari penduduk asli yang menikah dengan pendatang atau orang dari luar Desa Gorowong. Asal kependudukan masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga

Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asal Kependudukan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011

Gambar 4 di atas menunjukkan persentase penduduk asli, penduduk pendatang dan penduduk campuran di kedua kampung, baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian. Penduduk pendatang kebetulan tidak ditemukan baik pada Kampung Ater dan Kampung Ciawian, hal ini tidak berarti bahwa di kedua kampung tersebut tidak terdapat penduduk pendatang, namun, penduduk Luar kampung atau luar Desa Gorowong kemudian menikah dengan penduduk asli. Hal ini dapat ditujukkan dengan persentase dari penduduk campuran pada Kampung Ater yaitu sebesar 30 persen atau sebanyak sembilan responden, sementara pada Kampung Ciawian yaitu sebesar 26,67 persen atau sebanyak delapan responden merupakan penduduk campuran. Penduduk asli di Kampung Ater sebesar 70

0% 20% 40% 60% 80% 100% Kampung Ater Kampung Ciawian 70% 73.33% 0% 0% 30% 26.67%

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran  Keterangan  :
Gambar 2. Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden  Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga
Tabel 2.  Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di  Desa Gorowong, 2010
Tabel 3.  Jumlah  dan  Persentase  Penduduk  menurut  Mata  Pencaharian  di  Desa  Gorowong, 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kini, melalui pengadaan sumur dalam yang dibangun masyarakat melalui Program Pamsimas, masyarakat sudah bisa mendapatkan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari yang layak dan aman

Keputusan terpenting bagi Indonesia, yang terkait MoI terutama mengenai kejelasan pendanaan, adalah dalam hal mobilisasinya untuk mendukung negara berkembang dan pada saat

Tingkat kepercayaan yang digunakan pada perhitungan VaR dengan metode simulasi Monte Carlo pada aset tunggal dan portofolio yang dapat dibentuk dari tiga aset

Selaras dengan kepemimpinan Nabi, prinsip-prinsip Good Governance juga bertumpu pada kepercayaan (trust) rakyat, yang memudahkan komunikasi antara pemerintah dengan

Selain adanya keterbatasan, dalam hukum Beer juga terdapat deviasi zat kima, maksudnya Hukum Beer hanya dapat dihitung ketika spesies yang menyerap memiliki konsentrasi yang

23 PEMANFAATAN PROGRAM GEOGEBRA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII Adi Suryobintoro,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara gaya komunikasi pemimpin dengan kinerja pegawai di biro sosial sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur, namun dalam

Plot yang menunjukkan kecenderungan nilai difusivitas thermalnya semakin tinggi menunjukkan bahwa pengaruh penambahan bahan organik telah dapat memperkecil gradien