PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SASIRANGAN SECARA FILTASI MELALUI
PEMANFAATAN ARANG KAYU ULIN SEBAGAI ADSORBEN
Umi Baroroh Lili Utami dan Radna Nurmasari
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru
E-mail: [email protected]
Diterima 11 Januari 2007, perbaikan 2 Februari 2008, disetujui untuk diterbitkan 4 Februari 2008
ABSTRACT
The main problem of liquid waste of sasirangan is its high COD, TSS and heavy metal content, due to the synthetic dyes used which is generally a metal complex of azo organic compounds. Therefore the effective and economic research on the treatment of liquid waste of sasirangan is needed. The aim of the research is then to analyze the quality of sasirangan liquid waste which includes COD,TSS, pH, phenol, and Cr content before being treated, and to find out the size of the charcoal of ulin which will give an optimum result on the liquid waste of sasirangan. The research involved the analysis of COD, TSS, pH, phenol and Cr content of the liquid waste of sasirangan, carbonization of ulin wood, the construction of the filtration waste treatment unit, and analysis the quality of liquid waste of sasirangan after the treatment. The results showed that the maximum absorption of waste charcoal of ulin wood to liquid waste of sasirangan after the treatment by filtration was shown by the charcoal size of 20- 40 mesh. The results of analysis of the liquid waste of sasirangan after the treatment by filtration for the parameters of pH, COD, TSS and phenol content were satisfied to the standard quality of liquid waste for textile industry, except for Cr content.
Keywords: liquid waste of sasirangan, chorcoal of ulin, filtration
1. PENDAHULUAN
Kain sasirangan merupakan kain khas daerah Kalimantan Selatan yang diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala home industry. Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan, jumlah home indutry ini sebanyak 103 unit. Bagian penting pembuatan kain sasirangan adalah membuat motif dengan pewarnaan kain yang sudah jadi dengan menggunakan pewarna sintetis yang relatif stabil melekat kuat pada kain. Dalam kegiatan produksinya, selalu dihasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup banyak. Limbah cair tersebut langsung dibuang ke lingkungan sekitar tanpa melalui proses pengolahan.Industri sasirangan dalam proses pengolahan kain meliputi beberapa tahapan, yaitu : penyirangan kain, penyiapan zat warna, pewarnaan, pencucian, penjemuran dan penyetrikaan.Tahap produksi yang menghasilkan limbah berasal dari proses pewarnaan dan pencucian. Dalam tahap pewarnaan, zat warna yang digunakan adalah pewarna sintetis dan zat warna yang berasal dari tumbuhan dan akar-akaran yang berasal dari hutan di Kalimantan. Sebagai bahan pembantu untuk menimbulkan dan menguatkan warna dipergunakan antara lain adalah jeruk nipis, jeruk sitrun, cuka, sendawa, tawas, air kapur, terusi, garam diazonium, NaOH, spiritus, asam sulfat, dan lain-lain, sedangkan untuk pencucian digunakan detergen1). Limbah cair sasirangan yang dibuang umumnya berasal dari proses pewarnaan, baik buangan dari sisa
pencelupan maupun dari proses pencucian. Limbah cair industri sasirangan umumnya mengandung kontaminan-kontaminan yang jumlahnya melebihi Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil Nomor: KEP-51/MENLH/10/19952). Kontaminan-kontaminan tersebut adalah TSS (total suspended solid) dan logam krom dengan jumlah diatas 50 ppm dan 1 ppm serta bahan-bahan organik yang menyebabkan tingginya nilai COD (chemical oxygen demand) dan BOD (biochemical
oxygen demand), sehingga bila tidak ditangani secara
tepat dapat mengganggu lingkungan sekitarnya3). Pemanfatan arang atau arang aktif sebagai adsorben limbah cair sasirangan sangat memungkinkan untuk dilakukan di Kalimantan Selatan, mengingat banyak limbah kayu tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal, dimana selama ini hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan arang, arang oleh masyarakat baru dimanfaatkan untuk keperluan memasak. Karbon aktif kayu galam dengan waktu variasi pengarbonan 1,5; 2,0; 2,5 dan 3 jam serta variasi suhu 500, 650, 750, dan 900oC masih di bawah standar SII4, 5). Adsorbsi arang kayu ulin menunjukkan bahwa karbon aktif limbah kayu ulin dengan waktu kontak 24 jam ukuran 100 mesh mampu menurunkan kadar COD sampai dibawah batas baku mutu limbah., namun kadar TSS belum mampu diturunkan sampai batas baku mutu limbah6). Proses filtrasi dapat dilakukan dengan pemakaian arang atau arang aktif berserta kerikil, pasir, dan ijuk, dimana diharapkan pH kadar COD, TSS, fenol dan logam berat akan turun.
Penelitian ini bertujuan untuk ini menganalisis limbah cair sasirangan (COD, TSS, pH, fenol, dan krom) sebelum diolah dan mengetahui ukuran arang ulin yang maksimum pengolahan limbah secara filtrasi untuk COD, TSS, pH, fenol, dan krom.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Analisis limbah cair sasirangan
Analisis limbah cair sasirangan meliputi : COD, TSS, pH, fenol , dan krom dengan cara:
1. Parameter COD (Chemical Oxygen Demand) berdasarkan SII No. 1835-85, tentang Cara Uji COD Air Limbah
2. Parameter TSS (Total Suspended Solid) dianalisis menggunakan spektrofotometer DR 2000
3. Pengujian pH air limbah dengan pH meter
4. Fenol dengan menggunakan spektrofotometer UV_Vis
5. Logam berat krom dianalisis dengan menggunakan AAS
2.2. Karbonisasi Kayu Ulin
Alat yang digunakan adalah drum dari seng atau besi diameter 0,5 m kapasitas kayu 5 kg, timbangan, dan minyak tanah sedangkan bahan yang digunakan adalah limbah kayu ulin
Cara kerja: Sejumlah limbah kayu ulin yang sudah bersih dan kering dimasukkan dalam drum dan dilakukan karbonisasi dengan menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya, kurang lebih selama 8 jam.
2.3. Pembuatan Unit Pengolahan Limbah
Alat-alat yang digunakan adalah drum, kayu, mur, dan kran. Bahan-bahan yang digunakan adalah arang limbah kayu ulin, pasir, kerikil, dan ijuk
Adapun pembuatan unit pengolahan limbah adalah sebagai berikut.
1. Menyediakan 2 drum kecil yang mempunyai kapasitas 20 liter atau lebih. Agar tidak berkarat dapat digunakan drum plastik.
2. Menyediakan rak bertingkat seperti gambar. 3. Mencuci bahan-bahan yang akan digunakan
sebagai penyaring (kerikil, arang, ijuk, dan pasir) dengan menggunakan air panas.
4. Menyusun bak penyaring seperti Gambar 1. 2.4. Analisis Air Limbah setelah Pengolahan secara Filtrasi dengan Pemanfaatan Arang Kayu Ulin Parameter yang dianalisis adalah COD, TSS, pH, fenol dan logam berat Cr sebelum dan setelah diolah dengan menggunakan instalasi pengolahan limbah secara filtrasi. Analisis dilakukan seperti pada Prosedur 2.1.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisis Limbah Sasirangan
Hasil analisis limbah sasirangan adalah seperti terdapat Tabel 1 dibawah.
A
E
B
D
C
Tabel 1. Hasil Analisis limbah sasirangan
No. Parameter Satuan Kadar Limbah Sasirangan 1. 2. 3. 4. 5. pH COD TSS Fenol total Krom total - mg/L mg/L mg/L mg/L 10,155 456,960 23,451 0,078 550,000 3.2. Karbonisasi Kayu Ulin
Hasil karbonisasi limbah kayu ulin seperti terdapat pada Tabel 2.
Pori-pori dalam arang biasanya terisi oleh ter, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Oleh karena itu, arang yang akan digunakan pada pengolahan secara filtrasi ini direbus terlebih dahulu bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki dengan pendorong oleh uap air.
Tabel 2. Hasil Karbonisasi Kayu Ulin No. Berat limbah kayu
ulin (gram) Berat arang (gram) % arang 1. 5,870 1,425 24,28 2. 5,900 1,450 24,58 3. 5,840 1,390 23,80 Rerata 24,22
3.3. Analisis Air Limbah setelah Pengolahan secara Filtrasi dengan Pemanfaatan Arang Kayu Ulin Penelitian pengaruh ukuran arang limbah kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T) pada pengolahan limbah cair sasirangan secara filtrasi dilakukan dengan mengukur penurunan nilai parameter pH, COD, fenol, kadar Cr dan padatan tersusupensi. Berikut ini hasil pengamatan terhadap parameter-parameter tersebut sebelum dan sesudah mengalami proses filtrasi dengan arang pada berbagai variasi ukuran.
Tabel 3. Hasil Analisis pH Limbah Cair Sasirangan Sebelum dan Sesudah diolah secara Filtrasi
No. Ukuran (mesh) pH Rerata Standar*
1 2 1. Sebelum 10,155 10,155 10,155 6 – 9 2. Blanko 8,065 8,985 8,525 3. 5 - 10 7,455 7,340 7,398 4. 10 – 20 7,230 7,290 7,260 5. 20 - 40 7,190 7,260 7,225 6. 40 – 60 7,350 7,320 7,335 7. 60 7,375 7,375 7,375
Sumber : Data primer yang diolah
Keterangan : * Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil No: KEP-51/MENLH/10/1995
Tabel 4. Hasil Analisis Kadar COD Limbah Cair Sasirangan Sebelum dan Sesudah Diolah secara Filtrasi
No. Ukuran (mesh)
Kadar COD (mg O2/l) Rerata % Penurunan Kadar COD Standar* (mg O2/l) 1 2 Rerata 1. Sebelum 456,960 456,960 456,960 - maksimum 250 2. Blanko 283,285 252,799 268,042 41,343 3. 5 – 10 166,115 187,945 177,030 61,259 4. 10 – 20 140,337 175,511 157,924 65,440 5. 20 – 40 86,364 84,015 85,189 81,358 6. 40 – 60 163,824 121,874 142,849 68,739 7. 60 232,594 215,812 224,203 50,936
Sumber : Data primer yang diolah
3.3.1. pH
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap penyerapan pH limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 3.
Limbah cair sasirangan sebelum diolah memiliki pH 10,155 yang menandakan bahwa limbah cair sasirangan bersifat basa. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan sasirangan banyak menggunakan bahan-bahan yang bersifat basa seperti air kapur dan NaOH.
Nilai pH merupakan keadaan yang mencirikan keseimbangan antara asam dan basa, serta merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa proses filtrasi menggunakan arang limbah kayu ulin menurunkan nilai pH. Penurunan pH ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya tidak sebesar filtrasi dengan arang. Hal ini menandakan arang dapat menyerap ion hidrogen (H+) dari suatu larutan sehingga menurunkan nilai pH dari limbah cair sasirangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pH limbah cair sasirangan yang telah diolah secara filtrasi dapat memenuhi baku mutu limbah tekstil.
3.3.2. COD
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap penyerapan kadar COD limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa proses filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan nilai kadar COD. Penurunan kadar COD ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya tidak sebesar filtrasi dengan arang. Kadar COD sebelum diolah rata-ratanya adalah 456,960 mg/l. Penelitian menunjukkan bahwa kadar COD limbah cair sasirangan yang telah
diolah secara filtrasi dapat memenuhi baku mutu limbah tekstil.
Pada Tabel 4 juga terlihat bahwa ukuran arang dari kayu ulin mempengaruhi kadar COD limbah cair sasirangan setelah diolah secara filtrasi. Ukuran 20 - 40 mesh menunjukkan penurunan kadar COD sampai 81,358 % yang merupakan ukuran yang maksimum merurunkan kadar COD.
3.3.3. Fenol
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap penyerapan kadar fenol limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 5.
Tabel 6 menunjukkan bahwa proses filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan kadar fenol. Penurunan kadar fenol ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya tidak sebesar filtrasi tanpa arang. Penelitian menunjukkan bahwa kadar fenol limbah cair sasirangan baik sebelum maupun sesudah diolah secara filtrasi dapat memenuhi baku mutu limbah tekstil.
Pada Tabel 5 terlihat juga bahwa ukuran arang dari kayu ulin mempengaruhi kadar fenol limbah cair sasirangan setelah diolah secara filtrasi. Ukuran arang 20 - 40 mesh menunjukkan penurunan kadar fenol sampai 63,259 %, merupakan ukuan yang mampu menyerap kadar fenol yang paling maksimum. Arang memiliki kemampuan untuk menyerap bahan organik yang bersifat non polar seperti fenol karena arang masih memiliki struktur permukaan kimia yang mengandung senyawa-senyawa seperti asam alifatik, karbonil dan alkohol7).
Pada penelitian ini, adsorpsi arang yang terjadi merupakan proses reversibel. Hal ini dapat dilihat dari nilai fenol pada ukuran arang lebih kecil dari 20 – 40 Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Fenol Limbah Cair Sasirangan Sebelum dan Sesudah Diolah secara Filtrasi
No. Ukuran (mesh)
Kadar Fenol (mg /l) Rerata % Penurunan Kadar Fenol Standar* (mg/l) 1 2 Rerata 1. Sebelum 0,078 0,079 0,078 - maksimum 1,0 2. Blanko 0,056 0,057 0,057 27,632 3. 5 – 10 0,059 0,055 0,057 27,097 4. 10 – 20 0,034 0,044 0,039 50,423 5. 20 – 40 0,022 0,035 0,029 63,259 6. 40 – 60 0,034 0,055 0,044 43,609 7. 60 0,037 0,073 0,055 29,823
Sumber : Data primer yang diolah
mesh adalah meningkat, tidak sesuai dengan teori bahwa semakin kecil ukuran arang, semakin luas permukaannya, maka semakin banyak bahan pencemar yang terserap. Arang dengan ukuran yang lebih halus akan ikut larut saat filtrasi, sehingga bahan pencemar yang seharusnya terserap akan terlepas kembali ke limbah yang menyebabkan kadar fenol semakin naik. 3.3.4. Kadar Cr
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap penyerapan kadar Cr limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa proses filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan kadar Cr.Penurunan kadar Cr ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya tidak sebesar filtrasi dengan arang. Penelitian menunjukkan bahwa kadar Cr limbah cair sasirangan baik sebelum maupun sesudah diolah secara filtrasi tidak dapat memenuhi baku mutu limbah tekstil.
Pada Tabel 6 terlihat juga bahwa ukuran arang dari kayu ulin mempengaruhi kadar Cr limbah cair
sasirangan setelah diolah secara filtrasi. Ukuran arang 60 mesh menunjukkan penurunan kadar Cr sampai 79,432 %.Hal ini berarti ukuran arang kayu ulin yang lebih halus cenderung menurunkan kadar Cr pada limbah cair sasirangan.
3.3.5. Total suspended solid (TSS)
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap penyerapan kadar TSS limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada ukuran arang 20 - 40 mesh memberikan daya serap maksimum terhadap penurunan kadar TSS limbah cair sasirangan setelah diolah melalui filtrasi yaitu sebesar 14 mg/l. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Padatan seperti ini biasanya terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen. Padatan seperti ini merupakan endapan atau koloidal yang berasal dari bahan buangan organik maupun anorganik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa arang mampu menyerap bahan Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Cr Limbah Cair Sasirangan Sebelum dan Sesudah Diolah secara Filtrasi
No. Ukuran (mesh)
Kadar Cr (mg /l) % Penurunan Kadar Cr Standar * (mg/l) 1 2 Rerata 1. Sebelum 23,451 23,451 23,451 - maksimum 2,0 2. Blanko 20,510 19,333 19,923 15,050 3. 5 – 10 15,608 14,431 15,020 35,953 4. 10 – 20 15,216 13,843 14,529 38,044 5. 20 – 40 11,098 9,137 10,118 56,856 6. 40 – 60 7,569 7,373 7,471 68,144 7. 60 4,824 4,824 4,824 79,432
Sumber : Data primer yang diolah
Keterangan: Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil No: KEP-51/MENLH/10/1995
Tabel 7. Hasil Analisis Kadar TSS Limbah Cair Sasirangan Sebelum dan Sesudah Diolah secara Filtrasi
No. Ukuran (mesh)
Kadar TSS (mg /l) Rerata % Penurunan Kadar TSS Standar * (mg/l) 1 2 Rerata 1. Sebelum 550,00 550,00 550,00 - maksimum 60 2. Blanko 30,00 28,50 29,25 94,682 3. 5 – 10 23,00 25,50 24,25 95,591 4. 10 - 20 18,00 23,50 20,75 96,227 5. 20 – 40 15,50 12,50 14,00 97,455 6. 40 – 60 64,00 74,50 69,25 87,409 7. 60 625,00 650,00 637,50 +15,909
Sumber : Data primer yang diolah
Keterangan: Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil No: KEP-51/MENLH/10/1995 + : di depan angka menunjukkan kenaikan
Tabel 8. Hasil Analisis Limbah Cair Sasirangan terhadap pH, Kadar COD, Fenol, Logam Cr dan TSS
No. Parameter Sebelum
(mg/l) Setelah (mg/l) Penurunan (%) Standar * (mg/l) 1. pH 10,155 7,225 Mendekati 7 6 – 9 2. COD 456,960 85,189 81,358 250 3. Fenol 0,078 0,029 63,259 1,0 4. Logam Cr 23,451 4,824 79,432 2,0 5. TSS 550,000 14,000 97,455 60,0
bahan pencemar seperti bahan organik maupun anorganik. Arang memiliki kemampuan untuk menyerap bahan-bahan pencemar baik bahan organik maupun anorganik, hal ini disebabkan karena pada permukaan arang masih memiliki gugus-gugus kimia seperti karbonil, alkohol dan asam alifatik7).
Proses adsorpsi arang terhadap bahan pencemar. Pada proses adsorpsi, gaya yang mungkin terjadi antara adsorben dan adsorbat adalah gaya van der Waals atau gaya London. Gaya ini terjadi karena adanya pengaruh interaksi antara dipol-dipol. Jika adsorbat memiliki permanen dipol dan interaksi terjadi, maka hal ini disebabkan adanya distribusi muatan oleh adsorben6).. Gaya ini sangat lemah tergantung dari laju adsorpsinya, oleh karena itu proses adsorpsi dapat bersifat reversibel (dapat balik) akibat lemahnya gaya antara adsorbat maupun adsorben. Pengaruh tekanan atau temperatur dapat membuat ikatan antara adsorbat maupun adsorben lepas, oleh karena itu dalam beberapa proses pada penelitian ini arang seringkali meningkatkan kembali kadar bahan pencemar dari limbah yang telah diolah. Pada proses adsopsi arang , adsopsi yang terjadi adalah adsopsi fisika, dimana molekul –molekul teradsopsi dengan ikatan yang lemah pada permukaan adsorben. Proses adsopsi ini bersifat dapat balik, sehingga memungkinkan terjadi desopsi molekul-molekul yang teradsopsi dapat terjadi pada suhu yang sama8).
Pada penelitian terlihat bahwa variasi ukuran arang limbah kayu ulin mempengaruhi penurunan pH, kadar COD, fenol, logam Cr dan TSS. Penyerapan maksimal ditunjukkan pada ukuran arang 20 – 40 mesh, kecuali pada kadar Cr yang memberikan penyerapan maksimal pada 60 mesh.
Hasil analisis kinerja arang limbah kayu ulin pada ukuran arang yang memberikan daya serap maksimal terhadap pH,kadar COD, Fenol, logam Cr dan TSS limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi adalah sebagai berikut.
Tabel 8 menunjukkan bahwa arang limbah kayu ulin yang memiliki daya serap maksimum terhadap penurunan pH, COD, fenol, logam Cr dan TSS pada ukuran 20 - 40 mesh. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa semakin kecil ukuran arang, semakin luas permukaan kontaknya maka semakin banyak bahan pencemar yang diadsorb. Hal ini disebabkan karena
semakin kecil ukuran arang, maka semakin banyak pula yang ikut larut saat proses filtrasi. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian arang cangkang kelapa sawit diaktivasi pada suhu 700oC dan diaplikasikan pada limbah kayu lapis ternyata mampu merurunkan BOD, COD, TSS dan fenol9), juga penelitian arang dari baggase yang mampu menurunkan Pb pada zat warna tektil10), serta arang galam untuk menurunkan kadar limbah sasirangan5).
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Hasil ananlisis limbah sasirangan sebelum pengolahan menunjukkan diatas ambang baku mutu limbah cair; (2) Daya serap maksimum arang limbah kayu ulin terhadap limbah cair sasirangan yang diolah secara filtrasi ditunjukkan pada ukuran arang 20 - 40 mesh. Hasil analisis limbah cair sasirangan setelah diolah secara filtrasi tuntuk parameter pH, kadar COD, fenol dan TSS telah memenuhi syarat sesuai dengan Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil Nomor: KEP 51/MENLH/10/1995, kecuali kadar logam Cr. 4.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan perlunya dilakukan penelitian lebih efektif untuk mengurangi kadar Cr pada limbah cair sasirangan sehingga aman dibuang ke lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nora, S. 2000. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kangkung (Ipomoea reptans Foir Var. Grand) pada Pemberian Limbah Sasirangan. Skripsi P. S. Pend. Biologi. FKIP UNLAM. Banjarmasin. 2. Imoco, B & Irman. 2003. Penghilangan Warna
Limbah Cair Industri Kain Batik Sasirangan dengan Proses Koagulasi. Buletin BIMADA Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Samarinda. No.15 Vol.11 pp 8-14.
3. Hartanto, E.S, Syarif B dan Padmono C. 1993. Pengaruh Penambahan Khitosan dan Lama Pengendapan terhadap Hasil Penanganan Limbah
Cair Industri Penyamakan Kulit. Warta IHP/J.of
Agro-based industri, 10 (1-2): 14-17.
4. Azimah, 1996. Pembuatan karbon Aktif dari Kayu Galam dan Pemanfaatan Asap Cairnya sebagai Bahan Pengawet Daging, FKIP Banjarmasin. 5. Husain, 1997, Pemanfaatan Arang kayu Galam
(Malaeuca leucadedra. Linn) sebagai Karbon Aktif untuk Bahan Penyerap Limbah Sasirangan , Skripsi FKIP MIPA, Universitas Lambung Mangkurat
6. Utami, U.B.L. 2003. Pemanfatana Karbon Aktif Limbah kayu Ulin sebagai Adsorben Limbah Cair Sasirangan, Laporan Penelitian Dosen Muda FMIPA, Unlam, Banjarmasin .
7. Patrick, J. 1995. Porosity Industri Carbons :
Characterization and Applications. Edward Arnold.
London.
8. Adamson,A.W. 1990. Physical Chemistry of
Surfaces, Fifth edition, John Wiley & Sons Inc,
New York.
9. Purwaningsih,S., E.T Arung, dan S. Muladi, 2000, Pemanfaatan Arang Aktif Cangkang Kelapa Sawit sebagai Adsorben pada Limbah Cair Kayu Lapis, Laporan Penelitian Universitas Mulawarman Samarinda.
10. Hidayatullah, S., Pranoto & Masykur, A, 2002, Alternatif Pemanfaatan Karbon Aktif Baggase untuk Menurunkan Kadar Ion Pb dan Zat Warna Tekstil, Jurnal Kimia Lingkungan, 4: 45-53.