• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang anak tidak lagi mempunyai orang tua, yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang anak tidak lagi mempunyai orang tua, yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Adakalanya seorang anak tidak lagi mempunyai orang tua, yang menyebabkan ia harus kehilangan pengasuhan dari orang tuanya. Berbagai macam alasan yang melatarbelakangi seorang anak tidak mempunyai keluarga, di antaranya perceraian orang tua, yatim piatu, kemiskinan dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut mengakibatkan anak tidak dapat memperoleh haknya atau dengan kata lain anak kehilangan haknya dan memungkinkan terjadinya ketelantaran terhadap anak. Sehingga mereka kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang seharusnya mereka peroleh dari keluarga, mereka tidak bisa merasakan pendidikan, bahkan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Data Biro Pusat Statistik dan Departemen Sosial menunjukkan bahwa pada tahun 2006 jumlah anak terlantar berusia 6-18 tahun mencapai 2.815.393 jiwa dan jumlah balita terlantar mencapai 518 jiwa. Data Kementrian Sosial Republik Indonesia tahun 2010 menyatakan jumlah anak terlantar meningkat hingga mencapai 4,6 juta anak dengan jumlah kasus anak telantar mencapai 5.900 kasus. Pada tahun 2015 ini, bisa dipastikan jumlah anak terlantar yang ada akan semakin bertambah lagi karena situasi krisis mulai merambah ke berbagai wilayah, maka sejak itu pula kesempatan anak-anak untuk tumbuh kembang secara wajar seringkali menjadi terganggu. Padahal seharusnya mereka mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan makanan dengan gizi yang cukup, pemeliharaan kesehatan, pakaian, curahan kasih sayang, perlindungan, bimbingan dan pendidikan agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara jasmani, rohani

(2)

14 maupun sosialnya. Kondisi tersebut menuntut perhatian dan upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan sistem perlindungan dan pelayanan kesejahteraan sosial anak yang lebih representatif untuk perkembangan anak (https://rehsos.kemsos.go.id/ diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 21.00 WIB).

Secara teoritis, penelantaran adalah sebuah tindakan baik disengaja maupun tidak disengaja yang membiarkan anak tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan dan papan (Suyanto, 2003). Masalah keterlantaran semakin nampak dalam situasi terbatas atau minimnya ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan sosial. Gejala sosial anak merupakan akibat langsung dari krisis di berbagai bidang yang masih menjadi fenomena sosial di kota-kota besar.

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi keluarga dalam pemenuhan hak anak khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, tidak jarang sebuah keluarga menitipkan anaknya ke panti asuhan tanpa pernah memikirkan dampak psikologis dan sosial anak. Banyak sekali yang melatarbelakangi seorang anak tinggal di sebuah panti asuhan. Pada kondisi tertentu ada kalanya keluarga atau orang tua merasa tidak mampu untuk melaksanakan peran dan fungsinya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Salah satu penyebabnya adalah karena terbatasnya kemampuan sosial ekonomi dan keretakan di dalam keluarga, ataupun anak yang kehadirannya tidak dikehendaki, orang tua meninggal dunia dan tidak mempunyai keluarga, anak-anak terlantar atau dibuang oleh orang tuanya, serta keluarga yang secara ekonomi tidak mampu dan terpaksa menitipkan anaknya dalam panti asuhan. Anak berhak memperoleh hak-hak mereka, baik dalam sebuah keluarga maupun sebagai warga negara. Anak sebagai masa depan bangsa yang menjadi penerus cita-cita bangsa memiliki hak, yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak

(3)

15 perlindungan dari perlakuan diskriminasi serta hak partisipasi. Upaya tercapainya hak-hak tersebut perlu diwujudkan dengan pemberian kesempatan pada anak untuk mendapatkan pendidikan, pembinaan dan dukungan dalam rangka mewujudkan dan mengembangkan diri. Menurut Undang Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat (1) yang berbunyi “anak terlantar dipelihara oleh negara” memiliki arti bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak

terlantar, termasuk anak jalanan

(http://www.direktorat.jenderal.rehabilitasi.sosial.com, diakses pada tanggal 28 Oktober 2015, pukul 14.00 WIB).

Berbagai upaya dilaksanakan untuk mengentaskan anak dari ketelantaran. Realitanya masih cukup banyak anak terlantar yang belum tertangani, maka perlunya ditingkatkan kepedulian dari masyarakat untuk ikut serta memberikan pelayanan kepada anak terlantar melalui panti asuhan. Selama berada di panti asuhan anak-anak terlantar diberi sebagaimana pelayanan yang seharusnya mereka dapatkan dari keluarga mereka. Panti Asuhan hadir untuk memenuhi kebutuhan anak-anak terlantar dan anak yatim piatu, baik kebutuhan makanan, kebutuhan akan kesehatan, pendidikan formal, rekreasi, dan juga kebutuhan akan kasih sayang. Sayangnya, tidak semua anak-anak yang tinggal di dalam panti asuhan mendapatkan perlindungan dan terpenuhi hak dasarnya sebagai anak. Selain itu pengurus panti asuhan juga tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang situasi anak yang seharusnya diasuh di dalam panti asuhan dan pengasuhan yang idealnya diterima oleh anak.

Fasilitas yang asal-asalan, jumlah anak melebihi kapasitas dan tanpa standar minimal akan beresiko bagi anak. Tidak jarang mereka rentan mengalami kekerasan, pelecehan, diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekerasan, kekejaman,

(4)

16 penganiyaan dan kecelakaan, anak menjadi tertekan karena tidak bisa bermain, konflik antar anak kerap terjadi akibat berebut fasilitas, timbul penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat dan anak menjadi tidak betah didalam panti asuhan. Secara kualitas kesehatan, memang kondisi anak-anak di panti asuhan sangat memprihatinkan, dan kebutuhan makanan dengan gizi yang kurang baik.

Salah satu bukti nyata tentang kualitas pelayanan dan pengasuhan panti asuhan terjadi di Indonesia yaitu di daerah Serpong, Tangerang Selatan. Sebanyak tiga puluh tujuh anak asuh yang ditampung di panti asuhan Samuel diduga menjadi korban kekerasan dan juga korban penelantaran anak sakit yang dilakukan oleh pengelola panti tersebut. Dua di antaranya bahkan dibiarkan dalam keadaan sedang mengalami demam tinggi. Informasi tersebut diketahui setelah tujuh orang anak berhasil melarikan diri dari panti asuhan ketika pengasuh dan pengurus panti sedang pergi ke mall. Kejadian yang dialami oleh anak-anak panti asuhan Samuel ini membuat banyak orang prihatin. Buruknya pelayanan dan pengasuhan panti asuhan tersebut sudah di ketahui oleh masyarakat. Komisi Nasional Perlindungan Anak sangat menyayangkan lambannya penanganan kasus yang terjadi terhadap anak-anak panti asuhan Samuel ini, sehingga menimbulkan korban. Oleh sebab itu panti asuhan ini menjadi fokus penyelidikan, apalagi tempat tersebut belum memiliki izin pendirian (http://www.tempo.co.id diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 21.00 WIB).

Banyak hal yang harus dibenahi oleh panti asuhan di Indonesia, agar anak-anak di dalam panti asuhan bisa mendapatkan perlindungan dan terpenuhi hak dasarnya sebagai anak. Hal tersebut mendorong pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Peraturan Menteri

(5)

17 Sosial ini harus menjadi acuan bagi panti asuhan di Indonesia untuk menjalankan kegiatannya.

Karena anak-anak terpisah jauh dari keluarga, anak-anak dituntut untuk bekerja dan lebih lanjut dilakukan untuk mendukung ekonomi panti asuhan, mereka kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang seharusnya mereka peroleh dari keluarga, selain itu mereka juga hidup dengan peraturan yang cukup ketat dan jika dilanggar tidak jarang mereka akan mendapatkan hukuman fisik. Bahkan pelecehan dan eksploitasi juga kerap kali terjadi di dalam panti asuhan. Anak-anak menjadi anti sosial karena malu akibat tidak mempunyai orang tua dan harus tinggal di panti asuhan. Selain itu anak-anak panti asuhan menjadi kurang semangat untuk bersekolah karena mereka dihadapkan dengan kekhawatiran tentang masa depan. Umumnya anak-anak mencemaskan kondisi setelah mereka menyelesaikan SLTA. Keterbatasan dukungan pada saat mereka berada di panti, ketidakdekatan dengan keluarga dan kehilangan teman di lingkungan rumah saat harus keluar panti, membuat anak-anak bingung dan cemas. Akibatnya mereka tidak bisa menjalankan fungsi sosialnya sebagai seorang anak, dimana anak-anak panti asuhan tidak dapat menangani dan melaksanakan tugas-tugas dan aktifitasnya yang penting dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan melaksanakan peranan sosialnya.

Anak wajib mempunyai keluarga sebagai kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sanyang dan rasa tanggung jawab. Pada hakekatnya keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunan-keturunan mereka yang merupakan suatu satuan yang khusus (Khairuddin, 1997). Sebagai lembaga sosial

(6)

18 terkecil, keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai dari keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi, memahami, menghayati dan merasakan segala aspek kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Oleh karena itu anak seharusnya hidup bersama kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu kandungnya.

Keluarga mempunyai fungsi yang sangat penting, terutama dalam pembentukan perkembangan kepribadian anak. Keluarga tempat menyalurkan kasih sayang dan perhatian antar anggota, tempat untuk menuangkan perasaan ketika seseorang sedang dilanda masalah serta memberikan rasa aman. Selain itu keluarga juga membentuk tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian anak dengan melalui interaksi sosial yang diperoleh dari keluarga. Menyalurkan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan yang nantinya akan digunakan ketika sang anak beranjak dewasa juga salah satu fungsi dari keluarga.

Bagi anak-anak yang sudah tidak memiliki keluarga, tentu saja masalah ini mempunyai dampak terhadap mereka di antaranya, dapat mengakibatkan stres, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, kehilangan minat untuk pergi dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, bersikap bermusuhan, agresif depresi, dan dalam beberapa kasus ada yang sampai bunuh diri karena mereka merasa tidak mempunyai semangat dan harapan dari keluargnya. Selain itu anak bisa cenderung melakukan hal-hal negatif diluar kebiasaannya, seperti menggunakan obat-obatan terlarang, mengkonsumsi alkohol hingga melakukan seks bebas yang disebabkan karena tidak mendapatkan perhatian serta kasih sayang dari keluarga. Untuk mengatasi masalah seperti ini, biasanya anak-anak yang sudah tidak memiliki keluarga, akan dititipkan oleh

(7)

19 kerabatnya ke panti asuhan (http : //ykai.net/index.com, diakses tanggal 2 November 2015 pukul 17.15 WIB).

Namun pada kenyataannya, kebanyakan panti asuhan tidak memberikan ‘pengasuhan’ sama sekali, melainkan menyediakan akses pendidikan saja. Pengasuhan anak di panti asuhan yang bersifat massal tidaklah efektif, karena anak-anak yang tinggal dengan pengasuhan bersifat massal akan kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari figur-figur pengganti orang tua dan keluarganya. Mungkin di sisi pendidikan dan kesehatan akan terpenuhi tetapi tidak disisi kejiwaannya. Oleh karena itu, perlu adanya program pengasuhan berbasis keluarga bagi anak dipanti asuhan maupun yayasan yang bertujuan agar anak-anak mendapatkan kasih sayang, perlindungan, pendidikan dari keluarga yang semestinya ia dapatkan dari orang tua kandungnya atau keluarga utamanya. Hal ini dilakukan agar anak-anak dapat berkembang, baik itu perkembangan fisik, mental, dan kekuatan spiritual. Tujuan dari program pengasuhan anak berbasis keluarga dalam bentuk keluarga pengganti ini untuk menyediakan lingkungan yang dapat memenuhi

kebutuhan kasih sayang, dan kelekatan terhadap anak panti asuhan

(http://www.freelists.org/post/nasional, diakses tanggal 5 November 2015 pukul 21.00 WIB).

Anak yang membutuhkan pengasuhan berbasis keluarga atau keluarga pengganti adalah anak yang berada pada situasi tertentu, yaitu keluarga anak tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, atau melepaskan tanggung jawab terhadap anaknya, anak yang tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga atau kerabat tidak diketahui, dan anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteraan diri mereka, pengasuhan dalam

(8)

20 keluarga justru bertentangan dengan kepentingan terbaik anak, serta anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik sosial maupun bencana alam.

Keluarga pengganti berperan sebagai orang tua pengganti sementara bagi anak-anak dan bertanggung jawab untuk memenuhi pemenuhan hak-hak mereka. Orang tua pengganti sementara disini maksudnya adalah mengasuh anak-anak layaknya seperti orang tua kandungnya dengan kasih sayang dan perhatian sehingga terciptanya kehidupan anak-anak yang mandiri, membantu anak untuk membentuk masa depannya sendiri, dan memberi kesempatan kepada anak untuk berkembang dalam masyarakat sampai saatnya mereka sudah harus keluar dari panti asuhan atau yayasan karena usia yang sudah cukup matang dan dapat mandiri. Keluarga pengganti menjamin pemenuhan kebutuhan makan dan pakaian anak, dengan pola makan yang teratur, makanan yang terjaga baik diri kualitas gizi dan nutrisi dengan waktu yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan anak, memberikan perlindungan bagi anak dari segala bentuk kekerasan dan hukuman fisik. Oleh sebab itu keluarga pengganti dapat mengembalikan keberfungsian anak-anak panti asuhan, dimana anak-anak panti asuhan dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhan dasarnya serta melaksanakan peranan sosial utamanya sebagaimana yang diharapkan seorang anak yang memiliki orang tua dan keluarga.

Yayasan SOS Children Village’s didirikan di Indonesia pada tahun 1970 oleh Agus Prawoto. SOS Children’s Village yang didirikan di Indonesia, biasa disebut dengan nama SOS Desa Taruna. Selain bantuan uang untuk hidup dan sekolah di SOS Children’s Village Medan anak-anak juga diasuh dalam sebuah rumah keluarga, dimana anak-anak tumbuh dan berkembang di dalam layaknya sebuah keluarga dan komunitas bagi anak-anak. Rumah-rumah SOS Children’s Village Medan berada dalam sebuah kompleks yang biasa disebut village (desa). Didesa tersebut anak-anak

(9)

21 banyak dibantu, setiap sore yayasan melaksanakan bebagai program, termasuk pemberian pelajaran tambahan seperti matematika dan bahasa inggris. Ada pula pelatihan keterampilan seperti komputer atau menari, desa juga menyediakan lapangan tenpat anak-anak bisa berolahraga bersama.

Dilatarbelakangi oleh saat terjadinya bencana alam tsunami di Aceh dan gempa bumi di Nias yang mengakibatkan banyaknya anak yang kehilangan keluarga, orang tua, dan tempat tinggal mereka. Dimana akibat dari bencana alam tersebut banyak anak-anak yang terlantar, maka berdirilah SOS Children’s Village di Banda Aceh, Meulaboh dan Sumatra Utara yaitu di Medan yang disebut dengan nama SOS Children’s Village Medan yang menjadi tempat penelitian penulis.

SOS Children’s Village merupakan salah satu yayasan yang menerapkan pola pengasuhan bagi anak asuh yang berbasis keluargaatau keluarga pengganti dan bersifat jangka panjang. Anak-anak diharapkan mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan adik atau kakak layaknya dalam sebuah keluarga. Anak-anak baru dilepas dari desa setelah ia mandiri. Ibu asuh yang ada di SOS Children’s Village merupakan wanita single atau yang sudah bercerai, mereka mengasuh seperti layaknya anak sendiri. Aturan bagi para ibu asuh untuk tidak menikah, merupakan upaya agar anak-anak bisa menerima kasih sayang ibu sepenuhnya. Ibu asuh yang menikah terpaksa diberhentikan. Adapun sosok ayah digantikan beberap bapak pembina yang juga tinggal di desa (http://www.freelists.org/post/nasional, diakses tanggal 5 November 2015 pukul 21.20 WIB).

Konsep yayasan SOS Children’s Village ini adalah membantu mengasuh anak dan memberi masa depan yang cerah bagi anak-anak yatim piatu dan yang kurang beruntung yang berasal dari berbagai latar belakang suku, agama dan ras. Memebrikan kembali kasih sayang melalui rumah asuh, keluarga, dan kehidupan

(10)

22 yang memadai agar kelak anak memiliki kehidupan yang mandiri, membantu anak untuk membentuk masa depannya sendiri dan memberi kesempatan kepada anak untuk berkembang dalam masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya pada tahun 2009 yang dilakukan oleh mahasiwa Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU bernama Hotnida Purba, yang memperoleh kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan program pelayanan sosial berbasis keluarga tersebut SOS memberikan berbagai pelayanan bagi anak yaitu: menciptakan lingkungan sosial yang disebut desa, memberikan rumah sebagai tempat berlindung, membentuk keluarga baru yang terdiri dari orang tua (ayah/ibu), saudara (kakak/adik), tante, dan bimbingan dan kehangatan kasih sayang, pelayanan pendidikan formal dan informal, pelayanan kesehatan, dan penyediaan fasilitas pendukung program. Dengan pelayanan yang diberikan oleh yayasan SOS melalui program tersebut maka anak-anak yang dulunya terlantar mendapatkan haknya kembali.

Pola pengasuhan berbasis keluarga atau keluarga pengganti memberikan kembali kasih sayang melalui rumah tinggal, keluarga dan kehidupan yang memadai agar kelak anak memiliki kehidupan yang mandiri. Selain itu juga membantu anak untuk membentuk masa depannya sendiri, dan memberi kesempatan kepada anak untuk berkembang dalam masyarakat.

Dari uraian latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peranan Keluarga Pengganti dalam Mengembalikan Keberfungsian Sosial Anak di SOS Children’s Villages Medan”.

(11)

23 1.2 Perumusan Masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Penelitian ini perluditegaskan dan dirumuskan maslaah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : “Bagaimana peranan keluarga pengganti dalam mengembalikan keberfungsian sosial anak di Yayasan SOS Children’s Village Medan”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan keluarga pengganti dalam mengembalikan keberfungsian sosial anakdi Yayasan SOS Children’s Village Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka untuk mengembangkan:

1. Model pelayanan sosial berbasis keluarga. 2. Teori tentang pelayanan sosial berbasis keluarga.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan ke dalam 6 bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(12)

24 BAB II :TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan poin-poin tentang konsep dan teori dan diisi dengan berbagai konsep-konsep penelitian berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat berdirinya SOS Children Village, serta gambaran umum tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian yang diperoleh dari penelitian dan analisanya serta foto-foto yang menyangkut tentang data.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi orang tua lain yang memiliki anak autis, diharapkan orang tua dengan. anak autis lainnya lebih termotivasi untuk mendidik dan

Hasil penelitian ini dimana peran orang tua (ibu) yang mayoritas ibu dari anak dengan perkembangan sosial baik sudah mampu memberikan perhatian dan kasih sayang

signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga diketahui ada perbedaan yang signifikan kemampuan motorik halus antara anak yang diintervensi orang tua dan anak yang tidak diintervensi

Di Indonesia perhatian dan pengertian orang tua terhadap anak gifted masih 

Informasi tentang seks sebaiknya didapatkan langsung dari orang tua yang memiliki perhatian khusus terhadap anak-anak mereka.Peranan orang tua dalam

Lahirnya kebijakan kota layak anak (KLA) di kota Surakarta diharapkan dapat menciptakan keluarga yang sayang anak, rukun tetangga dan rukun warga atau lingkungan yang peduli

Maka dari itu, dengan banyaknya sinetron yang bisa mengancam perubahan perilaku anak saat ini dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, sebenarnya peran orang tua

Munculnya kenakalan yang terjadi pada remaja ini dikarenakan remaja kurang mendapat perhatian dari orang tua terhadap aktivitas yang dilakukan anak serta kurangnya