• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. dasar di Sumatera dan Jawa masih termasuk sebagai kualitas rendah. Jumlah guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. dasar di Sumatera dan Jawa masih termasuk sebagai kualitas rendah. Jumlah guru"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 5.1. Kesimpulan

Penelitian ini menemukan bahwa secara umum, kualitas guru sekolah dasar di Sumatera dan Jawa masih termasuk sebagai kualitas rendah. Jumlah guru yang memiliki kualitas tinggi masih sangat sedikit, yakni kurang dari 15 persen di Jawa dan kurang dari enam persen di Sumatera. Meskipun kualitas guru di Jawa lebih baik dibanding guru di Sumatera, namun kualitas guru di kedua wilayah tersebut secara umum belum memadai.

Kelemahan guru di Sumatera dan Jawa terutama terletak pada kurangnya kreatifitas dan inovasi yang dilakukan guru ketika mengajar. Metode mengajar guru cenderung kaku, konvensional dan masih mengandalkan gaya-gaya lama seperti ceramah, membaca, mencatat dan menghafal. Siswa masih diposisikan sebagai objek, sehingga siswa cenderung pasif dan berposisi hanya sebagai pendengar. Di sisi lain, mayoritas guru cenderung mengulang pelajaran yang sudah pernah diajar sebelumnya, mengajar seadanya dan hanya ingin memenuhi target minimal dari capaian yang diharapkan dalam proses belajar mengajar.

Rendahnya kualitas guru SD di Sumatera dan Jawa ini menjadi bukti bahwa otonomi pendidikan yang diberikan kepada daerah belum berdampak signifikan pada peningkatan kualitas pendidikan –terutama kualitas guru. Wewenang besar yang diberikan kepada daerah untuk mengelola pendidikan termasuk guru, mulai dari perekrutan, penempatan, pembinaan hingga

(2)

peningkatan kualitas tidak dimanfaatkan secara maksimal. Isu peningkatan kualitas guru sebagai kunci utama peningkatan kualitas pendidikan bahkan terkesan luput dari perhatian pemerintah daerah sehingga belum dijadikan sebagai isu utama pembangunan pendidikan di daerah. Hal ini terlihat dari minimnya anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru baik melalui pelatihan, penataran, maupun peningkatan kualifikasi akademik guru. Tidak adanya pemerataan guru, baik dari segi kuantitas dan terutama kualitas, menjadi bukti lain kurang adanya keseriusan pemerintah daerah untuk menata kualitas pendidikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal manusia (human capital) yang dimiliki guru kurang dimanfaatkan dengan maksimal dalam rangka peningkatkan kualitas guru. Pengalaman mengajar sebagai salah satu komponen modal manusia (guru), terbukti tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas guru SD di Sumatera. Pengalaman mengajar baru bersifat sebagai jumlah tahun lamanya guru mengajar, kurang dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mengevaluasi, berefleksi dan membenahi kemampuan guru. Di Jawa, pemanfaatan jumlah tahun lamanya guru mengajar untuk membenahi dan mengevaluasi diri terbukti memberikan dampak signifikan terhadap kemampuan guru. Semakin tinggi derajat pengalaman mengajar guru di Jawa, semakin tinggi pula kualitasnya.

Komponen pendapatan (gaji) guru menurut hasil penelitian ini, tidak terbukti sebagai faktor yang memengaruhi kualitas guru. Rendahnya penghasilan guru dari profesinya sebagai guru memang terbukti menjadi faktor penyebab

(3)

tingginya aktifitas guru di luar tugas mengajarnya karena alasan ekonomi, namun guru yang memiliki gaji tinggi dari profesinya sebagai guru ternyata tidak menjamin memiliki kualitas yang lebih baik dibanding guru bergaji rendah. Hal ini dikarenakan mayoritas guru belum memiliki cukup waktu untuk mengupayakan peningkatan kualitasnya akibat terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan lain untuk menutupi kebutuhan ekonominya. Di sisi lain, penghasilan yang diterima guru belum bisa dialokasikan untuk peningkatan kualitas, seperti mengikuti pelatihan, pendidikan lanjut, atau untuk membiayai pembelian sumber-sumber bacaan (pengetahuan). Disamping itu, hal ini juga disebabkan pendapatan (gaji) yang diterima guru tidak berdasarkan kualitas/kemampuan guru, tetapi berdasarkan pangkat atau golongan yang dimiliki guru.

Pendidikan dan pelatihan sebagai komponen penting peningkatan modal manusia, terbukti memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kualitas guru. Di Sumatera, tingkat pendidikan guru memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap kualitas guru. Semakin tinggi pendidikan guru, semakin tinggi kualitas guru. Hal ini dikarenakan guru yang memiliki kualifikasi akademik yang tinggi memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik, baik dalam mengajar, serta melakukan pendekatan terhadap siswa, dibanding guru yang kualifikasi akademiknya rendah. Sayangnya, jenis pendidikan guru (lulusan keguruan dan non keguruan) tidak menjadi pembeda kualitas guru. Guru lulusan keguruan tidak otomatis memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan guru lulusan non keguruan.

(4)

Frekewensi guru mengikuti pelatihan (kegiatan peningkatan kemampuan) lebih memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas guru di kedua wilayah. Namun minimnya frekuensi guru mengikuti kegiatan peningkatan kemampuan membuat mayoritas guru memiliki kualitas yang rendah. Pelatihan yang berfungsi majemuk diantaranya meningkatkan pengetahuan/kemampuan guru, menutupi kelemahan yang dimiliki guru sebelumnya, serta memberikan motivasi dan semangat baru terhadap guru, belum dilaksanakan secara rutin dan kontiniu. Hal ini membuat komponen modal guru diantaranya pengetahuan, kemampuan, kreatifitas dan inovasi yang dimiliki guru tidak meningkat secara signifikan.

Modal sosial sebagai modal yang sangat strategis juga belum dimanfaatkan dan digunakan untuk meningkatkan kualitas kemampuan yang dimiliki guru. Guru dengan kemampuan (modal manusia) rendah serta modal keuangan yang minim sehingga tidak mampu meningkatkan kemampuan dengan mengandalkan sumber daya pribadi, harusnya menggunakan modal (jaringan) sosial untuk meningkatkan kemampuan. Jaringan sosial yang dimiliki guru baik terhadap sesama guru maupun dengan orang tua siswa, berdasarkan penelitian ini tidak dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kualitas guru.

Jaringan dengan sesama guru yang terinstitusionalisasi dalam KKG tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menutupi kelemahan, mencari solusi persoalan yang dihadapi di kelas, serta memperbaharui pengetahuan dan kemampuan guru. Kendati KKG terbukti memberikan dampak signifikan terhadap

(5)

kualitas guru, tetapi rendahnya partisipasi guru dalam KKG mengakibatkan rendahnya mutu guru.

Di sisi lain, jaringan/relasi guru dengan orangtua berdasarkan penelitian ini baru sekedar relasi administratif, belum dijadikan sebagai modal (sosial) penting yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kemampuan guru terutama dalam rangka membantu perkembangan belajar anak. Relasi guru-orangtua pada umumnya baru digunakan untuk kepentingan-kepentingan administratif anak, seperti membayar uang sekolah, buku, terima rapor, atau bila anak bermasalah di sekolah. Belum ada kesadaran bersama, baik dari guru maupun orangtua untuk secara kontiniu bertemu dan berdiskusi membicarakan perkembangan akademik maupun karakter dan kepribadian anak. Dengan demikian, jaringan sosial sebagai salah satu modal yang bisa digunakan untuk mengatasi kelemahan kualitas guru belum dipahami dan dimaknai guru secara utuh. Jaringan sosial sebagai modal/aset yang penting dan potensial untuk meningkatkan kemampuannya ternyata masih luput dari perhatian guru.

Berdasarkan hasil penelitian ini, guru juga belum sepenuhnya patuh terhadap norma-norma yang seharusnya dilakukan guru. Diantaranya adalah ketidakkonsistenan guru melakukan persiapan mengajar. Persiapan mengajar baru dipandang sebagai tugas administratif semata, yakni hanya untuk memenuhi ketentuan-ketentuan prosedural. Persiapan mengajar sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar di kelas terkesan diabaikan oleh mayoritas guru.

(6)

5.2. Rekomendasi Kebijakan

Meningkatkan kualitas guru adalah pilihan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Peningkatan kualitas dan kemampuan guru adalah metode paling strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun rendahnya kualitas yang dimiliki guru saat ini tak bisa hanya dialamatkan pada guru saja, sebab banyak faktor yang memengaruhi meningkat-tidaknya kualitas guru. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa banyak faktor yang harus diperhatikan dan segera ditangani untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera. Beberapa kebijakan yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah:

1. Kualifikasi akademik terbukti merupakan syarat dasar untuk mewujudkan guru yang berkualitas. Terutama di Sumatera, kualifikasi akademik masih menjadi faktor yang sangat memengaruhi kualitas guru. Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera harus mengalokasikan anggaran untuk menyekolahkan guru-guru yang kualifikasinya dibawah S-1/D-IV, terutama untuk guru-guru yang di pedesaan.

2. Pasal 49 Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan bahwa “pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik oleh guru dalam jabatan dilakukan dengan tetap melaksanakan tugasnya.” Ketentuan ini perlu direvisi oleh pemerintah dan DPR, karena akan menyulitkan bagi guru-guru yang di pedesaan untuk meningkatkan kualifikasi akademiknya. Universitas berada di perkotaan atau pusat-pusat provinsi, sehingga untuk mengikuti perkuliahan, para guru harus meninggalkan tugas mengajar di sekolah.

(7)

3. Metode mengajar guru yang konvensional, monoton dan tidak berpusat pada siswa cenderung merupakan bawaan dari LPTK sewaktu guru masih menjadi mahasiswa. Disamping tidak terdapatnya perbedaan kualitas antara guru lulusan keguruan dan non-keguruan menjadi penanda bahwa kualitas lulusan keguruan belum sepenuhnya memiliki nilai lebih dibanding non keguruan. Karena itu Kemendikbud –dalam hal ini Dirjen Dikti, perlu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di LPTK sehingga calon guru yang dihasilkan lebih bermutu terutama dalam hal kompetensi pedagogi dan kompetensi profesional. Disamping itu, bagi guru lulusan non-keguruan yang sudah “terlanjur” menjadi guru, terutama guru PNS, pemerintah kabupaten/kota perlu menyertakan mereka dalam pendidikan profesi guru (PPG) sehingga kemampuan pedagoginya semakin meningkat.

4. Perihal seleksi guru CPNS, agar kualitas tes seleksi ditingkatkan dan diarahkan pada tes kemampuan mengajar/pedagogi, bukan hanya tes kemampuan umum biasa. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota perlu bekerjasama dengan Perguruan Tinggi (LPTK) untuk menyeleksi guru CPNS terutama dalam kemampuan pedagogik dan praktek mengajar.

5. KKG merupakan wadah yang memberikan dampak positif terhadap kualitas/kemampuan guru. Hanya kurang profesionalnya pengelolaan dan manajemen KKG menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan minat guru rendah dalam mengikuti KKG. Karena itu perlu bagi dinas pendidikan di setiap daerah untuk meningkatkan profesionalisme para

(8)

pengelola KKG agar lebih berdaya, mandiri dan kreatif dalam menjalankan program-program KKG. Dukungan dana yang jelas dan cukup dari Dinas Pendidikan juga sangat diperlukan para pengelola sehingga mampu membuat program-program yang kreatif dan menghadirkan tutor atau narasumber yang bermutu. Namun KKG harus dibebaskan dari intervensi dan kepentingan birokrasi atau pejabat daerah. 6. Mengikuti kegiatan peningkatan kemampuan seperti pelatihan, penataran,

diklat, seminar, dan lain sebagainya sangat penting untuk meningkatkan kualitas guru. Perintah UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yakni perihal pemerintah harus menyediakan anggaran bagi peningkatan kompetensi guru perlu diformulasikan dalam peraturan daerah sehingga menjadi kewajiban mutlak bagi Dinas Pendidikan (Provinsi, atau Kab/Kota) untuk mengalokasikan sebagian anggaran pendidikan untuk pelatihan guru setiap tahunnya.

7. Kepala sekolah perlu memberikan waktu yang cukup bagi guru untuk belajar mandiri, mengkoseling siswa dan bertemu dengan orang tua siswa secara regular. Disamping itu, Sekolah perlu membuat kebijakan dimana minimal sekali dalam seminggu, para guru bertemu untuk berdiskusi –baik mendiskusikan masalah yang dihadapi, merencanakan dan mengembangkan kurikulum, saling berbagi materi dan kemampuan.

8. Mutasi guru yang indisipliner atau kurang berkualitas ke desa atau daerah pedalaman yang dilakukan oleh pejabat daerah harus dievaluasi, karena itu menyumbang rendahnya kualitas guru di desa/daerah pedalaman.

(9)

9. Guru perlu mengalokasikan waktu untuk belajar mandiri, membaca buku dan melakukan persiapan mengajar yang matang dan berkualitas. Disamping itu, guru juga perlu mengikuti kegiatan peningkatan kemampuan secara mandiri, tanpa harus sepenuhnya bergantung kepada pemerintah.                            

Referensi

Dokumen terkait

bertanya jawab seputar ruas garis yang membatasi bangun ruang Dikarenakan kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring maka evaluasi pembelajaran dilakukan melalui

Ketiga struktur permukaan linear lengkung tunggal – vault, short, dan long shell – bisa dipelajari lebih lanjut dengan menyelidiki transisi dari slab yang didukung

Pilih Tabel Atau View Yang Akan Dibuat Report dengan cara double klik AplikasiPembelian, maka akan tampil.. Pilih misalnya tabelsupplier, klik tanda maka

Oleh karena itu, adanya fungsi komunikasi antara pimpinan dan bawahan (downward communication) dan juga fungsi komunikasi antara bawahan terhadap pimpnan

Sistem Manajemen Anti Penyuapan SPRL (SMAP- SPRL) ini merupakan komponen penting dari kerangka kerja manajemen anti penyuapan berbasis ISO 37001:2016 untuk manajemen anti

Selama 1 bulan terakhir, apakah anda mempunyai masalah pada pekerjaan anda atau aktifitas rutin lain yang disebabkan oleh kesehatan fisik anda ?, seperti berikut ini :?. Selama 1

Bobot Nilai Waktu Referen si 5-6 Keseimbangan Energi  Kandungan energi makanan  Nilai energi makanan  Kebutuhan energi  Cara menaksir kebutuhan energi Ceramah,

Klik tombol Open, untuk menampillkan form Penawaran Harga:.. Jika sudah tersimpan, maka muncul tombol Dokumen Harga, Detail Harga Penawaran dan Kirim Penawaran:.. PerubahanTerakhir: