• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN ONLINE: Maslon Hutabalian 1, Maria Ferba Editya 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISSN ONLINE: Maslon Hutabalian 1, Maria Ferba Editya 2"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Page 11

Tinjauan Hukum Terhadap Dualisme Kepengurusan Organisasi Perhimpunan

Advokat Indonesia (Peradi) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003

Tentang Advokat

Maslon Hutabalian1, Maria Ferba Editya2

Fakultas Hukum1,2, Universitas Quality Berastagi, E-mail: maslonhutabalian86@gmail.com (CA)

Abstrak

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003, dengan orientasi pelayanan yang bersifat sosial yaitu membantu memberikan perlindungan hukum (legal services) bagi setiap warga negara yang tersandung masalah hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan. Seorang Advokat dalam menjalankan profesinya sebagai Advokat harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang dan harus menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan kemampuan profesionalnya, tidak hanya dalam lingkup peradilan tetapi juga di luar lingkup peradilan. Profesionalisme tidak hanya dimaksudkan untuk menjaga kepentingan asosiasi profesi, tetapi harus berujung pada penjagaan kepentingan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengelolaan hukum Persatuan Advokat Indonesia (PERADI) menurut hukum, untuk mengetahui bagaimana dampak dualisme pengelolaan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) terhadap penegakan hukum dan masyarakat serta bagaimana peran dan upaya pemerintah untuk mengembalikan dualisme kepengurusan Perkumpulan. Advokat Indonesia (PERADI) menjadi organisasi tunggal yang mandiri dan kuat.

Kata Kunci:

Dualisme, Manajemen, Organisasi, Advokat

Abstract

The Indonesian Advocates Association (PERADI) is a professional organization founded on the basis of the Republic of Indonesia Law Number 18 of 2003, with an orientation to services of a social nature, namely to help provide legal protection (legal services) for every citizen who stumbles on legal problems both in and outside the court. An advocate in carrying out his profession as an advocate must meet the requirements specified in the law and must uphold the values of Pancasila and professional ability, not only within the scope of the court but also outside the scope of the judiciary. Professionalism is not only intended to safeguard the interests of a professional association, but must culminate in ensuring that the interests of the community are protected. The purpose of this study was to explain the legal management of the Indonesian Advocates Association (PERADI) according to the law, to find out how the impact of the dualism of the Indonesian Advocates Association (PERADI) management on law enforcement and society and how the role and efforts of the government to restore the dualism of the management of the Association. Indonesian Advocates (PERADI) became an independent, single strong organization.

Keywords:

Dualism, Management, Organization, Advocates

Cara Sitasi:

Hutabalian, Maslon & Maria Ferba Editya. (2021), “Tinjauan Hukum Terhadap Dualisme Kepengurusan Organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Berdasarkan Uu No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat”, IURIS STUDIA: Jurnal Kajian Hukum Vol 2. No.1, Pages.

A. Pendahuluan

Profesi advokat merupakan profesi yang mulia (officium nobile). Advokat mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat guna menegakkan hukum. Di samping itu advokat bebas dalam membela, tidak terikat pada perintah. Advokat merupakan fasilitator dalam mencari kebenaran dan

http://jurnal.bundamediagrup.co.id/index.php/iuris

(2)

Page 12

menegakkan keadilan untuk membela HAM dan memberikan pembelaan hukum yang bersifat bebas dan mandiri bagi kliennya. Advokat juga dapat menjadi mediator bagi pihak yang bersengketa, baik berkaitan dengan perkara pidana, perdata, maupun tata usaha negara[2]. Pembelaan advokat terhadap tersangka yang berhadapan dengan hukum yang mempunyai perangkat lengkap akan menciptakan keseimbangan dalam proses peradilan sehingga keadilan bagi semua orang dapat dicapai[3].

Dalam usaha untuk mewujudkan negara hukum dalam kehidupan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab merupakan hal yang urgen disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum lainnya, seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman, melalui jasa hukum yang diberikan oleh advokat dengan menjalankan tugas sebagai penegak keadilan dan kebenaran, advokat sebagai salahsatu unsur sistem peradilan adalah merupakan pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.

Seiring perkembangan waktu serta betapa penting fungsi profesi Advokat dalam mewujudkan penegakan hukum, pemerintah dan DPR membentuk UU RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, secara pokok mengatur pelaksanaan pendidikan, melakukan seleksi, Pengangkatan dan pemberhentian Advokat, membuat kode etik, membentuk Dewan Kehormatan, membentuk Komisi Pengawas serta melakukan Pengawasan[5]. Akan tetapi dengan dilakukan Judicial Review sebanyak kali terhadap UU Advokat terkait persoalan “Single Baar dan Multi Baar“ tersebut di Mahkamah Konstitusi justru menimbulkan interpretasi bagi kalangan Advokat berdasarkan beberapa diantaranya Putusan MK No. 014/PUU-IV/2006, Putusan MK No. 66/PUU-VIII/2010, Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014 dan Putusan MK No. 36/PUU-XIII/2015Putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018, bahkan dengan dikeluarkannya Surat Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang pemberian wewenang kepada Pengadilan Tinggi untuk melakukan penyumpahan Advokat dari organisasi manapun, meskipun dari ketiga kubu organisasi dimaksud telah membuat kesepakatan Islah, akan tetapi Mahkamah Agung tetap mengeluarkan SKMA nomor 73 sehingga hal tersebut terkesan membuka peluang untuk perpecahan organisasi Advokat, selain itu puncak dualisme dimaksud terjadi yakni saat pelaksanaan munas ke-2 tanggal 27 Maret 2015 di Makassar berlangsung ricuh disebabkan karena penundaan munas, hingga akhirnya munas dilaksanakan di Pekanbaru pada tanggal 12 Juni 2015 dengan situasi yang semakin memanas disebabkan tidak ada kejelasan apakah munas sudah terlaksana dengan baik, sehingga akhirnya masing- masing calon mengklaim sebagai ketua umum PERADI. Pentingnya penelitian ini dilakukan mengingat keutuhan sebuah organisasi advokat sangat penting guna menjamin masa depan dari pada organisasi tersebut, sehingga dengan demikian akan melahirkan advokat- advokat yang profesional dan kompetitif. Oleh karena itu advokat berperilaku harus berpegang teguh pada norma etika dan kode etik profesi, menghindari orientasi pada kepentingan dan pencari keuntungan, wajib memperhatikan nilai-nilai moral[6]. Dalam mewujudkan organisasi Advokat yang kuat dan mandiri memerlukan peran pemerintah guna menjaga eksistensi organisasi Advokat, dengan demikian terhindar dari dualisme.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan empiris yang terdiri dari penelitian terhadap gejala hukum yang terjadi berdasarkan kepustakaan dan peraturan- praturan yang berkaitan, Penelitian ini mengguganakan dua konsep yang terintegrasi yaitu pengumpulan data dari internal maupun eksternal, kemudian data tersebut dibandingkan dan diuji sehingga akhirnya akan menghasilkan tingkat keakuratan data dan informasi dari sumber yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan pada saat ini adalah pendekatan kualitatif, ialah penelitian yang “berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistik-kontekstual). Dengan teknik penelitian yang mengacu kepada pendekatan penelitian normatif dan empiris sehingga mendapatkan data dari lapangan dan dipadukan dengan peraturan- peraturan yang telah dibakukan. Pendekatan kualitatif ini akan menghasilkan data deskriptif dalam bentuk ucapan ataupun tulisan dan perilaku orang yang diamati. Penelitian deskriptif adalah “mengurutkan atau menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya”. Penelitian deskriptif adalah “penelitian yang berusaha mendiskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang”.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara. Observasi adalah cara melihat atau mengamati suatu kejadian dari luar sampai kedalam dan kemudian melukiskan secara tepat seperti apa yang dilihat dan diamati. Observasi tidak terbatas kepada penglihatan (visual) saja, tetapi pengalaman yang diperoleh dari pendengaran. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap situasi dan perkembangan organisasi advokat saat ini. Pengamatan partisipasi dengan teknik “part time participant observer” dipilih agar peneliti dapat

(3)

Page 13

terlibat secara langsung dilapangan tanpa harus menetap tinggal dilapangan. Dengan demikian data dapat diperoleh secara objektif dan terencana. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh data yang akurat adalah dengan mengadakan wawancara langsung kepada responden. Wawancara dilakukan untuk mengetahui lebih spesifik mengenai kondisi kepengurusan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang saat ini sedang mengalami perpecahan dan bagaimana respon masyarakat terhadap eksistensi organisasi advokat.

B. Pembahasan

1. Sejarah Pembentukan Organisasi Advokat

Undang-Undang menyatakan Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat (pasal 28 ayat 1), Organisasi Advokat adalah sebuah wadah profesi advokat yang didirikan dengan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat. Dasar pendirian organisasi advokat adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).Kemudian awal berdirinya Organisasi Advokat di Indonesia baru muncul pada tahun 1963, diawali terbentuknya Persatuan Advokat Indonesia (PAI) tanggal 14 Maret 1963 di Jakarta bersamaan diselenggarakannya Seminar Hukum Nasional. Meskipun dalam praktek, profesi Advokat telah ada di Indonesia (Hindia Belanda) lebih kurang sejak satu abad sebelumnya.

Sejak lahirnya UU Advokat, profesi advokat mendapat pengakuan sehingga setara dengan penegak hukum lainnya dalam prakteknya. Pengaturan ini juga berimplikasi pada rekturtmen advokat secara sistematis sehingga diharapkan para advokat nantinya dapat melaksanakan amanat profesi ini sebagai profesi yang mulia (officium nobile). Dengan terbentuknya Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), maka Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI) yang ada sebelumnya telah meleburkan diri ke dalamKKAI, sehingga FKAI tidak ada lagi dan KKAI adalah satu-satunya forum organisasi profesi advokat Indonesia[7].

Pertikaian para peserta Munas II hingga berhentinya acara Munas tersebut, sangat disayangkan dan disesalkan pada akhirnya Peradi pecah menjadi 3 (tiga) kepengurusan diantaranya DR.H.Fauzie Yusuf Hasibuan,SH.MH, DR.Juniver Girsang, DR.Luhut Pangaribuan.Ketiga organisasi advokat Peradi tersebut mengaku sebagai pengurus yang sah periode 2015 sd 2020. Dengan alasan konflik Peradi tersebut Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 73/KMA/HK.01/IX/MA terdapat 8 butir yang kedua : “bahwa berdasarkan Surat Ketua MA Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 yang pada pokoknya Ketua Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah para advokat yang telah memenuhi syarat dengan ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh pengurus PERADI sesuai dengan jiwa kesepakatan tanggal 24 Juni 2010, ternyata kesepakatan tersebut tidak dapat diwujudkan sepenuhnya, bahkan PERADI

yang dianggap sebagai wadah tunggal sudah terpecah dengan masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah” Di samping itu, berbagai pengurus advokat dari organisasi lainnya juga

mengajukan permohonan penyumpahan.

Polemik soal kepengurusan organisasi advokat di Indonesia seolah tak pernah kehabisan stok cerita. Siapa sangka gugatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang dipimpin Fauzie Yusuf Hasibuan melawan Juniver Girsang justru mendapat putusan tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) dari Majelis Hakim.

Majelis Hakim PN Jakarta Pusat telah memutus sengketa kepengurusan organisasi advokat sebagai bukan kewenangan pengadilan untuk memutuskan. Intinya, peradilan nampak enggan ikut campur menengahi polemik yang berkaitan internal organisasi advokat. Isi putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat ini juga nampak sejalan dengan sikap Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali saat menerbitkan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 073/KMA/HK.01/IX/2015 (Surat KMA 073) pada akhir September 2015 silam.

2. Pengertian Dualisme Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dualisme adalah paham bahwa dalam kehidupan ini ada dua prinsip yang saling bertentangan seperti ada kebaikan ada pula kejahatan, ada terang ada gelap

(4)

Page 14

atau keadaan bermuka dua, yaitu satu sama lain saling bertentangan atau tidak sejalan. Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.Kemudian Aristoteles dalam bukunya Politics menyimpulkan bahwa negara memang harus diperintah oleh kepala negara yang tunduk kepada hukum yang berlaku (rule of law)[8].

Tiga ciri khas dari suatu negara hukum yaitu: 1. pengakuan perlindungan hak-hak asasi manusia, yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan budaya; 2. peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan apapun; 3. legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya. Penegakan hukum yang merupakan unsur terpenting suatu Negara Hukum dilakukan oleh para penegak hukum salah satunya adalah advokat. Pelaksanaan tugas advokat tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Advokat merupakan suatu bentuk profesi terhormat (officium nobile). Dalam menjalankan profesi, seorang advokat harus memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian advokat yang berpegang teguh kepada kejujuran, kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan, guna mencegah lahirnya sikap-sikap tidak tepuji dan berperilakuan kurang terhormat[9].

3. Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Terhadap Organisasi Advokat

Pengaturan mengenai organisasi advokat yangmenjamin kebebasan berserikat dan berkumpultelah diberikan dalam RUU Advokat. Demikianpula pembentukan Dewan Advokat Nasional yangdimaksudkan sebagai solusi konflik antarorganisasiadvokat yang terjadi saat ini telah diatur dalam RUUAdvokat. Oleh karena itu pengesahan RUU Advokatmendesak untuk segera dilakukan demi memberikankepastian hukum bagi profesi advokat dan padaakhirnya bagi para pencari keadilan. Adapun, RUUAdvokat perlu mengatur Dewan Advokat Nasionalsebagai suatu federasi organisasi advokat.

Pada prinsipnya melihat pentingnya profesi advokat dalam penegakan hukum di tengah bangsa ini, mestinya pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan yang menyelimuti tubuh organisasi advokat, dengan memberikan kepastian terhadap legalitas kepengurusan advokat yang tumpang tindih, seperti misalnya Keputusan Mahkamah Agungyang dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 2009 Nomor 052/KMA/V/2009 yang ditujukan kepada para ketua pengadilan tinggi di seluruh Indonesia dengan inti dari isi Keputusan Mahkamah Agung tersebut sebagai berikut:

“Ketua Mahkamah Agung meminta kepada ketua Pengadilan Tinggi untuk tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung terhadap perselisihan didalam organisasi advokat berartiKetua Pengadilan Tinggi tidak mengambilsumpah advokat baru sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun2003 tentang Advokat. Walaupun demikian,Advokat yang telah diambil sumpahnya sesuai Pasal 4 tersebut diatas tidak bisa dihalangi untuk beracara di Pengadilan terlepas dari organisasi manapun ia berasal, apabila ada advokat yang diambil sumpahnya menyimpang dari ketentuan pasal tersebut (bukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi) maka sumpahnya dianggap tidak sah sehingga yang bersangkutan tidak dibenarkan beracara di Pengadilan”.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan melalui tahapan wawancara kepada beberapa Pengurus dan anggota organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC PERADI MEDAN), disimpulkan bahwa terjadinya perpecahan ditubuh organisasi Peradi berawal dari Musyawarah Nasional ke- 2 di makassar pada tahun 2015 disebabkan adanya intervensi orang- orang tertentu dan kepentingan oknum pengurus pusat yang mencalonkan diri tanpa bisa menekan suhu egoisme yang tinggi dari masing- masing calon Ketua Umum, sehingga pelaksanaan munas tidak berjalan dengan baik bahkan berujung ricuh kemudian setiap kandidat Ketua Umum sama-sama mengklaim dirinya sebagai Ketua Umum yang sah dengan cara dan sistem pemilihan yang carut marut.

Berkaca dari kejadian tersebut, Organisasi Advokat tidak lagi mendapat legitimasi di kalangan penegak hukum lainnya karena dianggap tidak mampu mandiri dalam mengurus dan menjalankan Organisasinya dengan baik. Organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi yang independen/ mandiri dan bebas dari campur tangan pemerintah seharunya bertanggungjawab penuh dalam menjalankan roda organisasi yang dijamin oleh undang- undang, akan tetapi seiring berjalannya waktu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 pada tanggal 25 september 2015, memberikan kesempatan besar kepada

(5)

Page 15

setiap organisasi advokat manapun yang memenuhi syarat untuk disumpah dilantik oleh Ketua Pengadilan Tinggi setempat, dengan demikian organisasi advokat saat ini sudah kehilangan makna karena jumlah organisasi advokat sudah mencapai 30 organisasi diseluruh indonesia.

Berkaitan dengan dengan keabsahan dari pada organisasi advokat secara formal terkhusus tiga kubu organisasi yang mengaku sebagai ketua umum masih terus berupaya menempuh jalur hukum yang seat ini sedang diuji pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, berdasarkan register perkara Nomor: 203/ PDT 2020/ PT DKI JKT, sehingga masing- masing organisasi advokat belum mendapatkan pengesahan dari Kemenkumham RI, sedangkan sebahagian organisasi advokat yang baru muncul seperti PERARI dll justru sudah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, kondisi demikian membuat para sarjana hukum dengan mudah menjadi seorang advokat karena sistem seleksi yang ditetapkan oleh setiap organisasi advokat terkesan dipermudah, untuk kepentingan kuantitas anggota dalam organisasi advokat.

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa narasumber yang memberikan pendapat dan respon yang hampir sama dari peberapa pertanyaan yang diajukan peneliti sebagaimana diuraikan diatas, memberikan solusi guna mewujudkan bahwa organisasi advokat adalah sebagai organisasi tunggal yang independen dan mandiri sebagai berikut:

1. Pemerintah hanya diharapkan menjembatani permasalahan yang muncul dalam organisasi bukan mengintervensi dalam hal mengurus organisasi advokat, karena berbagai pihak tidak menginginkan organisasi advokat kuat;

2. Upaya hukum tidak akan menyelesaikan dan menjamin organisasi advokat dapat rekonsiliasi, akan tetapi sebaiknya para petinggi dalam organisasi advokat ini lebih menunjukkan kinerja melalui pendekatan sosiologis berupa pengayoman kepada semua anggota organisasi baik dipusat maupun di daerah- daerah.

3. Para Pengurus Pusat hendaknya membangun gedung Dewan Pimpinan Nasional Peradi, sehingga dengan cara demikian diharapkan perlahan- lahan munculnya kepercayaan dari seluruh advokat dan masyarakat.

4. Bahwa masa depan dari pada organisasi advokat kabur dan semakin tidak jelas apabila perpecahan tersebut tidak dapat dirajut kembali.

Melihat dan menganalisa beberapa solusi yang diinginkan oleh berbagai sumber yang diwawancarai, kemudian Peneliti juga menawarkan/ memberikan solusi bagaimana agar organisasi advokat Peradi tersebut dapat bersatu kembali menjadi wadah tunggal advokat yang independen dan mandiri yakni hendaknya para Ketua Umum dan Mantan Ketua Umum sebaiknya tidak lagi mendeklarasikan diri maju sebagai calon Ketua Umum Advokat pada munas yang direncanakan tanggal 07 Oktober mendatang baik dimasing- masing organisasinya, maupun kontestasi secara umum, akan tetapi memberikan kesempatan kepada orang- orang yang dianggab mampu memimpin organisasi advokat dengan baik dengan visi misi mampu memulihkan keadaan organisasi terhormat (Officium Nobile), dan pengurus lama harus berjiwa besar bertindak sebagai tim pengarah yang netral untuk mewujudkan organisasi yang kuat dan mandiri.

Dari hasil wawancara dan pengamatan fakta dilapangan, peneliti berkesimpulan bahwa, Status dualisme/ kegandaan kepengurusan dalam organisasi advokat saat ini memberikan gambaran bahwa penegakan hukum masih sulit ditemukan bagi pencari keadilan, karena organisasi penegak hukum sendiri pun masih belum mampu mengurus dirinya sendiri, sehingga marwah penegak hukum dimaksud semakin tidak mendapat posisi berimbang dengan penegak hukum lainnya, bahkan status keabsahan organisasi advokat sekarang ini masih kabur dan tidak jelas sehingga menimbulkan ambigu bagi kalangan anggota advokat sendiri dan di lingkungan masyarakat pencari keadilan.

C. Penutup

Guna mewujudkan eksistensi organisasi Advokat secara mandiri, pemerintah semestinya tidak mengintervensi permasalahan yang terjadi ditubuh organisasi advokat baik melalui personal pejabat maupun melalui intansi tertentu disebabkan karena hadirnya campur tangan pemerintah terkesan sarat dengan kepentingan sehingga sangat berpotensi untuk dipolitisasi , sedangkan organisasi advokat merupakan organisasi mandiri. Adapun dampak dari pada dualisme kepengurusan dalam organisasi advokat adalah bahwa profesi advokat semakin tidak berwibawa di tengah- tengah masyarakat, karena profesionalisme seorang advokat dalam menjalankan tugasnya sangat diragukan karena sistem seleksi dan pengawasan yang kian lemah. Tidak lupa peneliti mengucapkan terimakasih banyak kepada Kemenristekdikti Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) yang telah mendanai penelitian ini.

(6)

Page 16 Daftar Pustaka

Andry Nurwandi,(2018) Problematika Profesi Advokat Dalam Beracara di Lingkungan Peradilan Agama, Jurnal Penelitian Medan Agama, Vol. 9, No. 1, 2018.

Direktori Advokat Medan 2015.

Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia Citra, Idealismedan Keprihatinan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995,hlm. 14 dalam Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokatdalam Perspektif Islam & Hukum Positif, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 17-18.

Frans Hendra Winata, Pro Bono Publico Hak KonstitusionalFakir Miskin Untuk Memperoleh Bantuan Hukum, Jakarta:Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, hlm. 1-2.

Keputusan Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009, Tanggal 1 Mei 2009. Kode Etik Advokat.

Monika Suhayati,(2015) Pengaturan Sistem Organisasi Advokat dalam Rancangan Undang- undang Tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, Kajian Vol 20. No 4. Desember 2015 Hal 317- 328.

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtsstaat), (Bandung, PT. Refika Aditama, 2011). Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014.

Putusan MK No. 66/PUU-VIII/2010.

Rosdalina, (2015) Peran Advokat Terhadap Penegakan Hukum di Pengadilan Agama, Jurnal Politik Profetik, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2015.

Solehoddin, (2018) Profesi Advokat: Antara Harapan dan Kenyataan, Jurnal Hukum “Widya Yuridika”Volume 1/ Nomor 1/ Juni 2018.

Surat Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Warkum Sumitro, Mewujudkan Profesionalisme Advokat Ditengah Krisis Kepercayaan, Makalah Raker Ikadin, Malang, 3-12- 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Motor dc yang digunakan dalam pembuatan alat pemindah barang otomatis ini adalah jenis motor dc dengan dua polaritas seperti gambar 4.2, dimana untuk mengaktifkan

Publikasi Statistik Daerah Kecamatan Lembang 2015 ini merupakan publikasi yang tergolong baru, berfungsi untuk melengkapi publikasi-publikasi statistik yang sudah

Namun, bukannya memasok prefiks alamat sendiri, router juga dapat menunjukkan bahwa host harus menggunakan mekanisme stateful untuk mengkonfigurasi alamat dan /

Majelis Hakim Pengadilan Agama Pasuruan dalam memutuskan suatu perkara perceraian dengan alasan suami melakukan perselingkuhan haruslah mempunyai

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis model pembelajaran GI berpengaruh signifikan terhadap peningkatan KPS, dalam proses belajar siswa turut aktif terlibat

Sedangkan perhitungan kandungan energi oli bekas pada Tabel 3 diatas, jika masa oli bekas yang terpakai untuk pembakaran rata-rata sebesar 1.02 gram, sedangkan energi kalor

Proses penarikan sampel yang digunakan dalam penelitia ini adalah simple random sampling, menurut Ridwan (2005 : 58) simple random sampling adalah “ cara

Setelah penulis melakukan proses analisis, aransemen, penelitian dan wawancara terhadap lagu-lagu yang diaransemen ke dalam Medley 6 Lagu Daerah untuk Orkestra, maka