• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERSUKACITALAH SENANTIASA! SEKALI LAGI KUKATAKAN, BERSUKACITALAH. Dr. Sorta Harianja, M.Th, M.Mis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BERSUKACITALAH SENANTIASA! SEKALI LAGI KUKATAKAN, BERSUKACITALAH. Dr. Sorta Harianja, M.Th, M.Mis"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

“BERSUKACITALAH SENANTIASA! SEKALI LAGI KUKATAKAN, BERSUKACITALAH”. (Memahami Konsep Sukacita Dalam Surat Paulus Kepada Jemaat di Filipi)

Dr. Sorta Harianja, M.Th, M.Mis

Abstract

Dunia ini tidak mengenal sukacita itu, meskipun banyak orang yang tampaknya berbahagia (baca: bersenang-senang) dalam kehidupan yang berdosa. Jauh di lubuk hati mereka, ada suatu kekosongan,

kehampaan yang menjerit untuk mengalami kebahagiaan yang sejati. Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi selalu menyerukan kepada jemaat agar tetap bersukacita (Filipi 4:4). Sukacita ini bukan sukacita yang mengalir dari ilmu jiwa, melainkan sukacita di dalam Tuhan. Sukacita itu tidak

didasarkan atas suasana sekeliling, melainkan didasarkan di dalam Tuhan. Pancaran sukacita itu ada di dalam Kristus dan Paulus telah mendapatkan dalam segala peristiwa yang dikenangkannya. Di dalam penjara, Paulus dan Silas bersukacita bukan karena keadaan atau suasananya, melainkan di dalam Tuhan. Paulus dan Silas diperkirakan berada dalam penjara selama empat tahun, tetapi mereka

masih bersukacita. pertanyaan yang timbul adalah bagaimana Paulus bisa bersukacita, bahkan mengemukakan konsep sukacita dalam situasi kehidupannya dalam penjara? Apakah yang dimaksud

dengan sukacita menurut Paulus dan apakah yang menjadi dasar sukacita Paulus dalam surat Filipi ini?

Kata Kunci: Kristus, Sukacita, Penderitaan

A. Pendahuluan

Surat rasul Paulus kepada jemaat di Filipi adalah surat yang ramah tamah sifatnya. Nada utamanya atau semboyannya adalah ”sukacita”. Sifat sukacita inilah yang membedakan surat Filipi dengan surat-suratnya yang lain. Menurut Wesley Brill:

Perkataan sukacita, baik sebagai kata benda maupun sebagai kata kerja, terdapat enam belas kali dalam surat ini. Rasul Paulus dikuatkan Tuhan sehingga ia bersukacita walaupun ia menderita belenggu. Nasihat dalam surat ini tidak datang dari istana yang tenang, melainkan dari dalam penjara, di mana ia terbelenggu dan masih menunggu keputusan perkaranya yang mungkin mendapatkan kematian kepadanya.1

Meskipun dalam keadaan demikian, Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi selalu menyerukan kepada jemaat agar tetap bersukacita (Filipi 4:4). Sukacita ini bukan sukacita yang mengalir dari ilmu jiwa, melainkan sukacita di dalam Tuhan.2 Sukacita itu tidak didasarkan atas suasana sekeliling, melainkan didasarkan di dalam Tuhan. Pancaran sukacita itu ada di dalam Kristus dan Paulus telah mendapatkan dalam segala peristiwa yang dikenangkannya. Di dalam penjara, Paulus dan Silas bersukacita bukan karena keadaan atau suasananya, melainkan di dalam Tuhan. Paulus dan Silas diperkirakan berada dalam penjara selama empat tahun, tetapi mereka masih bersukacita.

Jika menuruti pendapat di atas, pertanyaan yang timbul adalah bagaimana Paulus bisa bersukacita, bahkan mengemukakan konsep sukacita dalam situasi kehidupannya dalam penjara? Apakah yang dimaksud dengan sukacita menurut Paulus dan apakah yang menjadi dasar sukacita Paulus dalam surat Filipi ini? Melihat realitas kehidupan umat Tuhan saat ini, tidak dapat

1 Wesley Brill, Tafsiran Surat Filipi, (Bandung: Kalam Hidup, 2003), 9. 2 Lindel Cooley, Tempat rahasia sukacita, (Imanuel, 2004), 15.

(2)

disangsikan lagi kalau jemaat hidup dalam situasi hidup yang tidak kondusif. Ada berbagai ancaman dan hambatan yang dialami umat Tuhan di dalam hidup keberagamaan. Dan situasi ini seringkali membuat dimensi sukacita sebagai salah satu dimensi penting dari kekristenan seolah-olah menjadi hilang. Menurut Greg Zoschak:

Dewasa ini banyak orang beriman yang tidak memiliki sukacita. Ini sebenarnya adalah egoisme, walaupun di pihak lain sikap mementingkan diri sendiri merupakan kecenderungan alami dari unsur kedagingan orang yang sedang mengalami pencobaan. Padahal jika kita orang-orang Kristen bersedia melayani kebutuhan orang-orang lain sementara kita sendiri sedang mengalami pencobaan, kita akan mendapatkan bahwa rasa kasihan kepada diri sendiri mudah diubah menjadi sukacita melalui tindakan sederhana asal kita mau.3

Pencobaan-pencobaan yang harus dihadapi oleh orang-orang beriman sebagai akibat dari situasi yang buruk dan merugikan pada saat ini memang akan bertambah banyak menjelang hari Tuhan yang semakin mendekat (Ibrani 10:25). Jika orang-orang beriman belum belajar mengatasi pencobaan-pencobaan yang dihadapi saat ini, maka pencobaan-pencobaan-pencobaan-pencobaan tersebut akan semakin bertambah berat. Inilah masalah yang dihadapi oleh orang percaya saat ini.

Memang, ada banyak orang beriman bersukacita pada waktu menghadapi pencobaan yang singkat, namun tidak memiliki kekuatan dan ketekunan untuk bersukacita dalam pencobaan-pencobaan yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Mungkin mereka mulai menghadapinya dengan sukacita, tetapi baru saja beberapa saat berlalu, sukacita mereka sudah menipis. Tidak lama kemudian sukacita mereka sudah lenyap sama sekali. Padahal, menurut Wesley Brill: ”Bagi kita orang Kristen, pancaran hidup adalah Kristus. Hidup kita dari Kristus, oleh Kristus dan bagi Kristus. Sama seperti rasul Paulus yang berkata, ”karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”. Janganlah kita bersikap, ”bagiku hidup adalah diri sendiri dan mati adalah kerugian dan keputus-asaan”.4 Di samping itu, masih banyak orang-orang Kristen yang belum hidup di dalam kepercayaan yang penuh kepada Kristus. Dan hal inilah yang membuat mereka tidak pernah mengalami sukacita. Bisa saja kadang-kadang mereka senang, tetapi ada perbedaan besar antara sukacita dan rasa senang. Rasa senang bergantung pada keadaan. Sedangkan sukacita sama sekali tidak ditentukan oleh keadaan atau pun situasi.

B. Pemahaman Tentang Sukacita dalam Surat Filipi 1. Sumber Sukacita (Filipi 1)

Sukacita dari manusia umumnya berasal dari barang-barang ataupun hiburan-hiburan di sekitar yang menyenangkan mereka. Pada pasal 1 ini rasul Paulus memaparkan sejumlah sukacita dalam hidupnya. Pertama, memberitakan Injil. Rasul Paulus tahu tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan kepadanya adalah pelayanan pemberitaan Injil. Dan ia bersukacita dalam pelayanan ini karena Injil merupakan berita keselamatan dari Tuhan untuk orang-orang berdosa. Bukankah suatu kehormatan untuk memberitakan kabar selamat.

3 Greg Zoschak, Membangun Karakter Anda, (Jakarta: Imanuel, 2005), 53. 4 Wesley Brill, Ibid, 45.

(3)

Kedua, menderita demi Kristus. Rasul Paulus harus menderita begitu banyak karena Kristus, termasuk ia harus dipenjarakan karena Kristus. Tetapi ia tetap bersukacita karena penderitaannya telah menyebabkan kemajuan dalam pemberitaan Injil (12). Penderitaan demi Kristus memiliki nilai yang kekal.

Ketiga, hidup untuk Kristus. Rasul Paulus rindu untuk segera pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus. Tapi ia tahu bahwa Tuhan menginginkannya untuk tetap tinggal di dunia ini dan ia tahu, itu berarti hidupnya haruslah hidup yang dijalani di dalam Kristus dan hidup yang berpadanan dengan Injil Kristus (25, 27). Paulus bekata: “Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita.” (Filipi 1:18b)

Di dalam Filipi 1:4 dikatakan: dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita. Dari terjemahan Yunaninya dikatakan pantote en pase deisei mou uper

pantonhumon meta kharas ten deesin poioumonos. Pantote dari kata sifat yang artinya selalu atau

setiap waktu, en kata depan artinya di dalam atau di, pase kata sifat, datif feminim tunggal dari kata

pas artinya setiap, deesei kata benda datif feminim tunggal dari kata deesis artinya berdoa, mou kata

benda genetif orang pertama tunggal dari kata ego yang berarti saya/ku, urep kata depan genetif yang berarti untuk, panton kata sifat genetif maskulin jamak dari kata pas artinya semua, humon kata benda genetif orang kedua jamak darikata su artinya kamu. Meta kata depan genetif artinya dengan, kharas kata benda feminim tunggal dari kata khara artinya sukacita, ten deesin kata benda aktif feminim tunggal dsari kata deesis artinya berdoa, poioumenos, kata kerja

2. Kemuliaan Melalui Kerendahan (Filipi 2)

Manusia cenderung berpikir bahwa cara untuk mendapat kemuliaan adalah mengusahakan hal-hal yang hebat dan spektakuler, tetapi lewat kehidupan Tuhan Yesus, rasul Paulus memaparkan bahwa jalan menuju kemuliaan adalah melalui kerendahan. Ia mengosongkan Diri-Nya dan menjadi manusia. Tuhan Yesus adalah Allah tetapi Ia tidak mempertahankan status dan kedudukan-Nya tersebut. Dengan rendah hati, Ia menjadi manusia karena Ia mengasihi manusia.

Selanjutnya, Ia melayani. Ketika Tuhan Yesus berada di dunia ini, Ia bukan hanya sungguh-sungguh menjadi manusia tetapi Ia juga melayani, menjadi seorang hamba hingga Ia mati di atas kayu salib. Ia taat sampai mati di kayu salib. Ketaatan Kristus kepada kehendak Allah ditunjukkan-Nya hingga mati di atas kayu salib. Dan Tuhan mengaruniakan kepada-Nya kemuliaan dan Nama di atas segala nama. Tuhan Yesus dimuliakan Allah lewat kebangkitan-Nya. Ia pun diberikan Allah kuasa untuk memerintah atas segala yang ada di surga, di atas bumi dan di bawah bumi.

Kristus menempuh jalan untuk kemuliaan melalui kerendahan hati dan kayu salib. Dan itulah yang Tuhan akan berikan kepada kita sebagai anak-anak-Nya jikalau kita memiliki kerendahan hati dan kerelaan untuk berkorban. Paulus berkata: “Dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan.” (Filipi 2:11a).

(4)

3. Pikiran Kristen (Filipi 3)

Pikiran Kristen merupakan pikiran yang Tuhan inginkan sebagai bagian pembentukan Tuhan dalam kehidupan kita. Pikiran bagaimanakah yang merupakan pikiran seorang Kristen? Pertama,

tidak menaruh kebanggaan kepada hal-hal lahiriah. Siapakah yang tidak mengenal rasul Paulus?

Ayat 4-6 memaparkan serentetan latar belakang dan kelebihan rasul Paulus sebagai seorang Israel. Tetapi ia tidak menaruh kebanggan terhadap hal-hal lahiriah tersebut. Itu semua dianggapnya sampah dan tidak berguna. Adakah perkara-perkara yang menjadi kebanggaan Anda? Kebanggaan yang berlebihan dapat membuat kita bergantung kepada hal tersebut. Janganlah bergantung kepada perkara-perkara yang tidak bernilai kekal.

Kedua, mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan Kristus. Justru yang menjadi kebanggaan bagi rasul Paulus adalah pengenalannya kepada Kristus dan kebangkitan-Nya bahkan ia rela menderita demi Kristus. Mengenal Kristus jauh lebih berharga daripada hal-hal lahiriah karena mengenal Kristus akan membawa perubahan dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Apakah Anda memiliki rasa bangga dapat mengenal Kristus? Rasa bangga bukan sekedar perasaan saja, melainkan sangat mempengaruhi kehendak Anda untuk semakin mengenal Dia. Paulus berkata: “Karena itu marilah kita, yang sempurna,berpikir demikian.” (Filipi 3:15a).

4. Rahasia Kepuasan (Filipi 4)

Manusia selalu hidup dalam ketidakpuasan dan mengejar segala sesuatu yang dapat memuaskan dirinya, misalnya hiburan, makanan, danlain-lain. Pada bagian ini rasul Paulus memaparkan rahasia rasa puas yang dapat diperoleh oleh orang Kristen. Pertama, mencukupkan diri dalam segala hal. Rasul Paulus pernah mengalami saat-saat berlimpah berkat di dalam kehidupannya, tetapi ia juga pernah mengalami saat-saat kekurangan. Tetapi dalam segala hal ia belajar untuk mencukupkan diri; ia belajar untuk senantiasa puas diri. Kata “cukup” dapat berkonotasi relatif, namun kata “mencukupkan diri” berkonotasi penguasaan diri. Kita tidak pernah merasa cukup, sampai kita mencukupkan diri kita di dalam segala hal.

Kedua, mempercayakan diri kepada pemeliharaan Allah yang mutlak. Rasul Paulus menyadari benar bahwa kehidupannya terpelihara hingga pada saat itu, semata-mata karena pemeliharaan dan kasih Allah kepadanya. Orang-orang Kristen di Tesalonika merupakan salah satu saluran berkat yang Tuhan pakai untuk menolong rasul Paulus. Orang-orang Kristen dapat mempercayakan diri dan kebutuhannya kepada Tuhan. Karena Ia akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya (19). Sebenarnya Tuhanlah kecukupan kita bahkan Dialah kelimpahan kita! Paulus berkata, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:19).

Filipi 4:4 dikatakan bersukacitalah di dalam Tuhan, sekali lagi aku katakan bersukacitalah. Dalam bahasa yunaninya dikatakan khairete en kurio pantote palin ero khairete. Kata khairete dari

(5)

kata kerja Imperfekaktif orang kedua jamak dari kata khairo artinya bersukacita. Jadi kata khairete artinya kalian akan bersukacita. Imperfek artinya

C. Latar Belakang Sukacita rasul Paulus

Sukacita Paulus dalam kitab Filipi bukanlah sukacita yang bersifat emosional sesaat, tetapi merupakan sukacita rohani yang bersifat batiniah. Oleh karena itu, sebelum membahas lebih lanjut konsep sukacita dalam kitab Filipi, berikut ini dikemukakan beberapa ayat dalam Perjanjian Baru yang berkaitan dengan latar belakang sukacita Paulus. Dalam Kisah Para Rasul16:25-26 dikatakan:

Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka. Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua.

Di dalam ayat di atas diceritakan bahwa Paulus dan Silas menyanyikan pujian kepada Allah ketika dalam penjara, dan mereka mengalami mujizat dan terlepaslah belenggu mereka dan terbukalah pintu penjara. Dalam keadaan terpenjara, mereka memuji-muji Tuhan dengan nyanyian. Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, jelas bahwa Paulus mengalami sukacita yang tidak dibatasi oleh keadaan dan lokasi, dan inilah yang Paulus buktikan dalam sebuah tulisan/ surat kepada Jemaat di Filipi. Sukacita Paulus adalah sukacita dalam Tuhan.

Di dalam kehidupan manusia, setidaknya ada 3 macam sukacita yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Sukacita jasmaniah, sukacita semacam ini dialami jika seseorang secara materi/jasmani tercukupi. b. Sukacita emosional, adalah sukacita ketika kebutuhan emosional tercukupi, yang dialami ketika

hati/perasaan tidak dilukai, perasan aman, nyaman, tenang dan lain lain.

c. Sukacita batiniah/rohaniah, adalah sukacita sejati yang tidak tergantung pada keadaan dan lokasi. Sukacita yang tidak dibuat-buat/ dicari-cari tetapi sukacita yang lahir dari dalam batin.

Rasul Paulus di sini mengalami hal sukacita tipe ke-3 di tengah-tengah kondisi dipenjara. Dan ia merasa apa yang ia butuhkan sudah terpenuhi karena ia menemukan Yesus Sang Juruselamat. Dalam Filipi 3:8 Paulus mengatakan “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”.

Sukacita yang tak terpengaruh keadaan atau situasi dan kondisi dibuktikan oleh Paulus dan Silas dengan nyanyian pujian mereka yang mendatangkan mujizat. Seorang yang mengalami demikian akan memiliki keberanian yang luar biasa. Cerita dalam Kisah Para Rasul 14:19-20 menjelaskan akan hal ini.

Tetapi datanglah orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium dan mereka membujuk orang banyak itu memihak mereka. Lalu mereka melempari Paulus dengan batu dan menyeretnya ke luar kota, karena mereka menyangka, bahwa ia telah mati. Akan tetapi ketika murid-murid itu berdiri mengelilingi dia, bangkitlah ia lalu masuk ke dalam kota. Keesokan harinya berangkatlah ia bersama-sama dengan Barnabas ke Derbe

(6)

Kejadian itu terjadi di kota Listra (Kisah Para Rasul 14:8), Paulus mengalami penganiayaan, ia dirajam sampai ‘dikira’ mati, dan ia diseret ke luar kota. Tetapi ternyata ia tidak mati. Apakah keadan tersebut membuat Paulus hilang keberaniannya dan enggan kembali ke kota itu? Ternyata tidak. Dalam Kisah Para Rasul 14:21 dikatakan: “Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid. Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia”. Ini adalah sesuatu hal yang luar biasa. Ketakutan secara manusiawi yang lazim dialami manusia setelah mengalami penganiayaan tidak membuat Paulus takut kembali ke kota Listra. Hal ini terjadi karena ada sukacita dalam melayani Kristus melebihi ketakutan ditolak orang banyak. Di dalam Filipi 4:13 Paulus mengatakan: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku”.

Paulus menyandarkan segala perkara yang dialaminya di dalam Tuhan yang memberi kekuatan kepadanya dalam pelayanan-pelayanannya. Sikap seperti ini membuatnya mampu bersyukur atas segala sesuatu dan bersyukur dalam segala sesuatu yang merupakan sukacita yang tidak tergantung pada situasi dan kondisi.

Sukacita yang dialami Paulus ini bukan sekedar ‘positive thinking’ di mana kekuatan manusia menjadi ukurannya. Berpikir positif punya batasan-batasan manusiawi. Tetapi sukacita dalam Tuhan melebihi batas-batas manusiawi. Sebab Tuhan memang lebih besar dari semua masalah-masalah manusia. Sukacita yang dialami Paulus ini adalah sikap sadar bahwa ada jaminan yang lebih besar dari Allah yang empunya semesta alam. Di dalam Filipi 4:4-7 Paulus mengatakan:

“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”

Inilah sukacita seperti yang dikemukakan dalam Perjanjian Lama sebagaimana diungkapkan Daud dalam Mazmur 92:5 : “Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya TUHAN, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai”

1. Sukacita dalam penderitaan (Pasal 1)

Seseorang akan mudah mendapatkan sukacita dan mengungkapkannya dalam sebuah tulisan apabila misalnya seorang sedang berlibur di tepi pantai, di bawah sinar matahari yang cerah, di tengah pemandangan yang indah sambil meneguk minuman segar. Mudah sekali mengungkapkan sukacita ketika seorang pemuda mendapat jawaban dari gadis pujaannya dan menerima cintanya. Mudah sekali mengungkapkan sukacita ketika seseorang mendapatkan hadiah, penghargaan, dan lain lain.

Tetapi lain lagi sukacita yang dialami oleh Rasul Paulus. Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa Paulus menuliskan kitab sukacita itu dalam keadaan ia dipenjara. Model penjara Romawi, zaman Rasul Paulus dulu, bukan seperti penjara yang ada saat ini. Penjara-penjara Romawi pada masa itu adalah penjara yang letaknya di bawah tanah, yang gelap dan pengap. Semakin berat

(7)

perbuatan kriminal seseorang, semakin ia ditempatkan ke bagian yang lebih bawah. Dan anehnya Rasul Paulus menuliskan sukacita justru dari tempat seperti itu.

Berdasarkan apa yang dikatakan di atas, maka sebenarnya tulisan Paulus di Filipi bersifat paradoks. Dari dalam penjara Rasul Paulus memberi salam damai sejahtera kepada umat yang berada di luar penjara yang berada dalam situasi dan kondisi yang lebih baik, lebih damai dan sukacita. Bahkan bukan itu saja, ia mendoakan jemaat di Filipi. Paulus berkali-kali dalam suratnya mengatakan agar mereka bersukacita senantiasa dan menyarankan agar sukacita itu meluap keluar.

Paulus mengharapkan agar suratnya dapat menguatkan jemaat di Filipi yang mengalami tekanan-tekanan. Maka keadaan inilah, Paulus banyak melakukan sharing tentang keadaannya, bahwa orang yang mereka anggap sangat dekat dengan Tuhan ternyata juga mengalami hal sama seperti mereka.

Orang yang mengalami keadaan seperti Paulus itu biasanya akan merasa ‘teraniaya’, marah dan jengkel, mempertanyakan ‘keadilan’ mengapa ia dipenjara. Tetapi Paulus tidak melihat dari kepentingannya sendiri sehingga ketika dia disingkirkan dan ia dipenjara, baginya itu bukan masalah, yang penting pekerjaan Tuhan tetap dijalankan.

2. Sukacita dalam Melayani (Pasal 2)

Berita-berita menyedihkan, menakutkan dan berita-berita yang menggentarkan telah menguasai media hari-hari ini baik di TV, Radio, maupun surat kabar, yaitu tentang bencana-bencana alam seperti banjir, longsor, gempa bumi dan angin puting beliung, dan musibah-musibah lainnya mulai dari kebakaran, penyakit-penyakit seperti demam berdarah, flu burung, dan lain-lainl. Bahkan juga kejadian-kejadian yang memilukan akibat kecelakaan-kecelakaan seperti peristiwa jatuhnya Pesawat Adam Air, tenggelamnya KMP Levina I, kebakaran Pesawat Garuda, dan lain-lainl. Bagaimana sikap sebagai jemaat Tuhan? Hal yang penting yang dapat kita kerjakan adalah BERDOA, karena melalui doa, mujizat pasti terjadi. Untuk itu, setiap kita wajib berdoa bagi bangsa dan negara kita yang bertubi-tubi didera oleh musibah dan malapetaka, agar belas kasihan Tuhan boleh tercurah atas bangsa kita.

Namun, yang juga tidak boleh kita lupakan adalah tanggung jawab kita untuk memberitakan Injil berita sukacita (Mat. 28:18-20), karena pemberitaan Injil dan berita sukacita adalah tugas utama yang tidak boleh diabaikan oleh setiap orang percaya dalam segala keadaan (2 Tim. 4:2). Karena dengan berita Injil dan berita sukacita, kita akan membawa damai yang menjadikan kita anak-anak Allah (Mat. 5:9).

Lalu apakah sebenarnya sukacita yang harus dikabarkan?

 Bahwa di dalam Yesus ada kepastian keselamatan dan pengampunan dosa  Bahwa di dalam Kristus setiap orang percaya menerimakekuatan dan

mujizat di tengah masalah.

 Bahwa di dalam Yesus setiap orang percya akan meraih keberhasilan dan kesuksesan

(8)

 Bahwa di dalam Yesus setiap oran g percaya tetap dapat hidup dalam kebahagiaan dan damai sejahtera

3. Sukacita karena percaya (Pasal 3)

Dalam pasal 3 ini, jelas bahwa sukacita yang dialami Paulus ini adalah sukacita yang sejati yang didasarkan pada kepercayaannya yang penuh kepada Kristus. Sukacita ini dapat dikatakan merupakan bagian dari buah-buah Roh. Dalam Galatian 5:22-23 dikatakan: “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu”.

Sukacita yang didasarkan pada kepercayaan adalah ciri khas suatu hubungan yang sejati dan sikap kerohanian yang tulus ikhlas. Sebuah keluarga yang harmonis, di dalamnya ada suka cita. Demikian pula hubungan dengan Kristus tidak meniadakan sukacita, sebaliknya justru meningkatkannya dan menyempurnakannya. Di dalam Kitab Mazmur 16:11, Daud mengatakan: “di

hadapanMu ada sukacita berlimpah dan di tangan kananMu ada nikmat senantiasa.”

Sukacita adalah ciri-ciri agama sejati dan kerohanian yang tulus ikhlas. Agama sejati tidak meniadakan sukacita, sebaliknya justru meningkatkannya dan menyempurnakannya. Anggapan bahwa agama dan kesalehan meniadakan sukacita merupakan tipuan licik Iblis untuk menjauhkan manusia dari Allah. Dalam fiksi rohaninya, Screwtape Letters, C.S. Lewis secara kreatif menggambarkan bagaimana setan senior, si Screwtape, memberi nasehat kepada keponakannya, setan yunior, tentang bagaimana menggoda manusia. Ia menulis:

Ketika kita berurusan dengan setiap kesenangan dalam bentuknya yang sehat, normal dan memuaskan, maka kita, sampai batas tertentu berada di daerah musuh. Aku tahu kita sudah memenangkan banyak jiwa lewat kesenangan, tetapi tetap saja itu adalah ciptaanNya, bukan ciptaan kita. Semua riset kita sejauh ini belum memampukan kita untuk menghasilkan hal itu. Kita hanya dapat mendorong manusia untuk menggunakan kesenangan yang diciptakan Musuh kita itu pada waktu-waktu, dalam cara-cara atau pada tingkat yang Ia larang…. Hasrat yang semakin besar kepada kesenangan yang dirasa terus berkurang adalah resepnya [Iblis] … untuk mendapatkan jiwa manusia dan tidak memberikan imbalan apa-apa kepada mereka.

Alkitab menegaskan bahwa sukacita berasal dari Allah, sumber segala kebaikan, tetapi dalam kelicikannya Iblis menyalahgunakannya untuk mendatangkan kebinasaan manusia. Untuk menjalankan strategi ini, Iblis selalu berusaha melakukan 3 hal, yaitu: pertama, menyelewengkan konsep tentang sukacita sejati dari Tuhan. Kedua, melemahkan hasrat manusia akan sukacita sejati di dalam Allah. ketiga, memberikan sukacita palsu yang menjerat dan menghancurkan manusia. Tanpa pengertian yang benar orang akan selalu memilih yang salah.

D. Bagaimana Memperoleh Sukacita yang sejati?

Jemaat tidak dipanggil untuk mengharmoniskan Alkitab dengan kenyataan hidup kita, melainkan untuk mengharmoniskan hidup kita dengan apa yang dikatakan oleh Alkitab. Alkitab tidak akan menjadi sesuatu ajaran yang idealis hanya gara-gara kita kurang mampu menaati bagian tersebut dan mengalaminya dalam hidup kita. Kita harus kembali kepada Alkitab, betapapun itu merupakan

(9)

sesuatu yang tampaknya sulit dan bahkan mustahil. Kitab Pengkhotbah sendiri mengajarkan sesuatu kenyataan dalam hidup manusia. Kitab ini banyak menceritakan hidup manusia apa adanya.

Bagian-bagian tulisan deskriptif (penggambaran) tersebut tidak boleh kita artikan sebagai preskriptif (ajaran yang harus dijalankan). Ayat dalam Filipi ini bahkan juga tidak berbentur dengan apa yang tertulis dalam Mat 5:4 "Berbahagialah orang yang berdukacita ." Karena yang dimaksud di sini adalah suatu dukacita rohani, dukacita menurut kehendak Tuhan, dukacita yang alkitabiah. Sementara yang dimaksud oleh Paulus dalam surat ini adalah sukacita yang dikontraskan dengan kesedihan yang berasal dari dunia ini. Dukacita rohani yang dari Tuhan justru mendatangkan penghiburan menurut Mat 5:4, namun kesedihan yang ditimbulkan oleh dunia dan segala keinginannya membawa ke dalam kemiskinan hidup, yaitu ketidak-sanggupan untuk mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia.

Penderitaan adalah sesuatu yang akrab dalam hidup manusia. Kita meragukan apakah pernah ada seorang manusia yang hidupnya tidak pernah menderita sekalipun. Penderitaan adalah sesuatu yang wajar, sesuatu yang lumrah. Kita mengalami baik penderitaan yang bersifat pribadi dan individual, maupun kesulitan yang terjadi dalam hubungan sesama manusia, bahkan sesama orang beriman, dan juga penderitaan dalam skala yang lebih global (seperti resesi ekonomi, ketidak-adilan yang terjadi di sana-sini, semakin rusaknya ekologi). Ini semua merupakan kenyataan hidup yang kita tidak dapat (dan tidak boleh sertia tidak perlu!) melarikan diri daripadanya.

Paulus sendiri ketika ia menulis surat ini sedang berada dalam penderitaan. Namun ia berespon dengan benar. Responnya bukanlah terhadap penderitaan itu sendiri (atau orang yang menimbulkan penderitaan tersebut), melainkan respon di hadapan Allah. Dan inilah yang seharusnya menjadi keunikan orang percaya ketika berada di tengah penderitaan: dia tetap bisa bersukacita. Mengapa justru bersukacita di tengah penderitaan? Karena kita percaya Allah adalah Allah yang berdaulat.

Seringkali pembahasan Kedaulatan Allah selalu dikaitkan dengan persoalan kehendak bebas manusia (suatu persoalan klassik yang terus dibicarakan sampai saat ini). Namun Kedaulatan Allah tidak hanya berhubungan dengan persoalan kehendak bebas manusia saja. Kedaulatan Allah justru menjadi dasar mengapa kita bisa bersukacita senantiasa. Mengutip Jonathan Edwards, Allah yang senantiasa bersukacita adalah dasar mengapa orang percaya dapat bersukacita senantiasa. Allah bukan pemurung dan tidak mau diganggu oleh siapapun karena Dia begitu kecewa melihat kehendakNya seringkali tidak ditaati di dunia ini. Alkitab mengajarkan kehendak umum Allah (yaitu apa yang diajarkan oleh firman Tuhan) dan kehendak kedaulatan Allah (yaitu segala sesuatu yang terjadi dalam dunia ini dalam kuasa dan kendali Allah). Ini bukan berarti dua kehendak Allah, melainkan satu kehendak Allah dengan dua perspektif. Tanpa mengerti kedua perspektif ini sulit bagi kita untuk bisa bersukacita. Untuk sederhananya, Allah melihat suatu kejadian (katakanlah penderitaan misalnya) dengan dua sudut pandang. Ketika Petrus menyangkal Yesus, Allah berduka karena melihat Petrus jatuh (kehendak umum Allah), namun dalam perspektif yang lain, yaitu perspektif global, keseluruhan rencana Allah (kehendak kedaulatan Allah) Ia melihat semua rancanganNya adalah baik adanya

(10)

(Petrus justru lebih mengasihi Allah setelah kejatuhannya tersebut). Mengutip John Piper, berdasarkan perspektif lensa yang sempit (kehendak umum Allah) kejatuhan itu adalah sesuatu yang menyedihkan. Namun berdasarkan perspektif lensa yang lebar (kehendak kedaulatan Allah) semua yang terjadi dalam hidup kita, bahkan dalam dunia ini pada akhirnya akan menggenapi rencana Allah yang tidak mungkin gagal (Ayub 42:2).

Demikian dalam kehidupan kita, jika kita hanya melihat kejadian demi kejadian berdasarkan perspektif yang sempit saja, kita tidak akan sanggup untuk bersukacita, bahkan tidak sanggup untuk beriman. Namun ketika kita mengingat bahwa Allah yang kita percaya adalah Allah yang berdaulat, yang mengontrol jalannya sejarah, kita memiliki kekuatan pengharapan di dalam sukacita Tuhan. Tanpa pengharapan akan Allah yang berdaulat, tidak ada sukacita senantiasa, yang ada adalah tenggelam dalam penderitaan demi penderitaan. Tentu ketika kita berbuat dosa dan kesalahan kita harus mengintrospeksi diri dan menyesali tindakan tersebut. Namun, bukankah memang penderitaan juga dapat diakibatkan oleh kesalahan orang lain? Dalam hal ini, sekali lagi kita harus berespon dan percaya kepada Allah yang berdaulat. Kepercayaan kepada Allah yang berdaulat sepenuhnya akan menolong kita untuk berpengharapan akan rencana Allah terhadap hidup kita, terhadap GerejaNya, terhadap seluruh alam semesta. Kita dapat belajar untuk bersukacita senantiasa dengan tidak melihat kepingan-kepingan hidup yang seringkali lebih merupakan nada sumbang dalam hidup ini, melainkan dengan percaya akan tenunan rencana Allah yang berdaulat yang menjadikan segala sesuatu indah pada waktuNya. Itu yang pertama.

Yang kedua, kita bisa mengerti apa itu sukacita yang sejati, sukacita yang tertinggi dengan memikirkan apakah kesengsaraan yang tertinggi dalam hidup manusia. Konsep sukacita atau kebahagiaan seseorang akan sangat bergantung dengan apa yang dia anggap paling sengsara dalam hidup ini (the deepest misery in our life). Jika kita mengatakan hidup paling sengsara adalah tidak memiliki cukup uang, maka bersamaan dengan itu kita akan menilai hidup yang paling bahagia adalah hidup yang memiliki banyak uang. Jika kita berpendapat hidup yang paling sengsara adalah tidak diterima oleh orang lain, maka seumur hidup mungkin kita akan mengejar penerimaan manusia (daripada penerimaan Tuhan).

Jika kita berpikir yang paling menderita adalah tidak memiliki keturunan, maka kita akan meletakkan harapan kebahagiaan kita sepenuhnya pada anak-anak kita (yang nanti mungkin suatu saat akan mengecewakan kita). Jika kita berpikir tidak bisa beribadah dalam suatu gedung yang tetap adalah kecelakaan paling besar, maka kita akan meletakkan seluruh harapan untuk membangun gedung gereja yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Betulkah di situ letak sukacita yang sejati, yang paling tinggi?

Alkitab mengatakan bahwa kecelakaan paling besar dalam hidup manusia adalah manusia telah jatuh dalam dosa, ia hidup melawan Allah. Itulah kesengsaraan yang terdalam yang dialami oleh manusia. Bukan kurang uang, bukan tidak ada keturunan, bukan gelar kurang tinggi, jabatan kurang baik, tidak ada gedung ibadah, BBM naik, sekolah tidak cepat lulus, sakit yang tidak kunjung sembuh, tidak menjadi orang yang diterima oleh banyak orang dlsb. Bukan! Itu semua memang bisa

(11)

merupakan penderitaan yang nyata terjadi di sekitar kita, namun itu bukan penderitaan yang terbesar. Penderitaan terbesar dalam hidup manusia adalah ia hidup berdosa melawan Allah. Jika demikian, maka sukacita yang sejati, yang tertinggi dalam hidup manusia adalah jika dosa-dosanya telah diampuni. Berita pengampunan, berita keselamatan dalam Injil adalah THE good news, ya, bahkan the best news. Apakah kita masih bisa mengagumi berita Injil ketika kita mendengarnya kembali? Atau hati kita sudah tidak tergerak lagi karena kita 'sudah tahu'? Jika kita mengerti kehidupan yang paling menyusahkan adalah jatuh dalam dosa, maka kita pasti senantiasa bersukacita ketika menyadari kembali bahwa kita telah memiliki kemerdekaan atas kuasa dosa yang mengikat hidup manusia.

Banyak orang-orang saleh yang diberkati Tuhan dengan heran memiliki kesamaan yang satu ini, mereka hanya takut satu hal saja, takut berbuat dosa di hadapan Tuhan. Mereka begitu serius menghadapi dosa. Dan bagi mereka tidak ada yang lebih menimbulkan kepedihan daripada hidup yang berdosa. Orang-orang seperti ini hidupnya pasti dikuasai oleh sukacita Injil. Injil yang bukan hanya mereka terima saat mereka bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, melainkan Injil yang mereka hidupi dalam hidup sehari-hari. Penderitaan apapun yang mereka alami senantiasa dianggap lebih kecil dan tidak dapat dibandingkan dengan sukacita yang mereka miliki karena Yesus Kristus telah membebaskan mereka dari dosa.

Yang ketiga, kita dapat senantiasa bersukacita dengan melatih diri mengucap syukur (Fil 4:6). Kita bukan hanya bersyukur ketika doa kita dikabulkan, melainkan dengan ucapan syukur kita menyatakan segala keinginan kita kepada Allah dalam doa. Kita sudah bersyukur saat kita berdoa. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang Mahatahu, Mahabaik dan Mahabijaksana. Dia tahu segala kebutuhan kita sebelum kita memohonkannya, Dia rindu untuk memberikan yang terbaik bagi kita, dan Dia mengetahui saat yang terbaik. Karena itu saya sudah dapat bersyukur sekalipun saya belum mengetahui jawaban doa yang akan diberikan Tuhan. Orang yang terus-menerus bersyukur hidupnya pasti penuh sukacita. Sementara orang yang selalu mengasihani diri, selalu mengharapkan orang lain mengerti, memperhatikan, mempedulikan dia, akan kehilangan kekuatan untuk melayani Tuhan.

E. Penutup

Inilah kesaksian hidup orang percaya yang sekaligus merupakan salah satu keunikan: sukacita yang sejati. Dunia ini tidak mengenal sukacita itu, meskipun banyak orang yang tampaknya berbahagia (baca: bersenang-senang) dalam kehidupan yang berdosa. Jauh di lubuk hati mereka, ada suatu kekosongan, kehampaan yang menjerit untuk mengalami kebahagiaan yang sejati. Kita sebagai orang percaya dipanggil untuk menyaksikan kehidupan sukacita ini, justru di dalam kondisi jaman di mana semakin banyak penderitaan terjadi. Biarlah dunia mengenal bahwa Allah yang kita percaya adalah Allah yang sejati, yang berada dalam sukacita yang penuh, yang sanggup untuk membagikan sukacita tersebut kepada mereka.

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata tingkat kehadiran dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap penghidaran pajak dalam proksi Gaap ETR dan hasil ini sesuai dengan Reza (2012) yang

dilarang untuk menjadi anggota Pembina karena peraturan perundang-undangan yang berlaku;--- (3) Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan garam pada air sumur sekitar pantai Kota Padang dan Pesisir Selatan dengan menggunakan metode

Hal ini juga termasuk mengenai peran dan posisi perempuan dalam kehidupan sosial yang lebih banyak berada pada peran-peran domestik dan menjadi second sex.. Hal ini juga nampak

Dijawab oleh Al Hafidz Ibnu Rajaab rahimahullah beliau berkata : “ Sesungguhnya larangan membaca Al Qur-an kurang dari tiga hari adalah jika dilakukan terus menerus,

untuk manajemen aktifitas sebagian besar juga responden tidak patuh; sedangkan untuk manajemen diet dan psikososial masing- masing juga menunjukkan ketidakpatuhan

Dalam jangka pendek, masih relatif rendahnya harga komoditas global terutama minyak mentah dan tren rupiah yang menguat diharapkan dapat mendorong penurunan harga BBM dan TDL

Hal ini dikarenakan pada konsentrasi 25 g/L kandungan senyawa flavanoid masih kurang (Sulistyawati dan Mulyati, 2009) daun Tithonia diversifolia