• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENYUSUNAN UU NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TNI : IMPLEMENTASI MODEL ANALISIS GRAHAM T.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENYUSUNAN UU NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TNI : IMPLEMENTASI MODEL ANALISIS GRAHAM T."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM

PENYUSUNAN UU NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TNI :

“IMPLEMENTASI MODEL ANALISIS GRAHAM T. ALLISON”

Oleh :

Dr. Agus Subagyo, S.IP, M.Si Dosen Jurusan Hubungan Internasional

FISIP – UNJANI Cimahi

A. Model Analisis Graham T Allison

Dalam perspektif “Decision Making Process”, Graham T Allison dalam bukunya Essence of Decision: Explaining The Cuban Missile Crisis, yang diterbitkan Boston: Little, Brown and Company tahun 1971, mengajukan tiga model pengambilan keputusan, yaitu Model Aktor Rasional (MAR), Model Proses Organisasi (MPO), dan Model Politik Birokratik (MPB), yang akan diuraikan secara singkat berikut ini :

1. Model Aktor Rasional

Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan keputusan akan melewati tahapan penentuan tujuan, alternatif / opsi, konsekuensi, dan pilihan keputusan. Model ini menyatakan bahwa keputusan yang dibuat merupakan suatu pilihan rasional yang telah didasarkan pada pertimbangan rasional / intelektual dan kalkulasi untung rugi sehingga diyakini menghasilkan keputusan yang matang, tepat, dan prudent.

2. Model Proses Organisasi

Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan keputusan merupakan suatu proses mekanistis yang melewati tahapan, prosedur, dan mekanisme organisasi dengan prosedur kerja baku (standard operating procedure) yang telah berlaku selama ini. Keputusan yang ditetapkan dipandang sebagai output organisasi yang telah mempertimbangkan tujuan, sasaran, dan skala prioritas organisasi.

3. Model Politik Birokratik

Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan keputusan dirumuskan oleh berbagai aktor, kelompok, dan pihak yang berkepentingan melalui proses tarik menarik, tawar menawar, saling mempengaruhi dan kompromi antar stake holders terkait. Keputusan yang ditetapkan merupakan proses resultan politik yang melewati deliberasi yang panjang dan komplek.

Untuk lebih jelasnya tentang ketiga model perbandingan karakteristik masing-masing model di atas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

(2)

2 Tabel

Outline Model Pembuatan Keputusan Graham T. Allison

MODEL

AKTOR RASIONAL PROSES ORGANISASI POLITIK BIROKRATIK Paradigma  Didasari oleh

tujuan & sasaran (fungsi tujuan).  Tersedia alternatif.  Konsekuensi dari tiap alternatif.  Memilih alternatif yang dianggap paling baik.  Organisasi yang memutuskan.  Tujuan sasaran keputusan.  Prosedur Operasi Standar (POS) dan program-program.  Para pemain dalam posisi masing-masing.  Tujuan, kepentingan, taruhan, masing-masing aktor.  Kekuasaan  Saluran aksi Dasar Unit Analisis Keputusan  Aksi pemerintah sebagai pilihan yang terbaik  Aksi pemerintah sebagai output organi-sasi.  Aksi pemerintah sebagai resultan dari proses politik. Konsep Yang Mengatur  Aktor rasional.  Permasalahan.  Aksi sebagai pilihan rasional:  Tujuan dan sasaran.  Pilihan-pilihan.  Konsekuensi.  Alternatif yang dipilih.  Aktor-aktor organisasi sebagai konstelasi pemerintah.  Unsur permasalahan dan pemilihan keku-asaan  Prioritas dan persepsi yang sempit.

 Aksi sebagai output organisasi.  Koordinasi dan pengendalian terpusat  Keputusan dari pimpinan pemerintah.  Para pemain dalam posisi masing-masing.  Prioritas dan persepsi yang sempit.  Tujuan dan kepentingan-kepentingan.  Taruhan dan tempat berdiri  Kekuasaan.  Saluran aksi  Aturan pemain.  Aksi sebagai repolitik. Pola Kesimpulan Dominan  Aksi pemerintah yang dipilih sesuai dengan sasaran/tujuan.  Aksi pemerintah dalam jangka pendek merupakan output yang lebih luas, ditentukan oleh POS dan

program- Aksi pemerintah merupakan

resultan dari tawar-menawar.

(3)

3 program. Proporsi Umum  Efek substansi  Akan dipilih sesuai dengan peningkatan atau penurunan cost.  Diimplementasi oleh organisasi.  Pilihan-pilihan organisasi.  Resultan politik  Aksi dan maksudnya  Prinsip-prinsip  Hubungan-hubungan Sumber : Sumber : https://pusdiklatbkt.wordpress.com/2013/01/18/analisis-konflik-dan-resolusi-konflik-di-aceh/

Namun begitu, masing-masing model di atas juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Komparasi ketiga model tersebut dapat dijelaskan dengan tabel berikut ini :

Tabel

Komparasi Tiga Model Pembuatan Keputusan Graham T. Allison

MODEL KEUNGGULAN KELEMAHAN

Model Rasional Aktor (MAR)

Model ini mampu menjelaskan alasan-alasan rasional yang diambil dalam membuat keputusan untuk tujuan bersama.

Tidak bisa menjelaskan pergulatan berbagai Kepentingan organ-organ dalam tubuh pemerintah. Juga kurang mampu menjelaskan proses pengambilan keputusan Model Proses Organisasi

(MPO)

Mampu menjelaskan keputusan sebagai out

put organisasi

(pemerintah) dan proses implementasi melalui SOP

Proses yang dijelaskan hanya bersifat formalistik. Sedangkan dinamika di dalamnya tidak mampu dijelaskan.

Model Politik Birokratik (MPB)

Mampu menjelaskan dinamika kepentingan dalam tubuh pemerintah

yang akhirnya

menghasilkan keputusan atas nama pemerintah beserta implementasinya.

Terjadinya konsensus antar pihak dalam tubuh pemerintah tidak bisa dijelaskan. Juga mengesampingkan adanya kepentingan bersama yang lebih besar.

Sumber : https://pusdiklatbkt.wordpress.com/2013/01/18/analisis-konflik-dan-resolusi-konflik-di-aceh/

(4)

4 B. Analisis Proses Pengambilan Keputusan Dalam Penyusunan UU Nomor 34

Tahun 2004 Tentang TNI

1. Analisis dengan Model Aktor Rasional

a. Mengapa RUU TNI yang dirumuskan oleh Pemerintah (Dephan) cenderung memihak kelompok militer (TNI)?

Seperti diketahui bersama bahwa RUU TNI bermula dari perumusannya Pokja Departemen Pertahanan RI yang didalamnya sangat kental dengan unsur militer / TNI, sehingga menjadi kesempatan bagi TNI untuk memasukan pasal-pasal yang menguntungkan TNI. Saat itu, TNI dihadapkan pada dua pilihan : membuat RUU TNI yang pro militer atau membuat RUU TNI yang pro sipil. Melalui kalkulasi yang rasional, TNI berhitung bahwa apabila TNI membuat RUU TNI yang pro sipil, maka tentunya akan menyebabkan kerugian pada posisi dan eksistensinya dalam kancah perpolitikan dan perekonomian nasional.

Namun demikian, apabila TNI membuat RUU TNI yang pro militer, maka tentunya akan memberikan keuntungan bagi TNI untuk terus berperan dominan dalam perpolitikan dan perekonomian nasional. RUU TNI dianggap oleh kalangan militer sebagai “pertaruhan” politik yang sangat penting bagi perannya di masa mendatang sehingga diperjuangkan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugiannya bagi TNI. TNI menilai bahwa RUU TNI yang pro militer adalah kalkulasi rasional yang menguntungkan dibandingkan dengan RUU TNI yang pro sipil yang tentunya akan merugikan TNI sendiri.

b. Mengapa DPR merespon RUU TNI yang dirumuskan Pemerintah (Dephan) dengan melakukan pembahasan secara mendalam, mendetail, dan intensif?

Seperti diketahui bersama bahwa ketika RUU TNI yang dirumuskan pemerintah (Dephan) diajukan ke Prolegnas DPR, terjadi pro, kontra dan perdebatan sengit di tengah masyarakat. Ketika itu, Panja RUU TNI DPR dihadapkan pada 3 pilihan, yakni menyetujui RUU TNI, menolak RUU TNI, dan merevisi RUU TNI. Dihadapkan pada pilihan dilematis yang serba sulit tersebut, DPR berkalkulasi untung rugi.

Pilihan menyetujui RUU TNI memang akan menyenangkan pemerintah, khususnya kelompok militer / TNI, dengan konsekuensi dihujat oleh rakyat karena mengingkari amanat reformasi TNI. Pilihan menolak RUU TNI memang akan mengakomodasi kepentingan kelompok masyarakat sipil, dengan konsekuensi mengecewakan kelompok militer / TNI.

Akhirnya, DPR memutuskan untuk melakukan revisi RUU TNI melalui pembahasan secara mendalam, mendetail dan intensif dengan memberikan ruang publik bagi berbagai pihak, baik unsur TNI maupun masyarakat sipil untuk mengajukan ide, gagasan, dan masukan demi perbaikan atas revisi RUU TNI tersebut.

(5)

5 c. Mengapa akhirnya RUU TNI disetujui dan disahkan menjadi UU

TNI?

RUU TNI yang telah dibahas, digodok, dan direvisi oleh Panitia kerja (Panja) DPR, khususnya Komisi I, disetujui dan disahkan menjadi UU TNI, dinilai sebagai jalan tengah / solusi alternative berdasarkan “win-win solution “ / sama-sama menang bagi berbagai pihak. Bagi TNI, UU TNI yang disetujui dan disahkan merupakan upaya maksimal untuk tetap mempertahankan kedudukan dan eksistensinya dalam konteks konstelasi kehidupan kenegaraan. Sedangkan bagi masyarakat sipil, UU TNI yang disetujui dan disahkan dinilai telah mencerminkan pengakuan supremasi sipil di atas militer.

DPR yang didalamnya terdapat berbagai fraksi juga merasa puas karena RUU TNI disetujui dan disahkan menjadi UU TNI melalui proses yang rasional, mempertimbangkan untung rugi, berdasarkan kalkulasi intelektual, dan memikirkan konsekuensi terbaik dan terburuk. Masing-masing pihak menilai bahwa UU TNI yang disetujui dan disahkan merupakan kesepakatan akhir dan sebagai pilihan yang terbaik.

2. Analisis dengan Model Proses Organisasi

a. Mengapa RUU TNI yang dirumuskan oleh Pemerintah (Dephan) cenderung memihak kelompok militer (TNI)?

Menurut model ini, penyusunan produk RUU TNI adalah keputusan pemerintah yang telah melalui proses organisasional yang sah dan procedural. Berdasarkan prosedur kerja baku (standard operating procedur / SOP) yang telah ditetapkan oleh pemerintah bahwa tahapan pembuatan RUU TNI diawali dengan pembentukan Pokja di Departemen Pertahanan, yang didalamnya terdapat unsur terkait, seperti Kemenkopolkam, Dephan, Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes TNI AL, Mabes TNI AU, Depkumham, Sekneg, dll).

Pokja RUU TNI di Departemen Pertahanan meminta masukan, saran, dan usulan dari berbagai pihak di lingkungan pemerintahan sesuai dengan SOP yang berlaku. RUU TNI yang dirumuskan merupakan output organisasi pemerintah yang sah, sesuai dengan prosedur dan melalui tahapan organisasional yang ketat. Keterlibatan dan peran serta yang aktif dan dominan dalam perumusan RUU TNI adalah wajar, biasa, dan sesuai dengan prosedur organisasi.

b. Mengapa DPR merespon RUU TNI yang dirumuskan Pemerintah (Dephan) dengan melakukan pembahasan secara mendalam, mendetail, dan intensif?

Menurut model ini, keputusan DPR untuk membahas terlebih dahulu RUU TNI yang diajukan oleh pemerintah sesuai dengan SOP yang berlaku di lingkungan organisasi DPR. Seperti diketahui, setiap RUU yang diajukan oleh pemerintah harus

(6)

6 diagendakan dalam program legislasi nasional (prolegnas) kemudian Komisi DPR terkait membentuk Panitia Kerja (Panja) yang membahas RUU tersebut secara mendalam dan intensif dengan mempertimbangkan berbagai tujuan, program, prioritas, dan pilihan. Pembahasan RUU TNI oleh DPR yang dilakukan secara mendetail dan mendalam merupakan proses mekanistis yang sesuai dengan standar, prosedur, dan mekanisme yang ditetapkan dalam Tata tertib DPR.

c. Mengapa akhirnya RUU TNI disetujui dan disahkan menjadi UU TNI?

Menurut model ini, RUU TNI yang disetujui oleh DPR dan disahkan oleh Presiden telah dianggap sebagai kesepakatan akhir dari berbagai kelompok, pihak, dan unsur yang ada dalam lingkungan organisasional, baik di lingkungan pemerintah, DPR, dan ditanggapi oleh kelompok masyarakat sipil, sehingga harus dipatuhi dan ditaati oleh berbagai kalangan. Transformasi RUU TNI menjadi UU TNI telah melalui tahapan, prosedur, dan mekanisme yang sesuai dengan SOP sehingga tidak ada alasan bagi berbagai pihak untuk tidak mematuhinya atau tidak mentaatinya. UU TNI diterima oleh berbagai kalangan sebagai keputusan organisasional yang sah secara prosedural dimana Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan mengesahkan UU TNI sebagai keputusan pemerintah.

3. Analisis dengan Model Politik Birokratik

a. Mengapa RUU TNI yang dirumuskan oleh Pemerintah (Dephan) cenderung memihak kelompok militer (TNI)?

Menurut model ini, kecenderungan substansi / materi RUU TNI yang dinilai memihak kelompok militer / TNI sebenarnya merupakan cerminan dominasi kelompok militer / TNI yang sangat kuat dalam perumusannya di Pokja Departemen Pertahanan. TNI sangat berkepentingan terhadap RUU TNI karena menjadi payung hukum / landasan yuridis bagi TNI dalam perannya di kancah politik dan ekonomi nasional. TNI berupaya sekuat tenaga mempengaruhi pemerintah agar supaya RUU TNI tersebut mengakomodasi kepentingan TNI dan memihak kepentingan TNI.

TNI beranggapan bahwa satu-satunya cara bagi TNI untuk mengukuhkan eksistensinya di era reformasi yang semakin terjepit dan terpojok adalah melalui cara memasukkan pasal-pasal dalam RUU TNI yang menguntungkan bagi kepentingan TNI. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan oleh TNI dalam mempengaruhi, menekan, dan mengintervensi Departemen Pertahanan sehingga RUU TNI mengakomodasi kepentingan TNI. Sehingga dengan demikian, RUU TNI merupakan proses resultan politik yang diwarnai dengan saling mempengaruhi dan saling tarik menarik di dalam Pokja RUU TNI Dephan.

(7)

7 b. Mengapa DPR merespon RUU TNI yang dirumuskan Pemerintah (Dephan) dengan melakukan pembahasan secara mendalam, mendetail, dan intensif?

Menurut model ini, tindakan DPR untuk membahas RUU TNI secara mendalam, mendetail, dan intensif disebabkan oleh adanya desakan, tuntutan dan kecaman dari kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam berbagai NGO, Ormas, dan perguruan tinggi yang meminta kepada DPR untuk bersikap kritis terhadap RUU TNI yang diajukan oleh pemerintah. Proses pembahasan RUU TNI di Panja RUU TNI juga diwarnai tarik menarik kepentingan, saling mempengaruhi dan adanya proses bargaining antar fraksi di DPR, dimana Fraksi TNI/Polri cenderung memihak kepentingan TNI, dan fraksi lainnya, yang berasal dari partai politik, cenderung memihak pada kepentingan masyarakat sipil.

TNI melalui corongnya di fraksi TNI/Polri berupaya melakukan intervensi agar supaya menggolkan RUU TNI versi pemerintah. Sedangkan kelompok masyarakat melalui saluran fraksi partai politik berupaya menekan agar supaya DPR menolak RUU TNI versi pemerintah yang dianggap tidak pro sipil. Proses saling mempengaruhi, saling menekan, dan saling tawar menawar inilah yang kemudian membuat pembahasan RUU TNI berkepanjangan dan berpotensi mengalami jalan buntu.

c. Mengapa akhirnya RUU TNI disetujui dan disahkan menjadi UU TNI?

Menurut model ini, disetujui dan disahkannya RUU TNI menjadi UU TNI merupakan hasil kompromi dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses perumusan, pembahasan dan penggodokannya di lingkungan pemerintah dan DPR. UU TNI adalah sebuah proses politik yang melalui tahapan birokratis tertentu dan diproses melalui deliberasi yang panjang sehingga menghasilkan kesepakatan final. Semua pihak, baik TNI dan masyarakat sipil, berpendapat bahwa UU TNI merupakan upaya akhir yang kompromistis setelah melalui proses tarik menarik kepentingan yang panjang sehingga mendorong revisi beberapa pasal dalam RUU TNI sebelum akhirnya menjadi UU TNI.

Proses revisi pasal-pasal dalam RUU TNI dinilai telah memuaskan berbagai pihak sehingga setelah disetujui dan disahkan menjadi UU TNI, maka semua sepakat untuk menerimanya tanpa syarat. Dengan demikian, UU TNI merupakan produk politik yang kompromistis antar berbagai pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Referensi

Dokumen terkait

52'$rahan perwujudan kawasan strategis perktaan anjarnegara dan kawasan sepanjang kridr jalan nasinal klektr primer yang melewati Kecamatan *igaluh

Pada Gambar 3 terlihat bahwa desain sistem pemantauan yang akan dibuat merupakan pelengkap dari sistem yang sudah ada pada Gmbar 2, hanya saja ada 2 buah perbedaan yang cukup

Dengan memperhatikan setiap rangkaian sanad hadis di atas, baik ditinjau dari masa hidup, ataupun penjelasan dari masing-masing sanad bahwa mereka saling memberi dan menerima

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cognitive behavior therapy efektif untuk menurunkan tingkat body shame subyek penelitian dibandingkan dengan beauty class.. Kata kunci :

2.Hasil pembelajaran membaca permulaan ada peningkatan ,dari data sebelum dilakukan penelitian skor rata-rata siswa membaca permulaan 4,5.Setelah dilakukan penelitian

Di era modern ini masih sedikit yang menyelidiki filsafat akhlak, karena mereka telah merasa puas mengambil akhlak dari agama dan tidak merasa butuh kepada penyelidikan ilmiah

Terhadap Tumbuhan Uji pada Reaktor Evapotranspirasi dan Produksi gas pada Reaktor Anaerob dengan Sistem Batch dan

Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga