• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA MELALUI REVOLUSI MENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA MELALUI REVOLUSI MENTAL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA MELALUI

REVOLUSI MENTAL

Zainuddin

1

, Zikri Riza

2

1.Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia

Email: zainuddin@iainbatusangkar.ac.id

2.Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat, Indonesia

Email: zikririza95@gmail.com

ABSTRACT

This article reveals the prevention of drug abuse through a mental revolution based on the values of

the Qur’an. The problem is how the concept of Islam taken from the values of the Qur'an providing a

foundation in the mental revolution in order to prevent drug abuse. In answering this question, literature studies are carried out by understanding Qur'anic verses relating to mental revolution and exploring books that interpret them comprehensively. From the conducted studies, it can be concluded

that the concept of Islam in mental revolution is carried out through understanding the teachings of religion as a whole, and making changes from within by revolutionizing the mindset, heart and soul

so as to give birth to noble individuals who avoid drug abuse. Keywords: Abuse, Drugs, Revolution, Mental

PENDAHULUAN

ata yang diperoleh dari Polda Sumatera Barat sungguh tidak mengenakkan bagi masyarakat. Sebagaimana dikutip dari Harian Haluan [1], Polda Sumbar berhasil mengungkap sekitar 280 kasus penyalahgunaan narkoba dengan 367 tersangka. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan awal 2017 lalu yang hanya 243 kasus. Tidak sampai di situ, penyalahgunaan narkoba juga

merajalela di kalangan publik figur Indonesia. Kabar terbaru datang dari artis berinisial “JD” yang

terbukti bersalah memiliki, menyimpan, dan menyediakan narkotika golongan I [2]. Bagaimanapun, kondisi seperti ini merupakan sebuah ancaman bagi generasi muda harapan bangsa.

Narkoba akan merusak dimensi sosial dan moralitas generasi muda. Narkoba yang masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena ketergantungan zat tersebut. Masyarakat dan generasi muda khususnya harus berhati-hati agar tidak mudah terpengaruh dengan narkoba yang penggunanya menunjukkan jumlah yang tinggi. Hingga tahun 2014 saja, ada sekitar 315 juta orang di dunia pada rentang umur 15–65 tahun yang menjadi pengguna narkoba [3].

Bahaya narkoba yang tentunya mengkerdilkan mentalitas bangsa memerlukan tindakan pencegahan. Mental generasi muda yang telah menjadi pencandu mesti diubah agar dapat meninggalkan narkoba. Oleh sebab itu, generasi muda khususnya yang muslim butuh revolusi mental untuk menjauhi hal demikian. Revolusi mental merupakan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang gerakan nasional revolusi mental [4]. Inpres ini dikhususkan untuk memperbaiki serta membangun karakter Bangsa Indonesia dalam melaksanakan revolusi mental. Kebijakan ini mengacu pada nilai-nilai

(2)

integritas, etos kerja, dan gotong royong untuk membangun budaya yang bermartabat, modern, maju, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila.

Revolusi mental merupakan upaya untuk menangkal akibat buruk yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba. Namun demikian, upaya revolusi mental yang kering dari nilai-nilai religious belum tentu efektif untuk merubah sikap mental pelakunya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan nilai-nilai religius diperlukan landasan Alquran untuk penguatannya. Dengan adanya nilai-nilai religious yang dilandasi Alquran ini dapat mensinergikan antara kebijakan revolusi mental dengan agama, khususnya agama Islam dalam rangka mencegah penyalahgunaan narkoba. Konsep pencegahan tersebut diambil dari isi kandungan al Quran sebagai sumber utama ajaran Islam.

NARKOBA MERUSAK MENTAL

Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan Berbahaya. Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan RI adalah NAPZA, yaitu singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Semua istilah ini mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko, yaitu kecanduan [5]. Narkoba adalah zat kimia yang dibutuhkan untuk merawat kesehatan yang apabila masuk ke dalam organ tubuh maka akan terjadi satu atau lebih perubahan fungsi dalam tubuh. Akibatnya, tubuh akan mengalami ketergantungan secara fisik dan psikis yang jika dihentikan pengkonsumsiannya akan mengalami gangguan [6].

Narkoba selain membawa dampak fisik yang begitu berbahaya, juga menimbulkan gangguan psikis dan mental. Gangguan tersebut berupa gelisah, cemas, takut, curiga, waspada yang berlebihan, paranoid, panik, disorientasi, bingung, pobia, mudah tersinggung, depresi, halusinasi visual, europhobia, dan agresif. Gangguan lain yang juga ditimbulkan berupa gangguan daya ingat, gangguan nalar, gangguan konsentrasi, hilangnya hambatan impuls seksual, banyak bicara, gangguan kesadaran, gangguan kognitif, gangguan afektif, gangguan persepsi dan prilaku [7].

Narkoba dapat menjadikan penggunanya kehilangan kepribadian atau dalam ilmu jiwa lazim disebut schophrenia. Pencandu narkoba selalu mempunyai perasaan tak menentu, lekas marah, timbul ledakan emosi, tidak mampu mengendalikan naluri dan perasaan, tidak mampu mengormati perasaan orang lain, bahkan bisa berlaku kasar terhadap keluarga, orang tua, dan lain sebagainya[8]. Menurut RH

Su’dah, dampak lain yang terjadi terkait dengan mental adalah tidak mempunyai semangat , rendah diri

(low selfesteem) dan kepribadian yang labil atau goyah[9].

Mereka yang sudah kecanduan akan sulit melepaskan diri dari ketergantungan. Para pencandu narkoba juga tidak menutup kemungkinanakan melakukan hal apa saja asal kebutuhannya akan narkoba dapat terpenuhi. Barang-barang miliknya dan keluarganya bisa jadi akan digadaikan bahkan jika memungkinkan ia akan merampok, mencuri, merampas, membunuh dan sebagainya. Singkatnya, segala macam tindakan kriminal dapat dilakukan oleh pencandu narkoba demi terpenuhinya kebutuhan akan hal tersebut.

Besarnya dampak mental pencandu narkoba di atas tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab terjerumusnya generasi muda terhadap narkoba. Menurut Soedjono D sebagaimana yang dikutipnya dari Graham Blaine[10], beberapa faktor tersebut adalah: pertama, agar memiliki keberanian dalam melakukan hal yang berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita, dan lain-lain. Kedua, menunjukkan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua, guru, dan norma sosial. Ketiga, mempermudah penyaluran dan perbuatan seks. Keempat, melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional. Kelima, mencari dan menemukan arti dari hidup. Keenam, mengisi kekosongan, kesepian, dan kebosanan. Ketujuh, menghilangkan kegelisahan, frustrasi, dan kepenatan hidup. Kedelapan, mengikuti kemauan teman dengan alasan solidaritas. Kesembilan, hanya iseng-iseng dan didorong rasa ingin tahu.

(3)

Seluruh faktor di atas dapat dicegah melalui revolusi mental sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. Revolusi mental cocok dilakukan bagi genearasi muda karena masih dalam masa pertumbuhan dan proses pencarian jati diri. Mentalitas mereka dapat diperbaiki dengan cara revolusi mental yang menjadi kebijakan dari Presiden Jokowi. Menurut penulis, revolusi mental bersifat universal dan dapat diintegrasikan dengan berbagai permasalahan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Namun, aplikasinya di lapangan tidak boleh keluar dari tujuan kebijakan revolusi mental itu sendiri.

REVOLUSI MENTAL SEBAGAI SOLUSI

Revolusi mental pertama sekali digunakan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957 ketika revolusi nasional sedang terhenti. Gerakan itu ditujukan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala. Semangat tersebut kini diimplementasikan oleh Presiden Jokowi dengan tujuan lebih memperkokoh kedaulatan, meningkatkan daya saing, dan mempererat persatuan bangsa[11].

Revolusi mental berasal dari kata “revolusi” dan “mental”. Kata “revolusi” dapat diartikan sebagai perubahan ketatanegaraan (pemenrintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti melakukan perlawanan bersenjata, atau bisa juga berarti perubahan yang cukup

mendasar dalam suatu bidang[12]. Adapun kata “mental” dapat mengandung arti menyangkut batin,

watak, yang bukan bersifat fisik maupun tenaga[13]. Menurut Heddy Shri Ahimsa Putra, istilah mental dapat didefenisikan sebagai pandangan-pandangan, pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma, serta aturan-aturan yang dimiliki seorang individu yang dijadikan kerangka acuan atau pedoman untuk memahami dan mewujudkan prilaku atau tindakan tertentu terhadap lingkungan yang dihadapi[14].

Secara sederhana, revolusi mental berarti perubahan yang cukup mendasar dalam hal yang menyangkut batin atau watak, yang bukan bersifat fisik atau tenaga. Revolusi mental juga dapat dimaknai sebagai perubahan mendasar mindset (pola pikir) masyarakat dan penguasa dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara[15]. Dalam situs resmi Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Kementrian Sosial RI disebutkan bahwa revolusi mental adalah suatu gerakan seluruh masyarakat (pemerintah dan rakyat) dengan cara yang tepat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategis yang diperlukan oleh bangsa dan negara untuk mampu menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di era globlisasi[16].

Sebelumnya, revolusi mental pernah dilakukan di Korea Selatan dan berhasil. Park Hee Young, seorang akademisi dari Hankok, mengatakan bahwa revolusi mental di Korea Selatan sudah dimulai sejak 1960 dengan konsep Saemul Undong, yakni pembangunan bangsa dari desa. Menurutnya, gerakan tersebut diterapkan dalam konsep pendidikan nasional, sehingga gerakan ini mampu mengubah mental orang Korea Selatan yang sebelumnya pesimis dan berpikiran negatif irasional menjadi optimis dan rasional positif[17].

Menurut penjelasan Presiden Jokowi, revolusi mental berbeda dengan revolusi fisik, karena revolusi ini tidak memerlukan pertumpahan darah. Meskipun demikian, revolusi mental membutuhkan dukungan moral dan spiritual, serta komitmen dalam diri seorang pemimpin dan pengorbanan dari masyarakat. Sebagaimana yang telah disebut di atas, revolusi mental memiliki tiga pilar utama: integritas, etos kerja, dan gotong royong. Integritas meliputi jujur, dapat dipercaya, berkarakter, dan bertanggung jawab. Etos kerja meliputi kerja keras, optimis, produktif, inovatif, dan berdaya saing. Sedangkan gotong royong meliputi kerja sama, solidaritas tinggi, komunal, berorientasi pada kemashlahatan, dan kewargaan[18].

(4)

Presiden Jokowi sendiri menjadikan revolusi mental sebagai jargon dan program unggulan kampanye Pilpres 2014 guna menggaet masa dan mendulang suara. Namun, yang diharapkan tentu bukanlah sebatas ilusi politik, melainkan harapan besar agar program tersebut berjalan ketika ia terpilih. Revolusi mental bukan juga sebatas spirit sosialisasi, akan tetapi realisasi pada kehidupan berbangsa dan bernegara harus jadi bukti bukan sekedar janji. Ia diharapkan sebagai penawar luka, obat penyakit degradasi wibawa negara, pil lesunya sendi perekonomian, penyambung pudarnya solidaritas dan toleransi, dan pembangkit krisis kepribadian bangsa. Walau bagaimanapun, revolusi mental membutuhkan nilai-nilai agama agar tidak terpental dan relevan dengan cita-cita para pelopor bangsa.

REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF ISLAM SEBAGAI PENCEGAHAN

PENYALAHGUNAAN NARKOBA

Ketika penyalahgunaan narkoba hendak dicegah melalui revolusi mental, maka harus ditanamkan pondasi ajaran agama yang utuh, yaitu, iman, Islam, dan Ihsan. Ketiga azas tersebut merupakan integritas ajaran Islam yang meliputi syariat, adab, kelembutan, serta ibadah lahir dan batin. Ihsan merupakan level tertinggi dalam beragama karena cakupannya iman dan Islam[19]. Sebagai out put, perubahan mental yang dibarengi dengan pemahaman ajaran secara utuh dapat dapat menyelamatkan seseorang atau kelompok dari penyalahgunaan narkoba.

Pondasi selanjutnya dalam mewujudkan revolusi mental yang bernilai adalah perubahan ke dalam jiwa individu pada beberapa dimensi: pertama, perubahan fitrah fisik (fitrah jismiyah/jasadiyah). Kedua, perubahan fitrah psikis (fitrah ruhaniyah). Ketiga, perubahan fitrah psikofisik (fitrah nafsaniyah)[20]. Fitrah nafsaniyah atau yang sering disebut jiwa manusia merupakan realitas tunggal dengan empat keadaan (ahwal/modes) yang berbeda, yaitu intelek (aql), jiwa (nafs/soul), hati (heart) dan ruh (spirit) yang masing-masing terlibat dalam kegiatan kognitif, empiris, intuitif, dan spiritual[21]. Unsur-unsur itulah yang kemudian membentuk mental (fitrah) kepribadian seseorang menjadi akhlaq [22].

Dari revolusi inilah seharusnya pemetintah membangun kepribadian bangsa. Islam dengan totalitas ajarannya menawarkan konsep pembinaan akhlak tidak hanya membina perkara kecil saja, akan tetapi Islam mengatur urusan manusia dengan Tuhannya, dirinya, dan dengan lingkungan/masyarakat sekitar. Seluruhnya bertujuan menjadikan manusia berkompeten dan profesional untuk mengangkat taraf hidupnya dan masyarakat. Perubahan tersebut dimulai dengan komponen inti manusia, yaitu akal, hati, dan jiwa. Manusia harus merevolusi pola pikirnya, hatinya, dan nafsunya ke arah yang lebih baik agar terwujud kepribadian yang berakhlak mulia.

Al Quran sebagai sumber utama ajaran Islam menekankan penting adanya perubahan dari perbuatan yang menyimpang seperti penyalahgunaan narkoba. Setidaknya, terdapat dua ayat al Quran yang sering disebut dalam konteks perubahan masyarakat (sosial), yaitu QS. ar Ra’du/13 ayat 11 dan QS. al Anfal/8 ayat 53:

ﺎَﻣ ُﺮِّﯿَﻐُﯾ َﻻ َ ﱠ ٱ ﱠنِإ ِۗﱠ ٱ ِﺮ ۡﻣَأ ۡﻦِﻣ ۥُﮫَﻧﻮُﻈَﻔ ۡﺤَﯾ ۦِﮫِﻔۡﻠَﺧ ۡﻦِﻣ َو ِﮫۡﯾَﺪَﯾ ِﻦۡﯿَﺑ ۢﻦِّﻣ ٞﺖَٰﺒِّﻘَﻌُﻣ ۥُﮫَﻟ

ُﯾ ٰﻰﱠﺘَﺣ ٍم ۡﻮَﻘِﺑ

ﺎَﻣ ْاوُﺮِّﯿَﻐ

ﻦِّﻣ ﻢُﮭَﻟ ﺎَﻣ َو ۚۥُﮫَﻟ ﱠد َﺮَﻣ َﻼَﻓ ا ٗء ٓﻮُﺳ ٖم ۡﻮَﻘِﺑ ُ ﱠ ٱ َدا َرَأ ٓاَذِإ َو ۗۡﻢِﮭِﺴُﻔﻧَﺄِﺑ

ُد

ٍلا َو ﻦِﻣ ۦِﮫِﻧو

١١

Artinya: bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. ar Ra’du/13: 11)

(5)

ِّﻧ ا ٗﺮِّﯿَﻐُﻣ ُﻚَﯾ ۡﻢَﻟ َ ﱠ ٱ ﱠنَﺄِﺑ َﻚِﻟَٰذ

ٞﻢﯿِﻠَﻋ ٌﻊﯿِﻤَﺳ َ ﱠ ٱ ﱠنَأ َو ۡﻢِﮭِﺴُﻔﻧَﺄِﺑ ﺎَﻣ ْاوُﺮِّﯿَﻐُﯾ ٰﻰﱠﺘَﺣ ٍم ۡﻮَﻗ ٰﻰَﻠَﻋ ﺎَﮭَﻤَﻌۡﻧَأ ًﺔَﻤۡﻌ

٥٣

Artinya: yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang tealah dianugrahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al Anfal/8:53)

Menurut M. Quraish Shihab, dua ayat di atas berbicara tentang perubahan. Ayat pertama yang menggunakan kata ma (ﺎﻣ) berbicara tentang perubahan apapun, baik dari sesuatu yang positif menuju yang negatif maupun sebaliknya. Sedangkan ayat kedua berbicara tentang perubahan nikmat. Kedua ayat diatas berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Ini dipahami dari kata qaum (مﻮﻗ) yang berarti masyarakat. Dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja. Akan tetapi, perubahan tersebut boleh saja bermula dari seorang manusia yang kemudian menyumbangkan dan menyebarkan ide-idenya kepada masyarakat luas. Dalam konteks ini, ia bermula dari pribadi dan berakhir pada masyarakat. Pola pikir individu ini sedikit demi

sedikit “menular” dan “mewabah” dalam kehidupan sosial masyarakat.

Penggunaan kata qaum (مﻮﻗ) juga menunjukkan bahwa hukum kemasyarakatan ini tidak hanya berlaku bagi umat Islam atau satu suku, ras, dan agama tertentu. Lebih dari itu, mereka berlaku umum di mana dan kapan saja ia berada. Selanjutnya, kedua ayat tersebut juga menekankan bahwa perubahan yang dilakukan oleh Allah SWT harus didahului dengan perubahan dari masyarakat yang menyangkut sisi dalam mereka. Sebab, boleh saja terjadi perubahan penguasa atau bahkan perubahan sistem, tetapi tidak diiringi dengan perubahan sisi dalam masyarakat, maka keadaan akan tetap bertahan seperti sediakala. Dengan demikian, al Quran memandang bahwa yang paling pokok guna perubahan sosial adalah perubahan sisi dalam manusia karena sisi inilah yang melahirkan aktivitas, baik positif maupun negative[23]. Sisi dalam manusia itulah yang sering disebut nafs/nufus yaitu sikap mental[24].

PENUTUP

Narkoba bukan merupakan permasalahan baru bagi umat Islam di Indonesia. Setiap saat sering terdengar berita penangkapan para pencandu narkoba. Para pelakunya seolah tak pernah jera dengan akibat yang ditimbulkan oleh narkoba dan sanksi hukum yang dijatuhi. Oleh karena itu perlu pencegahan melalui revolusi mental.

Revolusi mental memiliki tiga pilar utama, yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong. Dalam pandangan Islam, perubahan melalui revolusi mental harus didukung dengan pondasi pemahaman ajaran agama secara utuh dan adanya perubahan dari dalam diri. Perubahan dari dalam diri ini meliputi upaya merevolusi pola pikir, hati, dan jiwa (nafs) sehingga melahirkan kepribadian yang berakhlak mulia.

DAFTAR KEPUSTAKAAN al Quran al Karim

[1] https://Harian Haluan.com, 04 April 2018, diakses pada 29 Juni 2018

[2] https://koran.tempo.com/read/432031/jennifer-dunn-divonis-4-tahun-penjara, diakses pada 29 Juni 2018

[3] Humas Poltekes Kemenkes Bengkulu, Narkoba Perusak Generasi Bangsa (httpswww.google.cormula. Narkoba_Perusak_Generasi_Bangsa, diakses pada 29 Juni 2018

(6)

[4] Ihsanuddin, Jokowi Teken Inpres Gerakan Nasional Revolusi Mental, (https://nasional.kompas.com/, diakses pada 30 Juni 2018, 2017)

[5] Ismawati Septiningsih, Bahaya Narkoba di Kalangan Pelajar dan Upaya Penanggulangannya, (https://media.neliti.com/media/publication/170413-ID-bahaya-narkoba-dikalangan-pelajar-dan up.pdf, diakses pada 30 Juni 2018

[6] Ghoodse, Pencegahan Narkoba Sejak Usia Dini, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) [7] BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda, (Jakarta: BNN, 2004) [8] al Fanjari, Ahmad Syauqy, al Mukhaddirat

[9] Zulkarnain, BAB II Tinjauan Umum tentang Narkoba, (http://repository.uin.su.ac.id/1616/7/BAB2II.disertasipakzulnasbilmillah.pdf, diakses pada 30 Juni 2018, 2016

[10] Soedjono, Pathologi Sosial, (Bandung: Alumni, 1981)

[12] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)

[13] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)

[14] Ahimsa-Putra, Heddy Shri, Strategi Kebudayaan untuk Revolusi Mental di Indonesia, dalam Semiarti Aji Purwanto (ed.), Revolusi Mental

[15] Haryatmoko, Revolusi Mental di Ranah Mental: Orientasi Pelayanan Publik dan Pola Baru Seleksi Jabatan Publik, dalam Semiarto Aji Purwanto (ed.), Revolusi Mental

[16] Bagian Program dan Pelaporan Itjen, Pencanangan dan Sosialisasi Gerakan Nasional Revolusi Mental Kementrian Sosial RI, (http:kemsos.go.id/, diakses pada 14 April 2016

[17] Direktorat Jendral Informasi dan Komunikasi Publik, Revolusi Mental, (https://kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/infoIndonesia1/GPRReportRevolusi%20Mental.pd f, diakses pada 30 Juni 2018

[18] Bagian Program dan Pelaporan Itjen, Pencanangan dan Sosialisasi: Arif Budiman, Gerakan Nasional Revolusi Mental, (www.haripernasional.com/Gerakan-nasional-revolusi-mental .ppt, diakses pada 14 April 2016

[19] al Utsaimin, Muhammad bin Shalih,Syarah al Arba’in an Nawawiyah, (Riyadh: Dar Saraya, 2009) [20] Adawi, Mustafa, Fiqhul Akhlaq, (Jeddah:Dar Majid Usairi Lin Nasri Wat Tauzi’, 1997)

[21] Attas, Syed M. Naquib, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 2003)

[22] Saifudin, Jurnal Maghza: Revolusi Mental Perspektif al Quran: Studi Penafsiran M. Quraish Shihab, (Banjarmasin: IAIN Antasari Banjarmasin, 2016)

[23] Shihab, M. Quraish Shihab, Tafsir al Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan observasi dilakukan sebagai langkah awal untuk mengumpulkan data umum objek penelitian yaitu mengamati secara langsung situasi dan kondisi di lapangan dengan

Hal ini bukanlah kasus untuk algoritma perkiraan pada bab 2.2, dimana urutan simpul-simpul di R sesuai dengan warnanya, sehingga algoritma MaxClique di setiap

Ahmad Kamil dan Fauzan,Op.Cit.hlm.. termuat dalam KUHP. Selain itu, KUHP telah mengklasifikasikan beberapa pasal yang berkaitan dengan penganiayaan dan juga jenis ataupun

Data yang diperoleh diolah secara statistik untuk menentukan koefisien korelasi (r), koefisien Determinasi R 2 dan menentukan persamaan regresi sederhana sebagai persamaan

Dari hasil analisis data diatas dapat disimpulan bahwa penggunaan alat bantu pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar tolak peluru gaya menyamping pada

Sebagai upaya untuh menghilangkan kekhawatiran umat Islam terhadap penghapusan madrasah sebagai konsekwensi dari Kepres nomor 34 tahun 1972 dan Inpres nomor 15 tahun

Peningkatan investasi sumberdaya manusia secara langsung berdampak pada peningkatan produktivitas tenaga kerja yang mendorong pada peningkatan Produk Domestik Bruto

Rencana Strategis - Satuan Kerja Perangkat Daerah ( RENSTRA – SKPD ) Kantor Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 – 2015 merupakan