• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA DI SMP N 4 GAMPING SLEMAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA DI SMP N 4 GAMPING SLEMAN SKRIPSI"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA DI SMP N 4 GAMPING SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

YOGA PRATAMA 2212037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman”.

Skripsi ini dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada:

1. Kuswanto Harjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

3. Tri Prabowo, S.Kp., MSC selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pendapat pada penyelesaian skripsi ini.

4. Dewi Utari., S.Kep., Ns., MNS selaku Dosen Pembimbing I yang telah sabar memberikan bimbingan, saran, dan pendapat selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Agus Warseno.,S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Pembimbing II yang telah sabar memberikan bimbingan, saran, dan pendapat selama proses penyelesaian skripsi ini.

6. Kepala sekolah SMP Negeri 4 Gamping Sleman yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Yogyakarta, Agustus 2016

(5)

v DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

INTISARI ... ix ABSTRACT ... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Remaja... 10 B. Pola Asuh ... 15 C. Perilaku ... 21 D. Bullying ... 25 E. Kerangka Teori ... 31 F. Kerangka Konsep ... 32 G. Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Variabel Penelitian ... 35

E. Definisi Operasional ... 35

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 36

G. Validitas dan Reliabilitas ... 41

H. Pengolahan Data dan Analisis Data ... 43

I. Etika Penelitian ... 47

J. Pelaksanaan Penelitian ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 50 B. Pembahasan ... 55 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(6)

vi DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 35

Tabel 2 Kisi-Kisi Alat Ukur Pola Asuh Orang Tua ... 36

Tabel 3 Distribusi Penyebaran Nomor Pernyataan Skala Perilaku Bullying ... 40

Tabel 4 Pedoman Pemberian Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi ... 46

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Orangtua di SMP N 4 Gamping .... 51

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMP N 4 gamping... 52

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orangtua di SMP N 4 Gamping ... 53

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Perilaku Bullying di SMP N 4 Gamping ... 53

Tabel 9 Uji Tabulasi Silang Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 4 Gamping ... 54

(7)

vii DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1 Kerangka Teori Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku

Bullying ... 31 Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian ... 32

(8)

viii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Permohonan Penelitian

Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 Izin Menjadi Responden

Lampiran 4 Rencana Jadwal Penelitian Lampiran 5 Kuesioner Pola Asuh Orangtua Lampiran 6 Kuesioner Perilaku Bullying Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 9 Data Tabulasi Lampiran 10 Hasil Penelitian

Lampiran 11 Lembar Bimbingan Konsultasi Lampiran 12 Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 13 Surat Izin Uji Validitas Lampiran 14 Surat Izin Penelitian

(9)

ix

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA DI SMP N 4 GAMPING SLEMAN

Yoga Pratama1, Dewi Utari2, Agus Warseno3

INTISARI

Latar Belakang : Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Tujuan utama pengasuhan orang tua adalah mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya untuk mengembangkan dan mendorong peningkatan perilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakini. Masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak menjadi dewasa, dan pada masa tersebut remaja mulai menunjukan jati dirinya dengan menunjukan perilaku yang bermacam-macam, salah satunya adalah perilaku menyimpang yaitu perilaku bullying.

Tujuan : Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental, dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan menggunakan teknik simple random sampling. Subyek penelitian ini sebanyak 65 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis statistik inferensial menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05).

Hasil : Berdasarkan penelitian diperoleh data mengenai pola asuh demokratis sebanyak 22 (33,8%). Perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman kategori rendah sebanyak 26 (40,0%) dengan p value 0,003 (p value < 0,05). Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman. Keeratan sebesar -0,345 yang berarti rendah.

Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman.

Kata Kunci : Pola asuh orang tua, Remaja, Perilaku bullying. _____________________

1

Mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2

Dosen S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3

(10)

x

The Correalation between Parental Care Pattern and Adolescents' Bullying Behavior in Junior High School 4 of Gamping, Sleman

Yoga Pratama1, Dewi Utari2, Agus Warseno3

ABSTRACT

Background : Parents are responsible for caring, looking after, educating, and protecting their children. The primary goal of parental care is to maintain children's physical life and develop their health in order to improve and encourage proper behaviors enhancement referring to believed religious and cultural values. Adolescent period is a transitional period from a child into an adult. During this period, an adolescent begins to initiate various behaviors such as improper bullying behavior.

Objective : This study aimed to identify the relation between parental care Pattern and adolescents' bullying behavior in Junior High School 4 of Gamping, Sleman. Method: This study was a non-experimental quantitative study with cross sectional approach and simple random sampling technique. Subjects in this study were 65 respondents who fulfilled inclusion and exclusion criteria. Data collecting method was distributing quetionnaires.

Inferential Statistical Analysis applied Chi Square test with reliability level of 95% (a=0,05).

Result : This study figured out data of democratic parental care as many as 22 (33,8%). Bullying behavior in Junior High School 4 of Gamping, Sleman, was in low category as many as 26 (40,0%) with p value 0,003 (p value < 0,05). This figure indicated a significant correlation between parental care pattern and adolescents' bullying behavior in Junior High School 4 of Gamping, Sleman. Contingency coefficient showed -0,345.

Conclusion : There was a significant correlation between parental care pattern and adolescents' bullying behavior in Junior High School 4 of Gamping, Sleman.

Keyword : Parental Care Pattern, Adolescent, Bullying Behavior.

____________________ 1

Student of Nursing Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2

Lecturer of Nursing Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang perlindungan anak No. 23 tahun 2002, menjelaskan bahwa harapan anak Indonesia akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat, ceria, dan berakhlak mulia. Bagian keempat dalam Undang-undang ini menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 26 ayat 1 juga menjelaskan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, selanjutnya menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan bakat dan minat.

Masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak menjadi dewasa. Masa transisi remaja dimulai dengan menunjukkan jati dirinya yaitu dengan berperilaku sesuai dengan karakter dan kreativitas masing-masing dalam hal-hal yang positif meliputi aktraktif dan kreatif. Selain itu selama masa transisi ini remaja juga menunjukkan perilaku-perilaku yang mengarah pada hal-hal negatif yaitu hura-hura bahkan mengacu pada tindakan kekerasan (King, 2010). Perilaku remaja memang sangat menarik dan gaya mereka bermacam-macam. Hal ini terjadi karena remaja mulai berjuang melepas ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa (Potter & Perry, 2005).

Remaja lebih sering diistilahkan dengan adolsecence yang berarti tumbuh ke arah kematangan, seperti kematangan mental, emosional, sosial, psikologis, dan fisik sangat mempengaruhi perkembangan (Widyastuty, 2011). Remaja pada dasarnya mempunyai rasa ingin tahu yang besar, maka mereka cenderung mudah terpengaruh oleh kebiasaan sehari-hari dan mempengaruhi lingkungan sekitar tempat mereka bergaul (Ali, 2006). Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama mereka berdasarkan karakteristik persahabatan remaja seperti kesamaan usia, jenis kelamin, dan ras atau suku (Yusuf, 2010). Faktor lingkungan bagi remaja sangat berperan penting bagi perkembangan remaja.

(12)

2

Masa remaja awal biasanya antara usia 12-15 tahun fokus pada permintaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya (Agustiani, 2006). Menurut Bichler dalam Fatimah (2010) ciri-ciri remaja usia 12-15 tahun adalah berperilaku kasar, cenderung berusaha berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dan tidak berusaha mengendalikan diri dan perasaan. Kemampuan mengendalikan diri merupakan salah satu kunci untuk mengurangi terjadinya perilaku kekerasan karena dengan pengendalian diri individu dapat merasa tenang sehingga emosional dirinya tidak mudah marah dan pada akhirnya mampu membina hubungan baik dengan teman (Zahara, 2011). Remaja akan lebih banyak melakukan pelanggaran aturan ketika berada di lingkungan yang dipenuhi dengan tata tertib seperti di lingkungan pendidikan (Brook, 2011).

Salah satu fenomena pelanggaran aturan yang menyita perhatian di dunia pendidikan saat ini adalah kekerasan sekolah yang dilakukan oleh antar siswa. Aksi tawuran dan kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak diberitakan di halaman media cetak maupun elektronik. Hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan pada remaja telah hilang (Wiyani, 2012). Perilaku bullying merupakan fenomena lama yang sudah sering terjadi namun baru-baru ini perilaku bullying menjadi masalah yang sangat serius, tercatat pada akhir 2013 terdapat 181 kasus berujung pada kematian, 141 kasus korban menderita luka berat, dan 97 kasus korban menderita luka ringan (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2014).

Perilaku bullying muncul di segala tempat baik di sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Perilaku bullying dapat terjadi pada anak-anak atau orang dewasa dan korbanya pun bisa laki-laki atau perempuan (Coloronso, 2007). Perilaku bullying merupakan tindakan negatif dimana terjadi penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan secara berulang oleh satu siswa atau lebih yang bersifat menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Pihak yang kuat tidak hanya berarti kuat dalam segi fisik tetapi juga kuat secara mental (Astuti, 2008). Ketidakseimbangan antara pelaku dan korban sangat jelas, sehingga pelaku dapat dengan mudah menganiaya korban

(13)

3

yang jauh lebih kecil atau lemah darinya. Hal ini bisa menjadi penyebab perilaku bullying bertahan dalam waktu yang lama karena tidak adanya usaha korban untuk menyelesaikan konflik dengan pelaku (Rigby, 2007).

Perilaku bullying mudah dipelajari dan ditiru oleh siswa karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan bersama teman-temannya di sekolah dibandingkan dengan orang tua mereka. Umumnya siswa di sekolah hanya mementingkan persahabatan dan tanpa berfikir logis terhadap akibat yang ditimbulkan dari perilaku mereka tersebut. Pelaku bullying akan mudah terjebak dalam tindakan kriminal, selanjutnya mereka akan mengalami kesulitan dalam melakukan relasi sosial (Wiyani, 2012). Sedangkan perilaku bullying di sekolah akan memberikan dampak yang buruk bagi korban seperti prestasi yang menurun, membolos, melanggar kedisiplinan, tidak mengerjakan tugas sekolah, bahkan ada yang sampai depresi (Wharton, 2005).

Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah perilaku bermasalah pada anak dan remaja meningkat. Kekerasan di sekolah dengan pelaku anak atau remaja juga meningkat. Berdasarkan data dari KPAI, bullying menduduki peringkat teratas dalam pengaduan masyarakat terkait perilaku bermasalah pada anak. Pengaduan ini mengalahkan pengaduan tentang tawuran pelajar, deskriminasi pendidikan ataupun aduan pemungutan liar. KPAI mencatat 369 pengaduan terkait bullying dari tahun 2011 sampai 2014, dimana jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus.

Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini pada 2008 tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama (SLTP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir adalah kekerasan fisik (memukul). Gambaran

(14)

4

kekerasan di SMP di tiga kota besar yaitu Yogyakarta 77,5%, Surabaya 59,8%, dan Jakarta 61,1% (Wiyani, 2012).

Menurut Dake et al. (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku bullying yaitu status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan orang tua, lingkungan sekolah yang kurang baik, keharmonisan keluarga, dan parentingstyle atau pola asuh. Pola asuh orang tua dapat diartikan sebagai seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anaknya. Pola asuh juga bisa diartikan sebagai interaksi yang dilakukan oleh orang tua dengan anak dimana dalam interaksinya tersebut keluarga memberian pengasuhan berupa penilaian, pendidikan, pengetahuan, bimbingan, kedisiplinan, kemandirian, dan perlindungan berkaitan dengan kepentingan hidupnya (Shochib, 2010).

Pola pengasuhan (parenting style) sangat bergantung pada nilai-nilai yang dimiliki keluarga. Peran pengasuhan dapat dipelajari melalaui proses sosialisasi selama tahap perkembangan anak-anak yang dijalankan melalui interaksi antara keluarga. Anak yang mempunyai interaksi yang baik dengan keluarga cenderung selalu mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan anak akan lebih terpantau oleh keluarganya (Hawari, 2007). Hasil penilitian Putri (2014) menjelaskan bahwa ketidakharmonisan keluarga berpengaruh terhadap perilaku bullying yang di lakukan oleh anak karena anak merasa kurang perhatian dan meluapkan emosinya dengan berbuat semaunya termasuk berperilaku kasar pada temannya.

Agus (2012) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua kepada anak dan remaja adalah salah satu faktor signifikan yang turut membentuk perilaku dan karakter seorang anak tersebut. Anak yang dibesarkan dengan celaan dan permusuhan dalam keluarga akan membuatnyasering memaki bahkan berkelahi dengan orang lain. Berbeda dengan anak yang dididik oleh keluarganya dengan perlakuan baik dan penuh kasih saying, ia akan bersikap adil dalam pergaulannya bahkan dapat menumbuhkan rasa cinta dalam kehidupannya. Hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang utama bagi anak, dan pola asuh orang tua merupakan interaksi sosial awal untuk mengenalkan anak pada peraturan, norma, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Pola

(15)

5

pengasuhan yang kurang tepat seperti terlalu membatasi kegiatan anak akan membuatnya susah untuk bersosialisasi dengan orang lain bahkan jika anak trlalu dibebaskan akan membuat anak bersikap sesuai keinginannya tanpa terkontrol seperti perilaku negative.

Baumrind dalam Santrock (2011) menjelaskan pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga tipe, yaitu otoriter, demokratif, dan permisif. Masing-masing pola asuh tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dan dapat memberikan dampak yang berbeda juga terhadap pola perkembangan anak. Menurut Tim Penulis Depkes (2012), setiap pola asuh memberikan dampak yang berbeda- beda. Pola asuh otoriter akan sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak seperti anak akan berkembang menjadi penakut, kurang percaya diri, dan merasa tidak berharga. Pola asuh permisif akan menumbuhkan sikap ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sedangkan pola asuh demokratis mempunyai kelebihan yaitu orang tua memberikan kebebasan berpendapat kepada anaknya sehingga akan terjadi keseimbangan antara orang tua dan anak.

Beberapa penelitian yang membahas tentang perilaku pola asuh orang tua sudah banyak dilakukan. Penelitian Lianasari (2014), menyebutkan bahwa ada hubungan signifikan antara pola asuh orang tua dengan konsep diri remaja. Pola asuh orang tua demokratis mempunyai hubungan dengan tingkat keeratan sedang terhadap konsep diri remaja usia 12-15 tahun. Selain itu penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin tinggi pola asuh demokratis maka semakin tinggi pula konsep diri remaja, sebaliknya semakin rendah pola asuh demokratis maka semakin rendah pula konsep diri remaja. Penelitian lain tentang pola asuh orang tua dengan dengan perilaku remaja dilakukan oleh Kharie (2014) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua otoriter mempunyai hubungan dengan tingkat keeratan yang sedang terhadap perilaku merokok pada remaja laki-laki usia 15-17 tahun. Lebih lanjut hasil penilitian ini menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua yang selalu menekan akan membuat anak tertekan dan mudah marah, sehingga kemarahannya dilampiaskan dengan perilaku negatif seperti merokok. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Erine & Villa (2012) bahwa pola asuh yang dilakukan secara tepat oleh orang tua dengan

(16)

6

memberikan pengasuhan yang penuh dan perhatian berpengaruh positif dalam menghindarkan remaja dari perilaku yang menyimpang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 4 Gamping Sleman Yogyakarta melalui wawancara dengan 10 siswa didapatkan data bahwa 6 siswa mengatakan orang tua memberikan kebebasan untuk melalukan sesuatu yang diinginkan, 3 siswa mengatakan diberikan kebebasan tetapi harus sesuai dengan aturan yang berlaku, dan 1 siswa mengatakan selalu bersikap sesuai kehendaknya. Enam dari 10 siswa tersebut juga mengatakan pernah menjahili temannya saat berada di kelas.

Berdasarkan latar belakang inilah penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying ini penting untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah adakah hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP Negeri 4 Gamping?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP Negeri 4 Gamping.

2. Tujuan Khusus

a) Diketahui pola asuh orang tua.

b) Diketahui perilaku bullying remaja di SMP Negeri 4 Gamping.

c) Diketahui keeratan hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP Negeri 4 Gamping.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teori

Penelitian ini dapat memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan tentang perkembangan remaja dan pola asuh orang tua kaitannya dengan

(17)

7

perilaku bullying dan dapat memberikan kajian ilmu di bidang ilmu keperawatan anak, jiwa, dan komunitas.

2. Manfaat secara praktis

a. Bagi SMP Negeri 4 Gamping

Penelitian ini memberikan informasi kepada sekolah dan guru tentang perilaku bullying di SMP N 4 Gamping.

b. Bagi Orang tua

Penelitian ini memberikan informasi kepada orang tua mengenai pola asuh dan perilaku bullying, serta diharapkan orang tua dapat memahami dan menerapkan pola asuh yang benar sesuai dengan karakter anak masing-masing.

c. Bagi Siswa

Penelitian ini memberikan informasi kepada para siswa mengenai perilaku bullying dan dampaknya sehingga siswa dapat mengendalikan diri dengan baik dan menghindari perilaku bullying.

d. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya. Penelitian yang berkesinambungan serta berkelanjutan sangat diperlukan di bidang keperawatan, agar dapat memberikan intervensi yang tepat ubntuk mengatasi permasalahan sesuai dengan fenomena yang terjadi, terutama tentang pola asuh dan perilaku bullying.

E. Keaslian Penelitian

1. Lianasari (2014) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep Diri pada Remaja Usia 12-15 Tahun di SMP 1 Sedayu Bantul Yogyakarta”. Jenis penelitian ini adalah kualitatif non eksperimental, rancangan yang digunakan penelitian ini adalah menggunakan analitik kolerasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik stratified random sampling. Uji statistik menggunakan chi square, pengujian dilakukan 2 tingkat dimana terdiri

(18)

8

dari uji silang antara pola asuh otoriter dan demokratis serta uji silang antara pola asuh permisif dan demokratis diperoleh hasil yaitu nilai (p-value)sebesar 0,000 (p 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antar pola asuh orang tua dengan konsep diri remaja. Hasil analisis contingency coefficient (koefisien keeratan hubungan) antara variabel didapatkan nilai koefisien sebesar 0,540 dan 0,506. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keeratan hubungan yang sedang antar pola asuh orang tua dengan konsep diri pada remaja usia 12-15 tahun di SMP 1 Sedayu Bantul Yogyakarta. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pola asuh demokratis maka semakin tinggi pula konsep dirinya, sebaliknya semakin rendah pola asuh demokratisnya maka semakin rendah pula konsep diri remaja. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel bebasnya pola asuh orang tua. Sedangkan perbedaanya adalah variabel terikatnya pada penelitian ini adalah konsep diri, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah perilaku bullying. Penelitian ini menggunakan teknik stratified random samplingdengan subjek siswa di SMP 1 Sedayu Bantul sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik random sampling dengan subjek siswa kelas VIII SMP 4 Gamping Sleman.

2. Korua (2015) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja SMK Negeri 1 Manado”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling sebanyak 48 responden. Data dikumpulkan menggunakan lembar kuisioner pola asuh orang tua dan perilaku bullying. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying dengan hasil p= 0,006.

Persamaan dari penelitian ini adalah variabel bebas yaitu pola asuh orang tua dan variabel terikatnya yaitu perilaku bullying. Desain penelitiannya juga menggunakan cross sectional.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel dan subjek penelitian. Pada peniltian ini menggunakan teknik purposive sampling dan subjek penelitiannya pada siswa SMK N 1 Manado sedangkan penelitian yang

(19)

9

akan dilakukan menggunakan teknik random sampling dengan subjek siswa kelas VIII SMP 4 Gamping Sleman.

3. Kharie (2014) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Pada Anak Laki-Laki Usia 15-17 Tahun Di Kelurahan Tanah Raja Kota Ternate”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling sebanyak 34 pasang responden. Data dikumpulkan menggunakan lembar kuisioner pola asuh orang tua dan perilaku merokok. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok dengan hasil p= 0,003. Lebih lanjut hasil penilitian ini menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua yang selalu menekan akan membuat anak tertekan dan mudah marah, sehingga kemarahannya dilampiaskan dengan perilaku negatif seperti merokok.

Persamaan penelitian ini adalah variabel bebas yaitu pola asuh orangtua dengan pendekatan cross-sectional.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat, pada penelitian ini adalah perilaku merokok sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah perilaku bullying. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan subjek anak laki-laki usia 15-17 tahun di Kelurahan Tanah Raja Kota Ternatesedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik random sampling dengan subjek siswa kelas VIII SMP 4 Gamping Sleman.

(20)

50 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMP N 4 Gamping terletak di Kalimanjung desa Ambarketawang Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman dengan status sekolah negeri di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan telah terakreditasi A oleh BAN-SM (Badan Akreditasi Nasional- Sekolah/Madrasah). Jumlah guru pada sekolah ini adalah 72 guru, pegawai tata usaha 11 orang, sedangkan jumlah murid adalah 612 siswa yang terdiri dari 320 siswa laki-laki dan 292 siswa perempuan. SMP N 4 Gamping 18 kelas dan setiap angkatan memiliki 6 kelas.

SMP N 4 Gamping memiliki fasilitas sekolah antara lain Aula, perpustakaan, laboratorium komputer, laboratorium biologi dan fisika, ruang ketrampilan, UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Musholla, Koprasi sekolah, lapangan olah raga, ruang kesenian. SMP N 4 Gamping Sleman memiliki program ekstrakulikuler diantaranya : Seni musik, Pramuka, Sepak bola, Futsal, Basket, Bulu tangkis, Pencak silat, Palang Merah Remaja (PMR), semua kegiatan ekstrakulikuler ini boleh diikuti oleh seluruh siswa dan siswi. Setiap sekolah memiliki tata tertib sendiri, termasuk juga SMP N 4 Gamping, baik untuk siswa, maupun guru dan karyawan. Setiap pelanggaran terhadap tata tertib yang ada akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Siswa yang bermasalah akan ditangani oleh pihak-pihak yang telah ditentukan, antara lain oleh guru bimbingan dan konseling (BK).

Orangtua siswa setiap satu tahun sekali yaitu saat penerimaan raport kenaikan kelas akan bertemu dengan pihak sekolah untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi siswa selama satu tahun dan menentukan jalan keluar yang sesuai atau tepat. Siswa yang bermasalah dengan kasus berat akan panggil orangtuanya untuk bertemu dengan pihak sekolah sedangkan untuk kasus yang ringan atau sedang akan diberi teguran lisan dan surat peringatan. Data dari bagian BK di SMP N 4 Gamping dari Januari sampai Juni 2016

(21)

51

sudah ada 13 kasus yang ditangani oleh BK, tetapi seluruhnya berupa masalah sedang sehingga penyelesaiannya hanya berupa surat peringatan.

2. Analisis Hasil Penelitian a. Karakteristik Orang Tua

Dari hasil penelitian, diperoleh karakteristik orang tua siswa berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan di SMP N 4 Gamping sebagai berikut :

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Karakteristik Orang Tua di SMP N 4 Gamping Sleman

Karakteristik Orangtua Frekuensi (n) Persentase (%) Usia orang tua

< 40 tahun 40-50 tahun >50 tahun 26 31 8 40,0 47,7 12,3 Pendidikan orang tua

SD SMP SMA

Perguruan Tinggi Agama orang tua Islam 8 21 29 7 65 12,3 32,3 44,6 10,8 100 Pekerjaan orang tua

Buruh Guru IRT Karyawan Pedagang Pegawai Pensiunan PNS Sopir TNI Wiraswasta 27 1 2 7 1 3 1 1 1 1 20 41,5 1,5 3,1 10,8 1,5 4,6 1,5 1,5 1,5 1,5 30,8 Total 65 100,0

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa karakteristik orang tua responden menurut usia yang paling banyak adalah usia 40-50 tahun yaitu sebanyak 31 orang (47,7%). Pendidikan orangtua responden terbanyak

(22)

52

adalah berpendidikan SMA yaitu sebanyak 29 orang (44,6%). Agama orangtua responden keseluruhan beragama islam yaitu sebanyak 65 orang (100%). Sementara karakteristik orang tua responden menurut pekerjaannya yang paling banyak yaitu buruh 27 orang (41,6%).

b. Karakteristik Remaja

Dari hasil penelitian, diperoleh karakteristik responden siswa berdasarkan umur, jumlah saudara, dan jenis kelamin di SMP N 4 Gamping Sleman sebagai berikut :

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman

Karakteristik Responden Frekuensi (n) Presentase (%) Umur 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun Jumlah Saudara 1 Saudara 2 Saudara 3 Saudara 4 Saudara 5 Saudara Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 7 45 13 12 32 14 5 2 34 31 10,8 69,2 20,0 18,5 49,2 21,5 7,7 3,1 52,3 47,7 Total 65 100,0

Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa karakteristik responden menurut umur remaja paling banyak adalah usia 14 tahun yaitu 44 orang (67,7%), sedangkan paling sedikit yaitu umur 13 tahun yaitu sebanyak 7 orang (10,8%). Karakteristik responden berdasarkan jumlah saudara paling banyak adalah yang memiliki 2 saudara yaitu 32 orang (49,2%), sedangkan yang paling sedikit adalah yang memiliki 5 saudara sebanyak 2 orang (3,1%). Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin hampir seimbang yaitu laki-laki yaitu 34 orang (52,3%) dan perempuan sebanyak 31 orang (47,7%).

(23)

53

3. Pola Asuh Orang Tua

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi pola asuh orang tua pada siswa di SMP N 4 Gamping Sleman adalah sebagai berikut:

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua di SMP N 4 Gamping Sleman Pola asuh Frekuensi (n) Presentase (%)

Uninvolved

Pola Asuh Otoriter Pola Asuh Permisif Pola asuh Demokratis

14 14 15 22 21,5 21,5 23,1 33,8 Total 65 100,0

Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa pola asuh orang tua yang paling paling banyak diterapkan oleh orang tua siswa di SMP N 4 Gamping Sleman adalah pola asuh demokratis yaitu sebanyak 22 orang (33,8%).

4. Perilaku Bullying

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi perilaku bullying pada siswa SMP N 4 Gamping Sleman adalah sebagai berikut :

Tabel 8

Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Bullying Siswa di SMP N 4 Gamping Sleman

Perilaku Bullying Frekuensi (n) Presentase (%)

Bullying Sangat Rendah Bullying Rendah Bullying Sedang Bullying Tinggi 21 26 12 6 32,3 40,0 18,5 9,2 Total 65 100,0

Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 8 dapat disimpulkan bahwa siswa lebih banyak melakukan perilaku bullying dengan intensitas rendah sebanyak 26 orang

(24)

54

(40,0%) dan perilaku bullying dengan intensitas sangat rendah sebanyak 21 orang (32,3%).

5. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara 2 variabel, yaitu variabel bebas adalah pola asuh orang tua dan variabel terikat adalah perilaku bullying. Hasil tabulasi hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 9

Uji Tabulasi Silang Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman

Pola asuh Bullying Sangat Rendah Bullying Rendah Bullying Sedang Bullying Tinggi Total P-value r hitung N % N % N % N % N % Uninvolved Otoriter Permisif Demokratis 2 2 6 11 3,1 3,1 9,2 16,9 8 4 4 10 12,3 6,2 6,2 15,4 4 3 4 1 6,2 4,6 6,2 1,5 0 5 1 0 0 7,7 1,5 0 14 14 15 22 21,5 21,5 23,1 33,8 0,00 3 -0,345 Total 21 32,3 26 40,0 12 18,5 6 9,2 65 100,0

Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 9 dapat disimpulkan bahwa dari total 65 responden, responden dengan pola asuh otoriter lebih banyak melakukan perilaku bullying dengan intensitas tinggi sebanyak 5 responden (7,7%). Responden dengan pola asuh permisif lebih banyak melakukan perilaku bullying dengan intens sangat rendah sebanyak 6 responden (9,2%). Responden dengan pola asuh demokratis lebih banyak melakukan perilaku bullying dengan intensitas sangat rendah sebanyak 11 responden (16,9%) dan perilaku bullying dengan intensitas rendah sebanyak 10 responden (15,4%).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi square, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,003, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini untuk

(25)

55

mengetahui corelation coefficient yaitu -0,345 sehingga keeratan hubungan rendah.

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Orang Tua Responden di SMP N 4 Gamping Sleman

Orang tua dalam penelitian ini paling banyak berusia 40-50 tahun yaitu sebanyak 31 orang (47,7%). Menurut teori kedewasaan masa dewasa dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal dimulai dari usia 29-39 tahun, dewasa tengah dimulai antara usia 40-59 tahun dan dewasa akhir berusia di atas 60 tahun (Wong, 2009). Menurut teori perkembangan Erikson, tugas perkembangan yang utama pada masa dewasa adalah mencapai generativitas. Generativitas adalah keinginan untuk merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generativitas dengan anak-anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial dengan generasi berikutnya (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan tingkat pendidikan orang tua responden didominasi oleh orang tua dengan pendidikan SMA sebanyak 29 orang (44,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian Linda & Hamal (2011) yang menyatakan bahwa orang tua dengan latar belakang pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan pengertian yang luas terhadap perkembangan anak, sedangkan orang tua dengan latar belakang pendidikan yang rendah cenderung memiliki pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai perkembangan dan kebutuhan anak. Penelitian Rahni (2010) juga menyatakan bahwa orang tua yang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi, dan mengikuti kursus dalam mengasuh anak lebih menggunakan teknik pengasuhan demokratis dibandingkan dengan orang tua yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam mengasuh anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pekerjaan orang tua responden adalah buruh yaitu sebanyak 27 (41,5 %). Menurut Yusuf (2010) mengatakan bahwa kondisi ekonomi keluarga kelas menengah ke bawah cenderung lebih keras terhadap anak dan lebih sering menggunakan hukuman fisik. Keluarga

(26)

56

ekonomi kelas menengah cenderung lebih memberi pengawasan dan perhatian sebagai orang tua. Sementara keluarga ekonomi kelas atas cenderung lebih sibuk untuk urusan pekerjaannya sehingga anak sering terabaikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh yang banyak di terapkan adalah demokratis, meski sebagian besar orang tua bekerja sebagai buruh dengan kondisi ekonomi kelas menengah ke bawah yang cenderung lebih keras terhadap anak dan lebih sering menggunakan hukuman fisik tapi ada beberapa faktor lain yang mempempengaruhi yaitu pendidikan terakhir orangtua dan usia. Pendidikan terakhir orang tua yang mayoritas SMA bisa memberikan pengaruh terhadap pola pengasuhannya. Orang tua dengan pendidikan tersebut sudah memiliki pengetahuan dan pengertian yang luas terhadap perkembangan anak, sehingga bisa menyesuaikan pola pengasuhan mana yang terbaik untuk anaknya. Usia orangtua yang sebagian besar masih dalam masa dewasa tengah sehingga membuat orang tua masih sering memberikan bimbingan dan saling berinteraksi dengan anaknya. Pasangan orang tua yang masih dalam usia muda lebih cenderung menerapkan pola asuh demokratis dan permisif kepada anak-anaknya karena orang tua muda lebih bisa terbuka dan berialog dengan baik pada anak-anaknya. Pasangan dengan usia yang lebih tua biasanya cenderung lebih keras dan bersikap otoriter terhadap anak-anaknya, dimana orang tua lebih dominan dalam mengambil keputusan karena orang tua merasa sangat berpengalaman dalam memberikan pengasuhan dan penilaian pada anak-anak mereka (Kozier et al, 2010)

2. Karakteristik Responden di SMP N 4 Gamping Sleman

Remaja dalam penelitian ini paling banyak berusia 14 tahun yaitu sebanyak 45 orang (69,2%). Pada masa remaja awal (12-14 tahun) individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri individu unik dan tidak tergantung pada orang tua. Faktor dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya (Agustiani, 2006). Menurut Bichler dalam Fatimah (2010) ciri-ciri remaja usia 12-15 tahun adalah berperilaku kasar,

(27)

57

cenderung berusaha berperilaku tidak toleran terhadap orang lain, susah diatur, mudah terangsang, emosi yang tidak stabil dan tidak berusaha mengendalikan diri dan perasaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki 2 saudara yaitu sebanyak 32 orang (49,2%). Remaja yang berasal dari keluarga yang besar memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam bullying antara saudara dibandingkan dengan remaja yang berasal dari keluarga yang relatif kecil. Bullying antar saudara terjadi dalam waktu yang lama membuat anak menganggap perilaku bullying sebagai sesuatu yang normal dan diterima (Veenstra et al, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian jenis kelamin responden hampir seimbang yaitu laki-laki sebanyak 34 orang (52,3%) dan perempuan sebanyak 31 orang (47,7%). Olweus mengatakan dalam Yahaya et al (2008) bahwa perilaku negatif seperti bullying di lingkungan sekolah antara siswa laki – laki dan siswa perempuan sangat berbeda. Siswa laki – laki dalam melakukan perilaku bullying cenderung lebih kasar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku bullying masih dalam intensitas sangat rendah dan rendah. Usia remaja mayoritas berusia 14 tahun, pada usia tersebut remaja berperilaku kasar, cenderung berusaha berperilaku tidak toleran terhadap orang lain, susah diatur, mudah terangsang, emosi yang tidak stabil dan tidak berusaha mengendalikan diri dan perasaan. Faktor yang membuat perilaku bullying dalam intensitas rendah meski pada usia tersebut remaja cenderung bersikap kasar terhadap teman sebayanya adalah jenis kelamin dan jumlah saudara. Jenis kelamin yang hampir seimbang mempunyai pengaruh karena anak perempuan akan cenderung lebih bersifat simpati dengan temannya dibanding anak laki-laki yang cenderung lebih agresif. Anak perempuan juga cenderung lebih dikontrol bahkan dibatasi pergaulannya oleh orangtua. Jumlah saudara yang sedikit akan memberikan rasa keharmonisan di banding dengan anak yang memiliki jumlah saudara banyak karena mereka akan cenderung lebih menunjukkan kelebihannya satu sama lain sehingga perilaku bullying lebih banyak terjadi yang berpengaruh dalam pergaulannya

(28)

58

sebagai pengalaman yang didapatkan dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang besar memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam bullying antara saudara sehingga anak menganggap perilaku bullying sebagai sesuatu yang normal dan diterima (Veenstra et al, 2005).

3. Pola Asuh Orang Tua Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman

Hasil penelitian menunjukan bahwa pola asuh orang tua di SMP N 4 Gamping Sleman paling banyak adalah pola asuh demokratis yaitu sebanyak 22 orang (33,8%), pola asuh permisif sebanyak 15 orang (23,1%), dan pola asuh otoriter sebanyak 14 orang (21,5%).

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembang remaja Perkembangan remaja akan optimal apabila mereka bersama keluarga yang harmonis, sehingga kebutuhan remaja seperti kebutuhan fisik, sosial maupun psiko-sosial terpenuhi (Murtiyani, 2011). Pola asuh (parenting style) adalah model pengasuhan atau sikap perlakuan yang dimiliki dan diterapkan orang tua dalam pengasuhan terhadap anak sejak usia kandungan hingga dewasa (Yusuf, 2010). Pola asuh merupakan interaksi yang dilakuan oleh orang tua dengan anaknya dalam interaksi tersebut orang tua memberian pengasuhan berupa penilaian, pendidikan, pengetahuan, bimbingan, kedisiplinan, kemandirian, dan perlindungan untuk mencapai kedewasaan yang berlaku di masyarakat berkaitan dengan kepentingan hidupnya (Shochib, 2010).

Ciri khas pola asuh otoriter adalah dimana orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Mereka menetapkan aturan atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti dan tidak boleh dipertanyakan. Anak dituntut untuk mematuhi kata-kata atau aturan mereka. Mereka akan menghukum setiap perilaku yang berlawanan dengan standar yang telah dibuat. Keterlibatan anak dalam pengambilan keputusan sangatlah sedikit dan komunikasi yang terjalin dalam pola asuh ini adalah komunikasi satu arah (Wong et al, 2009). Dampak dari penerapan pola asuh otoriter adalah anak mengalami tekanan fisik dan mental, sering tidak

(29)

59

bahagia, kehilangan semangat, cenderung menyalahkan diri, mudah putus asa, tidak memiliki inisiatif, tidak bisa mengambil keputusan, tidak berani mengemukakan pendapat, dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk (Santrock, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pertanyaan tentang pola asuh otoriter dari 65 responden, lebih banyak responden mengatakan bahwa orang tua kurang mengungkapkan kasih sayang kepada mereka sebanyak 49,2 % dan orang tua mengatur hidup mereka sebanyak 32,3%.

Ciri pola asuh permisif adalah orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka (Wong et al., 2009). Orang tua cenderung memberi kebebasan kepada anak dan menuruti segala keinginan anak. Penerapan pola asuh permisif pada anak remaja dilatar belakangi oleh orang tua yang tidak ingin melihat anak remajanya mengalami kesulitan seperti mereka remaja dulu, rasa membahagiakan anak dan orang tua memiliki perasaan bersalah (Surbakti, 2009). Orang tua pada pola asuh ini membiarkan anak-anaknya melakuan apapun yang mereka inginkan dan hasilnya adalah anak-anak yang tidak pernah belajar mengendalian perilakunya sendiri dan selalu berharap kemauannya di turuti (Santrock, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pertanyaan tentang pola asuh permisif dari 65 responden, lebih banyak responden mengatakan bahwa orang tua kurang peduli dengan urusan sekolah mereka sebanyak 67,7% dan orang tua kurang berkomunikasi dengan mereka sebanyak 64,6%.

Pola asuh demokratis merupakan kombinasi praktik mengasuh anak dari pola asuh otoriter dan permisif. Orang tua mengarahkan perilaku dan sikap anaknya agar tidak menyimpang. Orang tua menghargai individualitas anak dan memberikan izin anak untuk menyatakan keberataannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol dari orang tua kuat dan konsisten tetapi dengan dukungan , pengertian dan keamanan (Wong et al, 2009). Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memberikan kebebasan kepada anak tetapi tetap memberikan batasan untuk mengarahkan anak menentukan keputusan yang tepat dalam hidupnya (Arisandi, 2011). Hasil penelitian

(30)

60

menunjukkan bahwa pada pertanyaan tentang pola asuh demokratis dari 65 responden, lebih banyak responden mengatakan bahwa orang tua selalu memperhatikan mereka sebanyak 46,2 %, orang tua menerapkan disiplin belajar sebanyak 38,5 %, dan orang tua sangat sering membantu mencari jalan keluar jika mereka menghadapi masalah 30,8 %.

Selain ketiga pola asuh tersebut terdapat pola asuh yang banyak memiliki dampak negatif bagi anak yaitu uninvolved atau pola asuh mengabaikan. Penerapan pola asuh uninvolved pada anak remaja dilatar belakangi oleh pengalamnya dulu yang cenderung dibebaskan di lingkungan yang menjurus kearah negatif sehingga orang tua mengulangi apa yang mereka dapatkan kan dulu kepada anaknya. Ciri pola asuh uninvoloved adalah orang tua tidak terlihat dalam kehidupan anak karena cenderung lalai, sangat sedikit atau bahkan tidak ada kontrol kepada anak, dan kurangnya pendekatan emosional karena cenderung bersikap acuh. Anak yang diasuh dengan gaya seperti ini cenderung kurang cakap secara sosial, memiliki kemampuan pengendalian diri yang buruk, tidak memiliki kemandirian diri yang baik, tidak bermotivasi untuk berprestasi, dan cenderung melakukan tinadakan kekerasan di masa remajanya kelak (Arisandi, 2011).

4. Perilaku Bullying Remaja Di SMP N 4 Gamping Sleman

Berdasarkan hasil penelitian dari 65 responden diperoleh hasil bahwa jumlah siswa yang melakukan perilaku bullying dengan intensitas sangat rendah adalah sebanyak 21 orang (32,3%), perilaku bullying dengan intensitas rendah adalah sebanyak 26 orang (40,0%), perilaku bullying dengan intensitas sedang adalah sebanyak 12 orang (18,5%), dan perilaku bullying dengan intensitas tinggi adalah sebanyak 6 orang (9,2%). Perilaku bullying merupakan tindakan negatif dimana terjadi penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan secara berulang oleh satu siswa atau lebih yang bersifat menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Pihak yang kuat tidak hanya berarti kuat dalam segi fisik tetapi juga kuat secara mental (Astuti, 2008). Klasifikasi bullying menurut Sejiwa (2008) adalah

(31)

61

bullying fisik, misalnya memukul, mendorong, menendang, bullying verbal, misalnya berkata kasar, mengejek, dan bullying mental, misalnya mengucilkan, mencibir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pertanyaan tentang aspek bullying fisik dari 65 responden, lebih banyak responden mengatakan sangat tidak setuju jika berkelahi dengan yang lebih lemah sebanyak 56,9 % dan mereka tidak setuju jika menindas adik kelas sebanyak 44,6%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pertanyaan tentang aspek bullying verbal dari 65 responden, lebih banyak responden mengatakan setuju jika tidak meneriaki teman yang salah dan tidak setuju jika memberi nama ejekan kepada temannya sebanyak 56,9%. Bullying psikologis dari 65 responden, lebih banyak responden mengatakan setuju tidak akan mengucilkan teman yang sudah berbuat salah sebanyak 63,1% dan tidak setuju jika menjahili adik kelas sebanyak 55,4%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku bullying masih dalam intensitas sangat rendah dan rendah. Usia remaja mayoritas berusia 14 tahun, pada usia tersebut remaja berperilaku kasar, cenderung berusaha berperilaku tidak toleran terhadap orang lain, susah diatur, mudah terangsang, emosi yang tidak stabil dan tidak berusaha mengendalikan diri dan perasaan. Faktor yang membuat perilaku bullying dalam intensitas rendah meski pada usia tersebut remaja cenderung bersikap kasar terhadap teman sebayanya adalah jenis kelamin dan jumlah saudara.

5. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Remaja Di SMP N 4 Gamping Sleman

Berdasarkan hasil penelitian dengan 65 responden, responden dengan pola asuh otoriter lebih banyak melakukan perilaku bullying dengan intensitas tinggi sebanyak 5 responden (7,7%). Responden dengan pola asuh permisif lebih banyak melakukan perilaku bullying dengan intens sangat rendah sebanyak 6 responden (9,2%). Responden dengan pola asuh demokratis lebih banyak melakukan perilaku bullying dengan intensitas sangat rendah sebanyak

(32)

62

11 responden (16,9%) dan perilaku bullying dengan intensitas rendah sebanyak 10 responden (15,4%).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi square, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,003, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,345 menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja dalam tingkat rendah, arah negatif pada nilai koefisien korelasi berarti semakin baik pola asuh orang tua maka semakin semakin rendah tingkat perilaku bullying remaja, sehingga dapat disimpulan bahwa sebagian banyak orang tua menerapkan pola asuh yang baik yaitu pola asuh demokratis maka intensitas perilaku bullying menjadi rendah.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku bullying sehingga keeratannya dengan pola asuh rendah yaitu jumlah saudara, keharmonisan keluarga, pengalaman, lingkungan sekolah, kebijakan sekolah dan pergaulan. Orang tua adalah sumber pengaruh terkait dengan perilaku bullying pada remaja. Sikap orang tua yang positif seperti kehangatan keluarga atau dukungan bisa melindungi remaja dari keterlibatan bullying baik sebagai pelaku maupun korban (Wong et al, 2009). Jumlah saudara yang sedikit akan memberikan rasa keharmonisan di banding dengan anak yang memiliki jumlah saudara banyak karena mereka akan cenderung lebih menunjukkan kelebihannya satu sama lain sehingga perilaku bullying lebih banyak terjadi yang berpengaruh dalam pergaulannya sebagai pengalaman yang didapatkan dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang besar memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam bullying antara saudara sehingga anak menganggap perilaku bullying sebagai sesuatu yang normal dan diterima (Veenstra et al, 2005).

Perilaku bullying bukan perilaku yang terbentuk dengan sendirinya, melainkan dari pengalaman yang pernah dialami baik dalam keluarga maupun sekolah (Yusuf, 2009). Menurut Willis (2013) keluarga dan sekolah adalah dua sistem yang sangat penting dalam kehidupan remaja. Saat memasuki sekolah

(33)

63

keterampilan kognitif remaja akan berkembang, selain itu perkembangan emosi dan sosial remaja juga akan terpengaruhi. Penelitian Nurhayati (2013) menyatakan bahwa kebijakan sekolah yang baik dan sekolah memiliki social support sebagai sarana penyelesaian masalah sosial siswa sehingga perilaku agresif seperti bullying dapat diteken dan dikendalikan. Pergaulan remaja di sekolah akan lebih banyak bersama teman sebayanya. Remaja yang berkelompok dengan kesamaan umur akan mudah terpengaruh dengan teman sebaya terutama tingkah laku yang melanggar peraturan atau disiplin, sehingga mendapatkan pengakuan dari kelompok tersebut (Yahaya et al, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Arina (2011) menyatakan bahwa selain pola asuh orang tua perilaku menyimpang seperti merokok juga dapat dipengaruhi oleh teman sebaya, semakin tinggi dukungan teman sebaya maka semakin tinggi perilaku menyimpang anak.

Penelitian ini sejalan dengan Lianasari (2014), pola asuh orang tua dengan konsep diri remaja sebagian besar adalah pola asuh demokratis yaitu sebanyak 63 orang (81,8%), sedangkan remaja yang memiliki konsep diri positif sebanyak 59 orang (76,6%) dan remaja yang memiliki konsep diri negatif sebanyak 18 orang (23,4%), dari hasil pengujian dua tingkat dimana terdiri dari uji silang antara pola asuh otoriter dan demokratis serta uji silang antara pola asuh permisif dan demokratis diperoleh hasil yaitu nilai (p-value) sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan konsep diri remaja.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Setyobudi (2015) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Remaja Di SMP N 3 Grabag Magelang. Hasil penelitian menyatakan bahwa anak yang memperoleh pengasuhan dengan keras atau otoriter menekan, tidak memberikan kebebasan pada anak untuk berpendapat akan membuat anak tertekan, marah kesal kepada orang tuanya, akan tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan cenderung melampiaskan kepada hal negatif berupa perilaku merokok. Penelitian Korua (2015) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku

(34)

64

Bullying Pada Remaja SMK Negeri 1 Manado juga menyatakan bahwa pola asuh otoriter memiliki keterlibatan dalam perilaku bullying.

Penelitian yang dilakukan Nurhayati (2013) tentang tipe pola asuh orang tua yang berhubungan dengan perilaku bullying di SMA Islam Sudirman Ambarawa Kabupaten Semarang menyatakan bahwa anak yang mendapatkan pola pengasuhan secara demokratis cenderung melakukan tindakan bullying dengan intensitas ringan.

Penelitian lain oleh Kharie (2014) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Pada Anak Laki-Laki Usia 15-17 Tahun Di Kelurahan Tanah Raja Kota Ternate juga memiliki hasil yang sama dengan penelitian ini menyatakan adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok. Hasil penelitian menunjukkan orang tua yang memiliki pola asuh otoriter terdapat 10 responden yang melakukan perilaku merokok ringan dan 1 responden yang melakukan perilaku merokok berat. Orang tua yang memiliki pola asuh permisif terdapat 6 responden yang melakukan perilaku merokok ringan dan 6 responden yang melakukan perilaku merokok berat. Orang tua yang memiliki pola asuh demokratis terdapat 2 responden yang melakukan perilaku merokok ringan dan 9 responden yang melakukan perilaku merokok berat. Kesimpulan penelitian ini berbeda dengan kesimpulan penelitian yang dilakukan karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak dengan pola asuh demokratis justru lebih banyak melakukan perilaku merokok berat. Hal tersebut terjadi karena selain pola asuh perilaku merokok juga dapat dipengaruhi oleh teman sebaya, iklan, dan media sosial.

Orang tua yang demokratis bersikap hangat dan sayang terhadap anak, serta menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respon atas perilaku kontruktif anak. Anak yang memiliki orang tua demokratis sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, berorientasi pada prestasi, dan dapat mengatasi stress. Anak juga cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya maupun orang dewasa (Santrock, 2007). Orang tua mengarahkan perilaku dan mengontrolnya sehingga membuat remaja cenderung terhindar dari perilaku menyimpang atau kenakalan remaja (Yusuf,

(35)

65

2010). Anak yang dididik dengan pola asuh demokratis memiliki tingkat kompetensi sosial yang tinggi, percaya diri, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, akrab dengan teman sebaya mereka, dan mengetahui konsep harga diri yang tinggi. Karakteristik pola asuh ini dapat mengimbangi rasa keingintahuan remaja, sehingga proses anak dalam menimbulkan perilaku tindakan antisosial cenderung bisa dibatasi. Oleh karena itu, walaupun anak dibebaskan, orang tua tetap terlibat dengan memberikan batasan berupa peraturan yang tegas (Arisandi, 2011).

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mengalami berbagai keterbatasan dan kendala dalam penelitian antara lain :

1. Lembar izin menjadi responden yang seharusnya diisi terlebih dahulu oleh orangtua sebagai bukti bahwa orangtua memberikan izin kepada anaknya untuk dijadikan responden tidak diberikan kepada orang tua langsung karena keterbatasan waktu dan bersamaan dengan kegiatan pesantren ramdhan. Guru sebagai ketua kegiatan pesantren Ramadhan memberikan izin untuk dilakukan penelitian dan segala hal yang terjadi menjadi tanggung jawabnya.

2. Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu hanya meneliti satu faktor, yaitu pola asuh. Masih terdapat faktor lain, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, teman sebaya, lingkungan, yang mempengaruhi perilaku bullying pada remaja.

(36)

66 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman.

2. Sebagian besar orang tua di SMP N 4 Gamping Sleman menerapkan pola asuh orang tua demokratis.

3. Sebagian besar perilaku bullying dari siswa di SMP N 4 Gamping Sleman adalah perilaku bullying dengan intensitas rendah.

B. SARAN

1. Sekolah

Pihak sekolah diharapkan dapat lebih meningkatkan pendidikan tentang dampak perilaku bullying yang akhir-akhir ini menjadi masalah serius di bidang pendidikan. Pihak sekolah juga harus senantiasa memantau dan mengontrol setiap perilaku negatif siswa agar tidak memberikan dampak yang lebih buruk di kemudian hari dengan lebih mempertegas peraturan-peraturan sekolah khususnya yang mengatur tentang perilaku kekerasan di lingkungan sekolah. Bimbingan Konseling secara efektif membuka layanan untuk menanamkan nilai-nilai moral sehingga menumbuhkan rasa empati siswa terhadap teman sebayanya.

2. Orang tua

Orang tua diharapkan agar lebih memperhatikan dalam menerapkan pola asuh yang tepat kepada anak sesuai dengan karakter anak. Khususnya bagi orang tua yang memiliki anak remaja diharapkan selalu memberikan pendidikan yang baik serta selalu memperhatikan anaknya supaya tidak

(37)

67

terjerumus ke dalam perilaku menyimpang yang dapat membawa dampak buruk. Hendaknya orang tua dapat mencontohkan perilaku yang positif, besifat fleksibel, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung, memahami anak yang masih berusia remaja sedang mengalami masa peralihan.

3. Bagi Siswa

Hendaknya bagi siswa meningkatkan pengetahuan mengenai bullying bahwa bullying itu tidak hanya berupa penyerangan secara fisik, tetapi juga secara lisan seperti mengejek sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki siswa dapat mengendalikan dan mengontrol diri dengan baik dari perilaku bullying agar terwujud hubungan yang harmonis dalam pergaulannya.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang merupakan penyebab dari perilaku bullying sehingga dapat digunakan sebagai data yang berkesinambungan serta berkelanjutan agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi permasalahan sesuai dengan fenomena yang terjadi. Peneliti lain juga dapat meneliti apakah perilaku bullying mempengaruhi proses tumbuh kembang remaja.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. (2012). Pendidikan Karakter Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitanya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja). Bandung: Refika Aditama.

Annisa. (2012) . Hubungan Antara Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying Remaja Fakultas Ilmu Keperawatan. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan UI: Depok

Arisandi, D. (2011). Pengertian Disiplin dan Penerapannya Bagi Siswa.com/pengertian-disiplin-dan-penerapannya-bagi-siswa/, diakses 28 Juli 2016

Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying. Jakarta: Grasindo

Baron, R., dan Byrne, D. (2009). Social Psychology (12th ed). Boston: Person Education.

Brooks, J. (2011). The Process of Parenting. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Coloroso. (2007). Stop Bullying: Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi.

Dake, J.A., Prince, J.H., Telljohann, S.K. (2003). The Nature and Extent of Bullying at School. Journal of school health. Vol. 73, No.5:173-180. Donnellan, C. (2006). Bullying. England: Independence Educational Publishers

Cambridge.

Erine dan Villa. (2012). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Merokok di Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.

Fatimah, E. (2010). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: CV Pustaka Setia.

Hibana S, R. (2002). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Penerbit Galah.

Ibrahim, R. (2001). Landasan Psikologi Pendidikan Jasmani Di Sekolah Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

(39)

Kharie. (2014). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Pada Anak Laki-Laki Usia 15-17 Tahun Di Kelurahan Tanah Raja Kota Ternate.

King, L.A. (2010). Psikologi Umum (Sebuah Pandangan Apresiatif). Jakarta: Salemba Humanika.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses dan Praktik). Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC.

Korua, S. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bulliyng Pada Remaja SMK Negeri 1 Manado. E-journal Keperawatan, Volume 3, No. 2, Hal 1-7.

McEachern, A.G., Kenny. M., Blake, E., & Aluede. (2005). Bullying in School: International Variations. Chapter 7. Journal of Social Sciences special Issue. No.8:51-58.

Lianasari, M.D. (2014). Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Konsep Diri pada Remaja Usia 12-15 Tahun di SMP Negeri 1 Sedayu Bantul Yogyakart. Tidak diterbitkan : Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Linda dan Hamal. (2011). Hubungan Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua serta

Pola Asuh dengan Status Gizi Balita di Kota dan Kabupaten Tangerang, Banten.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

______. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Pendekatan Praktis Metodologi Penelitian Riset Keperawatan Cetakan 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto.

Nurhayati, R. (2013). Tipe Pola Asuh Orang Tua Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying di SMA Islam Sudirman Ambarawa Kabupaten Semarang. Jurnal Keperawatan jiwa, Volume 1, No.1, Mei 2013; 49-59.

Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2009). Perkembangan Manusia. Ed 10., Buku 2. Penerjemah: Brian Marwensdy. Jakarta: Salemba Humanika. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4.

(40)

Rahni, S. (2010). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Peran Kelompok Siswa Terhadap Perkembangan Sosial Remaja di SLTP Negeri 1 Gamping Yogyakarta. Tidak diterbitkan : Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Rigby, K. (2007). Bullying in Schools: and What to do About it. Australia: ACER

Press.

Rigby, K dan Thomas. (2010). How School Counter Bullying Policies and Procedures in Selected Australian Schools. Camberwell: Australian Council for Education Research Limited.

Rinestaelsa, U.A. (2008). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta.

Sanders, Cherryl E. (2003). Bullying Implication For The Classroom. California: Elsevier Academic Press.

Santrock. (2007). Masa Perkembangan Anak. Edisi 11 Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Sarwono, S.W. (2013). Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Schohib, M. (2010). Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta.

Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan Di Sekolah dan Di Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: PT Grasindo.

Setyobudi, J. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Remaja Di SMP N 3 Grabag Magelang. Tidak diterbitkan : Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta: Sagung Seto.

. (2013). Tumbuh Kembang Aanak Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sulivan, K., Clearly, M., dan Sullivan G. (2005). Bullying In Secondary Schools. London: SAGE Publication.

Surbakti, E.B. (2009). Kenali Anak Remaja Anda. Jakarta : Elek Media Komputido.

(41)

Tim Penulis Poltekes Depkes Jakarta I. (2012). Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba.

Veenstra, R., Lindenberg, S.,Oldehinkei, A.J., De Warner, A.F., Verhulst, F.C., dan Ormel, J. (2005). Bullying and victimination in elemntary school: A comparison of bullies, victims, bully/victims, and uninvolved predolescent. Developmental Psychology.

Wawan, A. & Dewi, M. (2010). Teori Pengukuran pengetahuan sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wharton, S. (2005). How to stop that bully: Menghentikan si tukang terror (Ratri Sunar Astuti & Malik, penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.

Wiyani, N.A. (2012). Save Our Chilldren From School Bullying. Yogyakarta: Ar-Rus Media.

Wong, D.L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC.

Wong, J., Iannotti, R.J. dan Nansel, T.R. (2009). School Bullying Adolescent In The United States: Physical, Verbal, Relational, and Cyber. Journal Of Adolescent Health.

Yuniatun, W. (2009). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kecenderungan Perilaku Caring pada Mahasiswa Program A Angkatan 2008/2009 PSIK UGM. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Yusuf, S. (2010). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan penelitian tentang “Hubungan antara tipe pola asuh orang tua dengan kemandirian perilaku remaja akhir”...

Resiliensi pada Remaja ditinjau dari Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua.. Skripsi ( Tidak Diterbitkan ).Yogyakarta : Fakultas

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosi pada remaja. Artinya variabel pola asuh orang tua

Orang tua di PAUD AL-Zikra sebagian besar menerapkan pola asuh demokratis dengan alasan bahwa pola asuh demokratis sangat cocok untuk di terapkan dalam

Penelitian lain dilakukan Murtiyani (2011) tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo menyatakan,

penghasilan Ibu &gt;1.383.000, suku bangsa orang tua jawa; pola asuh orang tua remaja sebagian besar pola asuh otoriter; Perilaku seksual remaja di SMK NU 04

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri, 2018 tentang hubungan pola asuh orang tua dan penggunaan media sosial dengan perilaku bullying di sekolah pada

Peran pola asuh orang tua dalam membentuk perilaku remaja Desa Genteng Kulon di era digital a Peran pola asuh orang tua dan bentuknya dalam membentuk perilaku remaja Hurlock75 dan