• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAZAKKA. Bulletin Ekonomi Syariah Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TAZAKKA. Bulletin Ekonomi Syariah Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sumber: https://www.radarbandung.id

Fokus Utama

Urgensi Kebijakan Jaring Pengaman

Perekonomian Negara di Era

Pandemi Virus Corona (COVID-19)

Fitrian Aprilianto, S.E., M.E

Dosen Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam,

Universitas Muhammadiyah Malang

Redam Inflasi dengan Perilaku

Konsumsi Islami

Muslikhati, S.E., M.E

Dosen Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam,

Universitas Muhammadiyah Malang

TAZAKKA

Bulletin Ekonomi Syariah

Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Edisi April 2020

(2)

Urgensi Kebijakan Jaring Pengaman

Perekonomian di Era Pandemi Virus Corona

(COVID-19)

Oleh: Fitrian Aprilianto, S.E., M.E

Dosen Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Pandemi virus Corona (COVID-19) telah menyita perhatian dunia sejak desembar tahun lalu. Dengan tingkay penyebaran massif dalam waktu singkat, virus ini telah menyebar dengan cepat ke beberapa penjuru dunia. Di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan di Jakarta pada 3 Maret 2020, hingga kini 15 April 2020 telah menjangkiti 5136 orang. Dengan korban meninggal dunia 469 orang, sementara dinyatakan sembuh sebanyak 446 orang (https://www.covid19.go.id/).

Pandemi virus corona memberikan dampak negatif terhadap segala aspek kehidupan masyarakat, seperti: kesehatan, sosial, politik, pendidikan hingga ekonomi. Jika ditelisik lebih dalam, sektor ekonomi menjadi sektor yang terdampak secara signifikan.

Dampak negatif pada sektor ekonomi dapat dilihat dengan menurunnya permintaan dan penawaran barang dan jasa di pasar. Jika dijabarkan secara rinci, dampak pandemi terhadap sektor ekonomi oleh dimulai dari menurunnya daya beli masyarakat terhadap komoditas (barang atau jasa). Selanjutnya hal ini berakibat terhadap penurunan permintaan dan penawaran di pasar. Jika terjadi penurunan permintaan dan penawaran maka berakibat

terhadap turunnya pendapatan sektor swasta (dan tentunya pendapatan pemerintah). Selanjutnya akan berakibat terhadap pengurangan faktor produksi, khususnya pengurangan tenaga kerja dan dalam titik terburuk akan mengakibatkan pemutusan hubunga kerja (PHK) bagi para tenaga kerja.

Lebih lanjut, penurunan konsumsi sektor rumah tangga (demand side) mendorong GDP riil akan menurun pada semua skenario pertumbuhan ekonomi nasional. Penurunan konsumsi sektor rumah tangga akan direspon oleh sektor produsen dengan mengurangi kapasitas produksi (supply side). Berkurangnya kapasitas produksi tentu akan mengurangi pendapatan dari sisi produsen. Langkah efisiensi produksi yang bisa dilakukan yaitu dengan mengurangi faktor-faktor produksi seperti pengurangan tenaga kerja. Kondisi ini menyebabkan produsen atau industri harus menanggung beban faktor produksi, seperti tenaga kerja, listrik, air, telepon, sewa, pajak, hutang dan bunga pinjaman.

Berdasarkan rilis data World Bank, prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sekitar 2,1% hingga -3,5% pada tahun 2020. Selaras dengan ini, Asian Development Bank (ADB) melakukan prediksi

(3)

pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,5 %. Hal ini juga diamini oleh Bank Indonesia (BI) dengan adanya koreksi pertumbuhan ekonomi menjadi 2% dari target pertumbuhan ekonomi sebelumnya sebesar 5%. Secara lebih ekstrim, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memungkinkan untuk menjadi minus empat persen (-0,4%) di tahun ini.

Alternatif Kebijakan Sebagai Jaring Pengaman Perekonomian

Dalam kondisi ini, kemampuan Pemerintah dan para pemangku kepentingan ekonomi secara bersama-sama mengalokasikan sumber daya secara optimal dalam menangani masalah kesehatan menjadi hal penting. Akan tetapi diperlukan beberapa alternatif kebijakan sebagai jaring pengaman perekonomian selama pandemi virus corona berlangsung.

Secara umum kebijakan makroekonomi dapat ditempuh melalui dua proxy kebijakan yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

Altenatif kebijakan fiskal yang dapat dilakukan pada masa pandemi ini diantaranya adalah: pertama, penerapan realokasi anggaran Pemerintah Pusa guna penanggulangan krisis ekonomi akibat dampak pandemi virus corona. Kedua, pengurangan Anggaran Belanja Pemerintah dengan pemotongan gaji di level pejabat kementerian atau lembaga setingkat kementerian, BUMN, DPR, dan Kepala Daerah hingga akhir tahun guna mengurangi beban APBN.

Ketiga, memberikan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kepada Masyarakat terdampak pandemi, khususnya golongan

menengah kebawah. Dalam kategori ini adalah buruh harian, pedagang asongan atau kaki lima, petani, nelayan dan UMKM. Keempat, Pemerintah harus menjamin ketersedian bahan makanan pokok masyarakat. Maka dari itu, praktik monopoli, penimbunan barang merupakan hal yang perlu untuk di minimalisir. Sebab penimbunan bahan pokok mengakibatkan kelangkaan barang di masyarakat hingga akan menimbulkan inflasi.

Kelima, menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Opsi ini dapat dilakukan pemerintah mengingat harga minyak dunia saat ini sedang turun. Kebijakan ini akan mengurangi beban pengeluaran masyarakat. Keenam, relaksasi beban pajak PPh21, PPh22, PPh25 dan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga akhir tahun 2020. Hal ini akan berdampak terhadap pada sektor padat karya khususnya UMKM, manufaktur dan UMKM di sektor pariwisata yang mengalami penurunan pendapatan. Ketujuh, menghindari pinjaman dari pihak luar Negeri (World Bank atau IMF). Hal ini bisa di lakukan jika pemerintah pusat melakukan kebijakan realokasi anggaran, sehingga akan tersedia cukup dana untuk menanggulangi dampak pandemi virus corona.

Berkaca pada pengalaman krisis 1998, sudah sepantasnya Indonesia menghindari bentuk-bentuk pinjaman dari luar negeri. Pinjaman luar negeri ibarat pisau bermata dua yang akan melemahkan kurs nilai tukar rupiah (Rp) terhadap Dollar Amerika (US$ Dollar).

(4)

Sementara pada sisi Kebijakan Moneter, diperlukan beberapa alternatif kebijakan seperti: penurunan Tingkat Suku Bunga / BI 7-Day Repo Rate. Dimana saat ini suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 4,5%, penurunan suku bunga acuan dapat direduksi kembali hingga level 2,5 %-3%.

Hal ini dapat meringankan beban rumah tangga atau produsen yang memiliki fasilitas pinjaman terhadap perbankan. Kedua, memberikan kelonggaran pembayaran cicilan kredit. Pemberian kelonggaran kredit diberikan kepada sektor pariwisata UMKM, dan driver

transportasi online hingga akhir tahun. Pemberian kelonggaran kredit pada ketiga sektor tersebut karena dinilai terdampak covid-19 yang cukup serius.

Ketiga, pembatasan penyaluran kredit konsumtif pada Lembaga Keuangan. Keempat, menaikan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi Lembaga Keuangan di Bank Indonesia. Peningkatan GWM akan berdampak terhadap jumlah penyaluran kredit atau pembiayaan yang semakin kecil. Kondisi tersebut menyebabkan penggadaan uang (money creation) yang dilakukan oleh lembaga keuangan (bank) relatif terkontrol. Selain itu peningkatan GWM juga akan meningkatkan likuiditas perbankan.

Upaya lain penanggulangan penyebaran pandemi virus corona juga perlu dilakukan dengan segera, terlepas dari polemik nama kebijakan yang dilakukan, baik: lock-down, karantina wilayah, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau yang lainnya. Kebijakan ini penting untuk dilakukan demi menghindari dampak penurunan perekonomian yang lebih ekstrem lagi. Meskipun sudah terang benderang bahwa pendemi ini akan mengakibatkan resesi ekonomi dunia, tidak terkecuali negara kita Indonesia.

Sungguhpun demikian, minimalisir kemungkinan buruk harus dilakukan guna menghindari kemungkinan dampak yang lebih buruk. Indonesia harus merelakan penurunan terhadap pertumbuhan ekonominya demi menyelamatkan kesehatan masyarakat. Kebijakan ini penting dilakukan demi menyelamatkan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Sebab pertumbuhan ekonomi akan ada jika masyarakatnya sehat. Sebagaimana Nana Akufo Addo, Presiden Ghana, menyatakan bahwa, “Kami tahu (bagaimana) cara menghidupkan kembali ekonomi; yang kami tidak tahu adalah (bagaimana) cara menghidupkan kembali manusia”.

“Indonesia harus

merelakan penurunan

terhadap pertumbuhan

ekonominya demi

menyelamatkan kesehatan

masyarakat. Kebijakan ini

penting dilakukan demi

menyelamatkan

perekonomian Indonesia di

masa mendatang.”

(5)

Redam Inflasi dengan Perilaku Konsumsi

Islami

Oleh: Muslikhati , S.E., M.E

Dosen Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Bersamaan dengan perkembangan pandemi virus corona (COVID-19) yang semakin meningkat, kini Indonesia harus bersiap dengan “virus” lain yang menyerang stabilitas makroekonomi setiap tahun, yakni perilaku konsumsi masyarakat berlebihan yang menyebabkan inflasi. Kepanikan akibat pandemi COVID-19 membuat masyarakat Indonesia melakukan aksi borong kabutuhan pokok yang mengakibatkan kelangkaan beberapa barang seperti bahan pangan, obat-obatan, masker dan hand sanitizer di beberapa daerah.

Perilaku konsumsi berlebihan muncul akibat antisipasi berlebihan atas

kekurangan pangan saat mereka dihimbau untuk tetap tinggal dalam rumah (work from home) dan mengurangi aktivitas luar rumah selama masifnya penyebaran pandemi virus ini. Lebih lanjut 20 hari menjelang bulan Ramadhan sepertinya masalah rutinan tiap tahun masih belum juga beranjak, yaitu naiknya harga-harga barang yang diakibatkan pola konsumsi yang berlebihan.

Konsumsi dalam jumlah berlebih dapat berdampak terhadap perekonomian seperti kenaikan harga yang berujung pada inflasi. Inflasi sendiri secara definisi merupakan kecenderungan harga-harga secara umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Menjelang bulan Ramadhan, seperti pada

Ramadhan-ramadhan sebelumnya, masyarakat dalam hal ini household di Indonesia melakukan konsumsi dalam jumlah berlipat ganda. Perilaku konsumtif sangat berkaitan dengan tradisi atau kebiasaan masyarakat Indonesia yang bersuka cita (euphoria) menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan pemenuhan kebutuhan sandang pangan bagi keluarga.

Perilaku ini meningkatkan pengeluaran dengan naiknya konsumsi baik barang maupun jasa. Di lain sisi, produsen juga memanfaatkan momentum bulan

Ramadhan dan euphoria konsumen dengan berlomba-lomba menawarkan barang dan jasa dengan memberikan potongan harga (discount) yang menarik bagi konsumen. Adanya potongan harga menjadikan pola kunsumsi menjadi semakin meningkat. Alhasil, perilaku konsumtif menjadikan bulan Ramadhan sebagai waktu inflasi musiman, yakni inflasi yang terjadi hanya pada kondisi tertentu yang diakibatkan naiknya permintaan (demand) sementara penawaran (supply) tidak secara elastis mengikuti perkembangan kenaikan permintaan.

(6)

Berdasarkan rilis data, tercatat inflasi musiman yang terjadi selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2017 - 2019) sebesar 0,69%. Nilai inflasi pada tahun 2019 merupakan inflasi tertinggi dari prediksi rata-rata 0,68%. kontributor inflasi ini adalah pada bahan pangan yakni beras, daging serta aneka kebutuhan pangan lainnya. Inflasi yang terjadi akibat dari naiknya bahan pangan atau bahan pokok disebut sebagai inflasi volatile food. Meskipun saat ini penyebab inflasi juga bergeser pada masalah logistik (tansportasi).

Pergerakan naik-turunnya harga yang menjadi tanda terjadinya inflasi dapat diketahui dari indeks harga konsumen (IHK), yakni indeks

yang menghitung rata-rata perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi dari waktu ke waktu. Volatilitas harga inilah yang kemudian menjadikan inflasi yang terjadi Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Berdasarkan rilis Bank Indonesia (BI) (https://www.bi.go.id) selama kurun waktu

2013 hingga 2019 dengan data YoY dan MoM (dengan mengakomodir seluruh inflasi bulanan), inflasi Indonesia adalah inflasi tertinggi diantara Negara-Negara besar di ASEAN. Sementara itu, selama tahun 2017 - 2018 mulai dari kuartal pertama hingga kuartal empat Filipina menjadi negara dengan inflasi tertinggi di

ASEAN, kemudian pada tahun 2019 kembali Indonesia menjadi negara dengan nilai inflasi tertinggi.

Tanggung Jawab Pemerintah vis a vis Perilaku Konsumen

Jika masalah inflasi selalu dikaitkan dengan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan pokok sehingga pasokan berkurang (shortage), maka sesungguhnya hal ini tidak sepenuhnya benar, karena naiknya permintaan tidak bisa serta merta diikuti dengan ketersediaan barang. Hal ini disebabkan elastisitas faktor produksi yang tidak berkelindan dengan kenaikan harga yang cepat dengan mengikuti meningkatnya

permintaan.

Inflasi semata-mata bukan hanya tugas dari pemangku kebijakan, akan tetapi juga entitas

ekonomi yang

melibatkan diri dalam aktivitas ekonomi berupa produksi, distribusi dan konsumsi. Setidaknya terdapat beberapa penyebab inflasi, pertama: inflasi yang diakibatkan permintaan barang oleh konsumen yang terlalu kuat, sementara barang yang tersedia tetap atau konstan (demand pull inflation). Kedua, inflasi akibat kenaikan biaya faktor produksi (cost push inflation), dan ketiga: inflasi akibat dari perubahan harapan yang terjadi di

“Perlu ada pengendalian

dari pelaku ekonomi yang

terdiri dari government,

public, dan household

dalam mengatur

ketersediaan bahan

pangan dan pola

konsumsi, minimal dalam

bentuk himbauan (moral

(7)

masyarakat yang bergantung pada subyektifitas pelaku ekonomi (expectation). Jika dilihat dari tipe inflasi di atas, maka inflasi musiman yang terjadi setiap bulan Ramadhan di Indonesia merupakan inflasi jenis pertama, yaitu akibat dorongan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang terlalu kuat. Maka perlu ada pengendalian dari pelaku ekonomi yang terdiri dari government, public, dan household dalam mengatur ketersediaan bahan pangan dan pola konsumsi, minimal dalam bentuk himbauan (moral persuasion).

Etika Konsumsi dalam Islam

Perilaku konsumsi dalam Islam dapat meminimalisir dampak inflasi. Hal ini disebabkan Islam mengajarkan untuk senantiasa melakukan konsumsi barang maupun jasa sesuai kebutuhan dan tidak melampaui batas. Perilaku ini dapat menjaga ketersediaan barang, terutama makanan pokok, dalam kondisi aman dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, perilaku konsumsi Islami dapat menghindarkan seseorang dari praktik menimbun barang untuk tujuan sepekulatif guna memperoleh laba secara maksimal dengan kelangkaan barang.

Secara teori, tujuan konsumsi adalah untuk memaksimalkan nilai dari kegiatan ekonomi dengan sumber daya yang dimiliki (income). Namun akan lebih arif dan bijaksana jika kita, sebagai konsumen, dapat mengatur pola konsumsi sehingga tidak melakukan panic buying yang justru menimbulkan inflasi.

Sebagaimana di ajarakan dalam Islam, berbelanja sesuai dengan kebtuhan dan

tidak melampaui batas (boros) merupakan kunci pengendalian laju inflasi, khususnya di Bulan Ramadhan. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. al-A’raf: 31: "Wahai

anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan sungguh Allh tidak menyukai orang-orang yang berlebihan-lebihan."

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan.

TAZAKKA

Buletin Ekonomi Syariah

Penerbit: Program Studi Ekonomi Syariah,

Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang Pembina: Dekan Fakultas Agama Islam Dewan Redaksi: Azhar Muttaqin, Rahmad Hakim, Moch. Novi Rifa’i, Muslikhati, Imamul Hakim, Fadilla M. Mahdi, M.

Arif Luqman Hakim, Fitrian Aprilianto Layout: Mercy Justice Alamat Redaksi: Kantor Program Studi Ekonomi Syariah, Gedung Kuliah Bersama

(GKB) III Ruang 503 Lantai 5, Kampus III Universitas Muhammadiyah Malang

Email: [email protected] WA: 0857 491 12354

(8)

Referensi

Dokumen terkait

pemahaman konsep luas serta volume kubus dan balok pada siswa SMP kelas. VIII semester II dalam

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 7, hasil casting dengan kadar rasio C/N terendah dihasilkan dari makanan dengan komposisi 10 kg tikar, 10 kg pelepah pisang, 40 kg sludge

In semester seven the students who have very good knowledge of English addressed their lecturers with title + last name and title + first name to address the female lecturers

Hasil penelitian menunjukkan pada masyarakat berdasar responden masyarakat yang pernah menanam tanaman mimba di lingkungan didapatkan presentase 5% sering dan

Proposal dibuat sebanyak 3 copy, diserahkan pada kaprodi magister kimia (melalui TU kimia) untuk ditandatangani. Setelah ditandatangani, satu copy untuk arsip prodi,

Keberadaan vila yang menjadi suatu fenomena dalam industri pariwisata di Kabupaten Badung dan Bali pada umumnya, secara tidak langsung telah memberikan nilai lebih bagi

Proses konsultasi yang terjadi antara mahasiswa dengan dosen mengenai materi perkuliahan biasanya dilakukan secara tatap muka langsung baik itu pada waktu

Spesies burung wallet linchi (C. tahitica) dan burung-gereja erasia (P. montanus) lebih mudah dijumpai di Taman Meksiko karena lokasinya yang berdekatan dengan Pasar