• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki karakteristik struktur perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar ekonomi Bali dibangun lewat keunggulan industri pariwisata, industri kerajinan kecil dan pertanian. Eksistensi pariwisata Bali yang begitu kental dan melekat dalam segala aktivitas masyarakatnya tentu telah memberikan peluang akan berkembangnya usaha-usaha pariwisata sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan yang datang ke Bali. Dukungan industri pariwisata di Bali mengakibatkan sektor-sektor yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan industri pariwisata seperti perdagangan, hotel dan restoran, transportasi serta komunikasi maupun sektor-sektor yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung seperti keuangan, industri, persewaan dan jasa ternyata mampu memberikan kontribusi yang tidak kecil terhadap Pendapatan Asli Daerah Bali (Erawan, 1994).

Dengan begitu pesatnya perkembangan pariwisata di daerah Bali, maka menjadikan perkembangan sarana akomodasi juga mengalami peningkatan. Sampai dengan tahun 2011 jumlah kamar yang tersedia di Bali mencapai 55.000 kamar dari tiga jenis sarana akomodasi yaitu hotel berbintang, hotel melati dan pondok wisata/villa, dari jumlah kamar ini sudah cukup untuk memenuhi jumlah kamar hingga tahun 2015. Untuk menghindari adanya persaingan harga kamar yang tidak sehat/saling menjatuhkan harga kamar, pemerintah diharapkan mengeluarkan moratorium penghentian pembangunan fasilitas akomodasi penginapan sampai tahun 2015 nanti. (Diparda Bali, 2011). Dari keseluruhan jumlah kamar tersebut sarana

(2)

akomodasi lebih banyak terkonsentrasi di Bali Selatan khususnya Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Di Kabupaten Badung pada tahun 2011 jumlah kamar mencapai 36.500 atau sebesar 66% dari keseluruhan kamar yang ada di Bali. Banyaknya jumlah kamar yang terdapat di Kabupaten Badung tidak terlepas dari adanya tiga kawasan pariwisata yang sudah berkembang, yaitu berdasarkan Peraturan Daerah provinsi Bali No. 16 tahun 2009, tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali, ditetapkan Kawasan Nusa Dua, Kawasan Tuban dan Kawasan Kuta.

Sarana akomodasi telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi Pemerintah Kabupaten Badung terutama dari segi ekonomi. Salah satunya adalah perolehan pajak hotel dan restoran (PHR) yang secara signifikan telah memberikan kontribusi yang besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Badung. Sektor Pariwisata Kabupaten Badung menjadi urat nadi bagi ekonomi daerah yang dikunjungi jutaan wisatwan mancanegara maupun domestik tiap tahunnya. Pasalnya dari sektor pariwisata pendapatan asli daerah (PAD) yang dihasilkan Kabupaten Badung mencapai 1,3 triliun per tahun. Sedangkan PAD Badung tahun 2012 mencapai Rp. 2,5 triliun. Dari penghasilan PAD itu, sebanyak 22 % diberikan kepada provinsi untuk dibagikan kepada enam kabupaten dari sembilan kabupaten di Bali. Besaran yang dibagi sekitar Rp. 144 miliar. Enam kabupaten lain di Bali (Kabupaten Tabanan, Bangli, Karangasem, Jembrana, Buleleng dan Klungkung) melalui Gubernur Bali yang bertujuan untuk memberikan rasa manfaat yang sama dari adanya pembangunan pariwisata. (BPS Badung, 2011).

(3)

Selain manfaat ekonomi, pembangunan sarana pariwisata telah menjadi suatu permasalahan yang cukup serius bagi Bali. Selama sepuluh tahun terakhir ini pembangunan fasilitas kepariwisataan terutama hotel dan restoran terlalu dipacu tanpa memperhatikan supply dan demand, yang menyebabkan over supply yang telah mengarah pada persaingan tidak sehat. Dengan dasar pertimbangan memperhatikan jumlah kamar akomodasi yang tersedia, Pemerintah Propinsi Bali mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali No.570/1124/BPKMD mengenai penghentian sementara untuk bidang usaha tertentu (termasuk hotel berbintang), serta Moratorium Gubernur Bali No.556.2/8702/Binpproda mengenai perihal pembatasan pembangunan hotel baru di Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar.

Walaupun demikian, para investor masih menganggap wilayah Kabupaten Badung sebagai tempat yang ideal untuk berinvestasi khususnya untuk akomodasi pariwisata karena memiliki sarana dan prasarana penunjang yang cukup memadai dibandingkan daerah lainnya. Dengan adanya kondisi ini menjadikan para investor mencari celah untuk dapat menyiasati kebijakan tersebut, yaitu dengan membuat sarana akomodasi pariwisata yang berbeda dari yang ada sebelumnya, namun memiliki fasilitas dan pelayanan seperti layaknya hotel berbintang maupun hotel melati. Vila adalah salah satu akomodasi yang dijadikan alternatif sebagai sarana akomodasi pariwisata yang pada perkembangannya menjadi suatu sarana akomodasi pariwisata yang banyak diminati oleh wisatawan.

Menurut Mahadewi dan Pitana (2008), sejalan dengan perkembangan kuantitatif jumlah wisatawan, telah terjadi pula perkembangan yang bersifat kualitatif seperti perubahan tuntutan dan selera wisatawan, perkembangan trend produk wisata, diversifikasi produk dan layanan, berkembangnya pada minat-minat

(4)

khusus dengan relung-relung pasar yang baru, dan sebagainya. Selain itu secara global terjadi perubahan pola perjalanan wisatawan sejak dekade 90-an dari mass tourism ke arah yang bersifat individual yang pada akhirnya membawa konsekuensi pada perubahan pola pemilihan berbagai jenis produk wisata termasuk akomodasi.

Adanya peristiwa pengeboman dan serangan teroris telah menimbulkan ketakutan bagi sebagian wisatawan sehingga mengakibatkan mereka cenderung untuk menghindari tempat-tempat terkonsentrasinya wisatawan asing. Hal tersebut juga tercermin dari pemilihan jenis akomodasi yang cenderung mengarah pada jenis akomodasi yang lebih tenang, aman dan privat. Dari dua kecenderungan tersebut, yakni perubahan pola perjalanan dan pelayanan yang lebih bersifat pribadi serta alasan keamanan inilah memicu wisatawan untuk tertarik terhadap akomodasi vila yang juga mempengaruhi permintaan terhadap usaha akomodasi ini.

Keberadaan vila yang menjadi suatu fenomena dalam industri pariwisata di Kabupaten Badung dan Bali pada umumnya, secara tidak langsung telah memberikan nilai lebih bagi daerah tujuan wisata daerah Bali dan Kabupaten Badung pada khususnya. Nilai lebih tersebut terutama dalam bidang daya tarik sarana akomodasi pariwisata yang merupakan salah satu komponen penting bagi perkembangan suatu daerah tujuan wisata. Dengan tersedianya berbagai pilihan sarana akomodasi pariwisata akan dapat menarik minat wisatawan dari berbagai segmen pasar untuk berkunjung ke Bali.

Perkembangan jumlah vila di Kabupaten Badung sampai tahun 2005 tidak diketahui secara jelas karena belum adanya lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang melakukan pendataan mengenai keberadaan vila. Data yang cukup lengkap mengenai keberadaan vila di Kabupaten Badung baru diketahui pada tahun

(5)

2006 yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan tim Tourism Field Study (TFS) Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan oleh tim tersebut diketahui bahwa jumlah vila yang terdapat di Kabupaten Badung mencapai 642 buah vila. Pola pemanfaatan dari 642 buah vila tersebut adalah (1) bersifat komersil sebanyak 345 buah atau 53,7% ; (2) bersifat pribadi dan komersil sebanyak 137 buah vila atau 21,4%; (3) bersifat pribadi sebanyak 160 buah atau 24,9%. (Tim TFS, 2006).

Tabel 1.1

Pertumbuhan Jumlah Vila di Kabupaten Badung Tahun 2008 - 2011.

No Peruntukan Vila Tahun 2008 Bln : 12 Tahun 2009 Bln : 12 Tahun 2010 Bln : 12 Tahun 2011 1 Komersil 355 385 410 424 2 Komersil dan Pribadi 140 150 155 170 3 Pribadi 170 182 189 196 Jumlah 655 724 754 790

Sumber: Diparda Badung 2011.

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah pembangunan vila baik yang diperuntukkan sebagai vila komersil maupun pribadi terus mengalami peningkatan. Dari tahun 2008 sampai tahun 2011 telah terjadi peningkatan jumlah vila sebanyak 135 buah vila.

Pembangunan vila di Kabupaten Badung paling banyak terdapat di Kecamatan Kuta Utara. Kondisi ini menunjukkan bahwa animo masyarakat dan investor terutama para pelaku pariwisata untuk menjadikan bangunan vila sebagai

(6)

sarana akomodasi pariwisata masih sangat tinggi. Pembangunan vila di Kabupaten Badung telah menjadi suatu trend yang lebih mengarah kepada industri pariwisata.

Fenomena inilah yang menarik untuk dikaji, untuk mengungkapkan lebih dalam tentang dampak pembangunan vila terhadap lingkungan di Kecamatan Kuta Utara sebagai wilayah dengan pembangunan vila terbanyak dibandingkan empat kecamatan lainnya di Kabupaten Badung. Hal tersebut diteliti lebih jauh agar dapat diidentifikasi dampak-dampak negatif yang muncul sedini mungkin yang nantinya dapat direkomendasikan kepada seluruh stakeholders pariwisata dalam perencanaan pembangunan pariwisata di Kabupaten Badung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pembangunan vila terhadap lingkungan di Kecamatan Kuta Utara ?

2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pembangunan vila terhadap sosial budaya masyarakat Kecamatan Kuta Utara ?

3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pembangunan vila terhadap ekonomi masyarakat ?

(7)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui dampak pembangunan usaha akomodasi vila terhadap lingkungan di Kecamatan Kuta Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan pembangunan vila terhadap lingkungan di Kecamatan Kuta Utara.

2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan pembangunan vila terhadap sosial budaya masyarakat Kecamatan Kuta Utara

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan pembangunan vila terhadap ekonomi masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam menganalisis dampak pembangunan fasilitas pariwisata khususnya vila dari segi lingkungan di wilayah destinasi wisata. Kajian ini sangat penting artinya secara akademis dan diharapkan menjadi referensi yang berharga dalam penelitian destinasi wisata.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran terutama kepada masyarakat lokal, pengambil keputusan dan kebijakan seperti; Bappeda, Dinas

(8)

Pariwisata Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Badung, investor, dan stakeholders pariwisata yang ikut terlibat dalam perencanaan pengembangan industri kepariwisataan di Kabupaten Badung pada khususnya dan di Bali pada umumnya

Referensi

Dokumen terkait

Metode GPH mempunyai akurasi penaksiran parameter pembeda yang lebih baik dari Metode GPH untuk Model ARFIMA(1,d,0) dan Model ARFIMA(0,d,1), tetapi standar

16 Thailand-Watnatham Islam School Pomong LN 17 Thailand-Wiang Suwan Witya Nikhorn School LN 18 Thain-Prathipsars IslamWitya Mulnithi School LN. 19 MA AL MA`ARIF

Tempat tidur dengan kepadatan TDR sebesar 9.71 ± 19.61 tungau/gram debu dan hanya 12 (21.84%) kamar yang ditemukan positif TDR dari 20 kamar yang diperiksa.Tingginya

BUAU Berjadwal atau perusahaan angkutan udara asing yang telah memiliki persetujuan slot time untuk penerbangan berjadwal pada periode musim berjalan/berlangsung

Menimbang : Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka tujuan pemidanaan yang bersifat Restoratif Justice (keadilan sosiologis) yang menekankan

Upaya keluarga dalam pencegahan kekambuhan penderita skizofrenia sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya, mengambil

Program sistem pakar untuk menentukan jenis gangguan kejiwaan menggunakan metode dempster-shafer ini mudah untuk digunakan karena pengguna hanya memilih menu-menu yang telah

a) Mendapatkan konsep bilangan adalah proses yang berjalan perlahan-lahan, anak mengenal benda dengan menggunakan bahasa untuk menjelaskan pikiran mereka sehingga