• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEWUJUDKAN STRONG BICAMERAL UNTUK PENGUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEWUJUDKAN STRONG BICAMERAL UNTUK PENGUA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MEWUJUDKAN STRONG BICAMERAL UNTUK PENGUATAN FUNGSI DPD SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK

INDONESIA Oleh

Nanda Sahputra Umara

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta nandasahputra73@yahoo.com

Jl.K.H. Ahmad Dahlan Cirende - Ciputat, Jakarta Selatan.

I. Pendahuluan

Pasca Perubahan UUD 1945, ketatanegaraan Indonesia berkembang sangat dinamis. Sistem ketatanegaraan yang telah disusun secara normatif mengalami berbagai pergeseran dan konstraksi pada tataran implementasi. Salah satu perkembangan yang dinamis adalah terkait dengan kedudukan dan wewenang yang dimiliki oleh DPD. Bahkan dinamika tersebut telah mengarah kepada gagasan Perubahan Kelima UUD 1945.

Lahirnya lembaga baru dalam sistem kelembagaan negara selalu membawa pertanyaan mengapa lembaga tersebut perlu ada, apa dasar filosofi atau gagasan apa yang menghendaki kelahiran lembaga baru tersebut. Apabila dilihat dalam tataran kepentingan umum, maka pertanyaan yang akan muncul tentunya apa tujuan dan manfaat lembaga itu untuk masyarakat. Begitupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diketahui juga sebagai lembaga perwakilan baru produk amandemen atau tepatnya pada perubahan ketiga atas UUD 1945 yang dihasilkan melalui Pemilu 2004.1

Keberadaan DPD dapat dikatakan merupakan pertemuan dari dua gagasan, yaitu demokratisasi dan upaya mengakomodasi kepentingan daerah demi terjaganya integrasi nasional. Pendapat ini juga dikemukakan Oleh Sri Sumantri Martosoewignjo dan Mochamad Isnaeni Ramdhan yang menyatakan bahwa pembentukan DPD tidak terlepas dari dua hal, yaitu; pertama, adanya tuntutan demokratisasi pengisian anggota lembaga agar selalu mengikutsertakan rakyat pemilih. Keberadaan Utusan Daerah dan Utusan Golongan dalam komposisi MPR digantikan dengan keberadaan DPD. Kedua, karena adanya tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah yang jika tidak dikendalikan dengan baik akan berujung pada tuntutan separatisme. DPD dibentuk sebagai representasi kepentingan rakyat di daerah.2 Kedua latar belakang tersebut dapat dilihat dengan jelas dari proses pembahasan Perubahan UUD 1945.

Kehadiran DPD menurut Ginanjar Kartasasmita sebagai refleksi kritis terhadap eksistensi utusan daerah dan utusan golongan yang mengisi formasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam sistem keterwakilan di era sebelum reformasi.3 Mekanisme pengangkatan dari utusan daerah dan utusan golongan bukan saja merefleksikan sebuah sistem yang tidak demokratis; melainkan juga mengaburkan sistem perwakilan yang seharusnya dibangun dalam tatanan kehidupan negara modern yang demokratis.Maka DPD lahir sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa wilayah atau daerah harus memiliki

1 T.A. legowo DKK , Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia,( Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Perlemen Indonesia, , 2005 ) hlm.132

2 Sri Soemantri Martosoewignjo dan Mochamad Isnaeni Ramdhan, Perihal Dewan Perwakilan Daerah Dalam Perspektif Ketatanegaraan, dalam Janedjri M. Gaffar et al. (ed.), Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI dan UNDP, 2003), hlm. 32.

(2)

wakil untuk memperjuangkan kepentingannya secara utuh di tataran nasional, yang sekaligus berfungsi menjaga keutuhan NKRI. Selain itu juga menurut Ginanjar Kartasasmita kehadiran DPD mengandung makna bahwa sekarang ada lembaga yang mewakili kepentingan lintas golongan atau komunitas yang sarat dengan pemahaman akan budaya dan karakteristik daerah.4

Para wakil daerah bukanlah wakil dari suatu komunitas atau sekat komunitas di daerah (antara lain yang berbasis ideologi atau parpol), melainkan figur-figur yang bisa mewakili seluruh elemen yang ada di daerah. Dengan sendirinya, para wakil daerah baru bisa dikatakan “sungguh-sungguh berada di atas kepentingan golongan” apabila yang bersangkutan benar-benar memahami apa yang menjadi muatan daerah yang diwakilinya (komunitas berikut budaya dan ruhnya, geografisnya, kandungan buminya, dan sebagainya), dan sekaligus harus terbebas dari semua sekat ideologis.

Sementara partai politik yang eksis di daerah umumnya merepresentasikan kepentingan menurut kebijakan partai politik pada tingkat pusat atau dengan kata lain partai politik masih berwatak sentralistik. Tepatnya, kalau seorang wakil daerah merupakan bagian dari komunitas yang primary group-nya berbasis partai politik, maka sangat berpotensi mengabaikan kepentingan daerah yang diwakilinya apabila itu tidak sejalan dengan kepentingan partainya, sehingga pada akhirnya seringkali gagasan yang timbul di lembaga legislatif bersifat abstrak, dan kesulitan menjabarkannya, sehingga menjadi operasional.5 Hal senada juga disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie, menurutnya pembedaan hakikat perwakilan ini penting untuk menghindari pengertian double representation atau keterwakilan ganda fungsi parlemen yang dijalankan kedua dewan tersebut.6 Namun yang terjadi setelah DPD terbentuk dan dilantik pada tahun 2004 tidak ada kewenangan yang signifikan yang dapat mengimbangi peran DPR dalam setiap mengambil kebijakan, hal ini terlihat dari kewenangan yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945 Pasal 22D.

Akan tetapi di Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) yang memerankan kamar kedua dalam lembaga perwakilan Indonesia, sering kali tidak dapat menjalankan perannya sebagai kamar kedua dengan ideal, layaknya Senate di Amerika. Peran DPD-RI dibatasi oleh konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD RI 1945), atau bahkan peraturan perundangan dibawah UUD RI 1945. Amandemen I-IV konstitusi UUD RI 1945 yang terjadi dalam kurun waktu 1999-2002 semestinya memberikan harapan baru dalam menata sistem ketatanegaraan Indonesia. Dahlan Thaib, menulis dalam bukunya, Ketatanegaraan Indonesia, bahwa terbentuknya DPD-RI dalam konsep ketatanegaraan Indonesia digagas guna meningkatkan keterwakilan daerah dalam proses pengambilan keputusan politik penyelenggaraan dengan harapan agar tercipta integrasi bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) DPD-RI Ideal Sejatinya kekuasaan yang dimiliki DPD-RI sebagaimana diatur dalam UUD RI 1945 terdiri dari 5 macam, yakni; kekuasaan legislasi, kekuasaan administrasi, kekuasaan peyusunan APBN, kekuasaan dalam pengawasan keuangan negara, dan kekuasaan pengawasan pelaksanaan undang-undang.

Kemudian selain problematika DPD secara substansial, perlu juga diperhatikan dengan terjadinya kisruh DPD yang sedang hangat dibicarakan terkait pimpinan DPD yang dipipimpin oleh pimpinan parpol, persoalan ini juga menjadi masalah untuk dapat berjalannya fungsi DPD secara baik dan tidak terwujudnya strong bicameral, kemungkinan yang akan teradi apabila DPD yang pada perinsip dasarnya desain dengan wakil-wakil dari utusan daerah yang dipilih

4 Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia 2009, Konstusi republic Indonesia, hlm.3.

5 Satjipto Raharjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia ( Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003), hlm.138.

(3)

II. PEMBAHASAN

A. Sistem Bikameral

Ada banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang bikameralisme. Salah satunya dikemukakan oleh Henry Campbell Black13 yang mendefinisikannya sebagai berikut :“Bikameral Sistem : A term applied by Jeremy Bentham to the division of the legislative body into two chamber, as in the United States (senate and house).

Sistem bikameral adalah wujud institusional dari lembaga perwakilan atau parlemen sebuah negara yang terdiri atas dua kamar (majelis). Majelis yang anggotanya dipilih dan mewakili rakyat yang berdasarkan jumlahpenduduk secara generik disebut majelis pertama atau majelis rendah, dan dikenal juga sebagai House of Representatives. Majelis yang anggotanya dipilih atau diangkat dengan dasar lain (bukan jumlah penduduk), disebut sebagai majelis kedua atau majelis tinggi dan di sebagaian besar negara (60%) disebut sebagai Senate (dengan berbagai variasinya seperti sénat senato, senado, senatuil)7

Dari segi keanggotaan antara dewan tinggi dan dewan rendah yang dalam konteks Indonesia adalah DPR dan DPD haruslah ada pembedaan. Hal ini penting untuk menghindari pengertian keterwakilan ganda (double representation) dalam mengartikan fungsi parlemen yang dijalankah oleh kedua dewan tersebut. Menurut Jimly Asshiddiqie8untuk membedakan keanggotaan DPR dan DPD, dapat ditentukan adanya tiga kemungkinan formula; (1) masa jabatan anggotanya dapat dibedakan, DPD dapat ditentukan lebih lama daripada masa jabatan DPR, (2) jika kita ingin meniru Prancis dan Amerika Serikat, jabatan DPD sebagai institusi dapat ditentukan enam tahun, tetapi setiap tiga tahun diadakan pergantian melalui pemilihan umum lagi; dan/ atau (3) keanggotaan DPD itu tidak dipilih secara langsung melalui pemilu seperti halnya anggota DPR, melainkan-misalnya - dipilih saja oleh DPRD di tiap-tiap provinsi, dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD kabupaten/kota.

Selain terdiri dari dua kamar seperti yang diuraikan di atas,bikameralisme juga menuntut adanya keseimbangan kewenangan diantara keduanya. Keberadaan masing-masing kamar berfungsi sebagai penyeimbang satu sama lain yang saling melakukan fungsi kontrol (check and balances). Sehingga lazimnya tidak ada salah satu kamar yang kemudian menjadi subordinat bagi kamar yang lain karena masing-masing mempunyai kewenangan yang seimbang. Bagi Indonesia, ada beberapa pertimbangan menuju sistem dua kamar:9

1. Seperti diuraikan Montesquieu, sistem dua kamar merupakan suatu mekanisme check and balances antara kamar-kamar dalam satu badan perwakilan.

2. Penyederhanaan sistem badan perwakilan. Hanya ada satu badan perwakilan tingkat pusat yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur yang langsung mewakili seluruh rakyat dan unsur yang mewakili daerah.

3. Wakil daerah menjadi bagian dari pelaksanaan fungsi parlemen (membentuk undang-undang, mengawasi pemerintah, menetapkan APBN, dan lain-lain). Dengan demikian

7 Ginanjar Kartasasmita, “Bikamerisme di Indonesia”, http://www.ginandjar.com., hlm. 2-3, (terakhir diakses 2 Maret 2008).

8 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm, 167.

(4)

segala kepentingan daerah terintegrasi dan dapat dilaksanakan sehari-hari dalam kegiatan parlemen. Hal ini merupakan salah satu faktor untuk menguatkan persatuan, menghindari integrasi.

4. Sistem dua kamar akan lebih produktif. Segala tugas dan wewenang dapat dilakukan setiap unsur. Tidak perlu menunggu atau bergantung pada satu badan seperti DPR sekarang.

Sistem perwakilan AS yang dipandang telah mapan dan teruji ratusan tahun serta telah terbukti mendorong kemajuan negara dan kemakmuran rakyatnya. Sistem bikameral AS bertumpu pada dua lembaga, yaitu Senate sebagai perwakilan negara bagian (DPD) dan House of Representative sebagai perwakilan seluruh rakyat (DPR). Di AS kedua unsur perwakilan ini dinamakan Kongres (Congress) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD AS (1787) yang berbunyi : “Section 1. All legislative Powers herein granted shall be vested in a Congress of the United States, which shall consist of a Senate and House of Representatives”.10 Seluruh kekuasaan ada di Kongres Amerika Serikat dan

terdiri atas Senate dan House Of Representatif.

Pasal 1 ayat (8) UUD AS mengatur mengenai wewenang Kongres seperti menetapkan berbagai undang-undang yang kesemuanya dilaksanakan oleh Senate dan

House. Dalam hal tertentu, Konstitusi AS mengatur wewenang khusus kepada

masing-masing kamar, misalnya semua RUU mengenai pendapatan negara harus berasal dari

House, sedangkan Senate berwenang memberi pertimbangan dan persetujuan mengenai perjanjian luar negeri, pengangkatan menteri, duta, hakim federal, dan pejabat lain yang ditentukan dalam UU. Jumlah anggota Senat sebanyak 100 orang, bandingkan dengan jumlah anggota House sebanyak 435 orang (peraturan sejak 1910)11, masing-masing Negara bagian dipilih dua orang ( pasal 1 ayat (3), angka 1 UUD AS) dari 50 negara bagian tanpa melihat perbedaan jumlah penduduk.

Para senator Amerika Serikat dipilih secara langsung dalam pemilu dengan masa jabatan enam tahun dan sepertiga dari mereka menjadi calon dalam pemilihan anggota

Senate setiap dua tahun12. Ini membuat Senate lebih stabil dan dapat dikelola dibanding

House sehingga sering dipandang Senate lebih matang dan paham secara politik. Akan tetapi di Indonesia masa jabatan anggota DPD lima tahun dan berhenti secara bersama-sama dengan anggota DPR dan tidak ada sistem pergantian bergilir seperti diAmerika serikat.

B. Usulan DPD Kedepan

Terjadinya ketidak seimbangan antara DPD dan DPR sehingga menyebabkan sistem parlemen yang condong ke arah soft bicameral karena perbedaan kewenangan yang terbatas oleh regulasi. Dengan demikian, Penulis memiliki gagasan DPD kedepan terkait dengan fungsi dan kewenagannya adalah sebagai berikut :

1. Dalam bidang legislasi DPD harus diberikan kewenangan yang sama dengan DPR. DPD tidak hanya terbatas memberikan pertimbangan, tetapi turut mempunyai hak suara untuk menentukan lolos tidaknya Rancangan Undang-Undang (RUU). Seperti yang dijelaskan dalam UU No 27 tahun 2009 bahwa terdapat dua tingkat pembicaraan yaitu pembicaraan 1 menyangkut tentang pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah; dan penyampaian pendapat mini.

10 Ralph Mitchell, CQ's Guide To The U.S. Constitution, Washington DC, CQ Press, Second Edition, 1994, hlm. 47

11 Inu Kencana Syafi'I, Ilmu Pemerintahan dan Al Qur'an, Edisi Revisi, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2004, hlm. 180

(5)

Kemudian pembicaraan 2 merupakan pengambilan keputusan paripurna. Dalam hal ini DPD harus diikutsertakan dalam pembicaraan tahap 2 untuk ikut serta dalam keputusan paripurna.

2. dalam hal menegakkan prinsip perimbangan (check and balances) antara DPD dan DPR, DPR RI yang anggotanya dipilih berdasar jumlah penduduk dan melalui partai-partai, maka Anggota DPD dipilih berdasar keterwakilan daerah dan secara perseorangan. Kedua sistem ini bisa saling mengisi, mengimbangi, dan menjaga (checks and balances) antar lembaga perwakilan. (kelompok DPD di MPR,2007: 22).

Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, senat setiap anggota bagian memiliki 2 orang senator untuk mewakili mereka dalam senat, tidak tergantung dari luas daerah dan jumlah penduduk di negara bagian tersebut. Para senator dipilih melalui pemilu lokal dan memiliki jabatan selama 6 tahun. Penggantian senator tidak dilakukan serentak. Setiap 2 tahun sekali diadakan pemilihan anggota senat, di mana 1/3 dari anggota senat habis masa jabatannya dan diganti dengan anggota baru (Nomensen Sinamo,2010: 138-139).

3. kewenangan pengawasan (oversight) DPD harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan DPR, agar supaya pengawasan tersebut bisa efektif. Kemudian hasil pengawasannya tidak hanya disampaikan kepada DPR RI tetapi juga kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti. Untuk menghindari terjadinya duplikasi dengan DPR dapat diatur pembagian kewenangan dan tanggung jawab pengawasan antara kedua lembaga tersebut. Misalnya, pengawasan DPD lebih terfokus di daerah dan DPR RI di pusat (kelompok DPD di MPR,2007:24).

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

(6)

B. Saran

Dari kesimpulan-kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Sebagai sebuah lembaga perwakilan rakyat yang dipilih secara demokratis berdasarkan UUD 1945, maka sudah seharusnya pelaksanaan fungsi legislasi DPD diperkuat dengan memberikan hak DPD dalam proses Pembahasan Tingkat II. Hal ini untuk menghindari pelaksanaan fungsi DPD yang tidak mencerminkan semangat demokratis dan aspirasi daerah, perlunya pengaturan yang lebih tegas terhadap fungsi legislasi DPD dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

2. Untuk dapat mewujudkan lembaga perwakilan rakyat yang ideal, maka DPD harus diberikan porsi dalam fungsi legislasi yang dapat mencerminkan semangat demokrasi dan aspirasi daerah. Dalam mencapai penguatan fungsi legislasi DPD, haruslah adanya ketentuan yang tegas dalam konstitusi maupun dalam peraturan perundang-undangan.

(7)

Bagir Manan, Teori Dan Politik Konstitusi, Ctk. Kedua, FH UII Press, Yogyakarta, 2004

Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia 2009, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5 jakarta: Dewan Perwakilan Daerah, 2009

Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia 2009, Konstusi republic Indonesia

Ginanjar Kartasasmita, “Bikamerisme di Indonesia”, http://www.ginandjar.com.terakhir diakses 4 juni 2017 Inu Kencana Syafi'I, Ilmu Pemerintahan dan Al Qur'an, Edisi Revisi, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2004

Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2005

Jimly Asshiddiqie, konstitusi dan kontitutionalisme indonesia jakarta: sinar grafika, 2011

Ralph Mitchell, CQ's Guide To The U.S. Constitution, Washington DC, CQ Press, Second Edition, 1994, hlm. 47

Ruth Tenzer Feldman, How Conggres Works a Look at The Legislative Branch, New York : Lerner Publications Company, 2004

Satjipto Raharjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003

Sri Soemantri Martosoewignjo dan Mochamad Isnaeni Ramdhan, Perihal Dewan Perwakilan Daerah Dalam Perspektif Ketatanegaraan, dalam Janedjri M. Gaffar et al. (ed.), Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI dan UNDP, 2003 T.A. legowo DKK , Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia, Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Perlemen

Referensi

Dokumen terkait

 Pelayanan penunjang medis merupakan peralatan yang dimiliki Rumah Sakit dimana harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan  Pedoman sesuai

[r]

Bahwa berdasarkan isi Perjanjian Konsesi disebutkan tujuan Perjanjian Konsesi dibuat adalah memasok air bersih untuk memenuhi kebutuhan saat Perjanjian Konsesi

“Langkah-langkah yang dilakukan oleh agen dan perusahaan dalam menangani pendaftaran peserta baru adalah sesuai prosedur dan SOP yang diberlakukan yaitu peserta

Sedangkan sebagian besar responden (45,26%) berpendapat positif bahwa Sesudah perubahan alih guna kawasan hutan menjadi kawasan tambang batubara,

Rata-rata sikap siswa yang masih berada pada ketegori kurang salah satunya disebabkan karena selama ini guru tidak pernah melakukan penilaian terhadap sikap siswa selama

Diperoleh hasil bahwa di pusat teras reaktor memiliki nilai panas gamma yang cukup tinggi (11,75 W/g), jauh lebih besar dari reaktor RSG-GAS Akan tetapi penempatan

Mulai mengomunikasikan kepada pimpinan atau rekan-rekan kerja tentang masa cuti yang akan diambil dan rencana menyusui saat bekerja sehingga ibu membutuhkan waktu dan