• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT VERBAL ABUSE ORANG TUA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT VERBAL ABUSE ORANG TUA (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT VERBAL ABUSE ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK ATMA BAKTI

DESA PRINGAPUS KECAMATAN PRINGAPUS

KABUPATEN SEMARANG

Wahyu Ruby Astuti

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Verbal abuse is an expression that appears in the form of screaming abuse that causes adverse emotional consequences, and effect on cognitive development because it will hinder the child’s learning process.

This study used a descriptive design correlation and cross sectional. The study population is preschool children (3 to 6 years) and parents of preschool children in Tk Atma Bakti, Pringapus Village. Sampling with proportional random sampling technique obtained a sample of 35 respondents. Data were analyzed using fisher’s exact test, obtained an average value of children who experienced verbal abuse high at 55,6% and 44.4% with both cognitive development and less. The results showed p-value of 0,002 (p<0,05). There is a relationship between the level of parental verbal abuse with cognitive development of preschool children in nursery Atma Bakti devotion Pringapus.

So parents are expected in parenting does not do verbal abuse. So that can support cognitive development children good. This study can be used as a follow-up to further research on the relationship of the trigger factors of verbal abuse and cognitive development of children.

Keyword: Verbal Abuse, Cognitive Development of preschool children

PENDAHULUAN

Masa prasekolah adalah waktu peralihan antara masa bayi dan masa anak sekolah. Ada yang mengatakan antara usia 2-6 tahun atau usia 3-5 tahun (Suryana, 2006:29). Selama masa prasekolah aktivitas otak sangat tinggi dan anak-anak cepat sekali menyerap. Potensi belajar mereka jadi lebih besar berkat hal-hal yang disediakan. Mereka juga mempelajari sikap-sikap yang baik mengasuh anak usia prasekolah benar-benar merupakan tanggung jawab yang berat (Rimm, 2003:12).

Berdasarkan data Komnas Perlindungan Anak, pada 2008 kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh ibu kandung mencapai 9,27 % atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang ada. Sedangkan kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung adalah 5,85% atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98%), ayah tiri (2 kasus atau 0,98%). Bahkan berdasarkan riset dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, perempuan ternyata

lebih banyak melakukan kekerasan terhadap anak dengan prosentase sebesar 60 persen dibanding laki-laki. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi kelangsungan generasi penerus bangsa, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi kekerasan terhadap anak terutama di dalam keluarga (Mauren, 2011).

Anak pada rentang usia 3-4 sampai 5-6 tahun mulai memasuki masa prasekolah yang merupakan masa kesiapan untuk memasuki pendidikan formal yang sebenarnya di sekolah dasar, banyak proses berpikir pada periode ini sangat penting dalam mencapai kesiapan tersebut, dan telah ditentukan bahwa anak mulai sekolah pada usia 5 dan 6 tahun dari pada umur yang lebih muda (Wong, 2009). Menurut Montessori masa ini ditandai dengan masa peka terhadap segala stimulasi yang diterimanya melalui pancaindra (Susanto, 2012:49).

(2)

pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Empat tahap tingkatan perkembangan kognitif yang akan terjadi selama masa kanak-kanak sampai remaja, yaitu sensorimotor (0-2 tahun) dan praoperasional (2-7 tahun) operasional kongret (7-11 tahun) dan operasional formal (11 dewasa). Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru di masa manusia mulai mengerti dunia yang bertahap kompleks (Djiwandono, 2004:72).

Pengembangan kognitif pada dasarnya dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca-inderanya, sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak akan dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia ini untuk kepentingan dirinya dan orang lain (Susanto, 2012:48).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif, namun sedikitnya faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain faktor hereditas, lingkungan, kematangan, pembentukan, minat dan bakat dan kebebasan. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan atau noda sedikit pun (Susanto, 2012:59).

Perkembangan anak akan terhambat jika mendapat perlakuan kejam. Perlakuan kejam terhadap anak-anak (child abuse) berkisar sejak pengabdian anak sampai kepada pelecehan dan pembunuhan. Empat macam abuse yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse dan sexual abuse. Perkembangan kecerdasan (kognitif) anak akan terhambat jika mereka mengalami salah satu dari abuse ini, apalagi untuk menderita keempatnya sekaligus. Satu dari keempat yang dilakukan terus menerus akan menyebabkan anak menderita gangguan psikologis (Jallaludin, 2007:106).

Verbal abuse terjadi ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode (Jallaludin, 2007:106).

Menurut hasil Studi pendahuluan yang dilakukan di TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang pada tanggal 16 Mei 2014, diperoleh data jumlah siswa kelas A sebanyak 28 anak dan kelas B sebanyak 25 anak dengan wawancara pada 10 orang ibu yang menunggui anaknya di sekolah. Terdapat 3 (30%) orang anak yang mengalami kekerasan verbal dalam kategori tinggi yang dilakukan oleh orang tuanya dengan perkembangan kognitif anak kurang. Kemudian ada 5 (50%) ibu yang melakukan kekerasan verbal dalam kategori rendah dengan perkembangan kognitif cukup dan ada 2 (20%) orang ibu yang tidak melakukan kekerasan verbal dengan perkembangan kognitif anak baik.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengetahui adakah hubungan antara tingkat verbal abuse orang tua dengan perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah di TK Atma Bakti, Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang”.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).

Populasi Dan Sampel

Populasi

Populasi penelitian ini adalah anak usia prasekolah dan orang tua anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang sejumlah 53 anak dan orang tua.

Sampel

(3)

tersebut. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 35 responden.

Dalam pengambilan sampel ada kriteria yang harus dipenuhi yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini diantaranya: 1) Orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah; 2) Anak usia prasekolah 3-6 tahun di TK Atma Bakti, Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.

Adapun kriteria eksklusinya adalah: 1) Anak usia prasekolah di TK Atma Bakti, Desa Pringapus yang mengalami physical abuse; 2) Anak usia prasekolah di TK Atma Bakti, Desa Pringapus yang mengalami sindrom down; 3) Ibu dari anak prasekolah di TK Atma Bakti, Desa Pringapus yang berada di luar kota atau berbeda domisili dengan sang anak; 4) Ibu dari anak prasekolah di TK Atma Bakti, Desa Pringapus yang mempunyai watak keras.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan di TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang pada hari Rabu, 20 Agustus 2014 dengan jumlah sampel 35.

Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data digunakan kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini adalah kuesioner tidak baku, artinya disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang ada di bab 2 yang digunakan sebagai dasar penelitian, sehingga untuk menguji akurasi alat ukur dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

Analisis Data

Analisis Univariat

Analisa univariat menggambarkan setiap variable (variabel independen dan variabel dependen) dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi, sehingga tergambar fenomena yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel

independent dan variabel dependent yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini uji bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat verbal abuse

orangtua dengan perkembangan kognitif anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square melalui program SPSS 16.0 for windows pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) karena data yang diambil dari kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen) adalah data kategorik.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Umur

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi berdasarkan Umur Orangtua di TK Atma Bakti Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, 2014

Umur

(Tahun) Frekuensi Presentasi (%) 20

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa responden untuk orang tua paling banyak berumur 28 dan 36 tahun, yaitu sejumlah 4 orang (11,4%).

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi berdasarkan Umur Anak di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, 2014

Umur Anak

(Tahun) Frekuensi Persentase (%) 4

(4)

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa responden untuk orang tua paling banyak berumur 4 tahun, yaitu sejumlah 21 anak (60,0%).

Jenis Kelamin

Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Orangtua di TK ATMA BAKTI, Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, 2014

Jenis Kelamin

Orangtua Frekuensi Persentase (%) Perempuan

Laki-laki 33 2 94,3 5,7 Total 35 100,0

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden untuk orang tua berjenis kelamin perempuan, yaitu sejumlah 33 orang (94,43%).

Tabel 4.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di TK ATMA BAKTI, Desa

Pringapus, Kecamatan Pringapus,

Kabupaten Semarang, 2014. Jenis Kelamin

Anak Frekuensi Presentasi (%)

Perempuan

Laki-laki 19 16 54,3 45,7 Total 35 100,0

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden anak berjenis kelamin perempuan, yaitu sejumlah 19 anak (54,3%).

Pendidikan

Tabel 5.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Pendidikan Orang Tua di TK ATMA BAKTI, Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, 2014

Pendidikan Frekuensi Persentase

(%) SD

SMP SMA DIPLOMA

5 15 12 3

14,3 42,9 34,3 8,6 Total 35 100,0

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa terbesar responden berpendidikan SMP, yaitu sejumlah 15 orang (42,9%).

Pekerjaan

Tabel 6.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Pekerjaan Orang Tua di Tk Atma Bakti, Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, 2014

Pekerjaan Frekuensi Persentase

(%) Karyawan swasta

Petani Buruh I R T Pedagang

8 1 1 23

2

22,9 2,9 2,9 65,7

5,7 Total 35 100,0

Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden orang tua dari anak pra sekolah di TK Atma Bakti memiliki pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga, yaitu sejumlah 23 orang (65,7%).

Analisis Univariat

Verbal Abuse

Tabel 7.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Verbal Abuse Orangtua pada Anak prasekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus, 2014

Verbal Abuse Frekuensi Persentase

(%) Rendah

Tinggi 17 18 48,6 51,4 Jumlah 35 100,0

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa dari 35 anak di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, sebagian besar anak mengalami

verbal abuse dalam kategori tinggi, yaitu sejumlah 18 anak (51,4%).

Perkembangan Kognitif Tabel 8.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Perkembangan Kognitif di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, 2014

Perkembangan

Kognitif Frekuensi Persentase (%)

Kurang

(5)

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa sebagian besar anak di Tk Atma Bakti Desa Pringapus memiliki perkembangan

kognitif dalam kategori baik, yaitu sejumlah 27 anak (77,1%).

Analisis Bivariat

Tabel 9.

Hubungan antara Tingkat Verbal Abuse Orangtua terhadap Perkembangan Kognitif Anak Prasekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, 2014

Verbal Abuse Perkembangan Kognitif Anak Total P-Value

Kurang Baik

f % f % f %

Rendah 0 0,0 17 100,0 17 100 0,002 Tinggi 8 44,4 10 55,6 18 100

Hasil analisis data dengan menggunakan uji fisher’s exact test didapatkan nilai P-value= 0,002. Oleh karena p-value = 0,002 < α (0,05) maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat verbal abuse orangtua dengan perkembangan kognitif anak prasekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.

PEMBAHASAN

Analisis Univariat

Gambaran Tingkat Verbal Abuse Orang Tua pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) Di TK Atma Bakti, Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus.

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa dari 35 anak di Tk Atma Bakti, Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, diperoleh anak yang mengalami Verbal Abuse dalam kategori tinggi, yaitu sejumlah 18 anak (51,4%) dan anak yang mengalami verbal abuse dalam kategori rendah sejumlah 17 anak atau sekitar 48,6%.

Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan orang tua tentang kebutuhan perkembangan anak, minimnya pengetahuan agama orang tua juga turut berperan dalam kekerasan pada anaknya, kurangnya pengalaman orang tua, tekanan hidup karena himpitan ekonomi, dan lingkungan hidup yang dapat meningkatkan beban perawatan pada anak (Soetjiningsih, 2002). Guru yang ada di kelas kurang memadai, ketika anak sedang mendapat masalah dalam belajar secara langsung tidak ditangani. Hal ini terlihat ketika peneliti menemukan seorang anak yang hanya berlari-lari keluar kelas dan tidak memperhatikan

apapun yang di ajarkan oleh gurunya sehingga ibunya yang menunggui anak tersebut dengan lantang membentak anaknya di depan kelas sampai anak tersebut menangis dan akhirnya tidak mau kembali ke kelas.

Faktor lingkungan juga mempengaruhi tindakan kekerasan pada anak. Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban perawatan pada anak. Dan juga munculnya masalah lingkungan yang mendadak juga turut berperan untuk timbulnya kekerasan verbal. Telivisi sebagai suatu media informasi yang paling efektif dalam menyampaikan berbagai pesan-pesan pada masyarakat luas yang merupakan berpotensial paling tinggi untuk mempengaruhi perilaku kekerasan orang tua pada anak (Soetjiningsih, 2002).

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Soetjiningsih (2002) bahwa Verbal Abuse

dapat terjadi setiap harinya di rumah, rumah yang seharusnya tempat teraman dan tempat berlindung bagi anak-anak tidak lagi menjadi tempat yang nyaman. Orang tua terlalu berharap pada anak dan cenderung memaksa anak agar mau menuruti sepenuhnya keinginan mereka, jika tidak maka anak akan mendapat hukuman. Hal inilah yang menjadi alasan bagi orang tua sering melakukan kekerasan pada anak, juga dikarenakan riwayat orang tua sering melakukan kekerasan pada anak sehingga cenderung meniru pola asuh yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Selain itu, stress, kemiskinan, isolasi sosial, lingkungan yang mengalami krisis ekonomi, tidak bekerja, kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak serta minimnya pengetahuan agama orang tua yang turut berperan menjadi penyebab orang tua melakukan kekerasan pada anaknya.

(6)

terjadi ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”, “kamu cerewet", "kamu kurang ajar''. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal

jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode artinya secara terus-menerus perlakuan Verbal Abuse terhadap anak berkisar sejak pengabaian anak sampai dengan pelecehan.

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun psikologis Namun, Verbal Abuse biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak, tetapi dapat merusak anak beberapa tahun ke depan.

Verbal Abuse yang dilakukan orang tua menimbulkan luka lebih dalam pada kehidupan dan perasaan anak melebihi perkosaan.

Menurut Soetjiningsih (2002), dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal

pada anak diantaranya adalah anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain. Anak yang mendapatkan perlakuan kekerasan verbal secara terus menerus akan tumbuh menjadi anak yang tidak peka terhadap perasaan orang lain. Sehingga kata-katanya cenderung kasar (walaupun maksudnya bercanda). Verbal Abuse juga dapat menganggu perkembangan anak terutama perkembangan kognitif karena saat orang tua secara terus-menerus melakukan

Verbal Abuse anak akan mengingat itu semua, karena saat usia pra sekolah merupakan masa peka terhadap segala stimulasi yang diterimanya melalui pancainderanya itu artinya bahwa apabila orang tua telah mengetahui anaknya telah memasuki masa peka dan mereka tidak segera memberi stimulasi yang tepat, maka anak tidak bisa secara cepat menguasai terhadap tugas-tugas perkembangan pada usianya (Susanto, 2012). Anak yang mendapat perlakuan kekerasan verbal terus menerus akan memiliki citra diri yang negatif. Hal ini yang mengakibatkan anak tidak mampu tumbuh sebagai individu yang penuh percaya diri. Selain itu, Verbal Abuse juga dapat berdampak pada anak menjadi agresif, gangguan emosi, perkembangan sosial terganggu, Kepribadian sociopath atau

antisocial personality disorder, dan menciptakan lingkaran setan dalam keluarga.

Gambaran Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa sebagian besar anak di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus diperoleh Perkembangan kognitif dalam kategori baik, yaitu sejumlah 27 anak (77,1%) dan yang perkembangan kognitifnya kurang sejumlah 8 anak atau sekitar 22,9%.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada sebagian besar anak usia sekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus tersebut sudah menunjukkan perkembangan kognitif yang cukup. Sebagian besar dapat mengikuti pelajaran di kelas. Anak dapat memahami apa yang sedang ataupun telah diajarkan oleh gurunya.

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa anak yang mengalami Verbal Abuse

tingkat rendah tidak ada yang perkembangan kognitifnya kurang, tapi ada sekitar 100,0% anak yang mengalami verbal abuse rendah perkembangan kognitifnya baik. Sedangkan anak yang mengalami Verbal Abuse tingkat tinggi dengan perkembangan kognitif kurang sejumlah 44,4% dan anak yang mengalami verbal abuse tinggi dengan perkembangan kognitif baik sejumlah 55,6%. Ini menunjukkan bahwa anak yang mengalami

Verbal Abuse tinggi peluangnya terjadi pada anak dengan perkembangan kognitif kurang dan bahkan akan tetap baik.

(7)

atau mempermalukan anak; kebiasaan mencela anak; tidak mengindahkan atau menolak anak; menghina atau tidak menunjukkan penghargaan terhadap perassaan anak; penyampaian kata-kata kotor dan kasar pada anak; acuh tak acuh; tidak memberikan bimbingan; teladan; pengajaran atau pembiasaan terhadap anak, cenderung anak akan menampilkan kemampuan kognitif yang kurang.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada sebagian besar anak prasekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Desa Pringapus Kecamatan Pringapus tersebut sudah menunjukkan perkembangan kognitif yang baik. Anak-anak prasekolah tersebut sudah mampu menganal dan membaca tulisan yang seringkali dilihat di sekolah dan di rumah, mengenal huruf besar dan kecil, mengenali dan menghitung angka sampai 20, mengetahui letak jarum jam untuk kegiatan sehari-hari dan sebagainya. Peran orangtua sangat dibutuhkan dalam pencapaian perkembangan kognitif yang baik, karena perkembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar panca inderanya, sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak akan dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia untuk kepentingan dirinya sendiri dan orang lain. Perkembangan otak, struktur otak anak tumbuh terus setelah lahir. Sejumlah riset menunjukkan bahwa pengalaman usia dini, imajinasi yang terjadi, bahasa yang didengar, buku yang ditunjukkan, akan turut membentuk jaringan otak. Dengan demikian, melalui pengembangan kognitif, fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi untuk memecahkan masalah (Susanto, 2012).

Analisis Bivariat

Hubungan Tingkat Verbal Abuse Orang Tua terhadap Perkembangan Kognitif anak Prasekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa anak yang mengalami verbal abuse

tingkat rendah tidak ada yang perkembangan kognitifnya kurang, tetapi ada 17 atau sekitar 100,0% anak dengan verbal abuse rendah

perkembangan kognitifnya baik. sedangkan anak yang mengalami verbal abuse tinggi dengan perkembangan kognitif kurang sejumlah 8 anak atau sekitar 44,4%. Dan anak yang mengalami verbal abuse tinggi dengan perkembangan kognitif baik sejumlah 10 orang anak atau sekitar 55,6% di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus.

Orang tua yang tidak melakukan Verbal Abuse atau bertindak kasar dan selalu merespon setiap kegiatan anak maka dapat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak yang lebih baik untuk di kemudian hari dan masa depannya.

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa anak yang mengalami Verbal Abuse

kategori rendah dengan perkembangan kognitif baik sejumlah 17 orang anak (100,0%), ini terjadi karena adanya perlakuan keluarga terhadap anak prasekolah secara langsung mempengaruhi perkembangan kognitif anak yang tertanam sejak kecil (dini). Orang tua yang tidak melakukan Verbal Abuse atau tindakan kasar dan selalu merespon setiap kegiatan anak maka dapat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak yang lebih baik dan terarah dan orang tua yang segera memberi stimulasi yang tepat, maka akan mempercepat penguasaan terhadap tugas-tugas perkembangan pada usianya.

Sedangkan anak yang mengalami Verbal Abuse kategori tinggi sejumlah 55,6% dengan perkembangan kognitif baik. Hal ini dapat terjadi ketika sang anak memang telah mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui pancainderanya, walaupun dia mengalami Verbal Abuse di rumahnya karena orangtuanya yang keras,sering membentak dengan mengatakan “kamu rewel” atau “diam, menyampaikan ancaman seperti “ kamu ibu nanti kurung di kamar” dan sebagainya.

Berdasarkan uji fisher’s exact test

didapatkan nilai P-value= 0,002. Oleh karena p-value = 0,002 < α (0,05) maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat Verbal Abuse

orangtua dengan perkembangan kognitif anak prasekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, yang artinya jika Verbal Abuse pada anak semakin tinggi maka perkembangan kognitif anak akan semakin kurang bahkan perkembangan kognitif anak akan tetap baik.

(8)

atau tidak, sengaja atau tidak sengaja dapat menimbulkan luka batin pada anak yang mengalaminya. Mungkin dalam prakteknya, ancaman-ancaman atau bentakan dari orang tua terhadap anaknya merupakan senjata yang ampuh untuk kepatuhan anaknya, mungkin sang anak sangat turut dengan apa yang dikatakan orang tuanya namun apabila hal ini terus terjadi pada anak dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan kognitif sang anak.

Dari bahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa seberapa besar peranan yang dimainkan oleh orangtua didalam membantu perkembangan kognitif anaknya itu terkait dengan perlakuan atau bimbingan orangtuanya terhadap anaknya di dalam lingkungan keluarga. Diperlukan pemahaman dari orangtua bagaimana seharusnya membimbing anaknya tanpa melakukan kekerasan verbal sehingga dapat membantu perkembangan kognitif anak untuk mempercepat penguasaan terhadap tugas-tugas perkembangan pada usianya.

Hasil penelitian ini memang sesuai dengan apa yang dikatakan Soetjiningsih (2002) bahwa Verbal Abuse yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun psikologis. Namun, Verbal Abuse biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak, tetapi dapat merusak anak beberapa tahun ke depan. Verbal Abuse yang dilakukan orang tua menimbulkan luka lebih dalam pada kehidupan dan perasaan anak melebihi perkosaan. Pada anak yang mengalami Verbal Abuse

mengalami hambatan perkembangan kognitif, anak menjadi tidak peka terhadap stimulasi yang diterimanya melalui pancaindera, anak tidak menguasai tugas-tugas perkembangan pada usianya, Namun terdapat sebagian anak prasekolah yang mengalami Verbal Abuse

tingkat tinggi yang tetap memiliki perkembangan kognitif baik. Karena penyampaian kata-kata seperti membentak menurut orang tua adalah hal yang wajar yang dilakukan untuk kebaikan anak agar anak menjadi lebih disiplin dan mandiri, maka dari kebiasaan tersebut tidak akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Namun hal tersebut harus dilakukan secara wajar tidak melebihi batas dan sesuai nilai dan norma yang berlaku, serta tidak merugikan sang anak. Dan dikatakan pula bahwa bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, serta

taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan (Susanto, 2012).

Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Fajrina, Y, (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh tindak kekerasan verbal

orang tua terhadap sosialisasi anak usia sekolah dengan sampel sebanyak 40 orang. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh tindak kekerasan verbal, kekerasan emosional dan fisik dengan perkembangan sosialisasi anak usia sekolah.

Perkembangan kognitif anak sangat dipengaruhi oleh keturunan, hal ini dikemukakan oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer, berpendapat bahwa manusia lahir membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Dikatakan pula bahwa, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan. Kemudian faktor lingkungan karena taraf intelegensi sangat ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya terutama lingkungan keluarga. Perkembangan kognitif juga dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi sehingga anak akan semakin mudah dan cepat mempelajari sesuatu.

Soetjiningsih (2002) menambahkan bahwa pada anak-anak yang mendapatkan

Verbal Abuse karena orangtuanya berlaku kasar dan suka mencaci akan menjadikan seorang anak susah berkonsenterasi sehingga proses belajar akan terganggu karena perkembangan otak terhambat.

Menurut Hidayah (2007), Verbal Abuse

(9)

Berdasarkan uji fisher’s exact test

didapatkan nilai P-value= 0,002. Oleh karena p-value = 0,002 < α (0,05) maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat Verbal Abuse

orangtua dengan perkembangan kognitif anak prasekolah di Tk Atma Bakti Desa Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.

Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan, hal ini dikarenakan jawaban dalam kuesioner bersifat tertutup dan alat penelitian dengan menggunaan kuesioner sehingga memungkinkan responden memberi jawaban yang tidak jujur dan data yang dihasilkan kemungkinan belum dapat mengukur keadaan yang sebenarnya, namun peneliti sudah berusaha membantu responden dalam mengungkapkan kejadian yang sebenarnya dengan menyampaikan hal-hal yang belum dimengerti oleh responden.

KESIMPULAN

Sebagian besar anak usia 3-6 tahun di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang mengalami

verbal abuse kategori tinggi, yaitu sejumlah 18 anak (51,4%).

Sebagian besar anak usia 3-6 tahun di Desa Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang mengalami perkembangan kognitif baik, yaitu sejumlah 27 anak (77,1%).

Ada hubungan yang signifikan antara tingkat verbal abuse orang tua terhadap perkembangan kognitif anak prasekolah (3-6 tahun) di Tk Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus dengan p-value = 0,002 < α (0,05).

SARAN

Diharapkan pada masyarakat khususnya orangtua untuk memahami dampak tindak kekerasan verbal orang tua terhadap perkembangan kognitif anak, sehingga diharapkan tindak kekerasan orangtua terhadap anak dapat dicegah.

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebagai informasi yang baik, sehingga para orang tua mengetahui akibat dari verbal abuse

tersebut, jika verbal abuse meningkat perkembangan kognitif anak juga akan menurun. Sehingga diharapkan tidak terjadi

lagi verbal abuse di lingkungan keluarga atau orang tua tidak melakukan verbal abuse dalam mengasuh anaknya.

Perlu ditingkatkan penelitian lebih lanjut baik untuk verbal abuse ataupun perkembangan kognitif anak dengan meneliti faktor-faktor pemicu verbal abuse dan perkembangan kognitif anak.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Adam., & Motarjemi. (2004). Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta : EGC.

[2] Anies. (2006). Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT. Elex. Media Komputindo.

[3] Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, ed revisi VI,. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

[4] Bastable, (2004). Perawat Sebagai Pendidik. Prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran. Jakarta : ECG.

[5] Davies, T. (2009). ABC Kesehatan Mental. Jakarta : EGC.

[6] Djiwandono. (2004). Psikologi pendidikan. Jakarta : Grasindo.

[7] Effendi dan Makhfudli. (2009).

Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. [8] Fajrina, Y. (2007). Hubungan Tindakan

Kekerasan Verbal Dengan Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah.

[9] Hidayat. (2005). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : EGC

[10]Huraerah,A. (2012). Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuansa Cendekia. [11]Jallaludin, R. (2007). SQ for Kids:

Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini Bandung : PT Mizan Pustaka.

[12]Notoatmodjo. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta.

[13]Notoatmodjo. (2011). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

[14]Mauren. (2011). Kekerasan Pada Anak.

(10)

kekerasan-pada-anak/. Diunduh Tanggal 05 Juli 2014.

[15]Padmonodewo, (2003). Pendidikan anak prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta

[16]Poespodiharjo, (2010). Beyond Borders: Communication Modernity & History. Jakarta : London school of pubications. [17]Purnamasari. (2010), Hukum Pertanahan.

Bandung : Kaifa.

[18]Rimm,S. (2003). Mendidik Anak dan menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah: Pola Asuh Anak. Masa kini. Jakarta: Gramedia.

[19]Soetjiningsih. (2002). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

[20]Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.

[21]Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.

[22]Sunaryo. (2004). Psikologi. Jakarta : EGC.

[23]Suryana. (2006). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC.

[24]Susanto. (2012). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Gambar

Tabel 6. Tabel 3. Distribusi Frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi objektif tentang upaya kepala madrasah sebagai pemimpin yang meliputi: kepribadian kepala sekolah;

Sesuai dengan literatur, metode analisis ruang Nance dapat digunakan pada periode gigi bercampur dengan ketepatan hasil analisis bergantung pada keakuratan model studi &amp;

Pengguna sistem yakni administrator dan siswa dapat mengakses sistem ujian online melalui browser pada personal computer (PC) atau notebook yang terhubung dengan

Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian

Part of Barito Basin, South Kalimantan , IPA 22 nd Annual

Pengurusan Aset Alih di Pusat Tanggungjawab (PTJ) dikawalselia oleh Pegawai Aset yang telah dilantik yang bertanggungjawab sepenuhnya untuk menguruskan penerimaan,

Terima kasih kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan limpahan kasihNYa sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan baik sehingga terbentuklah

(2010) dengan hasil semakin tinggi nilai etnosentrisme konsumen maka konsumen akan semakin enggan untuk membeli produk impor, Kamaruddin, Mokhlis, Othman (2002) dengan hasil