• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Perempuan Dalam Film Horor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Representasi Perempuan Dalam Film Horor"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Adiansyah Perdana Putra

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya

Yuyun Agus Riyani, S.Pd.M.Sc Sri Handayani, S.Pd. M.I.Kom.

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya

Abstract

Representation show how a person, a group, a certain idea or opinion of the products featured in the media. The last few years the horror film producers increasingly bold in presenting sensuality in the title of the film.Exploitation of a woman's body began many highlighted and used as and as commoditization. Women in the film, is placed as one of the means of production. Exploitation of women in a movie,not separated from the role of thesome women who are often proudly regarded as sexy woman, so often justified in the women themselves. While sensuality of women in the film are too excessive, will also lead to social conflict that does not comply with the eastern culture,which prioritizing manners. It could be argued that in some horror movie in Indonesian media make women as objects of exploitation to increase movie sales. Though the legislation film has given a warning associated with immoral movies.

This study using a qualitative descriptive approach with critical discourse analysis approach Sara Mills,because the focal point of this model, because the focal point of this model, especially in the discourse on feminism. Source of data used in this research is more than a movie documents, interviews and observation. As for the analysis of data using the film documents, interview, and observation. Analyses were performed by Sara Mills approach, through the analysis of micro and macro analysis.

The results of this study show that based on critical discourse analysis of micro, horror movie which became the object of the study indicate exploitation sexiness of women's bodies, especially through costume, mak-up, setting the scene and camera effects. In the analysis of the macro indicates that both horror movie Bangkitnya Suster Gepeng dan Tali Pocong Perawan2 put the audience as passive spectators. Besides the two films proficiency level is not able to lift the social value, and just plain story impressed with the exploitation of women's bodies.

(2)

Abstrak

Representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam produk media. Beberapa tahun terakhir ini produsen film horor semakin berani dalam menyuguhkan sensualitas dalam judul filmnya. Eksploitasi tubuh seorang perempuan mulai banyak ditonjolkan dan digunakan sebagai komoditisasi alias pelaris. Perempuan dalam film, ditempatkan sebagai salah satu alat produksi. Eksploitasi perempuan dalam sebuah film, tak lepas dari peran sebagian perempuan yang sering bangga dianggap sebagai perempuan seksi, sehingga sering mendapatkan pembenaran dalam kalangan perempuan sendiri. Sementara sensualitas perempuan dalam film yang terlalu berlebihan, juga akan menimbulkan konflik sosial yang tidak sesuai dengan budaya timur, yang mengedapankan tata krama. Dapat dikatakan bahwa dalam beberapa media film horor di Indonesia menjadikan perempuan sebagai obyek eksploitasi untuk meningkatkan penjualan film. Padahal UU perfilman telah memberikan peringatan terkait dengan film yang imoral.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan tatanan analisis deskriptif dengan pendekatan analisis wacana kritis Sara Mills, karena titik perhatian dari model ini terutama pada wacana mengenai feminism. Sumber data penelitian yang digunakan lebih bersifat dari dokumen film, wawancara dan observasi. Analisis dilakukan dengan pendekatan Sara Mills, melalui analisis secara mikro dan analisis secara makro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis wacana kritis mikro, film horror yang menjadi objek penelitian menunjukkan adanya eksploitasi keseksian tubuh perempuan, terutama melalui kostum, mak up, setting adegan dan efek kamera. Secara analisis makro menunjukkan bahwa kedua film horror Bangkitnya Suster Gepeng dan Tali Pocong Perawan2 menempatkan audience sebagai penonton pasif. Selain itu kedua film tesebut tidak mampu mengangkat nilai social, dan hanya terkesan cerita biasa dengan eksploitasi tubuh perempuan.

Key words : Representasi Perempuan, Film, Gender dan media.

1. Pendahuluan

Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Film digunakan sebagai bentuk komunikasi massa, sehingga isi cerita, penokohan dalam film akan akan berhubungan dengan masyarakat. Sebagai komukiasi massa, film muncul seiring dengan perkembangan masyarakat dan industri. Sebagai media, film tidak bersifat netral. Film dapat didominasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam film tersebut. Film

juga dapat menyebabkan perubahan perilaku masyarakat. Sebagai contoh masyarakat mengikuti gaya berpakain atau dandanan aktor dan aktris yang ada dalam sebuah film usai menontonnya, sehingga terjadi sebuah trend baru karena digemari banyak orang pada waktu tertentu (Marhaeni, 2013. h. 10).

(3)

mendominasi perfilman di Indonesia seperti Jelangkung (tahun 2001, oleh Jose Poernomo & Rizal Mantovani).

Namun dalam beberapa tahun terakhir ini produsen film horor semakin berani dalam menyuguhkan sensualitas dalam judul filmnya, contohnya Suster Keramas, Dendam Pocong Mupeng, Rintihan Kuntilanak Perawan, Tiran (Mati di Ranjang), dan Dendam Pocong Mupeng. Eksploitasi tubuh seorang perempuan mulai banyak ditonjolkan. Pada umumnya penggambaran perempuan di media massa diwarnai stereotype dan sebagai komoditisasi alias ‘pelaris’ (Martha,2013, h. 11).

Dalam kaitannya dengan eksploitasi perempuan dalam sebuah film, tak lepas dari peran sebagian perempuan yang sering bangga dianggap sebagai perempuan seksi, sehingga sering mendapatkan pembenaran dalam kalangan perempuan itu sendiri. Umumnya perempuan menilai tubuhnya, dikaitkan dengan bagaimana lingkungan sosial dan budaya diluar dirinya menilai tubuh perempuan. Perempuan akan selalu berusaha menyesuaikan bentuk tubuh mereka dengan sosial dan budaya masyarakat, dalam kaitannya dengan konsep kecantikan (Murwani, 2010, h.10-19).

Sementara sensualitas perempuan dalam film yang terlalu berlebihan, juga akan menimbulkan konflik sosial yang tidak sesuai dengan budaya timur, yang mengedapankan tata krama. Eksploitasi tubuh juga dilarang dalam Undang-undang no 3 thn 1992 tentang perfilman pasal 36 yang menyatakan adanya pelarangan film yang menonjolkan unsur cabul, imoral, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam beberapa media film horor di

Indonesia yang menjadikan perempuan sebagai obyek eksploitasi untuk meningkatkan penjualan film, bertentangan dengan social budaya Timur dan UU perfilman. Dengan kondisi tersebut maka sangat menarik untuk meneliti studi media massa mengenai feminisme.

Feminism berasal dari kata femme (woman), yang berarti perempuan (tunggal) yang memiliki tujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum mereka (perempuan dalam arti jamak), sebagai kelas sosial. Feminism merupakan sebuah paham perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-haknya sebagai sebuah kelas sosial (Shelden dalam Surwati, 2012:5).

2. Tinjauan Pustaka

Representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam produk media (Eriyanto, 2001,h.113). Penggunaan istilah representasi berangkat dari kesadaran bahwa apa yang tersaji di media tidak selalu persis dengan apa yang ada di realitas empirik. Isi media tidak merupakan murni realitas karena itu representasi lebih tepat dipandang sebagai cara bagaimana mereka membantu merespon realitas dengan cara-cara tertentu bergantung pada kepentingan.

(4)

Perempuan dalam media massa selalu digambarkan sangat tipikal, yakni tempatnya adalah di rumah, berperan sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh, bergantung pada pria, tidak mampu membuat keputusan penting, hanya terlibat pada sejumlah profesi saja, selalu melihat kepada dirinya sendiri, sebagai objek seksual/simbol seks dan objek fetish, sebagai objek peneguhan pada pola kerja patriarki, objek pelecehan dan kekerasan, menjadi korban tetapi sebenarnya diposisikan salah, bersikap pasif, merupakan konsumen barang dan jasa, dan sebagai alat pembujuk (Puspitasari, 2013, h. 15)

Menurut perspektif feminism sosialis, penindasan perempuan terjadi karena ideology kapitalisme dan patriarki. Hal ini dikembangkan melalui teori system ganda ( dual-system-theory). Kedua system ini baik secara terpisah atau bersama-sama merupakan penindasan terhadap kaum perempuan. Perbedaannya, pada teori kapitalisme, perempuan ditempatkan pada momen produksi dan pada teori patriarki, perempuan ditempatkan pada momen reproduksi/ seksualitas. Sedangkan teori system menyatu menempatkan perempuan sebagai opsesi (Murwani, 2010.h. 72).

Perkembangan ideologi gender seolah-olah diterima sebagai kebenaran asasi (natural) oleh masyarakat dalam memandang peran pria dan perempuan yang tidak bisa dilepaskan dari peran media massa. Menurut Zoonen, wacana feminisme sosialis memandang media sebagai instrument utama dalam menyampaikan stereotype, patriarchal dan nilai-nilai hegemoni mengenai perempuan dan feminitas. Media tersebut berfungsi sebagai kontrol sosial. Menurut perspektif ini, media dianggap sebagai system yang paling menarik yang tersedia. Kontrol sosial

secara langsung menjadi tidak perlu karena ideologi dominan telah diterjemahkan ke dalam pengertian yang diterima secara umum. Media memenuhi kebutuhan structural dari masyarakat kapitalis, patriarki dan demokratis dengan mentransmisikan nilai-nilai dominan mengenai perempuan yang telah didistorsinya (disimpangkannya) (Murwani, 2010.h. 72).

Penyimpanang dilakukan dengan cara melakukan eksploitasi tubuh perempuan. Perempuan dalam media massa dieksploitasi melalui bentuk tubuh. Mike Featherstone mengelompokkan pembentukan tubuh atas dua kategori, yaitu tubuh dalam dan tubuh luar. Tubuh dalam berpusat pada pembentukan tubuh untuk kepentingan kesehatan dan fungsi maksimal tubuh dalam hubungannya dengan proses penuaan. Sementara tubuh luar berpusat pada tubuh dalam hubungannya dengan ruang social (termasuk di dalamnya pendisiplinan tubuh dan estetik tubuh). Pembentukan tubuh dalam menjadi alat untuk meningkatkan penampilan tubuh luar (Murwani, 2010.h. 72).

3 Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan tatanan analisis deskriptif. Dalam penelitian ini analisis deskriptif yang digunakan melalui pendekatan analisis wacana kritis model Sara Mills.

Dalam konteks analisis wacana kritis model analisis Sara Mills yang terdiri dari dua hal utama yaitu posisi subjek-objek dan posisi pembaca, maka level mikro bisa diketahui dengan cara melihat posisi subjek-objek, dan posisi makro bisa dilihat dari posisi pembaca.

(5)

Kostum dan make up. 2) Representasi perempuan melalui Adegan dan Dialog. 3) Representasi perempuan melalui teknik kamera

Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan sekunder dengan teknik pengambilan data dokumentasi, observasi dan Wawancara mendalam (depth interview). Teknik analisis menggunakan analisis data dan keabsahan data digunakan teknik triagulasi sumber data.

5 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan sebagai berikut sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis wacana kritis mikro, perempuan dalam film horror Indonesia direpresentasikan sebagai objek. Film horror yang menjadi objek penelitian menunjukkan adanya eksploitasi keseksian tubuh perempuan, terutama melalui kostum, make up, setting adegan dan efek kamera. Analisis mikro berdasarkan fokus penelitian menunjukkan bahwa:

a. Representasi perempuan melalui Kostum dan make up.

Aspek kostum dan make up menunjukkan kostum sebagian besar pemeran perempuan adalah tidak senonoh (tidak memenuhi nilai baik yang diakui masyarakat), karena memamerkan tubuhnya, dan make up yang menor, sehingga hal ini merendahkan diri perempuan.

b. Representasi perempuan melalui Adegan dan Dialog.

Dari analisis aspek adegan dan dialog menunjukkan bahwa tema film horror yang dimainkan, diambil dari sisi negatif perempuan, yaitu balas dendam,

persaingan cinta yang menghalalkan segala cara. Setting waktu dan tempat disesuaikan tema cerita sedangkan setting adegan lebih menonjolkan porno aksi dan eksploitasi bagian tubuh perempuan. Dialog yang digunakan disesuaikan tema film, walaupun ada beberapa dialog baik dari tokoh perempuan

c. Representasi perempuan melalui teknik kamera

Dari aspek teknik kamera, menunjukkan bahwa bagian tubuh perempuan semakin diekspos dengan cara meng-close up bagian tubuh perempuan yang menarik. Untuk menunjang gambar yang baik, maka teknik pengambilan gambar digunakan alat bantu tripot.

(6)

5.1.Saran

1. Saran akademik

Peneliti selanjutnya diharapkan tidak hanya menggunakan film horror untuk melihat representasi perempuan sebagia objek eksploitasi, tetapi dapat mengembangkan pada jenis film lainnya.

2. Saran praktis

a. Film horror yang ada saat ini sering lebih mengeksploitasi tubuh perempuan dibandingkan dengan kualitas cerita horror itu sendiri. Untuk selanjutnya diharapkan produser film horror yang ingin mengangkat film horror, dalam memperhatikan kualitas film horror tesebut, bukan membungkus eksploitasi tubuh perempuan dan menjadikan cerita film menjadi bias.

b. Produser film horror maupun film Indonesia lainnya diharapkan untuk memperhatikan feminisme sesuai porsi sosial dan budaya yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis.

Haspels, N dan Busakorn S, (2005). Meningkatkan kesetaraan gender dalam aksi penanggulangan pekerja anak serta perdagangan perempuan dan anak. panduan praktis bagi organisasi. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak (PEC). Kantor Subregional untuk Asia Timur.pdf.

Marhaeni, D. (2013). Komunikasi massa.

www.komunikasi.unsoed.ac.id/ …/komunikasi%massa.pdf.

Martha W. A. (2013). Representasi Perempuan Dalam Film Horor Indonesia. Jurnal Media Commonline. Volume : 1 - No. 2 Terbit : 2—2013. Jurnal dipublikasikan.www.andhika.martha@y mail.com.Hal

Murwani, E. (2010). Konstruksi Bentuk Tubuh Perempuan Dalam Iklan Televisi. Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume II, Nomor 1. Juni 2010. Hal 10-19.

Puspitasari, F. (2013). Representasi Stereotipe Perempuan Dalam Film Brave. Jurnal E-Komunikasi. Program studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra. Surabaya. Vol 1. No. 2 Tahun 2013. Hal 13-24.pdf.

Referensi

Dokumen terkait

Kesan siswa dalam mengikuti kegiatan pada sesi ini adalah siswa dapat. menamahami bahwa belajar bisa didapat dari mana saja, contohnya

Hasil penelitian Swastha (2003: 16) menunjukkan bahwa keterlibatan perilaku lampau menjadi sangat penting khususnya dalam peningkatan daya prediksi model persamaan regresi,

Saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Penilaian tidak hanya berdasarkan pada hasil

Kriptografi merupakan ilmu yang digunakan untuk mengamankan data.Untuk meningkatkan tingkat keamanannya maka kriptografi perlu dikembangkan. Blockcipher dengan pola

diperoleh ES sebesar 0,77, yang berarti bahwa pembelajaran dengan menggunakan teknik Predict-Observe-Explain memberikan pengaruh (efek) yang sedang terhadap keterampilan

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut : Tahap Identifikasi masalah :pada tahap ini dilakukan analisa tentang masalah yang ada, dan tentang apa saja

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari hasil tes peserta didik dapat disimpulkan bahwa (1) Nilai rata-rata peserta didik kelas V A Sekolah Dasar

Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kedudukan morfologi, klasifikasi morfem, proses morfologis, kategorisasi kata, proses