BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai Negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, memiliki 60% keanekaragaman fauna dunia, termasuk diantaranya burung. Beberapa jenis burung bersifat endemik hanya dapat ditemukan di Indonesia, sebagai contoh burung nuri dan kerabatnya. Burung nuri dan kerabatnya digolongkan kedalam kelompok parrot, karena memiliki paruh bengkok. Penyebaran burung-burung tersebut lebih banyak di kawasan timur Indonesia seperti Sulawesi, Flores, Maluku dan Papua.
Berbagai jenis burung populer digunakan sebagai hewan peliharaan dan menjadi hobi yang telah tersebar luas (Shepherd, 2006). Misalnya burung nuri dan kerabatnya banyak diminati sebagai burung hias karena burung-burung tersebut memiliki kemampuan berceloteh, memiliki bentuk dan warna bulu yang menarik. Bentuk dan warna bulu yang menarik tersebut menjadi daya tarik yang memiliki nilai komersial tinggi dan merupakan komoditas ekspor yang cukup penting. Begitu pula dengan burung-burung dari kawasan Sulawesi yang tak luput dari perburuan hewan peliharaan. Burung Sampiri adalah salah satu jenis burung nuri yang diminati dan populer untuk dijadikan hewan peliharaan.
Sampiri atau Nuri Talaud memiliki nama latin Eos histrio dari subfamili Loriinae, merupakan salah satu satwa endemik Pulau Talaud Sulawesi Utara yang statusnya dilindungi dan terancam punah. Menurut Coates dan Bishop (2000), Nuri Talaud (E. histrio) memiliki tiga subspecies yaitu E.h. histrio (Kepulauan Sangihe), E.h talautensis (Kepulauan Talaud), E.h. callengeri (Pulau miangas dan Kepulauan Nanusa). Habitatnya berada di Kepulauan Talaud yaitu meliputi pulau-pulau karang antara lain : Karakelong, Salebabu dan Kaburuang serta sejumlah kepulauan kecil lainnya. Menurut Lambert (1997), hanya ada satu sub spesies saja yang populasinya mampu bertahan hidup yaitu E.h talautensis.
Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
Burung Paruh Bengkok
Burung Paruh bengkok (parrot) merupakan kelompok jenis burung yang paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok ada di Indonesia di kategorikan terancam (Avian Web, 2006). Tujuh puluh delapan di antaranya terancam akibat kerusakan hutan dan fragmentasi (Snyder et al., 2000). Menurut Kinnaird (1997) kelompok burung paruh bengkok adalah burung yang kharismatik dan seringkali digunakan sebagai “flagship species” dalam aksi-aksi konservasi, selain itu juga sebagai indicator sehatnya suatu kawasan hutan dan beberapa diantaranya berperan penting dalam penyebaran biji.
Forshaw (1978) menambahkan, ukuran kelompok jenis paruh bengkok juga sangat beragam. Mulai dari parrot kerdil yang ada di papua, sedang, sampai jenis macaw raksasa di Amerika Selatan. Warna bulu juga sangat bervariasi, sebagian besar berwarna cerah seperti hijau, merah dan kuning sebagai warna utama, namun ada juga yang berwarna kurang cerah. Beberapa paruh bengkok memiliki jambul, sementara yang lainnya memilki bulu yang panjang di belakang leher.
Sebagian besar paruh bengkok mempunyai hubungan sosial yang tinggi antar sesamanya serta hidup dalam dalam pasangan monogami dan kelompok keluarga. Mereka biasa hidup berkelompok dengan ukuran kelompok bervariasi (Coates dan Bishop, 1997).
Burung sampiri atau Red and Blue Lory (Eos histrio) adalah salah satu anggota dari keluarga burung paruh bengkok (psittacidae) di Indonesia yang terancam punah (IUCN, 2014). Burung sampiri sendiri tergolong dalam subfamili Lorrinae. Subfamili Lorrinae sendiri dapat ditemukan di kepulauan Pasifik, Australia, Papua Nugini dan pulau-pulau di sekitarnya. Kelompok Lorrinae berukuran kecil sampai sedang dengan bulu berwarna-warni. Burung ini
merupakan burung pemakan serbuk sari dan madu (nektar) namun juga pemakan serangga, biji-bijian, dan buah-buahan. Burung nuri minum dengan cara
Taksonomi dan Morfologi Burung Sampiri
Nuri Talaud dikelompokkan ke dalam keluarga burung paruh bengkok (Psittacidae). Burung paruh bengkok memiliki ciri utama bentuk paruh melengkung ke bawah seperti catut dan kuat, kaki bersifat Zygodactyl yang artinya dua jari menghadap ke depan dan dua jari lagi menghadap ke belakang, memiliki lidah yang tebal dan dapat berfungsi untuk memegang (prehensile). Snyder et al. (2000) menjelaskan dunia memiliki sekitar 403 jenis burung paruh bengkok dengan variasi morfologi yang cukup tinggi. Indonesia memiliki 45 spesies yang tersebar di Wilayah Papua (Beehler et al., 1986), 37 spesies di kawasan Wallacea (White dan Bruce, 1986) dan sembilan spesies di Kepulauan Sunda Besar (Mac Kinnon et al., 1998). Taksonomi Nuri Talaud adalah sebagai berikut :
Sub spesies : E.h talautensis (Mayer, AB & Wiglesworth 1894) Eos histrio challenger (Statius Muller 1776) Eos histrio histrio (Statius Muller 1776)
Burung nuri merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia. Beberapa jenis burung nuri bahkan di anggap endemik hanya dapat ditemukan di Indonesia. Saat ini, tak kurang 119 jenis burung di Indonesia
Status konservasi Eos histrio berdasarkan CITIES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dimasukan kedalam kategori Appendix I dan berdasarkan IUCN (International Union for Conversation of Natural and Natural Resource) Red List adalah Endangered (beresiko punah) (Bird Life International, 2008). Menurut Bird Care (2008) status konservasi Eos histrio dikategorikan berbahaya. Penggolongan populasi menurut IUCN Red List didasarkan pada jumlah populasi individu dunia.
Burung Sampiri/Nuri Talaud atau Eos histrio adalah burung endemik pulau-pulau di utara Sulawesi. Burung ini juga menjadi salah satu burung langka dengan status Endangered. Burung paruh bengkok (parrot) dari family psittacidae ini terkenal dengan warna bulunya yang mencolok, merah dan biru. Burung Nuri Talaud berkerabat dekat dengan Nuri Maluku (Eos bornea), Nuri Kalung ungu (Eos squamata), dan Nuri Tanimbar (Eos reticulata).
Burung Sampiri/Nuri Talaud berukuran sekitar 31 cm dengan berat sekitar 150-185 gram, Jantan dan betina tidak dapat dibedakan (monomorfik) (Bird Care, 2008 & Avian Web, 2006). Gambar 1 memperlihatkan bulu tubuh nuri talaud berwarna mencolok, merah dan biru dengan sedikit paduan warna kehitaman. Warna biru keunguan membentang mulai daerah mahkota, sekitar mata dan telinga, belakang kepala hingga punggung bagian atas hingga bagian dadanya. Bulu sayap merah dengan ujung kehitaman, sedangkan bulu ekor berwarna ungu atau biru kemerahan. Paruhnya berwarna jingga terang (Avian Web, 2006).
buah nanas, buah pisang, kiwi dan beberapa sayur-mayur, termasuk jagung, serta beberapa serangga kecil (Bird Care, 2008). Eos histrio histrio, Eos histrio
talautensis dan Eos histrio callengeri adalah tiga subspecies genus Eos histrio dengan nama sinonim Eos historio (world parrot trust, 2008).
Habitat Burung Sampiri / Nuri Talaud
Gambar 2. Peta penyebaran Nuri Talaud Sumber: Avian Web,2008
Di alam liar Eos histrio menghabiskan waktu untuk berkelompok (Animal World, 2008). Spesies ini akan berkelompok dalam jumlah besar pada pohon yang sedang berbunga atau pohon yang sedang berbuah, tidak seperti spesies lain burung ini lebih menyukai buah (Australian Museum, 2008).
Populasi Burung Sampiri atau Nuri Talaud terbesar di habitat alaminya saat ini hanya dapat dijumpai di pulau karakelang yang merupakan bagian dari Kepulauan Talaud. Populasi Nuri talaud sendiri menurut Riley (2003)
digolongkan sebagai anak jenis E.h talautensis. Jumlah populasi Nuri Talaud pada tahun 1995 diperkirakan mencapai 9.400 - 24.160 ekor (Lee et al., 2001), dan dalam jangka waktu kurang lebih 10 tahun kemudian populasinya tinggal 2.000 – 2.600 ekor (Mamengko dan Lumasunge, 2006).
Perkembangan zaman menuntut adanya pemanfaatan kawasan hutan menjadi kawasan lain seperti pemukiman maupun areal budidaya. Demikian halnya dengan daratan pulau-pulau kecil yang sangat rawan terhadap perubahan. Kawur (2010) berpendapat bahwa pengembangan kawasan pulau-pulau kecil merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya. Perubahan akan membawa pengaruh pada lingkungan, semakin tinggi intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan berarti semakin tinggi pula perubahan-perubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau kecil.
Perubahan kawasan hutan di Kepulauan Talaud yang sebagian besar diperuntukan menjadi perkebunan kelapa, cengkih, dan pala telah dimulai sejak tahun 1920. Perubahan ini tentu membawa dampak bagi spesies-spesies satwa yang kehidupannya sangat bergantung pada keberadaan hutan baik sebagai tempat berlindung ataupun tempat mencari pakan. Marsden (1992) juga mengungkapkan bahwa peningkatan pembukaan lahan areal hutan akan meningkatkan peluang ancaman terhadap penangkapan satwa liar karena terbukanya akses menuju hutan.
malam sebelumnya dan bergabung dengan kelompok lainnya membentuk
kelompok besar. Selama tidak terjadi gangguan yang sangat berarti seperti pohon ditebang, atau terkena longsor maka pohon tidur ini akan tetap ditempati Nuri Talaud bahkan hingga bertahun-tahun.
Pohon tidur merupakan salah satu gambaran pemanfaatan sumberdaya oleh Nuri Talaud dimana sebagian besar waktu hidupnya lebih banyak dihabiskan pada pohon tidur tersebut. Zukal et al. (2005) menjelaskan bahwa pemilihan pohon tidur pada spesies yang berkoloni merupakan suatu strategi yang dapat
memberikan beberapa keuntungan seperti adanya pertukaran informasi, keamanan terhadap predator, thermoregulasi serta keberhasilan reproduksi. Dengan demikan penggunaan pohon tidur dalam kehidupan Nuri Talaud adalah sangat penting.
Fakta yang terjadi, keberadaan pohon tidur yang digunakan Nuri Talaud sangat terancam. Pohon tinggi dan berdiameter besar adalah karakter yang disukai Nuri sebagai pohon tidur terancam oleh adanya penebangan serta pemanfaatan kayu oleh masyarakat. Perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan kelapa di habitat Nuri Talaud secara tidak langsung juga membawa dampak terhadap penurunan jumlah populasi Nuri Talaud dimana para petani kelapa di Talaud lebih sering menggunakan pestisida kimia untuk membasmi hama yang menyerang tanaman kelapa yaitu Sexava sp., padahal larva hama ini adalah salah satu sumber makanan bagi Nuri. Tahun 1990an telah terjadi kematian Nuri secara masal akibat keracunan pestisida.
Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan menyebutkan bahwa Nuri Talaud (Eos histrio) merupakan spesies dari family paruh bengkok yang diprioritaskan sangat tinggi untuk
diperhatikan dan segera dilakukan dilakukan penelitian karena populasinya semakin berkurang di alam dan informasi tentang ekologi Nuri Talaud pun masih sangat terbatas (Mardiastuti et al., 2008).
yang tak luput dari perburuan hewan peliharaan. Burung Sampiri adalah salah satu jenis burung nuri yang diminati dan populer untuk dijadikan hewan peliharaan.
Nuri Talaud atau biasa disebut Sampiri merupakan jenis burung endemik dan terancam punah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999, serta ketentuan internasional dalam Appendix I CITES ditegaskan bahwa burung Sampiri tidak boleh di perdagangkan antar Negara.
Menurut keterangan masyarakat sekitar daerah perburuan, burung Sampiri sudah diperdagangkan sejak tahun 1960 bersama pala, kopra, dan cengkeh
(KOMPAK Talaud, 2010). Pada tahun 1990-an, penyelundupan burung nuri sudah menjadi usaha sampingan para nelayan Filipina yang melakukan penangkapan ikan secara illegal di perairan Sulawesi dan di pasok ke General Santos Filipina (KOMPAK Talaud, 2010).
Maraknya perdagangan gelap itu terjadi akibat lemahnya pengawasan oleh institusi penegak hukum serta pemerintah daerah setempat. Para nelayan Filipina biasanya membeli nuri Talaud dari penduduk dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 50.000 /ekor (KOMPAK, 2010). Sedangkan di Filipina mereka menjualnya hingga harga Rp 1.000.000 / ekor (Investigasiuna, 2010).
Pemerintah sebenarnya telah berusaha menjaga kelestarian hewan-hewan langka tersebut, antara lain dengan menetapkan kawasan hutan konservasi di Kepulauan Sangihe, Sangihe, Talaud. Dipulau Sangir Besar, tak kurang 3.549 hektar areal dijadikan hutan lindung Sahendaruman, sementara di Pulau
Karakelang sekitar 24.669 hektar dijadikan Suaka Marga Satwa Karakelang dan 9000 hektar sebagai areal hutan lindung (KOMPAK Talaud, 2010). Keberadaan hutan konservasi tersebut sangat rentan akibat maraknya perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan dan perdagangan satwa liar serta pencemaran lingkungan.
Kerabat dekat Burung Sampiri
(gambar 5). Ini disebabkan karena kesamaan warna bulu dan bentuk tubuh dari mereka.
Gambar 3. Nuri Maluku Gambar 4. Nuri kalung ungu Sumber: World of Trust, 2008
Gambar 5. Nuri Tanimbar Gambar 6. Nuri telinga biru Sumber: World of Trust, 2008
BAB 3 KESIMPULAN