• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA MUAMALAH DI DAERAH PERBATAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROBLEMATIKA MUAMALAH DI DAERAH PERBATAS"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA MUAMALAH

DI DAERAH PERBATASAN

INDONESIA-MALAYSIA

Sebuah Kajian Tentang Tindakan Hukum Masyarakat Muslim Perbatasan Indonesia-Malaysia

Perspektif Hukum Islam

HAMKA SIREGAR

(2)

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan Problematika Muamalah di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia: Sebuah Kajian Tentang Tindakan Hukum Masyarakat Muslim Perbatasan Indonesia-Malaysia Perspektif Hukum Islam

Hak Cipta dilindungi undang-undang All Right Reserved

(c) 2015, Indonesia: Pontianak

Hamka Siregar

PROBLEMATIKA MUAMALAH DI DAERAH PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA: SEBUAH KAJIAN TENTANG TINDAKAN HUKUM MASYARAKAT MUSLIM PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

83 halaman: 160mm x 240mm

Penulis

Hamka Siregar

Editor Syamsul Kurniawan

Layout Juliasman

Design Cover Setia Purwadi

Diterbitkan oleh IAIN Pontianak Press

Jalan Letjend. Suprapto No. 19 Telp./Fax. 0561-734170

Pontianak, Kalimantan Barat

(3)

ALHAMDULILLAH, segala puji bagi Allah SWT. Rangkaian kata yang patut diucapkan atas selesainya buku berjudul Problematika Muamalah di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia: Sebuah Kajian tentang Tindakan Hukum Masyarakat Muslim Perbatasan Indonesia-Malaysia Perspektif Hukum Islam. Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada revolusioner Islam, Rasulullah, Muhammad SAW.

Daerah perbatasan yang menjadi pintu masuk antar bangsa yang mempertemukan dua negara, Indonesia-Malaysia, seringkali disalahgunakan oleh orang-orang yang berkepentingan. Banyak persoalan kompleks yang ditemukan di sekitar daerah perbatasan dan belum ditemukan penyelesaian solutif.

Oleh karena itu, buku ini mengkaji untuk mengetahui: pertama, apa-apa saja persoalan muamalah yang terjadi di daerah perbatasan; kedua, penyebab terjadinya problematika muamalah di daerah perbatasan; dan ketiga, bagaimana tindakan hukum masyarakat muslim perbatasan terkait problematika yang terjadi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.

Buku ini ditulis berangkat dari penelitian yang penulis lakukan di 3 (tiga) daerah perbatasan yaitu Entikong, Jagoi Babang, dan Nanga Badau. Hasil yang didapat adalah masih

(4)

ditemukannya praktik-praktik jual-beli barang ilegal dan pembiaran yang dilakukan pihak-pihak berwajib mengenai persoalan tersebut. Selain itu, persoalan muamalah lainnya seperti human trafficiking, praktik munakahat, ibadah sholat, dan dualisme kependudukan masih belum bisa diselesaikan secara komprehensif. Karenanya, diperlukan sinergisitas peran antara Negara – baik pusat maupun daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta aparat untuk meminimalisir problematika muamalah di daerah perbatasan.

Disadari bahwa dalam buku ini tentu masih terdapat kekurangan, baik dari aspek isi maupun metodologi, dan terlepas dari itu semua, para pembaca diharapkan kontribusinya memberikan masukan dan saran yang konstruktif bagi kesempurnaan buku ini. Terimakasih pada semua pihak yang mendukung dan berjasa hingga terbitnya buku ini. Harapan saya, semoga buku ini banyak manfaatnya. Amin.***

Pontianak, 19 Mei 2015

(5)

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v

-BAB I

PENDAHULUAN 1

-BAB II

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG MUAMALAH

DAN KETAATAN TERHADAP PEMIMPIN 7

Konsep Muamalah dalam Islam 8

Konsep Ketaatan Terhadap Pemimpin (Pemerintah) 11

-BAB III

DESKRIPSI TENTANG JAGOI BABANG, ENTIKONG, DAN BADAU SERTA PROBLEMATIKA HUKUM

MASYARAKATNYA 14 Jagoi Babang 15 Badau 20

Entikong 25

-BAB IV

ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP PROBLEMATIKA

(6)

JAGOI BABANG, BADAU DAN ENTIKONG 29 Jual Beli Komoditi Ilegal dari Negara Malaysia 29 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal 39

Human Trafficking 46

Perkawinan Lintas Negara 52

Kartu Tanda Penduduk (KTP) Ganda 58

-BAB V

PENUTUP 61

Simpulan 61

Saransaran dan Rekomendasi 65

DAFTAR PUSTAKA 66

LAMPIRAN 71

(7)

-INDONESIA merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer. Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim).

Batas darat wilayah Republik Indonesia dalam hal ini berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya kurang lebih 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.1

Pada bagian utara, batas darat wilayah Indonesia dengan negara lain meliputi wilayah Kalimantan Barat dan Timur yang berbatasan dengan negara Malaysia (Malaysia Timur). Pada wilayah timur batas darat berbatasan dengan Negara Papua Nugini. Sementara Papua sebagai pembatas wilayah darat dan laut di daerah timur Indonesia. Sebelah selatan batas darat Indonesia berbatasan dengan negara Timor Leste tepatnya di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTB), dan batas laut berbatasan dengan negara Australia di Samudra Hindia. Sedangkan di sebelah barat berbatasan

1Ahmad Ardiyanto, “Wilayah Perbatasan”, dalam http://www.

wilayahperbatasan.com, akses internet tanggal 11 Nopember 2014.

BAB I

(8)

langsung dengan Samudra Hindia.

Pulau Kalimantan merupakan penanda batas darat antara negara Malaysia dan Indonesia. Adapun di bagian utara untuk wilayah Kalimantan Barat sendiri, memiliki lima daerah yang berbatasan langsung dengan negara tersebut. Kelima titik pintu masuk Indonesia-Malaysia antara lain Entikong di Kabupaten Sanggau, Sajingan di Kabupaten Sambas, Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, Senaning di Kabupaten Sintang, dan Nanga Badau di Kabupaten Kapuas Hulu.

Perbatasan menjadi salah satu isu (discourse) yang selama ini problematis dan terus menjadi problem Indonesia dalam bernegara dan bertentangga, termasuk di Kalimantan Barat. Meskipun daerah perbatasan menjadi garda terdepan hubungan regional antara Indonesia dengan negara tetangga, akan tertapi faktanya daerah perbatasan masih belum terorganisir dengan baik dan terabaikan. Contohnya, pengembangan infrastruktur maupun pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).

Harapan masyarakat kepada pemerintah dengan dibentuknya kementerian khusus yang menangani daerah perbatasan dan daerah tertinggal juga “jauh panggang dari api”. Secara implementatif, pengembangan dan pembangunan daerah perbatasan boleh dikatakan belum merata dan baik.

Hasilnya, berbagai problematika sosial keagamaan bermunculan. Problematika yang muncul di lapangan bervariasi, mulai dari pendidikan, kesehatan, sosial keagamaan, sengketa perbatasan dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah darat maupun wilayah laut Indonesia, serta masalah kesejahteraan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan. Begitu juga dalam bidang kesehatan dan pendidikan.

(9)

tidak bisa ditutup-tutupi mesti ada keinginan menutupinya. Namun demikian, optimism tetap harus ada, sehingga berbagai persoalan di wilayah perbatasan, khususnya penanganan gula ilegal dapat teratasi tanpa satu pihak pun yang merasa dijadikan kambing hitam.

Selain masalah penyelundupan barang illegal seperti gula, perdagangan manusia berkedok pengiriman tenaga kerja merupakan masalah yang juga sudah berlangsung lama. Namun sampai saat ini belum bisa ditangani secara tuntas. Setiap tahun, angka perdagangan manusia justru mengalami peningkatan. Para TKI tidak hanya datang dari masyarakat setempat yang berpendidikan rendah, tetapi juga dari berbagai daerah terutama dari Pulau Jawa dan Nusa Tenggara Tmur dan Nusa Tenggara Barat.

Kecuali itu, kondisi pendidikan masyarakat di daerah perbatasan yang rendah senyatanya dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab, seperti rekruitmen tenaga kerja, yang selanjutnya dipekerjakan secara ilegal di Malaysia. Hal tersebut seharusnya dapat dicegah jika petugas imigrasi jeli dalam meneliti dokumen-dokumen dan tujuan seseorang melintasi perbatasan. Namun pada kenyataannya, petugas imigrasi “tidak cukup selektif” dalam mendeteksi para calon tenaga kerja sehingga mereka dapat keluar masuk via

perbatasan, meskipun kita tak boleh nafikan kerja petugas

imigrasi sudah sangat bagus dalam mengawal dan mengawasi kasus ini.

(10)

memudahkan agen maupun penyedia jasa pengiriman, membawa warga negara Indonesia bekerja ke negara tetangga tanpa melewati prosedur yang sah.

Dari serentetan permasalah perbatasan Indonesia-Malaysia yang dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti persoalan-persoalan muamalah seperti perdagangan illegal, masalah tenaga kerja Indonesia, jual beli valas, serta bagaimana tindakan hukum masyarakat muslim di daerah perbatasan tersebut. Hal ini menjadi urgen, karena paling tidak penelitian ini dapat menjadi solusi terutama bagi masyarakat muslim di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia.

Berangkat dari kerangka berpikir (frame of thought) dan latar belakang di atas riset ini dilakukan. Riset ini berfokus pada tindakan hukum masyarakat muslim perbatasan Indonesia-Malaysia dalam kaitannya dengan problematika muamalah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Fokus riset ini mengkerucut pada pada sebuah pertanyaan riset yaitu, “Bagaimanakah tindakan hukum masyarakat muslim perbatasan Indonesia-Malaysia dalam kaitannya dengan problematika muamalah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia?”.

Untuk menentukan batasan ruang lingkup penelitian ini, maka pertanyaan riset di atas peneliti jabarkan dalam beberapa pertanyaan riset sebagai berikut: pertama, apa saja problematika muamalah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia?; kedua, apa penyebab terjadinya problematika muamalah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia?; dan ketiga, bagaimanakah tindakan hukum masyarakat muslim dalam kaitannya dengan problematika muamalah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia?

(11)

problematika muamalah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia.

Riset ini diharapkan dapat menggali dan menemukan, menganalisis dan mengevaluasi data secara detail tentang tindakan hukum masyarakat muslim dalam kaitannya dengan problematika muamalah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Kemudian, dari hasil riset ini diharapkan dapat menjadi rujukan terutama kaitannya dengan problematika mumalah di wilayah perbatasan antar negara (wilayatul hukmi), dan tentunya memberikan manfaat baik bagi pemerintah dan masyarakat muslim di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Selanjutnya, hasil riset ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan informasi awal untuk kepentingan riset lainnya yang relevan.

Pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah kualitatif sebagai prosedur riset yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.2 Hal ini dilakukan agar riset ini –

terutama dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisa data dan kemudian menarik kesimpulan – menghasilkan data yang valid, reliabel, objektif, dan terdapat pesan-pesan manfaat. Pada riset ini menggunakan metode deskriptif yaitu riset yang menggambarkan tentang karakteristik (ciri-ciri) individu, situasi atau kelompok dengan tujuan untuk menggambarkan gejala sesuatu yang tengah berlangsung pada masyarakat perbatasan terkait praktik muamalah.

Selanjutnya agar riset ini menjadi efektif (tepat guna) dan efisien (hasil guna) maka perlu ditentukan sumber data dengan cara menentukan subjek dan objek riset yang kemudian dijadikan sebagai sumber data primer dan sekunder. Subjek riset ini adalah siapa saja yang bisa memberikan informasi terkait kepentingan riset, di antaranya adalah masyarakat perbatasan Entikong, petugas perbatasan, kepala dinas transmigrasi. Sementara objek riset adalah apa yang menjadi titik perhatian suatu riset. Sedangkan objek

2Lihat Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT..

(12)

yang dimaksud dalam riset ini adalah praktik muamalah pada masyarakat perbatasan Entikong, Jagoi Babang, dan Nanga Badau Provinsi Kalimantan Barat.

Metode pengumpulan data dalam riset ini adalah, metode observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam riset adalah pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman angket dengan menyiapkan alat pengumpul data berupa buku catatan, kamera, perekam (tape recorder), dan lain-lain yang dianggap bisa membantu riset.

(13)

BAB II

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG

MUAMALAH DAN KETAATAN

TERHADAP PEMIMPIN

SEJAUH penelusuran riset, yang dilakukan, hingga saat ini belum ada riset yang secara khusus dan detail mengenai tindakan hukum masyarakat Islam di daerah perbatasan Indonesia Malaysia. Namun demikian, terdapat beberapa riset lain seputar perbatasan Indonesia Malaysia, yang diuraikan di bawahini.

Pertama, Mas’ud Said (2011) dan risetnya yang berjudul “Kajian Model Internalisasi Ideologi Kebangsaan di Daerah Perbatasan”. Dalam hasil data, fakta, investigasi dan kunjungan riset yang ia lakukan di lapangan, terdapat fenomena bahwa internalisasi ideologi kebangsaan sangat penting untuk dilakukan secara sengaja, terstruktur dari pusat dengan organisasi yang kuat rapi dan memiliki mandat penuh. Bentuk dan pola itu bisa berupa penguatan forum-forum warga perbatasan dan kendaraan sosial yang di dalamnya ada tokoh masyarakat dan pejabat yang berwenang mengurusi daerah perbatasan.

Kedua, Zaenuddin Hudi Prasojo (2013) dalam risetnya yang berjudul “Dinamika Masyarakat Lokal di Perbatasan”. Dalam riset tersebut diuraikan bahwa letak wilayah perbatasan yang sangat jauh dari Kota Pontianak sebagai

ibukota Provinsi Kalimantan Barat, dan secara geografis lebih

(14)

rasa nasionalisme masyarakat penduduk lokal perbatasan sebagai bagian dari NKRI. Mereka mengakui bahwa mereka adalah WNI yang patuh, warga yang paham akan kesadaran berbangsa satu bahasa Indonesia. Namun fakta lainnya, mereka juga tidak bisa menampik bahwasanya isi perut mereka adalah produk negara tetangga. Hal ini dikarenakan hampir 80% warga perbatasan memperoleh kebutuhan hidup sehari-hari yang berasal dari produk pangan negara tetangga yaitu Malaysia. Namun sangat disayangkan kesetiaan mayarakat tersebut belum diimbangi oleh perhatian yang setimpal, khususnya oleh pemerintahan NKRI. Bab ini menjelaskan secara umum tentang perspektif hukum Islam tentang muamalah dan ketaatan terhadap pemimpin.

Seperti dimafhumi, secara umum fuqaha

mengklasifikasikan hukum Islam menjadi dua kelompok

besar, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah digambarkan sebagai “hubungan intim” manusia dengan Allah yang direalisasikan melalui ritus yang telah ditetapkan dan diharamkan berkreasi, utamanya dalam ibadah mahdhah. Sementara muamalah lebih menitik-beratkan pada kerjasama antar sesama manusia serta dihalalkan berkreasi guna mewujudkan kesalehan sosial. Pada praktiknya ibadah tidak terlalu mengalami persoalan mendasar, sebab secara

substansi realisasinya sudah diatur secara qath’i dan jelaskan

oleh Nabi Muhammad Saw dan berlaku sepanjang zaman. Sementara pada muamalah, al-Quran hanya menyinggung realisasinya secara global (dhanni). Penjelasan dan praktik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw sendiri, tentu dibatasi oleh ruang dan waktu. Padahal praktik bermuamalah ini terus mengalami perkembangan, dengan demikian, muamalah memiliki kompleksitas persoalan ditengah

keragaman kultur dan geografi yang berbeda.

Konsep Muamalah Dalam Islam

(15)

9

Sebuah Kajian tentang Tindakan Hukum Masyarakat Muslim Perbatasan Indonesia-Malaysia Perspektif Hukum Islam dimaknai sebagai sebuah kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dimyati, mendefinisikan

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

yaitu menghasilkan hal-hal yang bersifat duniawi, supaya menjadi sebab sukses di akhirat. Sedangkan Yusuf Musa, berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah, yang harus diikuti dan diaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.

Dari dua definisi tersebut di atas, dalam perspektif

hukum Islam dapat dikemukakan bahwa muamalah yang dimaksud dalam buku ini adalah prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan antara sesama manusia atau antara manusia dengan alam sekitarnya yang disandarkan pada nilai-nilai Ilahiyah.

Selanjutnya, Abdul Wahhab Khalaf membagi hukum Islam di bidang muamalah ini menjadi tujuh bagian: pertama, hukum keluarga yang berhubungan dengan masalah keluarga; kedua, hukum perdata

, yaitu hukum Islam yang mengatur kepentingan manusia yang berhubungan dengan segala macam transaksi keperdataan dan keuangan, seperti jual beli, sewa menyewa dan sebagainya; ketiga, hukum pidana

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan segala bentuk pelanggaran dan sanksinya; keempat, hukum acara perdata dan pidana

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tata cara bagaimana suatu hukum dan keadilan itu dapat ditegakkan bila terjadi pelanggaran, baik di bidang perdata maupun pidana; kelima, hukum tata negara dan perundang-undangan

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

, yaitu hukum Islam yang mengatur tentang pokok-pokok pemerintahan, ketatanegaraan dan perundang-undangan; keenam, hukum antar negara

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

(16)

10 Problematika Muamalah di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia

, yaitu hukum Islam yang mengatur tentang sumber-sumber kekayaan dan keuangan, tanggung jawab sosial orang kaya terhadap orang miskin dan tanggung jawab sosial negara/pemerintah terhadap rakyat yang lemah.

Muamalah dalam hal ini memang cukup kompleks, karena harus beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mempunyai corak hubungan kemasyarakatan. Oleh sebab itu, Islam memberikan aturan yang bersifat “longgar” dan “dinamis”, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan budaya dan peradaban manusia senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, manusia terdorong untuk lebih aktif, kreatif dan produktif dalam ikhtiar-ikhtiar muamalah. Hal ini didukung oleh ushuliyun yang goreskan dalam rangkaian kaidah ushul fiqh:

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

Artinya: “Pada dasarnya, segala bentuk muamalah

boleh dilaksanakan, kecuali jika ada dalil yang

mengharamkannya.”

Muamalah yang bersifat dinamis tersebut, tentunya dalam rangka untuk mendukung keleluasaan umat Islam khususnya dalam meraih kesejahteraan hidup. Selaras dengan ushuliyun, Syaltut yang mengemukakan bahwa prinsip Islam dalam bidang muamalah adalah terpenuhinya maslahah, aturan yang melindungi dan hak-hak serta meningkatnya taraf hidup. Dengan demikian menurut Syaltut, syari’at Islam dengan tegas melegalisasi segala bentuk aktivitas muamalah yang baru, selama hal itu tidak ada praktik eksploitasi

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

. Selanjutnya Syaltut menegaskan bahwa agar kebebasan dalam muamalah tidak menimbulkan mudhorot, syari’at Islam juga menetapkan prinsip keadilan (al-‘adalah).

(17)

11

Sebuah Kajian tentang Tindakan Hukum Masyarakat Muslim Perbatasan Indonesia-Malaysia Perspektif Hukum Islam masyarakat. Bahkan untuk menjelaskan hal tersebut, di dalam Quran, Allah tidak hanya menggunakan kata

al-‘adl saja, tetapi juga kata-kata al-wazn/al-mizan, al-qisth

dan al-wasath. Keadilan adalah prinsip keseimbangan dalam kehidupan manusia. Selama keadilan dapat ditegakkan dengan baik, maka keseimbangan tatanan kehidupan dunia akan terpelihara dan terjaga. Sebaliknya, jika keadilan sudah tidak dapat ditegakkan, maka keseimbangan tidak akan tercapai dan tatanan kehidupan dunia pun mengalami goncangan. Itu berarti bahwa kreativitas dan inovasi dalam muamalah yang pada dasarnya diperbolehkan, akan ditentang dan dilarang jika menimbulkan ketidak-adilan (zhulm).

Dengan prinsip-prinsip tersebut, seorang muslim dapat mengukur aktivitas muamalah-nya, apakah ia terjebak dalam lingkaran al-muamalah al-muharromat atau tidak. Oleh karena itu, jika terdapat persoalan muamalah yang tidak dikemukakan secara jelas dan tegas, baik dalam al-Quran maupun al-Sunnah, maka ijtihad merupakan solusi alternatif dalam rangka menuju kemaslahatan umat (maslahat al-ummah).

Konsep Ketaatan Terhadap Pemimpin (Pemerintah)

Islam adalah agama samawi yang tidak hanya mengatur umatnya untuk taat dan tunduk pada aturan Allah dan Rasulnya saja, namun Islam juga mengatur dan mewajibkan kepada setiap pemeluknya untuk taat dan tunduk pada ulil amri (pemerintah), baik berupa hal-hal yang terkait dengan masalah keadilan, maupun tindakan dan konsekuensi atas hal-hal yang bersifat zalim.

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (penguasa) di antara kalian” (QS. An-Nisa`: 59).

(18)

beliau bersabda:

Artinya: “Wajib atas setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa), baik pada sesuatu yang dia suka

atau benci. Akan tetapi jika dia diperintahkan untuk

bermaksiat, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mendengar dan taat.” (HR. Al-Bukhari No. 7144 dan Muslim No. 1839).

Dari kedua sumber tersebut dapat dipahami bahwa kebijakan dan peraturan pemerintah seyogyanya harus tetap dilaksanakan selama tidak bertentangan dengan semangat kemaslahatan dan wahyu. Sebaliknya, jika kebijakan dan peraturan pemerintah ternyata bertentangan atau tidak sejalan dengan kemaslahatan umat dan semangat wahyu, maka kebijakan dan peraturan tersebut tidak boleh diikuti.

Di tengah arus muamalah yang semakin kencang, gelombang persoalan muamalah pasti semakin dahsyat. Tuntunan sekaligus jawaban atas segenap persoalan tersebut adalah sebuah keniscayaan. Oleh sebab itu, selain dari pada produk hukum Islam yang dihasilkan tidak secara detil mengatur dan menjawab berbagai persoalan kehidupan umat, hukum Islam juga memiliki keterbatasan daya jangkau dalam wilayah atau Negara yang tidak berdasarkan azaz keislaman. Jika fenomena tersebut dihadapi dan dijawab hanya secara parsial oleh hukum Islam, kemungkinan besar hukum Islam akan out of date dan tidak responsif menghadapi problematika muamalah dikalangan umat.

(19)

kemaslahan yang dibutuhkan oleh manusia. Salah satu

contohnya adalah UU No. 17/2006 tentang Perubahan atas

UU No. 10/1995 tentang Kepabeanan.

(20)

BAB ini berisi paparan tentang kondisi objektif di lapangan/

lokasi di mana riset ini dilakukan. Secara spesifik bab ini memaparkan informasi tentang keadaan geografis dan demografis di wilayah perbatasan, dalam konteks ini Jagoi

Babang, Entikong, dan Badau. Hal ini sangat penting, mengingat riset ini dilakukan sebagai ikhtiar dalam rangka menggali dan menemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masyarakat perbatasan terutama masalah mumalah atau yang terkait dengan hukum Islam pada masyarakat perbatasan. Paparan tentang kondisi objektif di lapangan/ lokasi di mana riset ini dilakukan penting dilakukan, karena lingkungan inilah yang seringkali mempunyai pengaruh besar dalam membentuk kerangka pikir masyarakat dan kebiasaannya.1

Secara umum, wilayah perbatasan yang dijadikan sampel dalam riset ini meliputi tiga lokasi, yaitu: Kecamatan Jagoi Babang (Kabupaten Bengkayang), Kecamatan Entikong (Kabupaten Sanggau) dan Kecamatan Badau (Kabupaten Sanggau).

Selanjutnya bab ini juga berisi paparan tentang fakta tentang problematika hukum Islam yang muncul dalam masyarakat perbatasan di tiga wilayah perbatasan tersebut Kecamatan Jagoi Babang, Kecamatan Entikong, Kecamatan

1Gasthoul Bothoul, 1998, Teori-teori Filsafat IbnKhaldun, terj, Yudian W.

Asmin (Jakarta: Titian Ilahi Press) hlm. 39-43.

BAB III

DESKRIPSI TENTANG JAGOI

BABANG, ENTIKONG, DAN BADAU

SERTA PROBLEMATIKA HUKUM

(21)

Badau). Adapun data-data dan fakta dari penelitian tersebut, diperoleh melalui observasi dan dokumentasi dari instansi yang berwenang, seperti data-data yang diperoleh dari data kabupaten, data kecamatan dan BPS serta wawancara dengan informan yang terlibat langsung dalam riset ini.

Jagoi Babang

Jagoi Babang adalah salah satu wilayah perbatasan antar Kalimantan Barat dengan negara tetangga Malaysia. Sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Indonesia, Jagoi Babang menjadi pintu masuk resmi lintas batas antar Negara. Tepatnya menjadi pintu perbatasan Kalimantan Barat, Indonesia dan Sarawak, Malaysia.

Jika ditilik secara seksama, di sebelah timur Jagoi Babang langsung berbatasan langsung dengan Kota Sarawak, Malaysia. Sementara sebelah utara Kecamatan Jagoi Babang berbatasan dengan Lundu, Sarawak Malaysia, Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Seluas dan kecamatan Siding, dan sebelah timur berbatasan dengan Serikin, Sarawak Malaysia.

Secara administratif pemerintahan kabupaten Bengkayang telah banyak memekarkan kecamatan dan desa. Pemerintah Kabupaten Bengkayang telah memiliki

17 Kecamatan dan 122 desa definitif. Dari 17 Kecamatan

tersebut yang termasuk wilayah Kecamatan perbatasan ada tiga (3) yaitu: Kecamatan Jagoi Babang, Kecamatan Siding dan Kecamatan Seluas sebagai wilayah penyangga bagi kedua wilayah perbatasan.2

Dari 17 kecamatan yang ada, Kecamatan Jagoi Babang termasuk yang paling luas dan termasuk kecamatan dengan jarak tempuh dari kota dan kabupaten terjauh ketiga setelah Kecamatan Siding dan Kecamatan Sungai Raya. Saat ini Jagoi

Babang terdiri dari 6 desa yakni Gersik, Semunying Jaya, Jagoi,

Sekida, Kumba, dan Sinar Baru. Dari sejumlah desa ini, Sinar Baru merupakan desa terjauh dari Kantor Pemerintahan Kecamatan Jagoi Babang. Sedangkan desa terdekat adalah

(22)

Desa Jagoi yang berada di pusat kecamatan.3

Secara geografis letak Jagoi Babang berada pada garis lintang 1°15’16”LU-1°30’00”LU dan garis bujur pada

109° 34’ 35” BT - 109° 59’ 27” B. Jagoi Babang merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bengkayang, yakni sebesar

655,00 km² atau sekitar 12,14% dari luas Bengkayang. Dari

sejumlah desa yang ada di Jagoi Babang, desa yang terbesar

adalah Desa Sinar Baru yang luasnya 250 km². Sedangkan desa yang terkecil yaitu Desa Jagoi yang luasnya 21,69 km². Secara demografis, penduduk di Kecamatan Jagoi Babang pada tahun 2013 adalah sebanyak 8.836 jiwa, yang terdiri dari 4.876 jiwa laki-laki, dan 3.960 jiwa perempuan. Kepadataan

penduduk Kecamatan Jagoi Babang termasuk terendah kedua setelah Kecamatan Siding di Bengkayang, yakni 13 jiwa per kilometer persegi. Namun dilihat dari aspek laju pertumbuhan penduduk, Kecamatan Jagoi Babang termasuk cepat, yaitu 3,31% per 2000-2010.4

Penduduk muslim di Kecamatan Jagoi Babangsaat ini telah memiliki 8 buah masjid dan 1 buah surau. Sedangkan

tempat ibadah penduduk beragama Katolik terdapat 6 buah

gereja, dan yang beragama Protestan memiliki 6 buah gereja.5

Berdasarkan komposisi jumlah tempat ibadah tersebut, terlihat dengan jelas bahwa agama Islam dan Kristen memiliki penganut jauh lebih besar dibandingkan agama lainnya.

Sebagaimana umumnya daerah-daerah perbatasan di Indonesia, tak terkecuali perbatasan di Jagoi Babang juga mengalami ketertinggalan dalam banyak aspek, terutama pembangunan dan kemakmuran. Ketertinggalan tidak hanya menjadi kenyataan pahit bagi masyarakat setempat, tetapi juga “dipaksa” menghadapi problematika diniyah dan sosial yang sulit ditanggulangi. Di samping kondisi wilayah yang sangat terpencil, Infrastruktur jalan yang tidak memadai menjadi potret buram kehidupan warga masyarakat perbatasan Jagoi Babang.

3Lihat http://www.wilayahperbatasan.com, di akses tanggal 1 November

2014.

(23)

Dengan kondisi yang demikian rumit ini warga masyarakat Jagoi Babang tentu menghadapi banyak persoalan hidup. Taraf hidup yang tidak layak berimplikasi pada akses pekerjaan yang tidak memadai dan sekaligus membuka ruang

berfikir yang “nakal” pada kebijakan pemerintah. Misalnya,

wilayah Jagoi Babang yang menjadi lintas-batas antar Negara Indonesia dan Malaysia dimanfaatkan oleh masyarakat setempat atau masyarakat luar Jagoi Babang untuk menjadi lajur alternatif perdagangan ilegal baik berupa barang maupun orang (human trafficking).

Jual-beli lintas batas antar warga negara Indonesia dan Malaysia di Jagoi Babang memang boleh dilakukan dengan bersandar pada perjanjian Pemufakatan Lintas Batas Border Crossing Arrangement atau Overland Border

Trade yang ditandatangani di Jakarta 26 Mei 1967.6 Dalam

ketentuan tersebut secara sharih disebutkan bahwa: penduduk yang bertempat tinggal di dalam lintas batas kedua negara diperbolehkan melakukan perdagangan dengan nilai

nilai perdagangan lintas batas di darat sebesar 600 RM (Rp. 2.125.800.)/bulan/PLB atau di laut sebesar 600 RM/sekali

pelayaran/PLB. Dengan catatan, warga perbatasan dibekali dengan Kartu Identitas Lintas Batas, untuk keperluan berbelanja antar daerah perbatasan tersebut sehingga mereka tidak dikenakan bea. Namun faktanya, ketentuan peraturan tersebut kemudian dimanfaatkan warga masyarakat dan

6Selain Border Crossing Arrangement, Pemerintah Indonesia dan

Malaysia pada tanggal 16 Oktober 1973 juga menyepakati Agreement on Travel

Facilities for Sea Border Trade between the Government Republic of Indonesia and

Malaysia (Perjanjian mengenai Fasilitas Perjalanan untuk Perdagangan Lintas Batas antara Republik Indonesia dan Malaysia). BTA tahun 1970 telah mengatur beberapa hal prinsip; diantaranya pengertian perdagangan lintas batas, pelaku lintas batas serta jenis dan nilai barang/produk. Perdagangan lintas batas ini sendiri dapat berupa perdagangan lintas batas darat, yaitu perdagangan yang dilakukan melalui daratan antar kawasan perbatasan darat kedua negara; Dan perdagangan lintas batas laut, yang diartikan sebagai perdagangan yang dilakukan melalui kawasan perbatasan laut dari kedua negara. Adapun pelaku lintas batas adalah orang (penduduk) yang berdiam (bertempat tinggal) didalam kawasan perbatasan kedua negara, dan memiliki paspor yang dikeluarkan masing-masing negara maupun pos lintas batas yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan BCA,

(24)

para cukong untuk memasukkan barang-barang Malaysia dalam jumlah yang jauh melampaui kadar kebolehannya ke wilayah perbatasan dan didistribusiakan ke seluruh pelosok Kalimantan Barat tanpa bea.

Sampai sekarang, di pasar-pasar tradisional di Jagoi Babang mudah sekali mendapatkan barang-barang Malaysia semisal gula, susu, beras, sosis dan bahkan gas. Celakanya barang-barang tersebut masuk secara “gelap” ke wilayah perbatasan Indonesia. “Gelap”, maksudnya selain komuditi perdagangan tersebut melampaui ketentuan yang dibolehkan, masuk ke wilayah perbatasan juga tanpa bea masuk sebagaimana diatur dalam UU kepabeanan nomor 17

tahun 2006 perubahan dari UU 10 tahun 1995.

Distribusi pangan yang tidak merata oleh pemerintah Indonesia dimanfaatkan oleh warga masyarakat perbatasan Jagoi Babang dan para cukong (spekulan) untuk mendatangkan berbagai produk perdagangan dari negeri tetangga. Ironisnya barang-barang perdagangan tersebut masuk dalam partai besar tanpa bea dan distribusi perdagangannya sampai keseluruh wilayah Kalimantan Barat. Menurut AN7 seorang

pengojek gula dari Kabupaten terdekat Bengkayang membeli gula di Jagoi Babang untuk dijual kembali kepada Pengecer/ toko. AN menegaskan bahwa jual beli gula, beras, susu dan sosis bahkan gas dari Malaysia sudah biasa dan para petugas kepabeanan juga aparat penegak hukum lainnya tidak melarangnya.8 AN tidak hanya sendirian dalam mengojek

gula tetapi juga teman-temannya yang lain. Menurut AN jika berangkat membeli gula keperbatasan ia bersama

rekan-rekannya sekitar 7-8 sepeda motor yang sudah dimodifikasi. 7Nama disamarkan untuk tujuan-tujuan etis.

8Menurut AN gula, susu, beras, sosis, dan gas diperjualbelikan bebas

(25)

Selain AN, TWK juga menegaskan bahwa jika gula sudah banyak, maka para pengojek juga akan membawa barang dagangan yang lain seperti beras, susu, sosis dan gas. Komoditas tersebut menurut para pengojek memang menjadi bagian kebutuhan harian masyarakat. selain stok barang legal dari pemerintah Indonesia terbatas dan bahkan langka, harganya juga sangat mahal. Sementara barang-barang yang masuk dari negeri tetangga sangat banyak dan harganya jauh lebih murah sehingga barang dagangan tersebut laris-manis. Meski demikian mereka sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah melanggar peraturan pemerintah, tetapi mereka merasa tidak berdaya dengan kondisi yang ada.

Selain persoalan barang-barang illegal, problematika yang dialami warga perbatasan Jagoi Babang juga berupa pernikahan warga perbatasan yang terjadi antara warga Negara Indonesia warga Negara Malaysia. Pada persoalan pernikahan, kependudukan sebagai syarat administrasi pernikahan juga menjadi persoalan. Pernikahan yang terjadi pada FTM warga Negara Indonesia dengan RNT bin Khairani warga Negara Malaysia. Pernikahan tersebut menurut keterangan orang tua FTM dilakukan di desanya. Syarat yang dibawa oleh mempelai pria hanya berupa surat keterangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Malaysia setingkat kelurahan yang menyatakan bahwa mempelai pria betul warga Negara Malaysia dan belum menikah. Surat tersebut

menurut orang tua FTM tak lagi diverifikasi dan langsung

diterima sebagai syarat administrasi pernikahan.

(26)

Problematika lain di bidang hukum adalah persoalan identitas kependudukan. Warga perbatasan Jagoi Babang ada yang memiliki identitas kependudukan ganda. Indentitas tersebut menunjukkan bahwa warga tersebut selain sebagai penduduk asli Indonesia, juga tercatat sebagai penduduk asli Malaysia. Dengan demikian, warga masyarakat tersebut bebas keluar masuk lintas batas Negara. Hal ini adalah persoalan yang serius dan harus segera ditertibkan. Tidak hanya berkait dengan persoalan lemahnya administrasi kependudukan tetapi juga berkaitan dengan kedaulatan Negara dan nasionalisme. Membiarkannya berarti mendukung pelanggaran yang terjadi dimasyarakat dan kalau diikuti oleh banyak warga Negara, maka hal tersebut selain berpotensi mengikis rasa persatuan dan kesatuan dalam naungan NKRI, kewibawaan Negara juga turut dipertaruhkan.

Sekian banyak problematika yang dialami oleh warga perbatasan Jagoi Babang seakan sepi penyelesaian. Seperti persoalan perdagangan lintas batas yang abai terhadap peraturan dan hukum tidak ditegakkan. Kiranya, jika dibiarkan secara terus-menerus, dikhawatirkan rasa nasionalisme warga Negara di perbatasan lama kelamaan akan terkikis dan pudar bersama waktu.

Badau

Secara administratif Kecamatan Badau9 merupakan

salah satu dari 23 Kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Kapuas Hulu atau yang biasa dikenal dengan Bumi Uncak Kapuas. Kecamatan ini secara astronomis berada pada 00 50’30” - 10 01’00” lu dan 1110 47’30” - 1120 04’30” bt. Kecamatan ini berbatasan dengan Negara Malaysia di sebelah utara, Kecamatan Suhaid di sebelah selatan, Kecamatan

9Kata “Badau” berasal dari kata “Bedau”. Menurut bahasa suku Dayan

(27)

Empanang di sebelah barat, serta Kecamatan Batang Lupar di sebelah timur.

Jarak tempuh Kecamatan Badau dengan Negara Malaysia, mencapai +10 km. Sedangkan jarak Badau dengan Putussibau sebagai ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu mencapai +171 km. Bahkan dengan Kota Pontianak sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Barat jarak tempuhnya mencapai 100 kali lipat dari pada jarak Badau ke Malaysia.

Kecamatan Badau memiliki luas wilayah 573,49 km2, setara dengan 2,35% dari keseluruhan luas Kabupaten

Kapuas Hulu yang mencapai 29.842 km2. Kecamatan Badau

dibagi menjadi sembilan desa yaitu Pulau Majang, Semuntik, Kekurak, Janting, Seriang, Badau, Sebindang, Tinting Seligi, Tajum dengan ibukota kecamatan terletak di Badau. Dari Sembilan desa yang terdapat di Kecamatan Badau, Desa Tinting Seligi merupakan desa yang paling luas diantara desa

lainnya dengan luas sebesar 118,61 km2, sedangkan desa

yang memiliki luas paling kecil adalah desa Seriang dengan

luas 63,65 km2.10

Jumlah penduduk Kecamatan Badau pada tahun

2013 sejumlah 6.544 jiwa dengan komposisi penduduk

didominasi oleh laki-laki yang terdiri dari 3.434 laki-laki dan 3.110 perempuan. Penduduk di Kecamatan Badau tersebar di sembilan desa, jumlah penduduk terbesar di desa Badau

yakni 2.670 jiwa yang terdiri dari 1.471 laki-laki dan 1.199

perempuan. Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah

desa Semuntik yakni 233 jiwa, yang terdiri dari 116

laki-laki dan 117 perempuan. Dengan luas wilayah 573,49 km2

dan jumlah penduduk hanya 6.544 jiwa, berarti kepadatan

penduduk kecamatan Badau sebesar 11, artinya setiap 1 km2

di Kecamatan Badau terdapat terdapat 11 jiwa penduduk. Desa yang paling padat adalah desa Badau, yaitu 39,80 jiwa per km2, sedangkan yang terendah adalah desa Tinting Seligi

yaitu 2,99 jiwa per km2.11

Sebagai sebuah daerah yang berada di wilayah

(28)

Kalimantan Barat, suku Dayak dan Melayu12 merupakan

suku yang mayoritas mendiami daerah Badau. Selain itu juga terdapat suku pendatang lain yang mendiami wilayah Badau, seperti suku Batak, Bugis, Minangkabau dan Jawa. Suku terbesar yang menghuni kawasan Badau adalah Dayak Iban dan Melayu. Berdasarkan statistik, dari jumlah penduduk

6.544 jiwa di kecamatan tersebut, suku DayakIban mencapai kurang lebih 60% dari jumlah penduduk, sementara suku

Melayupresentasenya sebanyak 31%, dan suku-suku lainnya seperti Kantuk, Jawa, dan Minang hanya 9%.

Penduduk Kecamatan Badau yang paling dominan beragama Islam, yaitu 3.153 jiwa, sedangkan agama Katolik

dianut oleh 2.927 jiwa, 462 jiwa beragama Protestan dan 2

orang jiwa memeluk agama Budha. Penduduk muslim di Kecamatan Badau Saat ini telah memiliki 3 buah masjid dan 7 buah surau. Sedangkan tempat ibadah penduduk beragama Kristen terdapat 13 buah gereja. Berdasarkan komposisi penduduk menurut agama yang dianut tersebut, terlihat dengan jelas bahwa agama Islam dan Katolik memiliki penganut jauh lebih besar dibangkan agama lainnya.

Sebagai daerah yang terdekat dengan negara tetangga, problematika yang dihadapi masyarakat Badau yang berhubungan dengan amaliyah diniyah yang hablunminannas maupun hablunminAllah yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini sangat beragam. Permasalahan-permasalahan yang muncul bukan hanya permasalahan klasik yang selalu terjadi di daerah perbatasan pada umumnya seperti soal pendidikan dan kesehatan. Problematika yang paling kompleks terjadi di daerah perbatasan, khususnya kecamatan Nanga Badau, yaitu soal jual beli dan adanya identitas ganda.

Jarak yang sangat dekat antara kecamatan Nanga Badau dengan Distrik Lubok Antu, Serawak, Malaysia membuat

12Dari data sekunder RPJMD Kabupaten Kapuas Hulu, 2011-2015, dapat

(29)

distribusi barang-barang dari kedua negara menjadi tak terkontrol. Hampir seluruh barang dagangan seperti makanan kecil, detergen, minyak makan, kosmetik, dan lain sebagainya dibeli dari pasar di daerah LubokAntu atau Kuching, Malaysia. Bahkan di beberapa barang dagangan masih tertempel label harga Ringgit Malaysia.

Menurut penuturan pemilik toko, DN (31), harga barang di Malaysia cenderung murah dan memiliki kualitas yang baik. Sehingga dari segi keuntungan, ia bisa mendapatkan keuntungan lebih besar jika dibandingkan membeli barang dari Pontianak. Salah satu kendala, menurut Diana, adalah jarak tempuh Pontianak-Badau yang memakan waktu kurang lebih 20 jam menggunakan bus. Meskipun ada jalur udara yang bisa ditempuh dari Putussibau ke Pontianak, biaya yang akan digunakan hanya untuk membeli barang di Pontianak menjadi lumayan besar.

Selain komoditi kebutuhan sehari-hari, kendaraan bermotor dengan nomor polisi Malaysia atau kendaraan tanpa nomor polisi atau mobil buatan asing (kendaraan bodong) yang lalu lalang di daerah Nanga Badau menjadi pemandangan yang biasa. Mobil-mobil tersebut bukan-lah milik orang Malaysia yang singgah ke Indonesia, namun milik penduduk di daerah Nanga Badau. Alasan mereka membeli mobil tersebut tidak lain karena harganya yang murah dan tidak perlu waktu lama untuk mendapatkan mobil tersebut dan membawanya ke Nanga Badau. Mereka juga mengakui bahwa sebagian kendaraan yang dibeli dari Malaysia ini tanpa melalui prosedur yang ditentukan, mereka bertransaksi jual beli kendaraan itu melalui jalur-jalur khusus yang tidak diketahui keamanan sehingga tidak perlu membayar persyaratan-persyaratan administrasi. bahkan ada juga masyarakat yang mengakui mobil yang mereka beli adalah mobil kreditan warga Malaysia yang belum lunas. Warga Malaysia tersebut akan meng-klaim bahwa mobil mereka telah dicuri oleh orang Indonesia agar mereka bisa mendapatkan kompensasi mobil baru dari pihak pemberi kredit kendaraan.

(30)

cukup banyak masyarakat Badau yang merantau ke Malaysia untuk bekerja sebagai buruh perkebunan atau tukang bangunan. Pekerjaan sebagai buruh ilegal itu dijadikan sebagai pilihan hidup karena godaan jumlah pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan menjadi buruh legal di Indonesia. Para buruh ilegal ini tidak berani untuk pergi ke pasar atau tempat-tempat lainnya karena mereka khawatir akan tertangkap polisi Malaysia.

Pemegang identitas ganda juga menjadi permasalahan di Nanga Badau. Hal tersebut dipaparkan Camat Kecamatan Nanga Badau, Drs. Ahmad Salafuddin. Menurutnya pemegang identitas ganda (KTP Indonesia dan Malaysia) mayoritas berasal dari kalangan penduduk yang berusia lanjut. Faktor penyebabnya antara lain karena persoalan ingin berobat ke Malaysia dan ingin mendapat pekerjaan di Malaysia. Hal yang sama juga terjadi pada penduduk Malaysia yang memiliki kartu identitas Indonesia. Khusus penduduk Malaysia tersebut, Ahmad menjelaskan bahwa pihaknya melakukan pendekatan persuasif kepada penduduk Malaysia tersebut untuk memilih diantara kedua kewarganegaraan, Indonesia atau Malaysia. Sedangkan untuk penduduk Indonesia yang memiliki identitas ganda diberikan pemahaman tentang perundang-undangan yang mengatur soal kewarganegaraan,

seperti yang terdapat dalam UU No. 23 tahun 2006 dan UU

No. 24 tahun 2013 yang mengatur tentang Administrasi Kependudukan. Dalam sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat diberikan pemahaman bahwa apabila peraturan tersebut dilanggar maka pemerintah akan memberikan sanksi kepada yang melanggar undang-undang tersebut.

Sementara itu, dalam kehidupan beragama, tidak

ada permasalahan signifikan yang dialami masyarakat

muslim di Badau. Hanya saja, menurut Camat Badau, Ahmad, pembinaan kepada para pengurus masjid di daerah perbatasan sangat diperlukan seperti soal manajemen masjid yang baik, pengelolaan kegiatan-kegiatan hari besar Islam, dan sebagainya.

(31)

Badau, Sukiman menuturkan bahwa tidak ada persoalan yang berarti di daerah Badau ini. Pernikahan campur malah sering terjadi. Pernikahan ini adalah pernikahan antara orang Indonesia dan Malaysia. Pernikahan ini diperbolehkan secara hukum kedua negara dengan persyaratan-persyaratan tertentu selama yang bersangkutan memiliki agama yang sama.

Entikong

Secara geografis perbatasan Entikong terletak di

kecamatan Entikong, dan menjadi salah satu dari 15 kecamatan yang ada di kabupaten Sanggau. Kecamatan Entikong

mempunyai luas wilayah 506,89 km2. Wilayah Entikong

sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Landak, sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Sekayam, dan sebelah utara berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia Timur.13

Secara umum kondisi iklim perbatasan Entikong tidak jauh berbeda dari umumnya daerah-daerah di Kalimantan Barat, yaitu tropis dan dilalui oleh garis khatulistiwa. Musim hujan berkisar antara September-Desember, sedangkan musim kemarau biasanya antara Juli dan September.14

Jumlah penduduk Entikong berdasarkan informasi Polsek Entikong adalah 15.307 jiwa. Jumlah penduduk ini

terdiri dari penduduk laki-laki sejumlah 7.682 jiwa dan perempuan 7.265 jiwa. Umumnya alat transportasi yang

digunakan oleh masyarakat adalah kendaraan roda 4 dan kendaraan roda 2.15

Berdasarkan mata pencahariannya, umumnya penduduk Entikong adalah petani, dan ada juga yang bekerja sebagai pedagang, buruh, PNS, TNI/Polri dan lain-lain.16 Jumlah pendatang yang kemudian ikut berdomisili, terutama bagi mereka yang bekerja sebagai PNS Kemenkumham di Perbatasan, dan TNI/Polri jumlahnya juga banyak. Banyak

13Entikong Dalam Angka 2013 14Entikong Dalam Angka 2013

15Berdasarkan Data PolsekEntikong yang diperoleh dari WD, penduduk

(32)

di antara mereka, seperti diinformasikan oleh WD (27), penduduk Entikong, memilih mudik ke tempat asalnya, umumnya pada hari Sabtu dan Minggu, karena Senin akan kembali bekerja seperti biasanya.17

Mayoritas Suku di Kecamatan Entikongadalah Dayak,

yaitu 3684 jiwa, selanjutnya diikuti berturut-turut oleh suku

Bangsa Melayu 2.430 jiwa, Jawa 410, Batak, 155 jiwa, Bugis 48, NTT 21 Jiwa, NTB 30 jiwa, Cina 12 Jiwa, Padang 85 jiwa,

Madura 6 jiwa, dan lain-lain hingga total jumlah penduduk.

Meskipun penduduk Entikong tidak homogen, bisa dikatakan daerah yang heterogen ini sangat toleran dengan perbedaan etnis. Masyarakat hidup rukun satu sama lain dalam

perbedaan, dan berusaha meredam benih-benih konflik yang

mungkin muncul.

Menurut agama yang dianut, penduduk Entikong

mayoritas beragama Islam (2.826 jiwa), dan berturut-turut

diikuti Khatolik (9.400 jiwa) dan Protestan (2.714 jiwa), kemudian Budha (7 jiwa), dan umat Hindu yang tidak banyak berdomisili di daerah ini.18 Dalam hal keagamaan, masyarakat

Entikong sangat toleran antara satu dengan yang lain.

Khususnya agama Islam, agama Islam dianut oleh masyarakat mengikuti mazhab yang umumnya dianut oleh

masyarakat Indonesia yaitu Mazhab Syafi’iyah. Ketika waktu

shalat, masjid-masjid disesaki oleh jamaah, terutama waktu Shalat Jumat.

Sosialisasi ajaran agama telah dimulai sejak dini di lingkungan keluarga masyarakat Entikong. Tak ada perbedaan dalam hal ibadah antara masyarakat Entikong dan masyarakat umumnya di Indonesia. Dalam haji misalnya, masyarakat Entikong masih mengikuti ketentuan yang diatur oleh

pemerintah Indonesia, meskipun secara geografis mereka

bisa ikut ke dalam program haji yang ada di Negara Tetangga, Malaysia. Dalam soal penentuan awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal, mayoritas penduduk muslimEntikong

17Wawancara dengan WD (27), penduduk Entikong. (Wawancara 24

November 2014).

18Berdasarkan Data Polsek Entikong yang diperoleh dari WD, penduduk

(33)

juga mengikuti kesepakatan pemerintah di Indonesia.19

Dakwah keagamaan di Entikong sering dilakukan terutama pada hari-hari besar Islam. Setiap kegiatan keagamaan, seperti lazimnya di daerah-daerah lain di Kalimantan Barat, dibuka atau ditutup dengan pembacaan doa dari tokoh-tokoh agama. Sekalipun begitu, sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme di masa lampau masih tetap ada di kalangan penduduk muslim Entikong, seperti kepercayaan akan adanya makhluk halus, pantang-larang, dan sebagainya.20

Kecuali itu, pendidikan yang dienyam oleh umumnya penduduk Entikong adalah pendidikan dasar dan menengah. Tidak banyak masyarakat Entikong yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, mengingat jauhnya akses perguruan tinggi, yaitu dari Entikong ke Kota Pontianak. Penduduk lebih memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Seperti data yang telah peneliti paparkan, umumnya penduduk Entikong bekerja sebagai petani dan pedagang.

Problematika hukum yang dialami oleh masyarakat Entikong adalah banyaknya masyarakat Entikong yang mengkonsumsi produk-produk Malaysia, seperti susu, sabun cair, makanan ringan, dan lain-lain, yang memang secara harga, jauh lebih murah jika dibandingkan dengan barang-barang yang bisa mereka dapatkan dari Kota Pontianak. Kecuali itu, kasus masuknya gula illegal dari Malaysia, bukan sesuatu hal yang baru. Seperti dikatakan informan penulis, yaitu DI (35), supir bis lintas batas, seringkali membawa gula dari Malaysia yang kemudian dijual di Pontianak atau dikonsumsi sendiri.21

Selain itu, di border Entikong seringkali dijumpai kasus TKI yang tidak mempunyai kelengkapan administrasi untuk bekerja sebagai TKI yaitu paspor, dan semacamnya.

19Wawancara dengan SR (26), penduduk Entikong (Wawancara 25

November 2014).

20Wawancara dengan SR (26), penduduk Entikong (Wawancara 25

November 2014).

21Wawancara dengan DI (26), supir bis lintas batas (wawancara di

(34)

Menurut SR (25), yang bekerja di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong, seringkali menemui kasus seperti ini. Pada tiga bulan terakhir tahun 2014, terjadi beberapa kasus pemulangan TKI (Deportasi), yaitu pada bulan September

2014 tercatat 86 orang yang harus dideportasi. Asal mereka

dari Jember, Bengkulu, Cianjur, Subang, Segedong, Sambas, Mempawah, Sulawesi, dan NTT. Bulan Oktober 2014 ada 58 orang yang dideportasi, yaitu dari Sambas, Bengkayang, Gresik, Sukabumi, Bandung, Bogor, Kuningan. November 128 orang yaitu dari Sambas, Bengkayang, Surabaya, dan Sulawesi Selatan.

(35)

Jual Beli Komoditi Ilegal Dari Negara Malaysia

Jual beli komoditi ilegal dari Negara Malaysia terjadi di tiga kawasan border perbatasan Negara Indonesia dan Malaysia, baik Jagoi Babang, Nanga Badau dan Entikong. Berdasarkan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) Perdagangan yang resmi diperbolehkan berlaku di wilayah hukum Indonesia adalah perdagangan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.

Cakupan istilah ini cukup luas, selama perdagangan tersebut melanggar hukum dan dilakukan di luar jalur resmi, maka dapat disebut dengan black market, pasar bebas ilegal, atau penyelundupan.1 bussinessdictionary.com memberi

definisi Black Market, yaitu:

“The Ilegal free market which flourishes in economies where consumer goods are scarce or are heavily taxed. In the first kind, black market prices are higher than the ‘official’ or controlled prices. In the second kind, prices

1Dalam salah satu amar putusan Mahkamah Agung, yaitu Putusan

Mahkamah Agung No. 527 K/Pdt/2006, perdagangan yang tidak resmi oleh

Mahkamah Agung disebut dengan istilah black market. Sedangkan dalam

Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, perdagangan yang tidak

resmi disebut dengan istilah penyelundupan.

BAB IV

ANALISA HUKUM ISLAM ATAS

PROBLEMATIKA MUAMALAH

YANG TERJADI PADA MASYARAKAT

(36)

are lower than the ‘legitimate’ or taxed prices, due to tax evasion.”2

“Pasar yang tumbuh subur di suatu negara yang yang barang-barangnya sangat langka atau mahal karena dikenakan pajak. Pada jenis pertama, harga pasar gelap bisa jadi lebih tinggi dari harga resmi atau yang dikendalikan oleh negara. Pada jenis kedua, harga jadi lebih rendah dari harga resmi atau yang dikenakan pajak, karena penggelapan pajak.”

Edwin Seligman menjelaskan definisi penyelundupan,

yaitu: “The ilegal transportation of things or persons into or out

of country in avoidance of payment or an impost or in violation

of an absolute prohibition”3 yaitu “Perpindahan barang atau

orang secara tidak sah ke dalam atau ke luar suatu Negara untuk menghindari suatu pembayaran atau pajak atau untuk melanggar peraturan-peraturan yang dilarang”.

Sedangkan menurut Baharuddin Lopa, penyelundupan yaitu mengimpor, mengekspor, mengantarpulaukan barang dengan tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau tidak memenuhi formalitas pabean yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.4

Berdasarkan pada definisi perdagangan ilegal serta

melihat realitas yang terjadi pada masyarakat Jagoi Babang, Nanga Badau maupun di Entikong, praktik perdagangan atau jual beli antara masyarakat perbatasan Indonesia dan Malaysia tidak termasuk pada kategori perdagangan ilegal, black market, atau penyelundupan. Karena seperti

dikemukakan diatas, bahwa pada 26 Mei 1967 antara

Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah menandatangani Border Crossing Arrangement atau Overland Border Trade.

2http://www.businessdictionary.com/definition/black-market.html

(diakses pada : Jum’at, 14 Nopember 2014)

3Edwin Seligman, 1957, Encyclopedia of Social Science, Vol.24. (New

York: The Mac Millah Company)

4Baharuddin Lopa, 1984, Tindak Pidana Ekonomi, Pembahasan Tindak

(37)

Dari permufakatan tersebut, masyarakat di perbatasan 2 negara diperbolehkan melakukan transaksi jual beli komoditi

dengan maksimal harga 600 MYR atau Rp. 2.125.800,-(1 MYR

= 3.543) per bulan dengan syarat membawa Kartu Identitas Lintas Batas atau lebih dikenal dengan pass biru. Dengan kata lain, transaksi jual beli masyarakat secara langsung ke perbatasan di Jagoi Babang, Nanga Badau dan Entikong yang harganya masih dibawah Rp. 2.125.800,- sah dan legal menurut konsep negara.

Dalam Islam, transaksi jual beli merupakan maslahah daruri dalam kehidupan manusia, artinya manusia tidak dapat hidup tanpa kegiatan jual beli. Pemenuhan kebutuhan daruri dalam bentuk transaksi jual beli itu dilegitimasi oleh Allah SWT dalam al-Quran:

ﺮﺧﻶﻟ ﺎﺒﺒﺳ نﻮﻜﻴﻟ يوﺎﻴﻧﺪﻟا ﻞﻴﺼﺤﺘﻟا

(38)

apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal

di dalamnya (QS. al-Baqarah: 275).5

Terhadap muamalah, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci dan hanya menjelaskan tentang dasar-dasarnya saja. yang paling utama adalah melakukan jual beli secara suka sama suka (‘an taradhin) dan tidak boleh memakan hartanya orang lain. Sikap al-Quran tersebut memberikan ruang yang

luas dalam bermuamalah, Imam Syafi’i membuat suatu

statemen bahwa pada dasarnya dalam perihal bertransaksi dan bermu’amalah adalah sah sampai pada ditemukannya dalil yang bisa membatalkannya dan mengharamkannya.6 Hal-hal dapat yang menyebabkan batal dan haramnya jual beli adalah tidak terpenuhinya syarat rukun jual beli. Syaikh Wahbah Al-Zuhaily mengupas tuntas kajian jual beli dengan memaparkan tentang rukun jual beli. Disebutkan bahwa menurut mayoritas ulama, terdapat empat rukun jual beli,

yaitu penjual, pembeli, barang yang dijual, ijab qabul.7

Sahnya jual beli tidak otomatis terjadi karena masih tergantung kepada syarat-syarat yang lain, yaitu jual beli itu terhindar dari enam hal: pertama, ketidak jelasan (jahalah), yaituadanya ketidakjelasan yang berlebihan dalam jual beli,

5Menurut para mufassir ayat ini adalah ayat yang bersifat umum,

kemudian ada ayat dan hadist yang mentahsis ayat tersebut. Lihat dalam Said Hawa, al-Asas fi at-Tafsir, Juz. 1 (Mesir: Dar al-Salam, 1985), hlm. 644, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkamil Quran, hlm. 356, Ahmad bin

‘Ali bin Abu Bakar al-Razi al-Jashas, Ahkam al-Quran, hlm. 568.

6

Statemen ini berbeda dengan statemen Abu Hanifah yang mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah haram, selama tidak ada dalil-dalil yang menunjukkan kebolehannya. Kedua Mujtahid Mazhab ini mengukuhkan pendapatnya masing-masing dengan berbagai argumentasi dari Al-Qur’an dan Hadits. Jalaludin Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyuti menjelaskan kontradiksi ini dengan tuntas dalam Asybah wa al- Nazho’ir (Jakarta: Syirkah Nur

Al-Tsaqofah Al-Islamiyah, tth.), hlm.43

7Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, Juz 4, (Damaskus: Dar

(39)

33

Sebuah Kajian tentang Tindakan Hukum Masyarakat Muslim Perbatasan Indonesia-Malaysia Perspektif Hukum Islam seperti orang yang menjual seekor kambing yang berada di tengah-tengah sekumpulan ternak kambing. Kedua, pemaksaan (al-ikrah), artinya seseorang dipaksa untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi jika jual beli sudah mendapat persetujuan dari pihak yang dipaksa setelah hilangnya rasa paksaan itu, maka akan menjadi jual beli yang sah. Ketiga, pembatasan dengan waktu (at-tauqit), yaitu membatasi waktu berlakunya jual beli (limited transaction). Keempat, penipuan (al-gharar), yaitu adanya unsur kebohongan atau spekulasi. Kelima, kerugian (adh-dharar), adalah barang yang dijual tidak mungkin dapat diserahkan kecuali penjualnya akan merasa rugi dari harganya. Seperti orang yang menjual sesuatu secara setengah-setengah. Keenam, syarat yang merusak (al-syurut al-mufsidah) yakni adanya syarat yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan salah satu pihak pelaku transaksi.8

Berdasarkan pada konsep fiqh di atas, jual beli yang

dilakukan masyarakat perbatasan yang sudah terpenuhi semua rukun jual beli, dan tidak adanya enam hal yang bisa membatalkan jual beli, serta jumlah transaksi yang dilakukan

tidak melebihi 600 MYR, maka jual beli seperti itu tentu

sah-sah saja. Sedangkan syarat yang ditentukan oleh pemerintah

mengenai jual beli jual beli diatas 600 MYR, jika tidak bertentangan dengan nash maka syarat tersebut secara fiqh

tidak dipermasalahkan dan tidak termasuk dalam kategori syarat yang merusak (al-syurut al-mufsidah).

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

Artinya: “Setiap syarat yang urfi dalam segala bentuk akad, selama syarat itu tidak bertentangan dengan dalil

syara’, maka syarat itu adalah syarat yang sah”.9

Karena syarat tersebut adalah legal secara fiqh,

8Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, Juz 4(Damaskus: Dar

Al-fikr, 1998) hlm. 379

9Abdullah bin Yusuf al-Juday‘, Taysir ‘Ilm Usul al-Fiqh, Juz. I (Beirut:

(40)

34 Problematika Muamalah di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia

maka praktik jual beli yang melewati syarat 600 MYR harus

ditimbang aspek maslahah atau mudharat-nya. Maslahahnya tentu masyarakat bisa mendapatkan harga barang yang murah dengan kualitas barang yang lebih bagus. Namun Mudharatnya jika itu dibiarkan terus menerus terjadi dan semakin marak dilakukan sehingga volumenya semakin besar dan meluas, dampaknya produksi dalam negeri akan terganggu, penghasilan produsen bisa menurun dan yang pasti pendapatan Negara juga semakin berkurang. Oleh karena itu, demi menjaga kepentingan rakyat (maslahah al-‘ammah) pemerintah perlu menetapkan syarat-syarat dalam peredaran komoditi melalui bea cukai/ pajak komoditi. Atas

pertimbangan ini, maka berlaku kaidah fiqhiyyah:

ٌﺢْﻴ�ﺤَﺻ ٌطْﺮَﺷ َﻮ�ﻬَـﻓ �عْﺮﱠﺸﻟا

�ﰲ ٍﻞْﻴ�ﻟَﺪ�ﻟ

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

Artinya: Kemaslahatan publik lebih didahulukan daripada

kemaslahatan individu.10

Dengan demikian, praktik jual beli masyarakat perbatasan yang telah memenuhi semua rukun jual beli serta terhindar dari enam hal yang bisa membatalkan jual beli tetapi nilai dari jual beli tersebut telah melewati batas ketetapan harga maksimal yang disepakati kedua negara, maka praktik jual beli tersebut adalah jual beli yang sah tetapi haram dilakukan (yashihhu walakin yahrumu)11 karena melanggar

10Izzuddin bin Abdi al-Salam, Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Juz.

2 (Beirut: Dar al-Jail, 1980), hlm. 79.

11Hal ini dianalogikan (qiyas) dengan pelarangan jual beli saat adzan

Jum’at berkumandang bagi orang yang berkewajiban melaksanakan shalat jum’at.

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

(41)

terhadap peraturan Negara yang telah ditetapkan yang jelas nyata untuk mewujudkan maslahah bagi rakyat12, dimana

Islam dalam Al-Qur’an dan Haditsnya telah mewajibkan umatnya untuk taat kepada peraturan atau kebijakan pemerintah bila peraturan atau kebijakan itu ditetapkan demi terwujudnya maslahah (tahqiq al-maslahah).13 Dengan

hlm. 412-413.

Sulaiman al-Bujairimi, Khasyiyahal-Bujairami ‘ala Syarhi al-Khotib, Juz II (Tk: Tp: Tth).

12Menurut hemat penulis, perjanjian Border Crossing Arrangement

adalah langkah tepat yang dilakukan pemerintah untuk mencapai kemaslahatan rakyat dan hal itu merupakan salah satu aplikasi dari ka’idah.

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

Artinya: “Suatu tindakan (peraturan) pemerintah, berintikan terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya.”

13Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar, Bughyah

al-Mustaghsyidin (Tk: Tp, Tth), hlm. 126

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

Lihat juga pendapat Muhammad bin Uman bin Ali bin Nawawi al-Jawi dalam Nihayatuz Zain, Juz. 1 (Bairut: Dar al-Fikr), hlm. 112.

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

(42)

kata lain, jual beli tersebut dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya namun mendapatkan dosa atas transaksi jual beli tersebut.

Diktum ini relevan ketika dihadapkan dengan situasi dan kondisi Negara saat ini. Kecuali jika kebijakan-kebijakan ekonomi dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mewujudkan maslahah, seperti kebijakan Asean Free Trade Area14, di mana seluruh kawasan Asia sudah menjadi pasar

bebas dan tidak perlu lagi ada bea cukai, maka tidak ada lagi istilah lakin yuhramu. Dengan demikian, pasti tidak ada lagi yang namanya barang selundupan karena bea cukai sudah tidak lagi dikenakan.

Kategori ilegal yang perlu juga untuk dikaji dan dilihat dari perspektif hukum Islam adalah fenomena motor/mobil bodong. Fenomena ini jamak terjadi pada semua perbatasan, baik itu di perbatasan Entikong, Jagai Babang, maupun Nanga Badau. Motor/mobil bodong bisa didapat dengan mudah dan bahkan dengan harga yang murah meriah karena motor/ mobil tersebut tidak dilengkapi dengan STNK/BPKB.

Secara konsepsi fiqh, jual beli memiliki empat rukun, yaitu penjual, pembeli, ijab qabul, dan barang. Sedangkan jika

dilihat dari aspek objek jual belinya (ma’qud alaih/mabi’), Wahbah Zuhaili menyebutkan empat macam syarat terjadinya jual beli (syuruth In’iqod), yaitu: pertama, barang itu harus ada; kedua, objek jual belinya harus mempunyai nilai, artinya objek jual beli tersebut harus disukai oleh tabiat manusia dan bias disimpan sampai dalam jangka waktu tertentu;

(Bairut, Dar al-Fikr), Juz I, hlm. 407.

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

14Pada bulan Desember 2015, negara-negara yang tergabung dalam

(43)

ketiga, objek jual beli harus lah barang yang dimiliki sendiri. Artinya barang itu terpelihara dan berada dibawah otoritas seseorang. Yang dimaksud dalam hal ini bukanlah barang itu milik penjualnya; keempat, objek jual beli bisa diserahkan pada saat melakukan transaksi.15

Selain rukun jual beli dan syarat terjadinya jual beli, Wahbah Zuhaily juga menjelaskan tentang syarat berlakunya jual beli (syuruth al-nafadz), yaitu: pertama, hak pemilikan dan hak wewenang. Artinya hanya orang yang memiliki kuasa penuh atas barang tersebut yang boleh melakukan jual beli. Kedua, terhadap objek yang akan dijualbelikan tidak ada hak milik orang lain selain penjual, jika pada objek tersebut ada hak orang lain, maka jual-belinya tertangguhkan (belum terlaksana) dan tidak boleh diserahterimakan kepada pembelinya hingga mendapatkan izin atau kerelaan dari orang tersebut. Dan bagi pembeli mempunyai hak untuk memilik antara membatalkan jual beli atau menunggu sampai adanya izin atau kerelaan dari pemilik yang lain. Syarat berlakunya jual beli (syuruth al-Nafadz) ini selain berhubungan dengan objek (mabi’), juga bisa jadi berhubungan dengan transaksi itu sendiri, seperti jual beli yang dilakukan anak kecil.16

Berdasarkan ketentuan tersebut, jual beli kendaraan bodong masyarakat perbatasan jika kendaraan itu memang dibeli dari pemilik aslinya, walaupun tidak dilengkapi dengan syarat formal administrasi seperti BPKB/STNK, jual belinya tersebut termasuk dalam kategori yang berlaku/terjadi (nafidz), dan sah secara hukum Islam karena telah memenuhi rukun jual beli, syarat-syarat terjadinya jual beli serta syarat berlakunya jual beli. Akan tetapi, jika kendaraan bodong itu dibeli dari pemiliknya yang mana kendaraan tersebut masih dalam proses pelunasan (kredit), maka transaksi jual beli itu termasuk dalam kategori bai’ al-Fudhuly yang menurut ulama

Hanafiyah dan Malikiyah jual beli tersebut adalah jual beli

sah tapi tertangguhkan (mauquf) karena masih menunggu izin/ kerelaan pihak lain yang juga mempunyai kewenangan.

15Wahbah Zuhaili, 1998, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, Juz 5,(Damaskus:

Dar Al-fikr) hlm. 78

(44)

38 Problematika Muamalah di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia

Bahkan menurut ulama Syafi’iyah dan ulama Dzahiriyah, jual

beli seperti ini batal secara mutlak dan seharusnya tidak boleh dilakukan serah terima barang sampai adanya kerelaan dari pihak lain yang berwenang demi menjaga hak dari kedua pihak tersebut. Hal ini bersandarkan pada Hadits Nabi yang melarang untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya.

ﺎًﺿ�رﺎَﻌ�ﻣ َﺲْﻴَﻟ ٍﺪْﻘَﻋ �ّيَأ �ﰲ ٍّﰲْﺮ�ﻋ ٍطْﺮَﺷ ﱡﻞ�ﻛ َﻚ�ﻟﺬَﻛَو

Artinya: Dari Hakim bin Hizam berkata, Rasulullah SAW melarangku untuk menjual sesuatu yang bukan

milikku atau menjual barang yang bukan milikku.17

Ketentuan hukum Islam di atas berbeda jika kendaraan bodong masyarakat perbatasan itu dibeli dari seseorang yang mendapatkannya melalui pencurian, terhadap hal ini jelas jual beli tersebut adalah jual beli yang haram dan mendapatkan ancaman dari nabi Muhammad SAW.

َأ �ﻢَﻠْﻌَـﻳ َﻮ�ﻫَو ، ًﺔَﻗ�ﺮَﺳ �َﺮَـﺘْﺷا �ﻦَﻣ

dia tahu bahwa barang itu barang curian, maka ia

turut serta mendapatkan dosa dan kejelekannya.18

Namun apabila masyarakat perbatasan tidak tahu status barang yang akan dibeli apakah hasil curian atau bukan, maka harus dilihat terlebih dahulu orang yang menjual barang tersebut. Jika orang yang menjual secara zhahir adalah orang yang baik, maka boleh diterima dan halal menggunakannya. Tapi jika secara zhahir penjualnya bukan orang yang baik,

17Hadits ini secara lengkap bisa dilihat di Kitab Musnad Ahmad bin

Hambal nomor 15015, Kitab al-Mu’jam al-Ausath li al-Thobary nomor 2530, kitab

Hadits Abi Fadhol al-Zuhry nomor 583, kitab Amaly al-Jurjany nomor 245.

18Hadits ini secara lengkap bisa dilihat di Kitab Mustadrok ala

al-Shohihain nomor 2190, Kitab al-Sunan al-Kubro li al-Bayhaqi nomor 10018, Kitab

Musnad Ishad bin Rohawiyah nomor 357, Kitab Mushonnaf ibn Abi Syaibah nomor

(45)

39

Sebuah Kajian tentang Tindakan Hukum Masyarakat Muslim Perbatasan Indonesia-Malaysia Perspektif Hukum Islam maka transaksi jual beli itu tetap sah tetapi makruh (yashihhu walakin yukrohu). Pembelinya akan mendapat tuntutan di akhirat jika dikemudian hari diketahui bahwa barang yang dibeli adalah barang hasil curian.19 Dan jika di kemudian hari

ternyata ada pemilik asli yang mengklaim terhadap barang yang telah dibeli oleh masyarakat perbatasan tersebut, maka masyarakat perbatasan yang telah membelinya wajib mengembalikan barang tersebut kepada pemilik aslinya dan pembeli bisa menuntut ganti rugi kepada penjual. Hal ini berdasarkan apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW.

ﺎَﻬ

�ْ��إَو ﺎَﻫ�رﺎَﻋ �ﰲ َ��ﺮ�ﺷ ْﺪَﻘَـﻓ ، ٌﺔَﻗ�ﺮَﺳ ﺎَﻬﱠـﻧ

َأ �ﻢَﻠْﻌَـﻳ َﻮ�ﻫَو ، ًﺔَﻗ�ﺮَﺳ �َﺮَـﺘْﺷا �ﻦَﻣ

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menemukan barangnya ada pada orang lain, maka orang tersebut lebih berhak terhadapnya, dan si

pembeli mengambil (uangnya) dari si penjual”.20

Ala kulli hal, sebaiknya masyarakat perbatasan tidak membeli kendaraan bodong, selain karena beresiko melanggar aturan negara, juga beresiko mendapatkan ancaman Allah kelak di akhirat.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal

Manusia adalah makhluk yang utuh yang harus terpenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya demi kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat. Jika kebutuhan rohani untuk kebahagiaan kehidupan dunia dipenuhi dengan

19Jalaluddin Abd Rahman al-Suyuthi, 1979,al-Asybah wa al-Nadza’ir fi

Qowa’id wa Furu’ Fiqh al-Syafi’ie, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah), hlm. 54

َأ �ﻢَﻠْﻌَـﻳ َﻮ�ﻫَو ، ًﺔَﻗ�ﺮَﺳ �َﺮَـﺘْﺷا �ﻦَﻣ

20Hadits ini secara lengkap bisa dilihat di Kitab Sunan Abi Dawud nomor

3067, Kitab Sunan Ahmad bin Hambal nomor 6948, Kitab Sunan al-Dar Quthny

Gambar

Gambar 1Masyarakat Jagoi Babang Saat Memborong Komoditi
Gambar 2Contoh Kendaraan Motor Masyarakat Jagoi Babang
Gambar 5Tugu Perbatasan Entikong
Gambar 7Keadaan Pasar Rakyat di Entikong
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, apabila sebuah perusahaan ingin berkembang untuk mencapai sebuah tujuan, maka suatu perusahaan harus memiliki sumber daya manusia yang kinerjanya maksimal atau

Apakah peserta diklat memberikan saran/masukan terkait dengan layanan yang diberikan oleh lembaga?. Apakah peserta diklat memberikan saran/masukan terkait dengan

Penanggung jawab pengelola anggaran penyusunan rancangan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan I dan II adalah PPK pada dinas kabupaten/kota terkait, khusus untuk

TEKS EKSPOSISI ANALITIS Disajikan sebuah teks analitis, peserta didik mampu mengidentifikasi informasi aktual V V 2 TEKS EKSPOSISI ANALITIS Disajikan sebuah

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

- Biaya administrasi 500.000/tim, maksimal 10 hari kerja setelah mengisi form pendaftaran - Jika >10 hari tidak bayar, dianggap mengundurkan diri, jika mau daftar ulang lagi

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI : Untuk Periode Sembilan Bulan Yang Berakhir Pada Tanggal 30 September 2010 (Dengan Angka Perbandingan Untuk Periode Sembilan Bulan Yang

Lebih penting lagi OJK dan pemerintah dalam peranannya diharapkan mampu mengarahkan kegiatan ekonomi (pasar) tersebut pada jalur pemerataan dan kesejahteraan