• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANAMAN NILAI NILAI KARAKTER PADA ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENANAMAN NILAI NILAI KARAKTER PADA ANAK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER

PADA ANAK USIA DINI MELALUI TEKNIK MENDONGENG MENGGUNAKAN MEDIA WAYANG KERTAS

Umul Hidayah

Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Makkah Email : umul_hidayah@uahoo.co.id

ABSTRAK

Penanaman nilai-nilai karakter pada anak sejak usia dini merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh orang tua di lingkungan keluarga maupun guru di sekolah. Nilai-nilai karakter ditumbuhkan melalui berbagai aktivitas dan pembiasaan. Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan mendongeng dengan media wayang kertas. Ada beberapa alasan penggunaan wayang kertas dalam kegiatan mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini, yaitu: 1) Cerita atau dongeng yang akan disampaikan dengan menggunakan wayang kertas dapat dikembangkan sendiri oleh guru dan bersifat fleksibel serta tergantung nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan, 2) wayang kertas dapat memberikan pengetahuan bagi anak tentang karakter tokoh yang dimainkan, 3) wayang kertas sangat praktis dan ekonomis karena dapat dibuat sendiri oleh guru maupun anak didik dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh, 4) Anak didik dapat memainkan sendiri wayang kertas karena cara memainkannya sangat mudah, 5) Bentuk dan warna wayang kertas sangat menarik perhatian anak sehingga saat digunakan, anak akan lebih betah dan tidak mudah bosan dalam menyimak dongeng, terlebih lagi jika guru juga memberikan selingan yang dapat membangkitkan semangat anak dalam kegiatan pembelajaran. Pengembangan nilai-nilai karakter melalui aktivitas mendongeng dilakukan melalui tahap perencanaan, implementasi dan evaluasi. Guru hendaknya dapat menonjolkan nilai-nilai karakter pada setiap program kegiatan yang diselenggarakan, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun di luar kelas sehingga hal ini akan menjadi kebiasaan yang pada akhirnya akan melekat pada diri anak. Penanaman nilai-nilai karakter memerlukan kerjasama antara orang tua dengan guru.

Kata kunci: nilai-nilai karakter, teknik mendongeng, wayang kertas

PENDAHULUAN

(2)

moral anak semakin terkikis. BPS mencatat bahwa setiap 96 detik terjadi satu kejahatan di Indonesia sepanjang tahun 2014. Jumlahnya hingga mencapai 325 317 kasus (ww.bps.go.id, diakses tanggal 24 Oktober 2015). Data ini menunjukkan bahwa kondisi moral dan karakter bangsa Indonesia cukup memprihatinkan karena aksi kriminalitas terjadi hampir setiap menit dalam kehidupan manusia.

Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) turut berperan dalam meningkatkan kualitas manusia yang berkarakter dan bermoral baik. Lembaga PAUD semestinya dapat membekali anak agar memiliki kesadaran berperilaku, berkarakter dan bermoral yang baik sejak dini. Salah satu upayanya adalah dengan menekankan pada pendidikan karakter dalam setiap aktivitas yang dilakukan anak di sekolah. Pendidikan karakter juga dapat diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran seperti halnya dalam aktivitas mendongeng.

Mendengarkan dongeng adalah aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Banyak manfaat dari aktivitas mendongeng yang dilakukan di sekolah. Guru sebagai pencerita atau pendongeng menduduki fungsi sentral dalam bercerita. Pengembangan karakter ditopang melalui sinergi antara simbolisme, imajinasi dan dialog. Bagi guru, cerita yang baik menjadi bagian dari ruang interior. Dalam ruang tersebut, emosi, gaya dan karakterisasi dipadu dengan suaranya sebagai tukang cerita (Musfiroh, 2008: 111).

Aktivitas mendongeng dapat dilakukan dengan memanfaatkan media, salah satunya adalah menggunakan wayang kertas. Penggunaan wayang kertas sebagai alat peraga dalam aktivitas mendongeng dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak (Kurnia, 2012: 13). Wayang kertas yang digunakan untuk aktivitas ini dibuat sendiri oleh guru dengan memanfaatkan bahan-bahan limbah yang sudah tidak terpakai, seperti kertas, kardus dan bambu. Penggunaannya pun sangat mudah sehingga setiap guru memungkinkan menggunakan wayang kertas tersebut.

(3)

tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan ide/gagasan pembuatnya. Menurut Sunarto (1997: 126), wayang bukanlah sekedar bentuk yang indah dan menyenangkan untuk dinikmati, tetapi mempunyai maksud-maksud yang lebih sekedar penampilan bentuk yang menyenangkan tersebut. Wayang kertas merupakan sarana mengungkapkan kreativitas seni, simbol, sarana berkomunikasi dan mengungkapkan pesan-pesan dari sebuah cerita/dongeng.

Melalui aktivitas mendongeng menggunakan wayang kertas, guru dapat mendongeng dengan tema yang sesuai dengan karakter wayang yang akan digunakan. Teknik mendongeng dengan wayang kertas yang disampaikan guru juga dapat dijadikan materi pendidikan karakter pada anak usia dini.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana teknik mendongeng dengan menggunakan wayang kertas untuk menanamkan nilai-nilai karakter anak usia dini ?

LANDASAN TEORITIS

1. Penanaman Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Dini

Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Karakter adalah tabiat atau kebiasaan untuk melakukan hal yang baik (Kemdiknas, 2012: 4).

Russel Williamns sebagaimana dikutip oleh Q-Anees dan Hambali (2009: 99) mengilustrasikan bahwa karakter adalah ibarat “otot” dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih dan akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya, “otot-otot” karakter juga akan terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit).

(4)

YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya) (Kemdiknas, 2010: 12).

Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada anak didik yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan, kepada Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan agar menjadi manusia yang berakhlak (Kemdiknas, 2012: 4).

Menurut T. Ramli sebagaimana dikutip dalam Kemdiknas (2010: 14), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Ratna Megawangi sebagaimana dikutip oleh Bambang Q-Anes dan Adang Hambali (2009: 107) mengemukakan 4 metode (4M) dalam pendidikan karakter, yaitu: mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengerjakan (knowing the good, loving the good, desiring the good and acting the good). Metode ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh yaitu dengan mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengerjakan.

(5)

penting dikenalkan dan diinternalisasikan ke dalam perilaku anak mencakup (Kemdiknas, 2012):

a. Kecintaan terhadap Tuhan YME yaitu nilai yang didasarkan pada perilaku yang menunjukkan kepatuhan kepada perintah dan larangan Tuhan YME yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Kejujuran yaitu keadaan yang terkait dengan ketulusan dan kelurusan hati untuk berbuat benar.

c. Disiplin yaitu nilai yang berkaitan dengan ketertiban dan keteraturan.

d. Toleransi dan cinta damai, yaitu penanaman kebiasaan bersabar, tenggang rasa dan menahan emosi serta keinginannya.

e. Percaya diri yaitu sikap yang menunjukkan memahami kemampuan diri dan nilai harga diri.

f. Mandiri yaitu perilaku yang tidak bergantung pada orang lain. Penanaman nilai ini bertujuan anak terbiasa untuk menen-tukan, melakukan, memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan atau dengan bantuan yang seperlunya. g. Tolong menolong, kerjasama, dan gotong royong yaitu salah satu bentuk

kemampuan sosialisasi dan kematangan emosi adalah kemampuan bekerjasama. Penanaman nilai ini dalam keseharian dilakukan melalui pembiasaan.

h. Kreatif yaitu kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada untuk memecahkan masalah maupun menciptakan hal baru.

i. Hormat dan sopan santun yaitu nilai yang terkait dengan tata krama penghormatan pada orang lain, yang sesuai dengan norma budaya.

j. Tanggung jawab yaitu nilai yang terkait dengan kesadaran untuk melakukan dan menanggung segala sesuatunya.

k. Kerja keras yaitu nilai yang berkaitan dengan perilaku pantang menyerah, yaitu mengerjakan sesuatu hingga selesai dengan gembira.

(6)

m. Rendah hati, yaitu mencerminkan kebesaran jiwa seseorang dan sikap tidak sombong dan bersedia untuk mengalami kehebatan orang lain. Dengan adanya sikap rendah hati, kita bisa mengikis rasa ego kita, dan mau belajar dari orang lain.

n. Peduli lingkungan yaitu nilai yang didasarkan pada sikap dan perilaku yang penuh perhatian dan rasa sayang terhadap keadaan yang ada dilingkungan sekitarnya yaitu memperhatikan, mengamati dan mencintai lingkungan. o. Cinta bangsa dan tanah air yaitu nilai yang terkait dengan perasaan bangga

dan cinta pada bangsa atau tanah air (Indikator nilai-nilai karakter dapat dilihat pada.

Ada tujuh prinsip pendidikan karakter yang harus dilaksanakan oleh pendidik dan lembaga PAUD, yaitu (Kemdiknas, 2012: 6):

a. Melalui contoh dan keteladanan b. Dilakukan secara berkelanjutan

c. Menyeluruh, terintegrasi dalam seluruh aspek perkembangan d. Menciptakan suasana kasih sayang

e. Aktif memotivasi anak

f. Melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. g. Adanya penilaian

Penanaman dan pengembangan nilai-nilai karakter pada anak usia dini pada dasarnya merupakan salah satu upaya menanamkan sikap dan perilaku berdasarkan agama dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Kurnia (2012: 46) mengemukakan materi pengembangan untuk pendidikan karakter adalah:

a. Aplikatif: materi bersifat terapan, yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak sehari-hari dan sangat dibutuhkan untuk kepentingan aktivitas anak, serta dapat dilakukan anak dalam kehidupannya.

b. Enjoyable: pengajaran materi dan materi yang dipilih diupayakan mampu membuat anak senang, menikmati dan mau mengikuti dengan antusias. c. Mudah ditiru: materi yang disajikan dapat dipraktikkan sesuai dengan

kemampuan fisik dan karakter lahiriah anak.

(7)

2. Wayang Kertas

Menurut Sumukti (2006: 21), wayang dapat berarti boneka atau tokoh dalam suatu drama dan yang utama diasosiasikan dengan teater boneka wayang. Hal ini tergantung pada bahan yang dipakai untuk membuat boneka itu. Kalau boneka tersebut terbuat dari kulit, namanya wayang kulit, kalau boneka tersebut berasal dari kayu, maka disebut wayang golek. Wayang kulit yang pipih kebanyakan diukir dan dicar secara artistik. Wayang kulit ini digerakkan di depan lampu sedemikian rupa sehingga bayangannya jatuh pada kelir yang dibuat dari kain putih. Boneka wayang kulit jika ditempelkan di kelir oleh seorang dalang, maka bentuk garisnya tampak nyata menembus kelir.

Wayang kertas merupakan wayang yang terbuat dari kertas dibentuk menyerupai karakter manusia, hewan, tumbuhan maupun benda-benda mati sesuai kebutuhan pembuatnya. Wayang kertas dibuat dengan memanfaatkan barang-barang bekas, yaitu kertas, kardus bekas, lidi, lem, kertas karbon, pisau pemotong, gunting dan lain-lain.

Membuat gambar pada kertas bukanlah hal yang sulit. Sebelum dibuat menjadi wayang, kertas digambar terlebih dahulu menggunakan pensil atau spidol, selanjutnya diwarnai sesuai karakter masing-masing. Setelah diwarnai, gambar kemudian digunting sesuai pola gambar dan dirangkai dengan lidi yang terbuat dari bambu.

Gambar yang dibuat dapat mencontoh ataupun menjiplak gambar yang sudah ada kemudian dikembangkan sendiri. Guru dapat mencari gambar-gambar wayang melalui internet kemudian memperbesar dan mencetaknya pada selembar kertas. Selanjutnya, guru mengkreasikan wayang yang dibuatnya menggunakan warna-warna yang menarik.

Pembuatan wayang kertas berkarakter punakawan juga dapat dilakukan dengan melibatkan anak secara langsung. Anak diajak untuk menjiplak gambar dan mewarnainya dengan bimbingan guru. Anak akan lebih bangga jika hasil karyanya digunakan untuk media mendongeng.

3. Aktivitas Mendongeng untuk Anak Usia Dini

(8)

Menurut Danandjaja sebagaimana dikutip oleh Musfiroh (2008: 73), dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar-benar terjadi, baik oleh penuturnya maupun pendengarnya. Dongeng tidak terikat ketentuan normatif dan faktual tentang pelaku, waktu dan tempat. Pelakunya adalah makhluk-makhluk khayali yang memiliki kebijaksanaan atau kekurangan untuk mengatur masalah manusia dengan segala macam cara. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran atau bahkan moral.

Menurut Moeslichatoen (2004: 157), mendongeng merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita secara lisan. Cerita yang dibawakan harus menarik dan mengundang perhatian anak serta tidak lepas dari tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Lebih lanjut Moeslichatoen (2004: 159) menyebutkan bahwa mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kebajikan pada anak.

Aktivitas mendongeng merupakan aktivitas penting dan tak terpisahkan dalam program pendidikan untuk anak usia dini. Mendongeng memiliki manfaat sebagai berikut (Tadkirotun, 2008: 81):

a. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak

Mendongeng ataupun bercerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku anak karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun dibacakan secara berulang-ulang. Pengulangan, imajinasi anak dan nilai kedekatan guru atau orang tua membuat cerita menjadi efektif untuk mempengaruhi cara berpikir anak. Dongeng atau cerita mendorong perkembangan moral pada anak karena beberapa sebab, yaitu:

1) Menghadapkan anak kepada situasi yang mengandung “konsiderasi” yang sedapat mungkin mirip dengan yang dihadapi anak dalam kehidupan.

2) Cerita dapat memancing anak menganalisis situasi, dengan melihat bukan hanya yang nampak tetapi juga sesuatu yang tersirat di dalamnya untuk menemukan isyarat-isyarat halus yang tersembunyi tentang perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.

(9)

4) Cerita mengembangkan rasa konsederasi atau tepa slira yaitu pemahaman dan penghargaan atas apa yang diucapkan atau dirasakan tokoh hingga akhirnya anak memiliki konsiderasi terhadap orang lain dalam alam nyata.

b. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi

Anak membutuhkan dongeng karena: 1) anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat guru memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian, 2) anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman masing-masing, 3) anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara mental, 4) anak memperoleh kesempatan menangkap imaji dari citraan-citraan cerita, 5) Anak memiliki tempat untuk “melarikan” permasalahan, 6) anak memperoleh kesempatan merangkai-rangkai hubungan sebab akibat secara imajinatif. c. Memacu kemampuan verbal anak

Kemampuan verbal memiliki arti yang sangat esensial dalam kehidupan manusia modern. Hampir tidak ada satu pun profesi yang tidak mensyaratkan kemampuan verbal, bahkan sekarang profesi yang bertumpu pada kecerdasan linguistik memperoleh tempat yang terhargai, seperti presenter, komentator, juru bicara, wartawan, reporter, pengacara, alih bahasa dan pendidik.

d. Merangsang minat anak untuk menulis

Anak yang gemar mendengarkan dan membaca cerita akan memiliki kemampuan berbicara, menulis dan memahami gagasan rumit secara lebih baik. Dengan demikian, selain memacu kemampuan berbicara, mendengarkan cerita juga merangsang minat menulis pada anak.

Pentingnya kegiatan mendongeng perlu dilakukan secara menarik, maka mendongeng harus dilaksanakan dengan langkah-langkah tertentu, yaitu (Musfiroh, 2008: 101):

a. Memilah dan memilih materi cerita

(10)

menemukan materi cerita yang baik. Guru dapat melakukan kegiatan sebagai berikut (Cox dalam Musfiroh, 2008: 103):

1) Mencari sumber cerita sebanyak-banyaknya, baik sumber visual berupa buku, sumber audial berupa dongeng mulut ke mulut dan cerita radio maupun sumber audio visul berupa cerita di televisi, video maupun film. 2) Catat dan urutkan cerita-cerita tersebut dalam sebuah file cerita.

3) Pilihlah dongeng berdasarkan hasil analisis yang guru lakukan, misalnya: untuk usia berapa kira-kira cerita tersebut akan disampaikan.

4) Identifikasi materi pendukung yang dapat diusahakan guru dan orang tua, seperti boneka, wayang, musik atau cerita pendukung lainnya termasuk tempat untuk merekam respons anekdotal dan ide untuk kegiatan bercerita yang akan datang

b. Memahami dan menghafal isi cerita

Memahami cerita merupakan modal awal bagi guru untuk bercerita. Pemahaman ini diperoleh setelah guru membaca cerita atau menyimak cerita dari generasi terdahulu, memperoleh identifikasi unsur cerita dan memberikan makna pada cerita. Pemahaman juga meliputi kemampuan menangkap pesan moral, karakter tokoh, alur cerita dan unsur cerita yang lain. Kualitas pemahaman cerita menentukan fleksibilitas teknik bercerita guru di hadapan anak.

Selain memahami cerita, guru juga harus mampu menghafal cerita yang akan disampaikan. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat memanfaatkan media yang akan digunakan dengan optimal. Cara ini sangat efektif dalam membantu anak memahami cerita yang disampaikan guru.

c. Menghayati karakter tokoh

(11)

d. Latihan dan introspeksi

Setelah memahami cerita, menghafal cerita dan menghayati karakter tokoh-tokoh yang akan diceritakan, guru perlu berlatih bercerita. Apabila belum memiliki pengalaman bercerita yang baik, latihan dapat dilakukan di depan cermin.

Inovasi lain juga dapat dikembangkan guru melalui cerita atau dongeng yang akan diangkat. Guru dapat mengangkat cerita yang sederhana tetapi relevan dengan kondisi yang ada sekarang. Hal ini akan lebih menarik daripada guru mengambil cerita yang diambil langsung dari cerita aslinya.

PEMBAHASAN

Kegiatan mendongeng bagi anak usia dini merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan apalagi ketika kegiatan mendongeng tersebut menggunakan media yang menarik sesuai cerita yang disampaikan. Kesukaan anak dalam mendengarkan dongeng dapat dimanfaatkan oleh orang tua maupun guru untuk menanamkan nilai-nilai dan karakter yang baik dari tokoh yang diceritakannya. Sifat anak yang suka meniru terhadap apa yang mereka sukai akan mempermudah internalisasi nilai-nilai yang akan ditanamkan pada anak melalui kegiatan mendongeng, misalnya, anak menyukai dengan karakter kancil yang cerdik dan bijak, maka anak akan meniru sifat-sifat tersebut. Hal yang terpenting dalam kegiatan mendongeng adalah menyampaikan cerita yang sesuai dengan karakter anak, tidak meonoton, interaksi timbal balik dan memilih cerita yang baik sehingga apa yang dicontoh anak merupakan hal-hal yang baik pula.

Salah satu media yang dapat digunakan guru dalam kegiatan mendongeng adalah wayang kertas. Penggunaan wayang kertas sangatlah mudah sehingga guru maupun anak didik dapat menggunakannya. Ada beberapa alasan penggunaan Wayang kertas dalam kegiatan mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini, yaitu:

(12)

2. Wayang kertas dapat memberikan pengetahuan bagi anak tentang karakter tokoh yang diperankan.

3. Wayang kertas sangat praktis dan ekonomis karena dapat dibuat sendiri oleh guru maupun anak didik dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh.

4. Anak didik dapat memainkan sendiri wayang kertas karena cara memainkannya sangat mudah. Hal ini akan mendorong anak untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

5. Bentuk dan warna wayang sangat menarik perhatian anak sehingga saat digunakan, anak akan lebih betah dan tidak mudah bosan dalam menyimak dongeng, terlebih lagi jika guru juga memberikan selingan yang dapat membangkitkan semangat anak dalam kegiatan pembelajaran.

Dengan alasan tersebut di atas, maka wayang kertas merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan cerita atau dongeng kepada anak didik sekaligus untuk menanamkan nilai-nilai karakter mereka.

Penerapan teknik mendongeng dengan menggunakan wayang kertas dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini :

1. Perencanaan

Sebelum menerapkan teknik mendongeng menggunakan wayang kertas, guru terlebih dahulu melakukan perencanaan. Perencanaan kegiatan kegiatan tersebut mengacu pada jenis kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu mendongeng. Setidaknya ada beberapa unsur yang harus termuat dalam perencanaan, yaitu tujuan, sasaran kegiatan, mekanisme pelaksanaan, pengaturan waktu dan tempat, serta fasilitas pendukung (Kemdiknas, 2010: 29). Kualitas keberhasilan mendongeng banyak dipengaruhi oleh perencanaan yang telah ditetapkan.

(13)

tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini, program pendidikan karakter untuk anak usia dini direalisasikan secara terpadu dengan aktivitas mendongeng dengan wayang kertas, 4) Memilah dan memilih materi cerita dengan mempertimbangkan jenis cerita, bobot cerita, kebaruan cerita, minat anak, 5) Menghafal cerita dan memahami karakter tokoh masing-masing wayang punakawan, 6) Mengembangkan rancangan pelaksanaan pendidikan karakter dalam aktivitas mendongeng dengan menggunakan wayang kertas, 7) Menyiapkan fasilitas pendukung pelaksanaan aktivitas mendongeng dengan wayang kertas untuk dalam rangka pendidikan karakter.

2. Implementasi

Setelah guru melaksanakan kegiatan perencanaan, maka selanjutnya guru melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. Implementasi penggunaan media wayang kertas dalam mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai karakter dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penataan lingkungan belajar

1) Guru mempersiapkan alat dan perlengkapan yang akan digunakan. 2) Guru menata ruang kelas untuk kegiatan mendongeng menggunakan

wayang kertas. b. Kegiatan pendahuluan

1) Guru mengkondisikan anak dengan bernyanyi sambil bertepuk tangan.

2) Guru mengatur tempat duduk anak. Anak dapat duduk di lantai beralaskan karpet membentuk huruf U.

3) Guru mengkomunikasikan tujuan mendongeng dan tema yang telah ditetapkan.

(14)

memberikan kesempatan kepada anak untuk menjawab dan menghargai semua jawaban yang dilontarkan anak. Selanjutnya, guru memperkenalkan satu per satu tokoh punakawan dengan menggunakan wayang kertas tersebut. Pada kegiatan ini, guru juga menyampaikan nilai-nilai karakter yang akan ditekankan.

c. Kegiatan inti:

Dalam kegiatan inti, guru membangun penghayatan anak dengan melibatkan emosinya untuk menyadari pentingnya menerapkan nilai karakter (bertanggung jawab). Proses ini dibangun juga melalui pertanyaan terbuka dan melalui pengamatan terhadap situasi dan kondisi terjadi dalam kegiatan pembelajaran.

Adapun implementasi penggunaan wayang kertas dalam mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru mendemonstrasikan cara memainkan wayang kertas. 2) Guru menyampaikan judul dongeng.

3) Guru mendongeng menggunakan wayang kertas dengan diselingi nyanyian dan tepuk.

4) Guru melakukan tanya jawab tentang cerita yang disampaikan untuk menggali pemahama anak terhadap cerita.

5) Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mendongeng menggunakan wayang kertas sesuai kemampuannya.

6) Guru juga memberikan pujian pada anak yang dapat melaksanakan tugas dengan baik sedangkan anak yang belum dapat melakukan tugas dengan baik, guru memberikan semangat pada mereka.

d. Kegiatan penutup

1) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah disampaikan. 2) Untuk mengetahui ketercapaian tujuan kegiatan mendongeng, guru

melakukan tanya jawab tentang dongeng yang telah disampaikan dan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam dongeng tersebut.

3) Guru memberikan penguatan dan pujian dengan sentuhan kasih sayang terhadap hasil refleksi anak, misalnya dengan mengatakan: Bagus sekali, kalian telah bekerja sama dengan baik sehingga kalian mendapatkan hasil yang memuaskan.

(15)

Kegiatan evaluasi dilakukan oleh guru secara berkesinambungan dan terus menerus agar perubahan sikap dan perilaku anak dapat dilihat secara utuh. Secara umum, tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana perubahan sikap dan perilaku anak-anak setelah mengikuti kegiatan di lembaga PAUD yang sarat dengan nilai-nilai karakter (Kemdiknas, 2010: 12).

Lingkup penilaian penanaman nilai-nilai karakter melalui kegiatan mendongeng menggunakan wayang kertas adalah pada pencapaian nilai-nilai karakter anak didik sesuai dengan tahap perkembangan anak. Nilai-nilai karakter anak didik berkaitan dengan pemahaman, penghayatan, dan tindakan yang terlihat pada anak dengan berpatokan pada indikator yang telah ditentukan. Guru juga dapat mengumpulkan data pada perilaku yang berhubungan dengan nilai-nilai karakter yang ditonjolkan pada kegiatan tersebut.

Untuk melakukan evaluasi, guru terlebih dahulu menentukan indikator keberhasilan sesuai nilai-nilai karakter yang akan dinilai. Evaluasi untuk mengetahui penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran mendongeng menggunakan media wayang kertas dapat dilakukan dengan dokumentasi, observasi dan pencatatan terhadap aktivitas berikut :

a. Penugasan, penugasan merupakan cara penilaian berupa pemberian tugas yang harus dikerjakan anak dalam waktu tertentu baik secara perorangan maupun kelompok. Misalnya, anak diminta memberikan tanda “B” pada gambar yang menunjukkan sikap mau menolong dan memberi tanda “T” pada gambar yang menunjukkan sikap tidak mau menolong.

b. Unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan anak melakukan sesuatu dalam menerapkan nilai-nilai karakter, misalnya praktik bekerja sama, menyelesaikan tugas dan tantangan individu maupun kelompok, memberikan semangat pada teman, bekerja sama dengan teman lain. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan aspek–aspek yang diamati agar dapat dinilai.

c. Peristiwa-peristiwa penting atau unik yang terjadi sehari-hari menggunakan instrumen anekdot.

(16)

Untuk membantu dalam melakukan wawancara, guru dapat membuat pedoman wawancara terlebih dahulu atau melontarkan pertanyaan secara spontan.

e. Dokumentasi hasil karya anak (portofolio), merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi dan hasil percobaan/proses dalam bentuk diskripsi baik berupa gambar atau tulisan sederhana yang dibuat anak. Kumpulan hasil selama satu periode dianalisis/dikaji untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan anak berdasarkan kompetensi/indikator yang telah ditetapkan.

Nilai yang menyatakan pencapaian pendidikan karakter dapat dinyatakan secara kualitatif, misalnya dalam bentuk berikut:

a. Belum Terlihat (BT), yaitu apabila anak didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator. b. Mulai Terlihat (MT) yaitu apabila peserta didik sudah mulai

memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten.

c. Mulai Berkembang (MB), yaitu apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten.

d. Membudaya (MK), yaitu apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten.

Instrumen yang digunakan untuk menilai nilai-nilai karakter pada anak dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan indikator yang akan dicapai.

Beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi dalam upaya memanfaatkan media wayang dalam kegiatan mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini antara lain:

1. Tidak semua guru memiliki kreativitas yang baik khususnya dalam mengembangkan cerita atau dongeng menggunakan wayang kertas. 2. Tidak semua guru mampu mengelola kelas dengan baik dan

(17)

3. Masih banyak guru yang enggan mengembangkan media pembelajaran, termasuk dalam mengembangkan media wayang kertas. Kebanyakan guru lebih senang menggunakan media yang telah ada dan membeli yang sudah siap digunakan.

4. Minimnya dukungan dari sekolah dalam mengembangkan media wayang kertas sehingga ide/gagasan yang ada pada guru menjadi terhalang. Program penanaman nilai-nilai karakter pada anak usia dini semestinya juga didukung dengan peranan orang tua di lingkungan keluarga. Orang tua merupakan sosok yang paling dekat dengan anak sehingga apa yang didapatkan anak di sekolah akan diterapkan di rumah melalui pembiasaan dan bimbingan orang tua. Jika guru maupun orang tua bersinergi dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak, maka hasil yang dicapai pun akan tercapai dengan baik.

PENUTUP

Penanaman nilai-nilai karakter pada anak usia dini di sekolah dapat diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah melalui kegiatan mendongeng menggunakan wayang kertas yang dikembangkan guru. Pelaksanaan pendidikan karakter pada anak usia dini disesuaikan dengan setiap aspek perkembangan anak. Perwujudan integrasi penanaman nilai-nilai karakter pada kegiatan mendongeng menggunakan wayang kertas dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu perencanaan, implementasi dan evaluasi.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kemdiknas, 2010. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.

Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Kemdiknas, 2012. Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Kurnia, Yaya. 2012. Perkembangan Nilai-Nilai Moral dan Agama bagi Anak Taman Kanak-Kanak. Bandung: PPPTK TK dan PLB.

Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta.

Musfiroh, Tadkirotun. 2008. Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Q-Anees, Bambang dan Adang Hambali. 2009. Pendidikan Karakter Berbasis Al Qur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Sumukti, Tuti. 2006. Semar; Dunia Batin Orang Jawa. Yogyakarta: Percetakan Galang Press.

---. 2015. Selang Waktu Terjadinya Tindak Pidana (Crime Clock) menurut Kepolisian DaerahTahun 2000-2014. Sumber:

http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1571, diakses tanggal 24 Oktober 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Sistematika penulisan naskah sesuai format baku, terdiri dari: judul (max 12 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris), nama penulis (tanpa gelar akademik), abstrak (max

Kesimpulan : Efektifitas daya anthelmintik perasan dan infusa rimpang temu ireng ( Curcuma aeruginosa Roxb. ) masih di bawah piperazin citrat. Daya anthelmintik infusa rimpang

Murid dapat menguasai Kemahiran Proses Sains yang sentiasa diuji dalam penilaian matapelajaran Sains. TEMPOH : Januari

Investasi pada kewajiban TLAC modal bank, entitas keuangan dan asuransi diluar cakupan konsolidasi secara ketentuan, net posisi short yang diperkenankan, dimana Bank tidak

3.2.1.1 Setelah membaca teks eksplanasi “Mengapa Harus Hemat Energi?” yang dikirimkan lewat aplikasi google classrom, peserta didik dapat menganalisis informasi penting dari

Berdasarkan teori kerucut pengalaman sebagaimana dikemukakan di atas, maka pelaksanaan pembelajaran PPKn SMP, guru PPKn harus berusaha agar peserta didik memperoleh

Kegunaan penelitian ini, yaitu secara teoritis diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan referensi yang berkaitan dengan mobilitas penduduk terutama pada faktor yang

Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan dan kewajiban lainnya sehubungan dengan kebijakan pengelolaan operasi penerbangan, keselamatan dan keamanan