• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guru Pendidikan Kritis dan Era Konseptua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Guru Pendidikan Kritis dan Era Konseptua"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Guru   adalah   pendidik   profesional   dengan   tugas   utama mendidik,   mengajar,   membimbing,   mengarahkan,   melatih, menilai,   dan   mengevaluasi   peserta   didik   pada   pendidikan   anak usia   dini   jalur   pendidikan   formal,   pendidikan   dasar,   dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan   yang   memerlukan   keahlian,   kemahiran,   atau kecakapan   yang   memenuhi   standar   mutu   atau   norma   tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. (UU No 14 Th 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I pasal 1 ayat 1 dan 4).

Pengabdian  mengandung   makna   bekerja   keras   dengan sungguh­sungguh, ikhlas, rela berkorban, dan yakin akan adanya pahala dari Tuhan Yang Maha Kuasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya.   Pengabdian   diwujudkan   dengan   semangat   dan dedikasi   yang   tinggi,   serta   tidak   mengenal   putus   asa   untuk mencapai tujuan pengabdiannya itu.

(2)

dengan   hasil   pengamatan   yang   obyektif   berdasarkan   kaidah­ kaidah penilaian prestasi yang telah disepakati atau ditetapkan.

Kebanggaan  adalah kepuasan batin terhadap prestasi kerja yang   telah   dicapai,   yang   telah   sesuai   dengan   prinsip­prinsip kebenaran pribadi yang diyakini dan sesuai dengan yang dicita­ citakan. Kebanggaan berbeda dengan kesombongan. Kebanggaan dimaknai   sebagai   rasa   bersyukur   atas   kerja   keras   yang   telah mencapai hasil, sedangkan kesombongan bermakna menganggap diri paling hebat dan meremehkan orang lain.

Guru   dalam   mengabdi   di   dunia   pendidikan   haruslah memahami   dan   menyadari   betul   akan   pendidikan   macam   apa yang   sedang   diperjuangkannya.   Pendidikan   yang   benar­benar bermanfaat bagi peserta didik dan lingkungan hidupnya, berguna masa depan diri dan bangsanya.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengabdian Guru dan Filsafat Pendidikan Kritis

Pemahaman   dan   pemilihan   yang   benar   akan   filsafat pendidikan   akan   menjadi   pedoman   guru   dalam   melaksanakan tugas pengabdiannya untuk meminimalisir kemubadziran usaha­ usaha   pendidikan,   dan   menghindari   ketidakjelasan   arah   tujuan pendidikan.

Paulo Freire, seorang ahli, mahaguru, Sejarah dan Filsafat Pendidikan di Universitas Recife, Brazilia mempunyai pandangan mengenai   filsafat   pendidikan   yang   pantas   untuk   dijadikan referensi   oleh   kita   sebagai   guru,   melengkapi   teori­teori   filsafat pendidikan   kita   yang   lain.   Beliau   lahir   di   kota   Recife   Brazilia tahun   1912,   meraih   gelar   doktor   pendidikan   pada   tahun   1959, menjadi   konsultan   UNESCO   di   Chili   tahun   1969,   dan   menjadi Guru Besar Tamu di Universitas Harvard, Amerika Serikat.

Freire   menggolongkan   kesadaran   manusia   menjadi: kesadaran   magis  (magical   consciousness),  kesadaran   naif (naival   consciousness),  dan   kesadaran   kritis  (critical consciousness), kaitannya dengan sistem pendidikan dapat secara sederhana dijelaskan sebagai berikut:

(4)

faktor lainnya. Misalnya saja masyarakat miskin yang tidak mampu   memahami   kaitan   kemiskinan   mereka   dengan sistem politik dan kebudayaan. 

Kesadaran   magis   lebih   melihat   faktor   di   luar   manusia (natural   maupun   supra   natural)   sebagai   penyebab   dan ketakberdayaan.   Dalam   dunia   pendidikan,   jika   proses belajar mengajar tidak mampu melakukan analisis terhadap suatu masalah maka oleh Freire disebut sebagai pendidikan fatalistik.   Proses   pendidikan   model   ini   tidak   memberikan kemampuan   analisis,   kaitan   antara   sistem   dan   struktur terhadap   suatu   permasalahan   dalam   masyarakat.   Murid secara dogmatik menerima “kebenaran” dari guru, tanpa ada mekanisme untuk memahami “makna” ideologi dari setiap konsepsi atas kehidupan masyarakat.

b. Kesadaran   naif.  Kesadaran   ini   lebih   melihat   “aspek manusia”   sebagai   akar   penyebab   masalah   masyarakat. Dalam   kesadaran   ini   “etika”,   kreatifitas,   dan  “need   for achievement”    dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Jadi   dalam   menganalisis   mengapa   suatu   masyarakat miskin, bagi mereka disebabkan karena “salah” masyarakat sendiri, yakni merka malas, tidak memiliki jiwa wiraswasta, atau tidak memiliki budaya “membangun” dan seterusnya. Oleh karena itu, menurut kesadaran naif ini, “man power development”    adalah   sesuatu   yang   diharapkan   akan menjadi pemicu perubahan. Pendidikan dalam konteks ini juga   tidak   mempertanyakan   sistem   dan   struktur,   bahkan sistem   yang   sudah   ada,   dianggap   sudah   baik   dan   benar, merupakan   faktor   “given”  dan   oleh   sebab   itu   tidak   perlu dipertanyakan. Tugas pendidikan (menurut kesadaran naif) adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar murid bisa   masuk   beradaptasi   dengan   sistem   yang   sudah   benar tersebut.

(5)

mentransformasikannya.   Transformasi   yang   dimaksud adalah   suatu   proses   penciptaan   hubungan   (sistemik   dan struktural) secara fundamental baru dan lebih baik.

(6)

2. Pengabdian Guru dan Era Informasi 

Sengaja   dipilih   kata   “era   informasi”   karena   terasa   lebih akrab   di   telinga   kita,   walaupun   kita   sekarang   sudah   berada   di kelanjutan   era   informasi   yaitu   era   konseptual.   Ada   pepatah mengatakan “merasa hidup di jaman batu, membuat kita merasa sudah   serba   tahu”.   Pengabdian   guru   tanpa   diimbangi   dengan usaha   guru   yang   sungguh­sungguh   untuk   selalu   meningkatkan kemampuan   dan   pengetahuannya   akan   memunculkan   masalah baru,   di   mana   guru   malah   menjadi   masalah   pendidikan   itu sendiri,   dan   guru   tidak   dapat   menjadi   subyek   pembaharu pendidikan.

(7)

Kita telah bergerak maju dari sebuah masyarakat petani (era agrikultur)   kepada   masyarakat   pekerja   pabrik   (era   industri),   ke suatu   masyarakat   pekerja   pengetahuan   (era   informasi).   Dan sekarang   kita   sedang   bergerak   maju   sekali   lagi   ke   sebuah masyarakat   pencipta   dan   pemberi   simpati,   pengidentifikasi   pola dan pembuat makna (era konseptual). Kejadian terkini dari pola ini adalah transisi dari era informasi menuju era konseptual yang didorong oleh melimpahnya kekayaan kehidupan Barat, kemajuan teknologi,   dan   globalisasi   (tipe­tipe   pekerjaan   pengetahuan tertentu yang berpindah ke Asia).

(8)

penting yang diarahkan oleh otak kanan. Secara bersama­sama, enam kecerdasan high concept, high touch ini dapat membantu mengembangkan   sebuah   pikiran   yang   benar­benar   baru   yang dituntut oleh era baru ini. 

1. Tidak   hanya   fungsi   tetapi   juga   DISAIN.   Tidaklah   lagi memadai   untuk   menciptakan   sebuah   produk,   jasa, pengalaman,   atau   gaya   hidup   yang   semata­mata fungsional.   Saat   ini   adalah   saat   yang   secara   ekonomi penting   dan   berharga   secara   personal   untuk menciptakan sesuatu yang indah, sendikit fantastis, dan

­diri   telah   menjadi   suatu   kemampuan   juga   untuk menciptakan suatu kisah yang menarik.

(9)

4.   Tidak hanya logika tetapi juga EMPATI.  Kapasitas untuk dengan   cepat   boleh   jadi   kemampuan   mereka   untuk memahami   apa   yang   membuat   teman   laki­laki   atau perempuan bergerak, untuk mempererat hubungan, dan peduli kepada orang lain. I 

5. Tidak hanya keseriusan namun juga PERMAINAN. Bukti yang cukup menunjukkan kepada kesehatan yang besar dan   keuntungan­keutungan   profesional   dari   ketawa, bersikap tenang, permainan, dan humor. Tentu saja, ada saatnya untuk serius. Namun begitu banyak keseriusan mungkin  tidak  baik  juga  untuk   karir  anda  dan  buruk bagi kesejahteraan anda. Dalam Era Konseptual, dalam pekerjaan dan kehidupan, kita semua perlu bermain. 6.    Tidak hanya akumulasi tetapi juga MAKNA. Kita hidup

dalam sebuah duia yang berisi kelimpahan materi yang menarik. Itu telah membebaskan ratusan juga orang dari perjuangan   sehari­hari   dan   membebaskan   kita   untuk mengejar kesenangan­kesenangan yang lebih bermakna: tujuan, transendensi, dan pemenuhan spiritual.

(10)
(11)

Referensi

Dokumen terkait

Persentase Instansi Pemerintah (PPK-BLU) yang telah tertata organisasi dan tata kerjanya.. 30% 50%

Yang menjadi subjek untuk berpartisipasi dari serikat pekerja, yaitu para pekerja yang bekerja di PT. Krebet Baru yang menjadi anggota dari salah serikat pekerja,

Hasil yang diperoleh dari penelitian, minat belajar IPS dalam pendekatan project based learning siswa kelas 4 SDN Sidorejo Lor 07 Kota Salatiga, dapat juga disajikan

Perwujudan pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel telah dilaksanakan melalui Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) dan mendasarkan

[r]

tim perumus mencoba mengelaborasi dari yang ketat terhadap pidana mati kepada pidana mati yang bersifat lunak dengan prinsip tidak menghapuskan pidana mati tetapi bagaimana

Hal tersebut seperti yang dikatakan Castagna et al, dalam journal of sports med (2007, hlm. 625) bahwa “ Peran wasit sangat penting dalam sepakbola, terutama di

Subyek penelitian yang digunakan yaitu adalah seluruh ibu bersalin dengan plasenta previa yang datanya terdapat pada buku register kebidanan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada