MAKALAH PANCASILA
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”
NAMA
: NURUL HIKMAH SAFITRI
NIM
: 1411142004
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan
Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
Manusia adalah subjek pendukung dari sila-sila pancasila. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersatu, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial, pada hakikatnya adalah manusia. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya
b. Landasan Epistomologis
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Dasar
epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
- Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.
c. Landasan Alksiologis
Landasan aksiologis yaitu isi Pancasila yang kongkrit dan khusus merupakan realisasi dari berbagai bidang kehidupan. Pancasila mengakui kerangka pikir manusia yang memiliki kebenaran empiris yang ada kaitannya dengan pikiran positif dari manusia itu sendiri. Dasar aksiologis Pancasila adalah Pancasila yang dilihat dari teori-teori nilai. Adapun beberapa tokoh yang mengemukakan teori nilai. Diantaranya :
o Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya dan dapat dikelom-pokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, keadilan, dan kesegaran.
Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
o Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok yaitu:
Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.
Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.
Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
Nilai-nilai sosial: bermula dari berbagai bentuk perserikatan manusia.
Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.
Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.
Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
o Noto Nagoro membagi teori nilai sebagai berikut:
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia (jasmani).
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan aktivitas.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :
- Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia. - Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan
manusia.
- Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
- Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Telah dijabarkan pada keempat paragraf pembukaan UUD 1945 tentang kelima sila Pancasila. Paragraf pertama merupakan buah dari penjabaran sila ketiga; Persatuan Indonesia. Paragraf kedua merupakan penjabaran dari sila keempat; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Paragraf ketiga merupakan penjabaran sila kelima; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan paragraf keempat adalah penjabaran sila pertama dan kedua; Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pembukaan UUD 1945 adalah dasar fundamental mengingat nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila memiliki nilai-nilai yang sangat mendasar. Namun, kelima sila Pancasila tidak serta merta dijadikan sebagai dasar fundamental Indonesia. Barulah melalui pembukaan UUD 1945 Pancasila direalisasikan ke dalam pasal-pasal UUD 1945. Dengan demikian, Pancasila merupakan dasar dari penyelanggaraan dan pelaksanaan negara. Dasar fundamental filsafat berfungsi membentuk bangsa Indonesia yang sejahtera. Sebagai dasar filsafat negara, setiap sila dalam Pancasila memiliki inti yang memiliki nilai-nilai yang sangat berarti. Nilai - nilai tersebut antara lain:
i) Sila pertama: sebagai manusia, kita harus mempertanggung jawabkan semua tindakan kita kepada Tuhan YME, termasuk pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, hukum dan peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya.
ii) Sila kedua: negara harus menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Hak asasi haruslah terjamin. Kehidupan kenegaraan harus berdasar pada moral kemanusiaan yang adil dan beradab agar tercapainya negara bermoral dan beragama.
iii) Sila ketiga: Negara harus menjadi penyatu dari segala macam bentuk masyarakat Indonesia. Nasionalisme juga harus ditanamkan pada setiap individu agar cita-cita tentang persatuan tercapai.