• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTIBAKTERI INFUSUM

RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGAL L. WILLD.)

DAN INFUSUM LENGKUAS MERAH (ALPINIA PURPURATA K.

SCHUM.) PADA KONSENTRASI 100% TERHADAP

PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Havis Dharma Rafke1, Fadil Oenzil2, Aria Fransiska3

1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas 2Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas

ABSTRACT

Plants and their products has been used as a medicine since a long time. Recently, the number of alternative treatments using natural ingredients has increase. One of plant usually used by Indonesian people as a drugs is galangal. The white galangal (Alpinia galanga L. Willd.) and red galangal (Alpinia purpurata K. Schum.) have an antibacterial effect against Staphylococcus aureus.

This research was a laboratory experimental. Total samples are 16 blank discs which is soaked in in fusum of white galangal and 16 blank discs which is soaked in infusum of red galangal then placed on MHA media contain Staphylococcus aureus to see the inhibition power.

The result showed that the averages of inhibition zone infusum of white galangal is 14,27 mm while infusum of red galangal is 19,40 mm. Independent Sample t-test showed that p=0,000 (p<0,05) which means there is a significantly difference between white galangal infusum and red galangal infusum. White galangal infusum and red galangal infusum have an antibacterial effect in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus. Antibacterial effect of red galangal infusum is more effective than white galangal infusum in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus.

Keywords: White galangal infusum, red galangal infusum, antibacterial, Staphylococcusaureus.

Affiliasi penulis: 1. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas, 2. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 3. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas

Korespondensi : Havis Dharma Rafke, email: havisdharmarafke@gmail.com

PENDAHULU

Tanaman beserta produk dari

tanaman telah lama digunakan sebagai

bahan obat.1 Penggunaan hasil alam

sebagai obat tradisional terus meningkat seiring dengan adanya slogan kembali ke

alam dan krisis perekonomian yang

berkepanjangan yang mengakibatkan

daya beli masyarakat menjadi rendah

terhadap obat-obat modern yang relatif

lebih mahal.2

Akhir-akhir ini semakin banyak

alternatif pengobatan dengan

menggunakan bahan alami. Hal ini

semakin populer di negara berkembang

dan negara maju karena berasal dari

alam dan efek samping yang lebih

rendah.3 Salah satu jenis tumbuhan

yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan

adalah tanaman lengkuas.2

Lengkuas dalam bahasa Inggris

disebut greater galangal, termasuk

kedalam keluarga Zingiberaceae.

Tanaman ini diduga berasal dari Asia

Tenggara atau China bagian selatan. ARTIKEL PENELITIAN

(2)

Lengkuas telah berkembang dan

dibudidayakan di banyak negara termasuk

di Asia Tenggara, seperti Indonesia,

Malaysia, Thailand, dan India.4 Menurut

Ditjen Hortikultura, lengkuas merupakan

salah satu tanaman biofarmaka, yaitu

tanaman yang bermanfaat untuk

obat-obatan, dikonsumsi dari bagian tanaman

yang berasal dari daun, bunga, buah,

umbi (rimpang), atau pun akar.5 Lengkuas

merupakan tanaman semak yang berumur

tahunan. Batangnya tersusun atas

pelepah-pelepah daun yang bersatu

membentuk batang semu yang lunak.6

Secara umum, ada dua jenis

lengkuas yang dikenal di masyarakat,

yaitu lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) dan lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.). Lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) biasanya

digunakan sebagai bumbu masakan dan

lengkuas merah (Alpinia purpurata K.

Schum.) dimanfaatkan sebagai obat.7

Pohon lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) umumnya lebih tinggi dari pada

pohon lengkuas merah (Alpinia purpurata

K. Schum.). Pohon lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dapat

mencapai tinggi 3 meter, sedangkan

pohon lengkuas merah (Alpinia purpurata

K. Schum.) umumnya hanya mencapai

tinggi 1-1,5 meter. Berdasarkan ukuran

rimpangnya, lengkuas juga dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu yang

berimpang besar dan kecil.8

Menurut Shelef (1983), ekstrak

lengkuas dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif (Staphylococcu

saureus) dan gram negative (Salmonella

typhosa).9 Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Oonmetta-areea (2006) tentang

sifat antimikrobial lengkuas putih

(Alpinia galanga L.Willd.) terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli, didapatkan hasil ekstrak lengkuas

putih (Alpinia galangal L.Willd.)

memiliki efek inhibisi terkuat terhadap

Staphylococcus aureus.10

Ekstrak rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dalam

beberapa pelarut mempunyai aktifitas

biologis, seperti antitumor, antioksidan, antiinflamasi, antifungal, antiviral, dan

antibakterial. Analisa fitokimia dari

lengkuas putih (Alpinia galanga L. Willd)

mengugkapkan adanya keberadaan

alkaloids, saponin, glikosid, terpenoid,

fenol, flavonoid, fitosterol, dan karbohidrat yang terkandung di dalam

tanaman ini.11 Lengkuas putih (Alpinia

galanga L. Willd) juga mengandung

minyak atsiri yang berwarna kuning

kehijauan dan berbau khas.6 Salah satu

sifat biologis utama dari flavonoid adalah aktifitas antimikrobialnya dan peran

utamanya di dalam tumbuhan yaitu

sebagai senyawa pelindung terhadap

(3)

mikroorganisme seperti bakteri, jamur,

dan virus.12 Sementara terpenoid yang

merupakan komponen obat herbal tradisional memiliki efek antifungi,

antibakteri, antineoplastik, serta fungsi

farmasi lainnya.13

Menurut pendapat Vuong Thi Thuy

Quynh dan Duszkiewicz-Reinhard, W.

pada tahun 2004 meneliti sifat antimikroba dari aktivitas minyak atsiri

dari rimpang segar dan kering dari

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.). Didapatkan hasil bahwa minyak

esensial dari rimpang kering lengkuas

putih (Alpinia galanga L. Willd.) lebih

efektif terhadap mikroorganisme

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Streptococcus faecalis, Escherichia coli,

Proteus vulgaris, Salmonellaenteritidis,

Saccharomycescerevisiae dan Aspergillus

niger,serta metode pengeringan juga

mempengaruhi aktifitas antimikroba dari

minyak atsiri lengkuas putih (Alpinia

galanga L. Willd.) tersebut.3

Pada penelitian lain yang dilakukan

oleh Akram tentang bioaktivitas minyak

atsiri rimpang lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli, didapatkan

hasil bahwa minyak atsiri mampu

menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli dengan daya hambat terbesar

masing-masing 18,2 mm dan 17,1 mm

serta efektif pada konsentrasi 80%.14

Staphylococcus aureus adalah

bakteri gram positif yang tidak berspora,

dalam beberapa strain mampu

menghasilkan enterotoksin.10 Bakteri ini

merupakan flora normal dan bersifat

fakultatif anaerob yang sering ditemukan

pada kulit dan selaput lendir pada

manusia.15 Beberapa infeksi mulut

disebabkan oleh Staphylococcus aureus,

yaitu angular cheilitis, parotitis dan

staphylococcal mukositis. Banyak

penelitian yang menyebutkan bahwa

Staphylococcus aureus bisa diisolasi dari

rongga mulut pada kelompok pasien

tertentu seperti anak-anak, lansia dan

beberapa penderita penyakit sistemik seperti rheumatoid arthritis, serta

penderita dengan keganasan

hematologi.16

Berdasarkan uraian di atas, peneliti

tertarik untuk mengetahui perbedaan

efektifitas antibakteri infusum lengkuas putih (Alpinia galanga L. Willd.) dan

infusum lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus.

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan

adalah eksperimental laboratorium. Besar

sampel dalam penelitian ini dihitung

(4)

didapatkan hasil bahwa jumlah perlakuan

(t) yang dipakai adalah 2, artinya pada

kedua kelompok dilakukan sebanyak 16 kali percobaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui perbandingan efektifitas

antibakteri infusum rimpang lengkuas

putih (Alpinia galanga L. Willd.) dan infusum rimpang lengkuas merah

(Alpinia purpurata K. Schum.) pada

konsentrasi 100% terhadap pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakram disc

diffusion menggunakan infusum rimpang

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) dan infusum rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K. Schum.).

Penelitian dilakukan dengan

menggunakan 32 cakram kosong yang

direndam di dalam 2 wadah berbeda masing-masing berisi infusum rimpang

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) dan infusum rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K.Schum.)

dengan konsentrasi 100% selama 15

menit. Sebanyak 1-2 ose dari biakan bakteri uji yang telah dikultur dan tumbuh

disuspensikan dengan menggunakan

NaCl 0,9% sampai diperoleh kekeruhan

yang sama dengan standard Mc.Farland

0,5. Setelah itu disiapkan cawan petri berisi Mueller Hinton Agar yang akan

digunakan sebagai media uji bakteri.

Staphylococcus aureus yang telah

disuspensi diambil dengan menggunakan

cotton bud steril dan digoreskan secara merata ke seluruh permukaan cawan petri

yang berisi Mueller Hinton Agar.

Kemudian cakram kosong yang

telah direndam bahan uji diletakkan

disetiap area pada cawan petri. Setelah itu cawan petri diinkubasi di dalam inkubator

pada suhu 37º C selama 24 jam. Setelah

24 jam, cawan-cawan petri tersebut

dikeluarkan dari incubator dan dilihat

daya hambat yang terjadi pada setiap cakram dan diukur zona bening yang

terbentuk dengan menggunakan kaliper.

HASIL

Setelah diamati pada

masing-masing cakram yang telah direndam

infusum rimpang lengkuas putih (Alpinia

galanga L. Willd.) dan infusum rimpang

lengkuas merah (Alpinia purpurata K.

Schum.), diperoleh adanya zona hambat

di sekitar cakram.

Tabel1. Rata-rata diameter zona

hambat kelompok perlakuan

Uji statistik yang digunakan pada

penelitian ini menggunakan uji

normalitas yaitu uji Shapiro-Wilk. Hasil

menunjukkan data terdistribusi normal,

(5)

Independent Sample T-test untuk melihat

perbedaan pada kedua kelompok

perlakuan.

Uji Independent Sample T-test

menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05)

yang artinya bahwa uji daya hambat

infusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dan infusum

rimpang lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.) memberikan efek

antibakteri yang sangat signifikan dan

terlihat perbedaan yang bermakna

dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, menunjukkan

adanya daya hambat yang dihasilkan

oleh infusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dan infusum

rimpang lengkuas merah (Alpinia

purpurata K.Schum.) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus. Infusum rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K. Schum.)

memiliki daya hambat yang lebih

efektif dibandingkan dengan infusum

rimpang lengkuas putih (Alpinia

galanga L. Willd.) yang dibuktikan

dengan diameter zona bening disekitar

infusum rimpang lengkuas merah

(Alpinia purpurata K. Schum.) yang

lebih besar dibandingkan dengan

infusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.).

Pengulangan yang dilakukan sebanyak

16 kali memperlihatkan rata-rata zona

hambat infusum rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K. Schum.)

adalah 19,40 mm dengan diameter

terbesar adalah 21,6 mm dan terkecil

adalah 17,5 mm. Infusum rimpang

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) memiliki rata-rata zona hambat

adalah 14,27 mm dengan diameter

terbesar adalah 16,65 mm dan terkecil

adalah 12,55 mm.

Zona hambat yang terbentuk

disekeliling cakram memiliki ukuran

diameter yang berbeda. Perbedaan ini

bisa disebabkan karena beberapa

faktor antara lain yaitu perbedaan kadar

kandungan antibakteri yang terdapat

pada infusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dan infusum

rimpang lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.), proses

perendaman cakram di dalam infusum

rimpang lengkuas putih (Alpinia

galanga L. Willd.) dan infusum rimpang

lengkuas merah (Alpinia purpurata K.

Schum.) tersebut terdapat perbedaan

lamanya perendaman karena dalam

pemindahan cakram ke cawan petri

dilakukan satu persatu sehingga antara

cakram yang pertama dengan cakram

(6)

perbedaan waktu perendaman, goresan

bakteri Staphylococcus aureus yang

tidak merata, sehingga ada bagian dari

media Mueller Hinton Agar (MHA)

yang jumlah bakteri tumbuhnya tidak

sama dengan bagian lainnya dan

penggoresan bakteri yang sudah

merata, namun tidak tumbuh

sempurna, sehingga tidak terjadi efek

antibakteri di sekeliling cakram tersebut.

Aktivitas antibakteri menurut

Davis Stout dikelompokkan menjadi

empat. Pertama, daya hambat tergolong

lemah apabila diameter zona hambat

antibakteri < 5 mm. Kedua, daya hambat

tergolong sedang apabila diameter zona

hambat antibakteri 5-10 mm. Ketiga,

daya hambat tergolong kuat apabila

diameter zona hambat antibakteri

10-20 mm. Keempat, daya hambat

antibakteri digolongkan sangat kuat

apabila diameter zona hambat > 20

mm.17 Berdasarkan penjelasan

tersebut, efek antibakteri pada infusum

rimpang lengkuas putih (Alpinia

galanga L.Willd.) dan infusum rimpang

lengkuas merah (Alpinia purpurata K.

Schum.) memiliki daya hambat yang

kuat tetapi rata-rata diameter zona

hambat pada infusum rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K. Schum.)

lebih besar dari infusum rimpang

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.)

Hasil uji Independent Sample t-test

menunjukkan nilai p=0,000 yang berarti

terdapat pengaruh yang sangat signifikan

yang diberikan infusum rimpang

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) dan infusum rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K.

Schum.) terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus. Infusum

rimpang lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.) lebih efektif dari

pada infusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dalam

menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus, karena kadar

kandungan antibakteri yang terdapat

pada infusum rimpang lengkuas merah

(Alpinia purpurata K. Schum.) lebih

tinggi dari pada kadar kandungan

antibakteri yang terdapat pada infusum

rimpang lengkuas putih (Alpinia

galanga L. Willd.).

Infusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dan

infusum rimpang lengkuas merah

(Alpinia purpurata K. Schum.) dapat

menghambat bakteri karena rimpang

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) dan rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K. Schum.)

memiliki zat aktif antibakteri, seperti

(7)

terpenoid, dan saponin. Minyak atsiri

yang terkandung di dalam rimpang

tanaman lengkuas dapat menghambat

pertumbuhan dan mematikan bakteri

dengan mengganggu proses

terbentuknya membran atau dinding

sel. Kerusakan membrane sel

menyebabkan terganggunya transport

nutrisi (senyawa dan ion) melalui

membran sel yang pada akhirnya dapat

menyebabkan gangguan terhadap

pertumbuhan bakteri.18 Senyawa tannin

memiliki rasa kelat yang berefek

spasmolitik, menciutkan dan

mengkerutkan sel sehingga pertumbuhan

bakteri terganggu. Menurut Masduki

(1996), juga menyatakan bahwa tannin

memiliki daya antibakteri dengan cara

mempresipitasi protein, karena diduga

tannin mempunyai efek yang sama

dengan senyawa fenolik. Menurut

Achmad (1986), senyawa flavonoid

diduga menjadi penyebab dalam

mengganggu pertumbuhan bakteri

karena adanya efek fenolik dari

flavonoid. Senyawa fenol bersifat

koagulator protein. Protein yang

menggumpal tidak dapat berfungsi lagi,

sehingga akan mengganggu

pembentukan dinding sel bakteri

sehingga pada akhirnya bakteri

kehilangan kemampuan membentuk

koloni dan menyebabkan kematian

sel.18 Senyawa golongan terpenoid

yang terdapat pada rimpang lengkuas

putih (Alpinia galanga L. Willd.) dan

rimpang lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.) dapat

mengakibatkan lisis pada sel bakteri dan

dapat mengakibatkan kerusakan

membrane sel bakteri sehingga

mengakibatkan terganggunya transport

nutrisi pada sel bakteri.19 Senyawa

saponin akan menyebabkan kerusakan

struktur lemak membran bakteri

sehingga dinding sel bakteri akan ruptur

dan lisis kemudian mati.20

Sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Akram tentang

bioaktivitas minyak atsiri rimpang

lengkuas merah (Alpinia purpurata

K. Schum.) terhadap pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli, didapatkan hasil bahwa

minyak atsiri mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli dengan

daya hambat terbesar masing-masing

18,2 mm dan 17,1 mm serta efektif

pada konsentrasi 80%.14

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Oonmetta-areea (2006)

tentang sifat antimikrobial lengkuas

putih (Alpinia galanga L. Willd.)

terhadap Staphylococcus aureus dan

(8)

ekstrak lengkuas putih (Alpinia galanga

L. Willd.) memiliki efek inhibisi dengan

kategori sangat kuat terhadap

Staphylococcus aureus yaitu dengan

daya hambat sebesar 22 mm.10

Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sari

tentang lengkuas putih dan lengkuas

merah terhadap bakteri Staphylococcus

aureus, didapatkan hasil daya hambat

lengkuas merah yang lebih besar

dibandingkan dengan lengkuas putih,

yaitu 8,83 mm dan 8,53 mm dengan

kategori sedang.21

Pembuatan infusum rimpang

lengkuas putih (Alpinia galanga L.

Willd.) dan infusum rimpang lengkuas

merah (Alpinia purpurata K. Schum.)

dilakukan dengan metode infusum yaitu

teknik yang paling sederhana dan paling

mudah dilakukan dalam membuat sedian

herbal. Infusum adalah sediaan cair yang

dibuat melalui ekstraksi simplisia

dengan pelarut air pada suhu 90°C

selama 15 menit. Teknik yang

digunakan dalam metode infusum yaitu

dengan mencampur simplisia (dengan

derajat kehalusan tertentu) dan air.

Kemudian panaskan diatas penangas

air selama 15 menit terhitung mulai suhu

mencapai 90°C sambil sekali-sekali

diaduk. Lalu lakukan penyaringan

dengan menggunakan kain flanel,

tambahkan air panas secukupnya melalui

ampas hingga diperoleh volume infuse

yang dikehendaki.22 Panci yang

digunakan pada pembuatan infusum

terdiri dari dua susun, panci bagian atas

berisi simplisia dengan aquades

sedangkan bagian bawah berupa tangas

air sehingga panci yang berisi simplisia

tidak langsung berhubungan dengan

api.23

Kekurangan hasil ekstraksi

dengan metode ini yaitu menghasilkan

ekstrak yang tidak stabil dan mudah

tercemar oleh kuman dan jamur bila

dibandingkan dengan metode ekstrak

yang menggunakan pelarut etanol

maupun eter. Oleh karena itu, ekstrak

yang diperoleh dengan cara ini tidak

boleh disimpan lebih dari 24 jam.23

KESIMPULAN

Infusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dan infusum

rimpang lengkuas merah (Alpinia

purpurata K. Schum.) memiliki daya

hambat terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dengan kategori

kuat. Infusum rimpang lengkuas merah

(Alpinia purpurata K. Schum.) dengan

konsentrasi 100% lebih efektif

dibandingkan dengan infusum rimpang

lengkuas putih dengan konsentrasi

100% dalam menghambat pertumbuhan

(9)

KEPUSTAKAAN

1. Chudiwal, AK; Chain DP; Somani, RS. (2010). Alpini galanga Willd.- An

overview on phyto-pharmacological

properties. Indian Jurnal of Natural Products and Resources Vol 1(2), pp. 143-149. Sinhgad College of Pharmacy, Vadgaon (BK), Pune-441 041, Maharashtra. India. 2. Siregar, Turlina; Dhiksawan,

Ferdinand Saras; Farida Anna. (2011).

Pertumbuhan Streptococcus mutans pada Bioaktivitas Ekstrak Rimpang Lengkuas secara In Vitro dan Pemanfaatannya Pharmaceutical Chemistry. Teerthanker Mahaveer University. Department of Pharmacy. Bharat Institute of Technology. Pelagia Research Library Journal. 2(1): 142-154. USA.

4. Bermawie, Nurliani; Purwiyanti, Susi; Melati; Meilawati, NLW. (2012). Karakter Morfologi, Hasil, dan Mutu Enam Genotip

Lengkuas pada Tiga Agroekologi. Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

5. Hernani; Marwati, Tri; Winarti, Christina. (2007). Pemilihan Pelarut pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia

galangal) secara Ekstraksi. Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor

6. Muhlisah, Fauziah. (1999). Temu-temuan

dan Empon-Empon Budi Daya dan

Manfaatnya. Yogyakarta : Kanisius.

7. Thomas, A.N.S. (1992). Tanaman ObatTradisional 2. Yogyakarta : Kanisius. 8. Sinaga, E. (2000). Alpinia galangal (L.)

Willd. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat .Universitas Nasional Pasim. Bandung.

9. Shelef. (1983). Antimicrobial Effects ofSpices. Journal of Food Safety 6: 29-44. 10. Oonmetta-arrea, Jirawan; Suzukib,

Tomoko; Gasalucka, Piyawan. (2006).

Antimicrobial Properties and Action of Galangal (Alpiniagalangal Linn) on

Staphylococcus aureus. LWT Food Sci

Tech, 39 (10), 1214-1220.

11. Singh, Yungkham Rajeevkumar & Kalita, Jogen Chandra. (2012). Effects of Methanolic Extract of Alpinia galangal from Manipur (India) on Uterus of

Ovariectomised C3H Albino Mice.

Department of Zoology. Gauhati University. Assam. India.

12. Kochuthressia, K.P.; Britto, S. John; Jaseentha, M.O.; Raj, L. Joelri Michael; Senthilkumar, S.R. (2010). Antimicrobial Efficiacy of Extracts from Alpinia

Purpurata (Vieill.) K.Schum. Against

Human Pathogenic Bacteria and Fungi.

Efektivitas Ekstrak Etanol Lengkuas Putih

(Alpinia galangal L.Willd.) dalam

Menghambat Pertumbuhan Candida

Albicans secara In Vitro. Pendidikan Dokter Gigi. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya.

14. Akram, Sitti Rahbiah; Husain, Dirayah Rauf; Abdullah, Asadi. (2014). Biokativitas Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap

Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli. Laboratorium

Mikrobiologi Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanudin. Makasar.

15. Syahrurachman, dkk. (1994). Buku

Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi

Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.

16. Smith, A.J; Robertson, D; Tang, M.K.; Jackson, M.S.; Mackenzie, D.; Bagg, J. (2003) Staphylococcus aureus in

The Oral Cavity: a Three-Year

Retrospective Analysis of Clinical

Laboratory Data. British Dental Jurnal. Vol 195 No. 12.

17. Rokhman F. Aktivitas Antibakteri Filtrat Bunga Teleng (Clitoria Ternatea L.) Terhadap Bakteri Penyebab Konjungtivitis. Skripsi. IPB. 2007.

18. Darwis, Welly; Chandra, Dewi; Muslim, Choirul; Supriati, Rochmah. (2013) Uj Efektivitas Ekstrak Rimpang

Lengkuas Merah (Alpinia purpurata

K.Schum) sebagai Antibakteri Escherichia coli Penyebab Diare. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Bengkulu.

19. Purwarni; Eni, Setyo Wulang N. H.; Rusdin, Rauf. (2009). Respon Hambat Bakteri Gram Positif dan Negatif pada Ikan

Nila (Oreochromis niloticus) yang

(10)

officinale). Jurnal Kesehatan ISSN 1979-7621, Vol. 2: 61-70.

20. Hayati K. Efek Anti Bakteri Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) Terhadap

Staphylococcus aureus yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis (Penelitian In Vitro). Skripsi USU, Medan. 2009.

21. Sari, K.I.P.; Periadnaldi; Nasir, Nasril. (2013). Uji Antimikroba Segar

Jahe-Jahean (Zingiberaceae) terhadap

Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

dan Candida albicans. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang.

22. Depkes RI. (1972). Farmakope

Indonesia Edisi II. Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

23. Badan POM RI. (2011). Acuan dan Sediaan Herbal Volume 6 Edisi I.

Referensi

Dokumen terkait

Karena pendekatan pengembangan lebih dekat dengan dunia nyata dan adanya Karena pendekatan pengembangan lebih dekat dengan dunia nyata dan adanya konsistensi pada

Selisih biaya yang terjadi diakibatkan oleh adanya perbedaan mutu beton, volume pekerjaan, volume bahan, reduksi pada harga satuan pekerjaan beton dan penulangan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji penampilan tanaman dari kebun benih Parungpanjang, dan untuk mengetahui produktivitas tegakan pada beberapa jarak tanam di 4 lokasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan populasi Daphnia sp yang dikultur pada media kombinasi kotoran ayam dan puyuh, dengan padat tebar awal berbeda serta

Dari hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik cair Hormon Tanaman Unggul menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah

Pada grafik 1 menunjukkan ada tiga pemahaman responden terhadap kebijakan pembayaran non tunai, masing masing dari yang terbesar adalah memahami bahwa

Oleh itu, kepercayaan, kebolehan dan kawalan dalam menangani pembelajaran yang lebih terancang dan terperinci dengan kemunculan kaedah sistem pembelajaran-e, dilihat

Perilaku penderita ketika merawat diri untuk mencegah terjadinya cacat dan bertambahnya cacat sejumlah 50 responden (54,3%) masih kurang menurut peneliti perilaku penderita dalam