• Tidak ada hasil yang ditemukan

perspektif geopolitik indonesia terhadap (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perspektif geopolitik indonesia terhadap (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF GEOPOLITIK INDONESIA

TERHADAP ENERGI TERBARUKAN BIOFUEL

Oleh : Imam Subekti (14/370603/PMU/8179)

1. Latar Belakang

Sejak terjadinya revolusi industri, manusia membutuhkan energi untuk menggerakkan mesin-mesin sebagai sarana produksi dan distribusi barang dan jasa. Energi menjadi hal yang sangat mendasar dan strategis bagi kehidupan manusia. Ketergantungan manusia terhadap energi semakin meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Gambar 1 menunjukkan kebutuhan pasokan energi dunia yang didominasi oleh minyak, gas dan batubara. Hanya sebagian kecil kebutuhan energi dunia dipenuhi dari sumber-sumber energi terbarukan dan energi nuklir.

Gambar 1. Kebutuhan Energi Dunia

Sumber : Van Geuns (2005)

Minyak, gas dan batubara adalah sumber-sumber energi fosil yang tidak terbarukan. Menurut data British Petrolium yang dirilis tahun 2013, perkiraan cadangan minyak dunia diperkirakan akan habis 53 tahun lagi, sedangkan cadangan minyak bumi di Indonesia hanya tersisa untuk 11 tahun ke depan. Akibatnya, diperkirakan akan terjadi kelangkaan energi yang berasal dari energi fosil dalam beberapa waktu mendatang.

Adanya keterbatasan sumber energi fosil yang tidak terbarukan membuat negara-negara di dunia mulai mengembangkan teknologi untuk dapat memproduksi energi dari sumber-sumber energi yang terbarukan. Salah satu energi terbarukan yang dikembangkan adalah biofuel berupa bioetanol maupun biodiesel. Keberhasilan suatu negara untuk menguasai pasokan energi dunia melalui pengembangan bakar biofuel akan menentukan posisinya dalam geopolitik energi dunia, apakah akan menjadi pemain yang dominan ataukah hanya menjadi negara yang tergantung pada negara lain.

(2)

2. Analisa dan Pembahasan.

Biofuel merupakan salah satu bentuk energi terbarukan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Teknologi ini dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang berbasis pada energi fosil. Biofuel dapat digunakan secara murni sebagai bahan bakar, atau dengan memadukannya dengan bahan bakar premium atau pun diesel sebagai campuran.

Bioetanol dapat diproduksi dari pati atau gula tanaman seperti gandum, jagung, tebu. Bioetanol dapat digunakan sebagai campuran 5% dengan premium tanpa memerlukan modifikasi mesin. Tetapi pada proporsi campuran bioetanol yang lebih tinggi, harus dilakukan modifikasi pada mesin untuk dapat menggunakannya. Kendaraan-kendaraan buatan Swedia, Kanada dan Amerika Serikat sudah dapat menggunakan bahan bakar dengan campuran bioetanol hingga 85%. Negara penghasil bioetanol terbesar di dunia adalah Brazil, Amerika Serikat dan Uni Eropa yang produksinya mencapai 90% dari produksi bioetanol dunia pada tahun 2007 (gambar 2). Brazil menggunakan tebu sebagai bahan baku untuk memproduksi bioetanol, sedangkan Amerika Serikat menggunakan jagung sebagai bahan baku utama. Lebih dari setengah hasil tebu Brazil digunakan untuk memproduksi bioetanol. bioetanol menyumbang hingga 20% pasokan bahan bakar negara Brazil. Kebijakan biofuel di negara Brazil diperkenalkan melalui dua pendekatan yaitu dengan campuran persyaratan (sekarang sekitar 25%), insentif pajak untuk penggunaan dan pembelian kendaraan yang menggunakan bahan bakar ethanol atau pun flex-fuel. Saat ini lebih dari 80% kendaraan produksi Brazil dapat menggunakan bahan bakar biothanol dan 32.000 SPBU menyiapkan pasokan bioetanol untuk para pengendara.

(3)

Biodiesel dibuat dari minyak tumbuhan dan lemak hewan. Biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel (solar) secara murni maupun sebagai campuran untuk diesel konvensional yang berbasis fosil tanpa harus memodifikasi mesin. Produsen biodiesel didominasi oleh negara-negara Eropa yaitu Italia, Perancis, Spanyol, Jerman, Belgia dan Austria. Untuk kepentingan ini, negara mendorong petani agar menyisihkan lahan untuk tanaman non-pangan seperti minyak lobak dan bunga matahari.

Untuk meningkatkan produksi biofuel, beberapa negara menerapkan kebijakan keringanan pajak untuk proyek-proyek percontohan karena biaya untuk memproduksi biofuel lebih mahal jika dibandingkan dengan bahan bakar konvensional (minyak, gas dan batubara). Banyak negara mendorong produksi biofuel untuk memenuhi target CO2 mereka. Target penggunaan campuran biofuel global ditunjukkan pada tabel 1 (Coyle, 2007).

Tabel 1.

Target Produksi dan Penggunaan Campuran Biofuel Global

Sumber : Coyle (2007)

(4)

tahun 2007 Uni Eropa menargetkan bahwa 20% dari total kebutuhan energi dari premium dan diesel mereka dapat dipenuhi dari biofuel, sedangkan Thailand menargetkan campuran 10% dan India 20% pada tahun 2020. Swedia menargetkan 100% energi independen pada tahun 2020 dengan sebagian besar kebutuhan energi akan dipenuhi melalui tenaga nuklir dan biofuel. Perkiraan produksi bioetanol di Amerika Serikat pada tahun 2007 adalah 5,4 miliar galon.

Pengalihan atau transisi sumber energi bahan bakar dari minyak ke biofuel membawa konsekuensi bagi geopolitik sumber daya energi, baik dari perspektif internal maupun eksternal (Criekemans, 2011). Dari perspektif geopolitik internal, transisi energi memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan manusia seperti yang terjadi pada masa revolusi industri pada akhir abad ke sembilan belas. Pengalihan atau transisi energi (dari uap beralih ke batubara, kemudian minyak, gas alam dan biofuel nantinya) akan mempengaruhi semua aspek kehidupan baik ekonomi saja, sosial maupun politik. Hal ini menjadi alasan bagi negara-negara besar untuk menginvestasikan modal yang besar di sektor energi, terutama negara-negara dengan kebutuhan energi yang sangat besar seperti Amerika Serikat dan Cina. Mereka juga menginvestasikan dananya pada militer untuk mengamankan akses mereka untuk minyak dan gas alam. Fakta bahwa ini terkadang menempatkan demokrasi di bawah tekanan sebagai "harga yang harus dibayar".

Transisi energi ke bentuk energi terbarukan, termasuk biofuel akan disertai desentralisasi pasokan energi dan akan berdampak pada kehidupan sosial politik. Jika pemerintah melakukan investasi untuk mengembangkan energi terbarukan dari sumber daya lokal yang dimiliki, mereka akan menghilangkan atau setidaknya mengurangi ketergantungan energi dari negara-negara pemasok utama seperti yang terjadi saat ini. Namun transisi energi menuju energi terbarukan akan mengalami hambatan dari para pemasok energi utama saat ini. Mereka tentu tidak ingin kehilangan posisi monopoli mereka, dan bersedia untuk menggunakan berbagai strategi menggagalkan pertumbuhan perusahaan-perusahaan kecil di bidang energi terbarukan. Mereka juga menciptakan opini-opini yang menentang pengembangan biofuel. Mereka mengatakan bahwa biofuel bukan solusi untuk memenuhi kebutuhan energi. Memperluas produksi biofuel akan menekan sektor pertanian, meningkatkan harga pangan dan membebani rakyat miskin. Beberapa mengkritik bahwa penggunaan uang pemerintah untuk pengembangan biofuel merupakan pemborosan, program yang sia-sia dan tidak efektif.

(5)

dominan di masa mendatang. Kemampuan negara untuk memproduksi sumber energinya sendiri akan membangun kemandirian energi bagi negara. Negara-negara yang lemah di bidang energi akan menjadi pasar yang besar bagi negara produsen. Negara-negara seperti Brazil, Amerika Serikan dan Uni Eropa yang telah mengembangkan biofuel sebagai sumber energi akan dapat menjadi negara yang dominan di masa mendatang.

Cadangan minyak Indonesia hanya 0,4 % dari cadangan minyak dunia atau 3,7 miliar barel dan menduduki urutan ke 28 negara-negara penghasil minyak (Gambar 3.).

Gambar 3. Penghasil Minyak Dunia

Kebutuhan bahan bakar minyak nasional saat ini mencapai 1,4 juta-1,5 juta barel per hari, dan diperkirakan akan terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar tersebut, Indonesia masih mengimpor minyak mentah dan bahan bakar minyak (premium dan diesel). Indonesia justru mengekspor minyak mentah produksi dalam negeri yang memiliki kualitas tinggi ke luar negeri, kemudian mengimpor minyak dengan kualitas yang lebih rendah untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Saat ini Indonesia hanya mampu mengekspor 200.000 barrel/bulan, sehingga terdapat defisit dan membutuhkan impor. Hanya menyumbangkan 2,92 % dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto).

Gambar 4.

(6)

Upaya pemanfaatan biofuel sebagai bahan bakar alternatif di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah, khususnya Pertamina. Undang-undang No.30 tahun 2007 tentang Energi yang mengamanatkan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Undang-undang ini kemudian diperkuat lagi oleh Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 32 tahun 2008 yang memuat mandatori Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia. Meski demikian, fakta menunjukkan bahwa penggunaan biofuel masih belum optimal. Pengguna kendaraan di Indonesia masih senang menggunakan premium daripada menggunakan BBM bercampur biofuel yang lebih mahal. Selain itu masih banyak kendala yang dihadapi dalam pengadaan, distribusi dan pemasaran biofuel (Wijaya, 2012).

Untuk pengadaan biodiesel, produsen biodiesel mengalami kesulitan memperoleh bahan baku. Bahan baku berupa minyak nabati saat ini sulit diperoleh, karena minyak sawit misalnya, selain sebagai bahan baku biodiesel yang potensial, juga digunakan sebagai minyak goreng. Sehingga akan terjadi persaingan antara kepentingan produksi biodiesel dan produksi minyak goreng sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako). Penggunaan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) yang merupakan by product process pembuatan minyak goreng harganya jauh lebih murah dari minyak segar, tetapi memiliki kandungan free fatty acid (FFA) yang tinggi. Adanya kandungan free fatty acid (FFA) pada PFAD memaksa produsen biodiesel menambah instalasi pengolahnya (reaktor Esterifikasi) yang pada gilirannya akan menaikkan biaya produksi. Disamping minyak sawit atau minyak nabati lainnya, metanol sebagai bahan baku vital pembuatan biodiesel harganya relatif cukup mahal sehingga keuntungan yang diperoleh produsen sangat kecil atau hampir tidak mendapatkan keuntungan, sehingga tidak banyak pihak yang mau berinvestasi di bidang produksi biodiesel.

(7)

hanya mencapai 500 kiloliter/bulan (Tabel 3.). Kendala pengembangan industri bioetanol juga disebabkan oleh kenaikan harga tetes tebu sebagai bahan baku bioetanol yang mencapai 100% (USD 65/ton pada tahun 2008 menjadi USD 125-130/ton pada tahun 2009) dan akan dibukanya kran impor bioetanol dari Brazilia karena pertimbangan production cost berpotensi menghancurkan industri bioetanol di Indonesia.

Tabel 3.

Pabrik Bioetanol di Indonesia dan Kapasitas Produksinya

Sumber : Wijaya, 2012

Sebagai negara agraris Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan biofuel sebagai sumber energi terbarukan, baik bioetanol maupun biodiesel untuk menggantikan atau menjadi campuran pada bahan bakar fosil untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak nasional. Syarat-syarat menjadi raksasa Biofuel sudah tersedia semuaIndonesia sesungguhnya baik dari segi bahan baku, kemampuan tenaga ahli, maupun peraturan hukum yang mendukung pengembangan bahan bakar biofuel.

Terdapat kurang lebih 60 jenis tanaman di Indonesia yang dapat diolah menjadi bioetanol dan biodiesel1. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, bagas (ampas tebu), sagu, siwalan dan nipah serta kayu atau limbah kayu. Tanaman yang potensial menjadi biodiesel, antara lain kelapa, kelapa sawit, jarak pagar, jarak kepyar dan kapuk randu. Banyaknya variasi tumbuhan akan memberikan keleluasaan untuk memilih jenis yang sesuai dengan kondisi tanah yang ada (Tabel 2.).

(8)

Potensi yang besar itu selayaknya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk menjadi negara produsen biofuel (Komarayati dan Gusmailinaa, 2010)

Tabel 2.

Sumber, hasil panen dan rendemen alkohol sebagai hasil konversi

Sumber : Komarayati dan Gusmailina (2010)

Menurut US Department of Agriculture’s Foreign Agricultural Service, Indonesia diperkirakan dapat memproduksi sekitar 14.2 juta ton crude palm oil. Riset yang dilakukan oleh Forum Biodiesel Indonesia menyebutkan bahwa 0,3 hektar perkebunan sawit akan mampu menghasilkan biodiesel sebanyak 1000 liter biodiesel. Pada tahun 2009 proyeksi biodiesel dari minyak sawit mencapai 2% dari konsumsi diesel total dan permintaan ini pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 5% dari konsumsi petroleum diesel, atau ekivalen dengan 4,7 juta kiloliter.

Indonesia juga sudah memiliki tenaga ahli di bidang biofuel yang cukup sehingga sesungguhnya Indonesia siap untuk mengembangkan dan menggunakan biofuel. Payung hukum terkait produksi, distribusi dan penggunaan biofuel juga sudah ada, sehingga produksi, perdagangan atau pemakaian biofuel di Indonesia bersifat legal. Dengan semua potensi tersebut, seharusnya Indonesia mampu mengembangkan biofuel sebagai bahan bakar pengganti atau pun untuk campuran bahan bakar minyak untuk mewujudkan kemandirian energi.

(9)

Namun, kebijakan pengembangan biofuel akan bergesekan dengan kebijakan ketahanan pangan karena produsen masih tergantung pada bahan baku biomassa edible2. Oleh

karena itu biofuel berbahan baku biomassa non edible harus dikembangkan untuk daat meningkatkan produksi biofuel tanpa mengganggu sektor pangan. Program Bahan Bakar Nabati biofuel akan berhasil dengan memperbaiki masing-masing sektor pada sistem supply chain industri biofuel, mulai dari penguatan sektor logistik, peningkatan kualitas dan kapasitas biorefinery3, pembenahan delivery dan distribution systems serta

penjaminan mutu biofuel.

3. Kesimpulan

Pasokan energi dunia saat ini masih sangat tergantung pada energi fosil terutama minyak dan gas. Namun ketersediaan cadangan minyak dunia sangat terbatas dan merupakan sumber energi tidak terbarukan. Konsekuensinya, negara-negara di dunia saling berlomba menguasai sumber-sumber energi dunia untuk memenuhi kebutuhan pasokan energinya. Salah satu upaya kebutuhan energi tersebut adalah dengan mengembangkan bahan bakar biofuel, baik bioetanol maupun biodiesel. Negara-negara yang berhasil mengembangkan bioetanol antara lain Brazil, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Produsen biodiesel didominasi oleh negara-negara Eropa yaitu Italia, Perancis, Spanyol, Jerman, Belgia dan Austria. Faktor utama yang menjadi penggerak dalam industri biofuel di negara-negara tersebut pada umumnya adalah kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan biofuel. Mereka menerapkan keringanan pajak terhadap proyek-proyek percontohan industri biofuel.

Transisi energi dari minyak dan gas alam ke biofuel membawa konsekuensi terhadap geopolitik sumber daya energi, baik dari perspektif geopolitik internal maupun eksternal. Dari perspektif geopolitik internal, transisi energi ke biofuel akan menyebabkan desentralisasi penguasaan akses terhadap sumber-sumber energi. Hal ini juga akan mendorong kemandirian energi bagi negara yang berhasil mengembangkan biofuel. Namun, negara-negara yang saat ini menguasai pasokan minyak dan gas dunia juga akan berusaha untuk tetap mempertahankan dominasinya. Dari perspektif geopolitik eksternal, negara-negara yang saat ini melakukan investasi untuk mengembangkan biofuel akan menjadi pemain yang dominan di bidang energi di masa mendatang.

2 Biomassa edible adalah biomassa yang berasal dari jenis tanaman yang dapat dimakan. 3 Biorefinery atau disebut juga kilang bio merupakan proses menintegrasikan dan

(10)
(11)

DAFTAR PUSTAKA

Schubert, C., 2006, Can biofuels finally take center stage?, Nature Biotechnology, Vol. 24, Hal. 777-784.

Coyle, W., 2007, The future of biofuels: a global perspective, Amber Waves, Vol. 25, No.5, Hal. 24-29.

Clingendael International Energy Programme Biofuels Seminar, Den Haag, 2005, Future Fuels and Geopolitics: the Role of Biofuels, Van Geun, Lucia, Den Haag: The Clingendael Institute International Energy Programme.

Criekemans, David, 2011, The geopolitics of renewable energy: different or similar to the geopolitics of conventional energy?, disampaikan pada Diskusi Panel “Geopolitics, Power Transitions, and Energy”, ISA Annual Convention 2011: Global Governance: Political Authority In Transition di Montréal, Québec, Canada

Criekemans, David, 2010, Lecture on the ‘Geopolitics of Energy’, Geneva: International Centre for Geopolitical Studies (ICGS)

Lawrence, Robert Z., 2010, "How Good Politics Results in Bad Policy: The Case of Biofuel Mandates.", CID Working Paper No. 200, Cambridge: Center for International Development, Harvard University.

Komarayati, Sri dan Gusmailina, 2010, Prospek Bioetanol sebagai Pengganti Minyak Tanah, Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

______, 60 Jenis Tanaman Bisa Jadi Alternatif Pengganti BBM, Puspiptek (internet), <http://puspiptek.ristek.go.id/media.php?module=detailberita

&id=39960_jenis_tanaman_bisa_jadi_alternatif_pengganti_bbm.html> (diakses 4 Juni 2015).

Flach, M., 1997,. Sago palm, Metroxylon sagu Rottb, International Plant Genetic Resources Institute.

Flach, M., 1983, Sago palm domestication, explanation, and production, FAG. Plant production and protection, Paper. 85 pp.

Gambar

Gambar 1.Kebutuhan Energi Dunia
Gambar 2.Produsen Biofuel Dunia
Tabel 1.Target Produksi dan Penggunaan Campuran Biofuel Global
Gambar 3.Penghasil Minyak Dunia
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis regresis menunjukkan bahwa dividend payout ratio mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga saham dengan nilai koefisien regresi sebesar

merealisasikan sistem bagi hasil sebagaimana yang dijabarkan dalam teori, ternyata tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, yang mana lembaga membatasi fleksibilitas

Dura Surya Perkasa tidak memiliki dokumen API-P dan tidak terdapat realisasi impor produk kehutanan dan turunannya pada periode Juli 2018 sd Juni 2019, tersedia

Primer Karya Baru 30 KSU Pancasila Abadi 31 KSU Warga Rimba 32 Pengadan Jaya Sawmill 33 PK.. Adil Makmur

salam.  Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan.  Mencatat tugas yang diberikan oleh guru  Merespon  Menjawab salam 17

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplan sebagai bahan yang berasal dari tanaman stevia klon BPP 72 (Perkebunan Pusat Penelitian Bioteknologi di

Aliran tahapan proses PKM sampai ke penyelenggaraan PIMNAS dapat disimak melalui skema berikut ini:.. Berbeda dengan keempat jenis PKM lain yang melibatkan pelaksanaan

batas kecepatan yang diijinkan seperti batas kecepatan maksimum 50 km/jam, merawat marka jalan yang sudah pudar dan membersihkan rambu lalu lintas dari gangguan-gangguan yang