SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SATYABHAKTI
MAKNA FRASA ANAK MANUSIA DALAM KITAB MATIUS
MAKALAH INI DISERAHKAN KEPADA PDT. SOERONO TAN, M.TH
UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MATA KULIAH DOGMATIKA 2 : ANTROPOLOGI, HAMARTIOLOGI DAN KRISTOLOGI
OLEH THOMAS ERWIN
MAKNA FRASA ANAK MANUSIA DALAM KITAB MATIUS
Pendahuluan
Ketika kita berbicara tentang Alkitab khususnya dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus menjadi pusat perhatian utamanya. Yesus Kristus telah menjadi fokus dalam Alkitab.1 Studi
tentang Yesus itu sendiri (atau yang disebut dengan Kristologi) menjadi salah satu tema yang menarik untuk dipelajari. Dan salah satu tema Kristologi yang akan dipaparkan dalam makalah ini adalah Anak Manusia. Frasa Anak Manusia ini memiliki latar belakang tersendiri di Perjanjian Lama yang terdapat di Daniel 7:13, dimana frasa Anak Manusia ini adalah visi dari penglihatan Daniel.2 Hal ini semakin membuat istilah “Anak Manusia” ini
menarik untuk dipelajari bersama.
Latar Belakang Kitab Matius
Injil Matius ditulis pada tahun + 60-65 M oleh Matius pemungut cukai yang
merupakan salah satu murid Yesus. Transisi yang halus dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru dapat kita rasakan ketika kita membaca kitab Matius.3 Injil Matius memiliki latar
belakang Yahudi yang sangat kental.4 Ketika kita membaca Kitab Matius ini, kita dapat
melihat ada banyak kutipan dan rujukan dari Perjanjian Lama.5 Maka dari itu, kitab Matius
memiliki corak khas Yahudi yang kuat sekali. Tujuan penulisan Injil Matius ini sendiri 1 John Stott, Kristus Yang Tiada Tara (Surabaya : Penerbit Momentum, 2007), 1
2
David Imam Santoso, Theologi Matius Intisari dan Aplikasinya (Malang : Literatur SAAT, 2009), 37 3
Everett F. Harrison, Introduction To The New Testament (Grand Rapids, Michigan : Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1971), 167
4 Ibid, 171 5
sebenarnya ditujukan kepada orang-orang Yahudi agar mereka percaya bahwa Yesus adalah Tuhan. Banyak orang-orang Yahudi pada masa itu yang masih tidak percaya bahwa Yesus adalah raja. Maka dari itu, menurut Donald Guthrie, sangat besar kemungkinannya bahwa ada maksud apologetika di balik Injil Matius ini.6 Matius lewat tulisannya ingin menjawab
ekspetasi dari orang-orang Yahudi yang memiliki ekspetasi tersendiri tentang Mesias7 yang
sudah ada sejak zaman Perjanjian Lama. Maka dari itu, tidak heran bahwa tema Mesianik sangat kental di kitab Matius.8 Namun sekalipun kitab Matius ini memiliki corak Yahudi
yang kuat, bukan berarti kitab ini juga ditujukan hanya kepada orang-orang Yahudi. Leon Moris mencatat bahwa Matius juga tertarik agar bangsa-bangsa lain (selain orang-orang Yahudi) bisa mengikuti Yesus.9 Contohnya, Matius menulis kedatangan orang Majus untuk
melihat bayi Yesus, lalu cerita tentang penyembuhan seorang perwira asing
Frasa Anak Manusia
Penyebutan pertama kali tentang frasa Anak Manusia dalam Perjanjian Baru terdapat di Matius 8:20. Frasa Anak Manusia tercatat sebanyak 30 atau 31 kali di kitab Matius. Leon Morris merincikan sebanyak 6 atau 7 kali yang ditujukan untuk misi Yesus di dunia, 10 kali untuk menunjukkan bagaimana ia di tolak dan harus menderita, dan 14 kali untuk
menunjukkan kemuliaan-Nya.10 Frasa Anak Manusia itu sendiri memiliki latar belakang
Perjanjian Lama yang terdapat dalam Daniel 7:13 dan kitab Yehezkiel. Para ahli teologi
6 Guthrie, 18 7
James D. G. Dunn, The Christ and The Spirit Volume 1 (Grand Rapids, Michigan : Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1998), 5
8
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology (Malang : Literatur SAAT, 2003), 97 9
Leon Morris, Injil Matius (Surabaya : Penerbit Momentum, 2016), 6 10
berpendapat bahwa frasa Anak Manusia yang terdapat dalam kitab Yehezkiel bukan merujuk kepada sosok yang spesial, melainkan jika diartikan ditujukan kepada manusia biasa.11
Orang Kristen pada umumnya mengenal frasa Anak Manusia yang sering digunakan Yesus itu memiliki kesamaan makna dan konsep yang terdapat dalam Daniel 7:13.12 Secara
turun-temurun, baik orang Kristen dan Yahudi telah memahami bahwa frasa Anak Manusia ini merujuk kepada Raja orang Israel yang akan datang untuk menyelamatkan mereka, sesuai dengan nubuatan yang ada.13 Dasar bahasa Aram untuk frasa Anak Manusia adalah bar-enasy atau bar-anasya14 dan frasa inilah yang digunakan dalam Daniel 7:13. Louis Berkhof
mengatakan bahwa pada umumnya ada ketergantungan pemakaian nama itu pada kitab Daniel, walaupun itu hanya sekedar sebutan deskriptif dan belum merupakan sebuah
gelar,15James Dunn pun sependapat dengan Berkhof, bahwa frasa Anak Manusia yang ada di
kitab Daniel bukanlah sebuah gelar.16 Pada akhirnya, jembatan antara Daniel 7:13 dengan
penggunaan frasa anak manusia oleh Yesus telah menjadi bahan yang menarik, dan berharap dengan asumsi bahwa ada perkembangan litelatur-literatur yang akan membantu mencari jawabannya.17
Pakar Apokaliptik Yahudi dengan pasti menafsirkan frasa Anak Manusia pada Daniel 7:13 sebagai penglihatan akan penebus surgawi yang akan datang.18 Dari sini, marilah kita
berangkat ke Perjanjian Baru. Yesus pertama kali menggunakan frasa Anak Manusia pada 11 M.K. Sembiring (ed), Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius (Edisi Kedua) (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, 2008), 230
12
Joyce G. Baldwin, Daniel An Introduction & Commentary (Leicester : Inter-Varsity Press, 1978), 148 13
John E. Goldingay, Word Biblical Commentary Daniel (Dallas, Texas : Word Books Publisher, 1989), 170
14
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1Allah, Manusia, Kristus (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1992), 306
15
Matius 8:20 dengan konteks sedang berbicara dengan seorang ahli Taurat. Ini berarti, dari Matius pasal 1-7, dalam percakapan dan interaksi dengan murid-murid-Nya, Yesus tidak menggunakan frasa tersebut. David Imam Santoso berpendapat bahwa ada kesan tersendiri bahwa frasa itu ditujukan kepada ahli Taurat dan orang-orang Yahudi.19 Kingsbury pun
menambahkan bahwa frasa Anak Manusia dalam kitab Matius digunakan Yesus sebagai bentuk perkenalan atau penyingkapan keilahian diri-Nya kepada orang-orang Yahudi.20
Sebuah hal yang menarik untuk kita pikirkan adalah, bagaimana Yesus mencoba
menjembatani antara diri-Nya sendiri dengan ekspetasi orang-orang Yahudi akan kedatangan Mesias. Yesus mencoba perlahan-lahan untuk menyingkapkan diri-Nya lewat penggunaan frasa Anak Manusia.
Dalam kitab Matius, kita dapat melihat kejeniusan sang penulis (Matius) dalam menggunakan frasa Anak Manusia ini. Penggunaan frasa Anak Manusia ini dirasakan cukup tepat untuk menjembatani pribadi kemanusiaan dan keilahian Yesus dengan orang-orang Yahudi yang memiliki ekspetasi tersendiri akan sosok Mesias. James Dunn merincikan hal-hal apa saja yang menjadi ekspetasi akan sosok mesias bagi orang Yahudi, di antaranya adalah Raja (kaitannya dengan politik), imam besar, nabi, penyembuh, dan pengajar.21 Hal
menarik yang kita dapatkan dari hal di atas adalah, Yesus yang menurut kacamata Kristen memenuhi semua kriteria tersebut, namun itu tidak membuat orang-orang Yahudi percaya kepada Yesus.
Tujuan utama dari penggunaan frasa Anak Manusia dalam kitab Matius telah kita pelajari, yaitu sebagai jembatan perkenalan pribadi keilahian Yesus dengan orang-orang Yahudi yang ada pada masa itu. Namun sebenarnya, masih ada lagi misi dari penggunaan frasa Anak Manusia dalam kitab Matius ini. Yesus menggunakan frasa Anak Manusia untuk
19
Santoso, 38 20
J.D. Kingsbury, Jesus Christ in Matthew, Mark, and Luke (Philadelphia : Fortress Press, 1981), 114 21
menunjukkan kemanusiaan-Nya, namun juga tetap menunjukkan keilahian-Nya sebagai makhluk sorgawi.22 Implikasi dari semuanya ini adalah kita sebagai orang-orang percaya,
memiliki Allah yang luar biasa. Janji-janji atau nubuatan yang ada sejak zaman Perjanjian Lama telah tergenapi oleh-Nya (terkhusus penggenapan mesianik dalam kitab Matius).
Kesimpulan
Frasa Anak Manusia dalam kitab Matius memiliki makna yang mendalam, dimana penggunaan frasa tersebut merupakan penggenapan mesianik dari nubuatan dan janji-janji Allah yang telah ada dari zaman Perjanjian Lama. Frasa Anak Manusia dalam kitab Matius ini menjadi jembatan yang kokoh antara Yesus dengan orang-orang Yahudi yang ada pada masa itu. Terlepas dari itu, frasa Anak Manusia juga memiliki makna bahwa Allah yang juga adalah Yesus itu sendiri mau merendahkan diri-Nya menjadi manusia dan juga memiliki sisi kemanusiaan yang sama dengan manusia pada umumnya. Namun itu tidak serta merta menghilangkan sosok keilahian Yesus. Karena Yesus memang sepenuhnya manusia dan sepenuhnya Allah, dan kekal selama-lamanya.23
Daftar Pustaka
Baldwin, Joyce G. Daniel An Introduction & Commentary. Leicester : Inter-Varsity Press, 1978.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika Doktrin Kristus. Jakarta : Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996.
22 Santoso, 37 23
Dunn, James D.G.The Christ and The Spirit Volume 1. Grand Rapids, Michigan : Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1998.
Enns, Paul. The Moody Handbook of Theology. Malang : Literatur SAAT, 2003.
Goldingay,John E. Word Biblical Commentary Daniel. Dallas, Texas : Word Books Publisher, 1989.
Grudem, Wayne. Systematic Theology An Introduction to Biblical Doctrine. Leicester, England : Inter-Varsity Press, 1994.
Guthrie, Donald. Pengantar Perjanjian Baru Volume 1. Surabaya : Penerbit Momentum, 2008.
_____________. Teologi Perjanjian Baru 1Allah, Manusia, Kristus. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1992.
Harrison, Everett F. Introduction To The New Testament. Grand Rapids, Michigan : Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1971.
Kingsbury, J.D. Jesus Christ in Matthew, Mark, and Luke. Philadelphia : Fortress Press, 1981. Morris, Leon. Injil Matius. Surabaya : Penerbit Momentum, 2016.
Santoso, David Imam. Theologi Matius Intisari dan Aplikasinya. Malang : Literatur SAAT, 2009.
Sembiring, M.K (ed). Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius (Edisi Kedua). Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, 2008.